Dewi Lapkas
Dewi Lapkas
KOLELITIASIS
Oleh :
dr. Dewi Mashita Arfani
Pembimbing :
dr. H. Hendry Tanjung, MM
1
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. N
Umur : 33 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : jl. Marunda pulo rt01/07
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Suku : Jawa
Agama : Islam
Status : Menikah
Jumlah anak : 2
No. RM : 226512/006
MRS : 15/6/2016 (IGD), 16/6 /2016
I. Anamnesis
Auto Anamnesis
a. Keluhan Utama
Nyeri perut kanan atas sejak 1 hari.
2
Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah. Pasien muntah 2 kali,
isi makanan, darah (-). Setiap kali makan pasien mengaku sering
merasa mual. Nafsu makan menjadi menurun semenjak sakit.
Demam disangkal oleh pasien . BAB dan BAK pasien lancar.
.
e. Riwayat Pengobatan
Pasien hanya minum antasid untuk mengatasi keluhannya tersebut.
Riwayat minum obat penghilang rasa nyeri atau obat rematik
disangkal.
f. Riwayat Alergi :
Pasien tidak pernah memiliki riwayat alergi terhadap obat-obatan
dan makanan tertentu.
3
namun sering terlambat makan. Pasien mengaku sangat menyukai
makanan berlemak seperti gorengan, jeroan dan bakso. Jumlah
konsumsi air pasien diatakan kurang hanya meminum 1 botol aqua 500
ml setiap harinya karena pasien selalu merasa mual.Pasien mengaku
tidak merokok dan tidak mengonsumsi alkohol.
a. Vital Sign
Tekanandarah : 120/ 90 mmHg
Nadi : 92 x / menit, kuat angkat, teratur
Pernapasan : 20 x / menit
Suhu : 36,5 C
b. Status Generalis
Kepala Bentuk dan ukuran kepala : Normosefali.
Permukaan Kepala : tidak tampak benjolan, lesi, malar rash,
edema, maupun hiperpigmentasi.
Ekspresi wajah normal : tidak tampak paralisis fasialis.
Rambut : berwarna hitam, tidak mudah dicabut.
Nyeri tekan kepala : negatif
Mata Bentuk : dalam batas normal
Alis : dalam batas normal
Bola mata : kesan eksoftalmus - /- dan anoftalmus - / -
Palpebra : edema - / - , ptosis - / -
Konjungtiva : anemis - / - , hiperemi - / -
Sklera : ikterik + / +, perdarahan - / - , pterygium -/ -
Pupil : refleks cahaya + / +, isokor +
Lensa : tampak jernih
Telinga Bentuk aurikula : normal
Lubang telinga : sekret (-)
Hidung Bentuk : normal, simetris, deviasi septum (-)
4
Mulut Bentuk : simetris
Bibir : sianosis (-), edema (-), perdarahan (-)
Lidah : leukoplakia (-)
Leher Tidak tampak deviasi trakea
Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar getah bening.
Tidak tampak hipertrofi SCM dan SCM tidak aktif
JVP : 5 2 cm
Toraks Inspeksi:
Pada keadaan statis, bentuk dinding dada kanan dan kiri terlihat
simetris. Bentuk dan ukuran dinding dada kanan dan kiri terlihat
sama.
Pada keadaan dinamis, dinding dada kanan dan kiri terlihat simetris dan
tidak terlihat pergerakan dinding dada kanan maupun kiri tertinggal
pada waktu pernafasan.
Tidak terdapat retraksi atau penggunaan otot pernapasan tambahan.
Pada permukaan dada : massa (-), jaringan sikatrik (-), jejas (-), spider
naevi (-)
Fossa supraklavikula dan infraklavikula tidak cekung dan simetris.
Fossa jugularis : tidak tampak deviasi trakea.
Pulsasi ichtus kordis tidak tampak
Tipe pernafasan : torako-abdominal dengan frekuensi nafas 18 kali/
menit
Palpasi:
Pergerakan dinding dada simetris.
Vokal fremitus dinding dada kiri dan kanan teraba dan simetris.
Ichtus kordis teraba di ICS V linea midklavikula sinistra.
Nyeri tekan (-), massa (-), thrill (-), krepitasi (-)
Perkusi:
Pada kedua lapangan paru sonor +/+.
Batas Paru Hati :
- Inspirasi : ICS IV linea midklavikula dextra
- Ekspirasi : ICS V linea midklavikula dextra
- Ekskursi : 1 ICS
Batas Paru-Jantung :
- Batas atas : ICS 2
- Batas bawah : ICS 5
- Batas kanan : ICS 5 linea parasternal dextra
- Batas kiri : ICS 5 linea midclavikula sinistra
Auskultasi:
Bunyi paru vesikuler +/-, ronki -/-, wheezing -/-.
