Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS

KOLELITIASIS

Oleh :
dr. Dewi Mashita Arfani

Pembimbing :
dr. H. Hendry Tanjung, MM

1
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. N
Umur : 33 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : jl. Marunda pulo rt01/07
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Suku : Jawa
Agama : Islam
Status : Menikah
Jumlah anak : 2
No. RM : 226512/006
MRS : 15/6/2016 (IGD), 16/6 /2016

I. Anamnesis
Auto Anamnesis
a. Keluhan Utama
Nyeri perut kanan atas sejak 1 hari.

b. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas sejak 1 hari
SMRS. Nyeri dirasakan tiba-tiba dan menetap dengan intensitas
berat selama 1-3 jam kemudian menghilang perlahan-lahan.
Selanjutnya nyeri muncul kembali. Nyeri dirasakan dari perut
kanan atas hingga bagian ulu hati dan menjalar sampai ke bahu
kanan dan punggung. Nyeri seperti ini dirasakan terus-menerus.
Jika nyeri muncul pasien sampai keringat dingin menahan rasa
nyeri dan tidak dapat melakukan aktivitas apapun. Pasien biasanya
hanya berbaring di tempat tidur jika serangan nyeri datang. Nyeri
dirasakan bertambah apabila pasien menarik napas dalam. Sesak
dan nyeri dada disangkal.

2
Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah. Pasien muntah 2 kali,
isi makanan, darah (-). Setiap kali makan pasien mengaku sering
merasa mual. Nafsu makan menjadi menurun semenjak sakit.
Demam disangkal oleh pasien . BAB dan BAK pasien lancar.
.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Akan
tetapi, pasien mengaku memiliki riwayat sakit maag sejak lama
namun jarang kambuh. Jika terasa nyeri biasanya hanya di bagian
ulu hati saja dan sembuh jika minum antasid.
Riwayat hipertensi (-), DM (-), penyakit jantung (-) dan keganasan
(-). Riwayat sakit kuning (-)

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada di keluarga pasien yang mengalami keluhan serupa
dengan pasien. Riwayat hipertensi (-), DM (-), penyakit jantung (-),
riwayat asma (-). Riwayat keganasan (+) pada paman dan kakak
pasien. Riwayat batu empedu (-).

e. Riwayat Pengobatan
Pasien hanya minum antasid untuk mengatasi keluhannya tersebut.
Riwayat minum obat penghilang rasa nyeri atau obat rematik
disangkal.

f. Riwayat Alergi :
Pasien tidak pernah memiliki riwayat alergi terhadap obat-obatan
dan makanan tertentu.

g. Riwayat Pribadi dan Sosial


Pasien adalah seorang ibu rumah tangga.Pasien mengatakan bahwa
pola makan pasien tidak teratur.Frekuensi makan pasien 2-3 kali sehari

3
namun sering terlambat makan. Pasien mengaku sangat menyukai
makanan berlemak seperti gorengan, jeroan dan bakso. Jumlah
konsumsi air pasien diatakan kurang hanya meminum 1 botol aqua 500
ml setiap harinya karena pasien selalu merasa mual.Pasien mengaku
tidak merokok dan tidak mengonsumsi alkohol.

II. Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis / E4V5M6
BeratBadan : 50 kg
Tinggi badan : 155 cm
IMT : 20,81 (Normal)

a. Vital Sign
Tekanandarah : 120/ 90 mmHg
Nadi : 92 x / menit, kuat angkat, teratur
Pernapasan : 20 x / menit
Suhu : 36,5 C

b. Status Generalis
Kepala Bentuk dan ukuran kepala : Normosefali.
Permukaan Kepala : tidak tampak benjolan, lesi, malar rash,
edema, maupun hiperpigmentasi.
Ekspresi wajah normal : tidak tampak paralisis fasialis.
Rambut : berwarna hitam, tidak mudah dicabut.
Nyeri tekan kepala : negatif
Mata Bentuk : dalam batas normal
Alis : dalam batas normal
Bola mata : kesan eksoftalmus - /- dan anoftalmus - / -
Palpebra : edema - / - , ptosis - / -
Konjungtiva : anemis - / - , hiperemi - / -
Sklera : ikterik + / +, perdarahan - / - , pterygium -/ -
Pupil : refleks cahaya + / +, isokor +
Lensa : tampak jernih
Telinga Bentuk aurikula : normal
Lubang telinga : sekret (-)
Hidung Bentuk : normal, simetris, deviasi septum (-)

4
Mulut Bentuk : simetris
Bibir : sianosis (-), edema (-), perdarahan (-)
Lidah : leukoplakia (-)
Leher Tidak tampak deviasi trakea
Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar getah bening.
Tidak tampak hipertrofi SCM dan SCM tidak aktif
JVP : 5 2 cm
Toraks Inspeksi:
Pada keadaan statis, bentuk dinding dada kanan dan kiri terlihat
simetris. Bentuk dan ukuran dinding dada kanan dan kiri terlihat
sama.
Pada keadaan dinamis, dinding dada kanan dan kiri terlihat simetris dan
tidak terlihat pergerakan dinding dada kanan maupun kiri tertinggal
pada waktu pernafasan.
Tidak terdapat retraksi atau penggunaan otot pernapasan tambahan.
Pada permukaan dada : massa (-), jaringan sikatrik (-), jejas (-), spider
naevi (-)
Fossa supraklavikula dan infraklavikula tidak cekung dan simetris.
Fossa jugularis : tidak tampak deviasi trakea.
Pulsasi ichtus kordis tidak tampak
Tipe pernafasan : torako-abdominal dengan frekuensi nafas 18 kali/
menit

Palpasi:
Pergerakan dinding dada simetris.
Vokal fremitus dinding dada kiri dan kanan teraba dan simetris.
Ichtus kordis teraba di ICS V linea midklavikula sinistra.
Nyeri tekan (-), massa (-), thrill (-), krepitasi (-)

Perkusi:
Pada kedua lapangan paru sonor +/+.
Batas Paru Hati :
- Inspirasi : ICS IV linea midklavikula dextra
- Ekspirasi : ICS V linea midklavikula dextra
- Ekskursi : 1 ICS
Batas Paru-Jantung :
- Batas atas : ICS 2
- Batas bawah : ICS 5
- Batas kanan : ICS 5 linea parasternal dextra
- Batas kiri : ICS 5 linea midclavikula sinistra
Auskultasi:
Bunyi paru vesikuler +/-, ronki -/-, wheezing -/-.
Bunyi jantung S1dan S2 tunggal, murmur(-), gallop (-).

5
Abdomen Inspeksi :
Dinding abdomen simetris, massa (-), distensi (-), vena kolateral (-),
caput medusa (-), jaringan sikatrik (-)

Auskultasi :
Bising Usus (+) normal, metalic sound ( -), bising aorta (-)

Palpasi :
Turgor : Normal
Tonus : Normal
Nyeri tekan (+) di epigatrik dan hipokondrium dextra , Murphy sign
(+), distensi abdomen (-), defense muscular (-), Nyeri tekan mac
burney (-), rovsing sign (-), psoas sign (-), obturator sign (-), Hepar /
Lien / Ren : tidak teraba

+ + -

- - -

- - -

Perkusi :
Timpani di seluruh lapangan abdomen
Nyeri ketok CVA (-)

Punggung Tampak dalam batas normal.


Tidak terlihat kelainan bentuk tulang belakang.
Ekstremitas atas
+ +
dan bawah Akral hangat
+ +

Deformitas
- an direct meningkatium dextra, serta murphy sign positif.eri tekan ejak 4 hari SMRS. sar 2 kali/hari, padat
- -

Sianosis
- -
- -

6
Edema - -
- -

Genetelia Tidak dievaluasi

d. Pemeriksaan Penunjang
Hasil Pemeriksaan Laboratorium ( 15/06/2016 ):

Pemeriksaan Hasil Normal


Enzym
SGPT 17 U/L P <31 L<41
Hematologi
Darah rutin
Hemoglobin 13,2 g/dL P = 11,3-15,5
Leukosit 7600 U/L P = 4,3-10,4
Hematokrit 38,5 % P = 36,0 46,0
Trombosit 224000 U/L 132000

Hasil Pemeriksaan USG Abdomen (15/06/2016) :

Hasil :

Hepar : Tidak membesar

Struktur ecopharenkim baik , tidak tampak SOL /Lesi fokal

v. porta dan v. hepatica tidak membesar

Gall blader : dinding licin , tampak batu ukuran 2,08 cm


Gaster : Hiperaerasi
Lien dan pankreas : normal
Aorta normal, KGB tidak tampak membesar
Ginjal kanan dan kiri struktur ecopharenkim : baik ;
pelvioklises : tidak melebar
Buli buli dan uterus normal
KESAN : Cholelitiasis , ukuran 2,08 cm
Gastritis