Bunyi jantung S1dan S2 tunggal, murmur(-), gallop (-).
5
Abdomen Inspeksi :
Dinding abdomen simetris, massa (-), distensi (-), vena kolateral (-),
caput medusa (-), jaringan sikatrik (-)
Auskultasi :
Bising Usus (+) normal, metalic sound ( -), bising aorta (-)
Palpasi :
Turgor : Normal
Tonus : Normal
Nyeri tekan (+) di epigatrik dan hipokondrium dextra , Murphy sign
(+), distensi abdomen (-), defense muscular (-), Nyeri tekan mac
burney (-), rovsing sign (-), psoas sign (-), obturator sign (-), Hepar /
Lien / Ren : tidak teraba
+ + -
- - -
- - -
Perkusi :
Timpani di seluruh lapangan abdomen
Nyeri ketok CVA (-)
Deformitas
- an direct meningkatium dextra, serta murphy sign positif.eri tekan ejak 4 hari SMRS. sar 2 kali/hari, padat
- -
Sianosis
- -
- -
6
Edema - -
- -
d. Pemeriksaan Penunjang
Hasil Pemeriksaan Laboratorium ( 15/06/2016 ):
Hasil :
7
III. RESUME
Pasien perempuan 32 tahun datang ke RS dengan keluhan nyeri
perut kanan atas sejak 1 hari. Nyeri dirasakan tiba-tiba dan menetap
dengan intensitas berat selama 1-3 jam kemudian menghilang
perlahan-lahan. Nyeri dirasakan dari perut kanan atas hingga bagian
ulu hati dan menjalar sampai ke bahu kanan dan punggung. Nyeri
seperti ini dirasakan terus menerus . Jika nyeri muncul pasien sampai
keringat dingin menahan rasa nyeri dan tidak dapat melakukan
aktivitas apapun.Nyeri dirasakan bertambah apabila pasien menarik
napas dalam. Os juga mengeluhkan mual . Muntah 2x berisi makanan .
Nafsu makan menjadi menurun semenjak sakit.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan di epigastrium dan
hipokondrium dextra, serta murphy sign positif.
1. Kolelitiasis
Subjek :
Os mengeluh nyeri perut kanan atas menjalar sampai ke bahu dan
punggung kanan
Objek :
Tanda Vital : Tekanan darah : 120/90 mmHg
Nadi : 92 x/ menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,5 C
Pada pemeriksaan fisik didapatkan Murphy sign +
Assesment :
Kolelitiasis
Dd/ Kolesistitis
Planning :
Rencana diagnosis
Pemeriksaan penanda hepatitis, EKG, rontgen thorax
Rencana Terapi
Istirahat
8
Infuse RL / 8 jam
Cefotaxime 3 x 1g
Ketorolac 3x 10 mg
Rencana monitoring
Klinis
Kimia Darah
2. Dispepsia
Subjek :
Dari anamnesis didadapatkan nausea (+),vomitus (+), nyeri ulu hati
(+), dan ada riwayat maag.
Objek
Tekanan darah : 120/90 mmHg
Nadi : 92x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,5 oC
dispepsia ec gastritis
P : Rencana terapi :
terapi medikamentosa:
3. kontrol emosi
9
V. PROGNOSIS
Dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
10
Kolelitiasis atau dikenal sebagai penyakit batu empedu merupakan penyakit yang
di dalamnya terdapat batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung
empedu atau di dalam saluran empedu atau pada kedua-duanya.
2.2. ANATOMI
Kandung empedu (vesika felea), yang merupakan organ berbentuk seperti buah
pir, berongga dan menyerupai kantong dengan panjang 7,5 hingga 10 cm, terletak
dalam suatu cekungan yang dangkal pada permukaan inferior hati oleh jaringan
ikat yang longgar. Dinding kandung empedu terutama tersusun dari otot polos.
Kandung empedu dihubungkan dengan duktus koledokus lewat duktus sistikus.
Kandung empedu memiliki bagian berupa fundus, korpus, dan kolum. Fundus
berbentuk bulat, berujung buntu pada kandung empedu sedikit memanjang di atas
tepi hati.
Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu. Kolum adalah bagian
sempit dari kandung empedu yang terletak antara korpus dan duktus sistika.
Empedu yang disekresikan dari hati akan disimpan sementara waktu dalam
kandung empedu. Saluran empedu terkecil yang disebut kanalikulus terletak
diantara lobulus hati. Kanalikulus menerima hasil sekresi dari hepatosit dan
membawanya ke saluran empedu yang lebih besar yang akhirnya akan
membentuk duktus hepatikus. Duktus hepatikus dari hati dan duktus sistikus dari
kandung empedu bergabung untuk membentuk duktus koledokus (common bile
duct) yang akan mengosongkan isinya ke dalam intestinum. Aliran empedu ke
dalam intestinum dikendalikan oleh sfingter oddi yang terletak pada tempat
sambungan (junction) dimana duktus koledokus memasuki duodenum.