7
III. RESUME
Pasien perempuan 32 tahun datang ke RS dengan keluhan nyeri
perut kanan atas sejak 1 hari. Nyeri dirasakan tiba-tiba dan menetap
dengan intensitas berat selama 1-3 jam kemudian menghilang
perlahan-lahan. Nyeri dirasakan dari perut kanan atas hingga bagian
ulu hati dan menjalar sampai ke bahu kanan dan punggung. Nyeri
seperti ini dirasakan terus menerus . Jika nyeri muncul pasien sampai
keringat dingin menahan rasa nyeri dan tidak dapat melakukan
aktivitas apapun.Nyeri dirasakan bertambah apabila pasien menarik
napas dalam. Os juga mengeluhkan mual . Muntah 2x berisi makanan .
Nafsu makan menjadi menurun semenjak sakit.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan di epigastrium dan
hipokondrium dextra, serta murphy sign positif.

Pemeriksaan USG : Cholelitiasis , ukuran 2,08 cm


Gastritis

IV. IDENTIFIKASI MASALAH

1. Kolelitiasis
Subjek :
Os mengeluh nyeri perut kanan atas menjalar sampai ke bahu dan
punggung kanan
Objek :
Tanda Vital : Tekanan darah : 120/90 mmHg
Nadi : 92 x/ menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,5 C
Pada pemeriksaan fisik didapatkan Murphy sign +
Assesment :
Kolelitiasis
Dd/ Kolesistitis
Planning :
Rencana diagnosis
Pemeriksaan penanda hepatitis, EKG, rontgen thorax
Rencana Terapi

Istirahat

8
Infuse RL / 8 jam

Cefotaxime 3 x 1g

Ketorolac 3x 10 mg

Rencana monitoring

Klinis

Kimia Darah

2. Dispepsia

Subjek :
Dari anamnesis didadapatkan nausea (+),vomitus (+), nyeri ulu hati
(+), dan ada riwayat maag.

Objek
Tekanan darah : 120/90 mmHg
Nadi : 92x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,5 oC

Dari pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan epigastrium (+)

dispepsia ec gastritis

P : Rencana terapi :

terapi medikamentosa:

Omeprazole inj 40 mg 1x1

terapi non medikamentosa:

1. edukasi ( jaga pola hidup sehat )

2. makan yang sehat dan teratur

3. kontrol emosi

9
V. PROGNOSIS
Dubia ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

10
Kolelitiasis atau dikenal sebagai penyakit batu empedu merupakan penyakit yang
di dalamnya terdapat batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung
empedu atau di dalam saluran empedu atau pada kedua-duanya.

2.2. ANATOMI

Kandung empedu (vesika felea), yang merupakan organ berbentuk seperti buah
pir, berongga dan menyerupai kantong dengan panjang 7,5 hingga 10 cm, terletak
dalam suatu cekungan yang dangkal pada permukaan inferior hati oleh jaringan
ikat yang longgar. Dinding kandung empedu terutama tersusun dari otot polos.
Kandung empedu dihubungkan dengan duktus koledokus lewat duktus sistikus.
Kandung empedu memiliki bagian berupa fundus, korpus, dan kolum. Fundus
berbentuk bulat, berujung buntu pada kandung empedu sedikit memanjang di atas
tepi hati.

Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu. Kolum adalah bagian
sempit dari kandung empedu yang terletak antara korpus dan duktus sistika.
Empedu yang disekresikan dari hati akan disimpan sementara waktu dalam
kandung empedu. Saluran empedu terkecil yang disebut kanalikulus terletak
diantara lobulus hati. Kanalikulus menerima hasil sekresi dari hepatosit dan
membawanya ke saluran empedu yang lebih besar yang akhirnya akan
membentuk duktus hepatikus. Duktus hepatikus dari hati dan duktus sistikus dari
kandung empedu bergabung untuk membentuk duktus koledokus (common bile
duct) yang akan mengosongkan isinya ke dalam intestinum. Aliran empedu ke
dalam intestinum dikendalikan oleh sfingter oddi yang terletak pada tempat
sambungan (junction) dimana duktus koledokus memasuki duodenum.

2.3. EPIDEMIOLOGI

Penyakit batu empedu (cholelithiasis) sudah merupakan masalah kesehatan yang


penting di negara barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di
klinis, sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas. Dalam Third

11
National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES III), prevalensi
cholelithiasis di Amerika Serikat pada usia pasien 30-69 tahun adalah 7,9% pria
dan 16,6% wanita, dengan peningkatan yang progresif setelah 20 tahun.
Sedangkan Asia merupakan benua dengan angka kejadian cholelithiasis rendah,
yaitu antara 3% hingga 15% , dan sangat rendah pada benua Afrika, yaitu kurang
dari 5%.

Insidensi cholelithiasis di negara barat adalah 20% dan banyak menyerang dewasa
dan usia lanjut. Sebagian besar cholelithiasis tidak bertanda dan bergejala.
Sedangkan di Indonesia angka kejadian cholelithiasis tidak jauh berbeda dengan
angka kejadian di negara lain di Asia Tenggara, dan sejak tahun 1980
cholelithiasis identik dengan pemeriksaan ultrasonografi.

Di negara barat 10-15% pasien dengan batu vesica fellea juga disertai batu saluran
empedu. Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat terbentuk primer di
dalam saluran empedu intra atau ekstra hepatik tanpa melibatkan vesica fellea.
Batu saluran empedu primer banyak ditemukan pada pasien di wilayah Asia
dibandingkan dengan pasien di negara barat

Tindakan kolekistektomi termasuk salah satu tindakan bedah digestif yang paling
sering dilakukan. Sekitar 5,5 juta penderita batu empedu ada di Inggris dan 50.000
kolesistektomi dilakukan setiap tahunnya. Kasus batu empedu sering ditemukan di
Amerika, yaitu pada 10 sampai 20% penduduk dewasa. Setiap tahun beberapa
ratus ribu penderita ini menjalani pembedahan.Cholelithiasis banyak ditemukan
pada wanita dan makin bertambah dengan meningkatnya usia. Prevalensi
cholelithiasis bervariasi secara luas di berbagai negara dan diantara kelompok-
kelompok etnik yang berbeda-beda pada satu negara. Faktor gaya hidup seperti
diet, obesitas, penurunan berat badan dan aktivitas tubuh yang rendah juga
berpengaruh.

Prevalensi cholelithiasis lebih rendah dari kejadian sebenarnya, sebab sekitar 90%
bersifat asimtomatik. Di Indonesia cholelithiasis banyak ditemukan mulai dari
usia muda di bawah 30 tahun, meskipun rata-rata tersering ialah 40-50 tahun.
Pada usia diatas 60 tahun, insidensi cholelithiasis meningkat.

12
2.4. Etiologi

Penyebab dan faktor resiko terjadinya batu empedu masih belum diketahui secara
pasti. Diduga penyebab batu kandung empedu adalah idiopatik, penyakit
hemolitik, dan penyakit spesifik non-hemolitik.Pada wanita yang menggunakan
kontrasepsi hormonal, pembentukan batu empedu terjadi karena adanya
peningkatan saturasi kolesterol bilier. Kegemukan merupakan faktor yang
signifikan untuk terjadinya batu kandung empedu. Pada keadaan ini hepar
memproduksi kolesterol yang berlebih, kemudian dialirkan ke kandung empedu
sehingga konsentrasinya dalam kandung empedu menjadi sangat jenuh. Keadaan
ini merupakan faktor predisposisi terbentuknya batu. Orang dengan usia lebih dari
40 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang
yang usia lebih muda. Hal ini terjadi akibat bertambahnya sekresi kolesterol oleh
hati dan menurunnya sintesis asam empedu. Selain itu adanya proses aging, yaitu
suatu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas dan memperbaiki
kerusakan yang diderita.

Angka prevalensi orang dewasa lebih tinggi di negara Amerika latin (20-40%) dan
rendah di negara Asia (3-4%). Di Amerika Serikat, terhitung lebih dari 20 juta
orang Amerika dengan batu empedu dan dari hasil otopsi menunjukkan angka
kejadian batu empedu paling sedikit 20% pada wanita dan 8% pada laki-laki di
atas umur empat puluhan. Berdasarkan jenis batu yang terbentuk, faktor yang
mempengaruhi terbentuknya batu berbeda-beda. Kondisi-kondisi yang menjadi
faktor predisposisi terbentuknya batu pigmen adalah penyakit hemolitik yang
kronik, pemberian nutrisi parenteral total, kolestasis kronik dan sirosis dan
pemberian obat (cefriaxone). Sedangkan faktor predisposisi terbentuknya batu
pigmen coklat adalah adanya infestasi parasit seperti Ascharis lumbricoides.