2.3. EPIDEMIOLOGI
11
National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES III), prevalensi
cholelithiasis di Amerika Serikat pada usia pasien 30-69 tahun adalah 7,9% pria
dan 16,6% wanita, dengan peningkatan yang progresif setelah 20 tahun.
Sedangkan Asia merupakan benua dengan angka kejadian cholelithiasis rendah,
yaitu antara 3% hingga 15% , dan sangat rendah pada benua Afrika, yaitu kurang
dari 5%.
Insidensi cholelithiasis di negara barat adalah 20% dan banyak menyerang dewasa
dan usia lanjut. Sebagian besar cholelithiasis tidak bertanda dan bergejala.
Sedangkan di Indonesia angka kejadian cholelithiasis tidak jauh berbeda dengan
angka kejadian di negara lain di Asia Tenggara, dan sejak tahun 1980
cholelithiasis identik dengan pemeriksaan ultrasonografi.
Di negara barat 10-15% pasien dengan batu vesica fellea juga disertai batu saluran
empedu. Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat terbentuk primer di
dalam saluran empedu intra atau ekstra hepatik tanpa melibatkan vesica fellea.
Batu saluran empedu primer banyak ditemukan pada pasien di wilayah Asia
dibandingkan dengan pasien di negara barat
Tindakan kolekistektomi termasuk salah satu tindakan bedah digestif yang paling
sering dilakukan. Sekitar 5,5 juta penderita batu empedu ada di Inggris dan 50.000
kolesistektomi dilakukan setiap tahunnya. Kasus batu empedu sering ditemukan di
Amerika, yaitu pada 10 sampai 20% penduduk dewasa. Setiap tahun beberapa
ratus ribu penderita ini menjalani pembedahan.Cholelithiasis banyak ditemukan
pada wanita dan makin bertambah dengan meningkatnya usia. Prevalensi
cholelithiasis bervariasi secara luas di berbagai negara dan diantara kelompok-
kelompok etnik yang berbeda-beda pada satu negara. Faktor gaya hidup seperti
diet, obesitas, penurunan berat badan dan aktivitas tubuh yang rendah juga
berpengaruh.
Prevalensi cholelithiasis lebih rendah dari kejadian sebenarnya, sebab sekitar 90%
bersifat asimtomatik. Di Indonesia cholelithiasis banyak ditemukan mulai dari
usia muda di bawah 30 tahun, meskipun rata-rata tersering ialah 40-50 tahun.
Pada usia diatas 60 tahun, insidensi cholelithiasis meningkat.
12
2.4. Etiologi
Penyebab dan faktor resiko terjadinya batu empedu masih belum diketahui secara
pasti. Diduga penyebab batu kandung empedu adalah idiopatik, penyakit
hemolitik, dan penyakit spesifik non-hemolitik.Pada wanita yang menggunakan
kontrasepsi hormonal, pembentukan batu empedu terjadi karena adanya
peningkatan saturasi kolesterol bilier. Kegemukan merupakan faktor yang
signifikan untuk terjadinya batu kandung empedu. Pada keadaan ini hepar
memproduksi kolesterol yang berlebih, kemudian dialirkan ke kandung empedu
sehingga konsentrasinya dalam kandung empedu menjadi sangat jenuh. Keadaan
ini merupakan faktor predisposisi terbentuknya batu. Orang dengan usia lebih dari
40 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang
yang usia lebih muda. Hal ini terjadi akibat bertambahnya sekresi kolesterol oleh
hati dan menurunnya sintesis asam empedu. Selain itu adanya proses aging, yaitu
suatu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas dan memperbaiki
kerusakan yang diderita.
Angka prevalensi orang dewasa lebih tinggi di negara Amerika latin (20-40%) dan
rendah di negara Asia (3-4%). Di Amerika Serikat, terhitung lebih dari 20 juta
orang Amerika dengan batu empedu dan dari hasil otopsi menunjukkan angka
kejadian batu empedu paling sedikit 20% pada wanita dan 8% pada laki-laki di
atas umur empat puluhan. Berdasarkan jenis batu yang terbentuk, faktor yang
mempengaruhi terbentuknya batu berbeda-beda. Kondisi-kondisi yang menjadi
faktor predisposisi terbentuknya batu pigmen adalah penyakit hemolitik yang
kronik, pemberian nutrisi parenteral total, kolestasis kronik dan sirosis dan
pemberian obat (cefriaxone). Sedangkan faktor predisposisi terbentuknya batu
pigmen coklat adalah adanya infestasi parasit seperti Ascharis lumbricoides.
Untuk batu kolesterol, faktor resiko terjadinya batu kolesterol adalah kegemukan,
reseksi ileum, penyakit Chorns ileal dan fibrosis kistik. Jadi dari beberapa sumber
13
di atas penyebab dan faktor resiko terjadinya batu pada kandung empedu
(kolelitiasis) adalah penyakit hemolitik dan penyakit spesifik nonhemolitik, anak
yang mendapat nutrisi parenteral total dalam waktu yang lama, wanita dengan
usia lebih dari 40 tahun dan menggunakan kontrasepsi hormonal, kegemukan, dan
makanan berlemak.
14
Mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap
makanan berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah
epigastrium, kuadran kanan atas atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah
kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru
menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan
tetapi pada beberapa kasus timbul tiba-tiba. Lebih kurang seperempat penderita
melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi
kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas
dalam.
2) Pemeriksaan Fisik
3) Pemeriksaan penunjang
a) Laboratorium
b) Pencitraan
15
Foto polos perut biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena
hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang
kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat
dilihat pada foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang
membesar atau hydrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan
lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di
fleksura hepatica.
Manifestasi Klinis
16
2.6. Faktor risiko
a. Usia
b. Jenis Kelamin
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih
tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar
kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu
serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu.
d. Makanan.
17
kelamaan menjadi batu. Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat
mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat
menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
e. Aktifitas fisik.
2.7. Patofisiologi
18
Untuk pembentukan kolesterol batu kandung empedu, ada tiga mekanisme
yang penting yaitu: 7
a) Supersaturasi kolestrol
b) Hipomotilitas kandung empedu
c) Pembentukan inti kolesterol
Supersaturasi kolesterol
Secara normal, komposisi empedu terdiri atas 70 % garam empedu,
22% fosfolipid (terutama lesitin), 4% kolesterol, 3% protein, dan 0,3%
bilirubin.18 Terbentuknya batu empedu tergantung dari keseimbangan
kadar garam empedu, kolesterol dan lesitin. Semakin tinggi kadar
kolesterol atau semakin rendah kandungan garam empedu, akan membuat
kondisi di dalam kandung empedu jenuh akan kolesterol (supersaturasi
kolesterol). Kolesterol disintesis dihati dan diekskresikan dalam bentuk
garam empedu. Dengan meningkatnya sintesis dan sekresi kolesterol,
resiko terbentuknya empedu
juga meningkat. Penurunan berat badan yang terlalu cepat (karena hati
mensintesis kolesterol lebih banyak), maka esterogen dan kontrasepsi
(menurunkan sintesis garam empedu) menyebabkan supersaturasi
kolesterol.
19
membentuk Kristal kolesterol. Kristal kolesterol yang terfragmentasi pada
akhirnya akan di lem (disatukan) oleh protein empedu membentuk batu
kolesterol.
2.8. Penatalaksanaan
20
yang mengenai abdomen, pasien dengan sickle cell anemia dimana terdapat
kesulitan membedakan antara nyeri akut dan kolesistitis.8
Pasien dengan faktor risiko penyakit untuk mengalami batu empedu dapat
dilakukan kolesistektomi elektif walaupun dengan batu empedu asimtomatis,
diantaranya adalah sirosis, hipertensi portal, kandidat translplantasi, diabetes
dengan simtom minor, serta pada anak-anak. Intervensi operasi yang dapat
dilakuakn diantaranya adalah kolesistektomi (baik open maupun laparoskopik),
kolesistostomi, sfingterotomi endoskopik.8
2.9. Komplikasi
2.10. Prognosis
21
benrgantung pada keadaan dan tingkat keparahan komplikasi. Semua pasien yang
menolak atau tidak layak dilakukan operasi, 45% tetap asimtomatik, sedangkan
55% mengalami berbagai tingkat keparahan yang bergantung pada komplikasi.8
DAFTAR PUSTAKA
22
2. Brunner & Suddarths textbook of medical-surgical nursing vol.2. (8th
Ed). (Waluyo, A.,Kariasa, M., Julia, Kuncara, A., & Asih, Y, Penerjemah).
Philadelphia: Lippincott-Raven Publisher.
3. Amelia Sandra. 2013. Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan
Masyarakat Perkotaan Pada Pasien Kolelitiasis. Jakarta : Universitas
Indonesia
4. Heuman MD FACP, Batu Empedu (Kolelitiasis). 2015. http://
emedicine.medscape.com/ article /175667-overview. Update 20 Januari
2015
5. Greenbergen N.J., Isselbacher K.J. Diseases of the Gallbladder and Bile
Ducts, dari Harrisons Princi-ples of Internal Medicine, Edisi ke-14,
hal.1725-1736, Editor Fauci dkk. Mc Graw Hill, 1998
6. Nurman A.Penatalaksanaan Batu Empedu. 2012 .Jakarta : Rumah Sakit
TNI Dr. Mintohardjo
23