Untuk batu kolesterol, faktor resiko terjadinya batu kolesterol adalah kegemukan,
reseksi ileum, penyakit Chorns ileal dan fibrosis kistik. Jadi dari beberapa sumber

13
di atas penyebab dan faktor resiko terjadinya batu pada kandung empedu
(kolelitiasis) adalah penyakit hemolitik dan penyakit spesifik nonhemolitik, anak
yang mendapat nutrisi parenteral total dalam waktu yang lama, wanita dengan
usia lebih dari 40 tahun dan menggunakan kontrasepsi hormonal, kegemukan, dan
makanan berlemak.

2.5. Manifestasi klinik

Pada pasien kolelitiasis sangat bervariasi, ada yang mengalami gejala


asimptomatik dan gejala simptomatik. Pasien kolelitiasis dapat mengalami dua
jenis gejala: gejala yang disebabkan oleh penyakit kandung empedu itu sendiri
dan gejala yang terjadi akibat obstruksi pada jalan perlintasan empedu oleh batu
empedu. Gejalanya bisa bersifat akut atau kronis. Gangguan epigastrium, seperti
rasa penuh, distensi abdomen dan nyeri yang samar pada kuadran kanan atas
abdomen dapat terjadi. Gangguan ini dapat terjadi bila individu mengkonsumsi
makanan yang berlemak atau yang digoreng. Gejala yang mungkin timbul pada
pasien kolelitiasis adalah nyeri dan kolik bilier, ikterus, perubahan warna urin dan
feses dan defisiensi vitamin. Pada pasien yang mengalami nyeri dan kolik bilier
disebabkan karena adanya obstruksi pada duktus sistikus yang tersumbat oleh batu
empedu sehingga terjadi distensi dan menimbulkan infeksi. Kolik bilier tersebut
disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran kanan atas, pasien akan mengalami
mual dan muntah dalam beberapa jam sesudah mengkonsumsi makanan dalam
posi besar. Gejala kedua yang dijumpai pada pasien kolelitiasis ialah ikterus yang
biasanya terjadi pada obstruksi duktus koledokus. Salah satu gejala khas dari
obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum yaitu penyerapan empedu
oleh darah yang membuat kulit dan membran mukosa berwarna kuning sehingga
terasa gatal-gatal di kulit. Gejala selanjutnya terlihat dari warna urin yang
berwarna sangat gelap dan feses yang tampak kelabu dan pekat. Kemudian gejala
terakhir terjadinya defisiensi vitamin atau terganggunya proses penyerapan
vitamin A, D, E dan K karena obstruksi aliran empedu, contohnya defisiensi
vitamin K dapat menghambat proses pembekuan darah yang normal.

14
Mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap
makanan berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah
epigastrium, kuadran kanan atas atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah
kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru
menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan
tetapi pada beberapa kasus timbul tiba-tiba. Lebih kurang seperempat penderita
melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi
kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas
dalam.

2) Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan dengan punctum maksimum


di daerah letak aantomi kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri
tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung
empedu yang meradang tersentuh ujjung jari tangan pemeriksa dan pasien
berhenti menarik nafas.

3) Pemeriksaan penunjang

a) Laboratorium

Kolelitiasis yang asimptomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan


laboratorik. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis.

b) Pencitraan

Ultrasonografi mempunyai derajat spesifitas dan sensitivitas yang tinggi


untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu
intrahepatic maupun ekstrahepatik. Dengan ultrasonografi juga dapat dilihat
didnding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau edema karena
peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada ductus koledokus distal
kadang sulit dideteksi karena terhalang udara di dalam usus. Dengan
ultrasonografi, punctum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang
gangrene lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.

15
Foto polos perut biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena
hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang
kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat
dilihat pada foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang
membesar atau hydrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan
lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di
fleksura hepatica.

CT-Scan tidak lebih unggul daripada ultrasonografi untuk mendiagnosis


kolelitiasis. Cara ini berguna untuk membantu diagnosis keganasan pada kandung
empedu yang mengandung batu, dengan ketepatan sekitar 70-90%. Foto Rontgen
dengan kolangiopankreatikografi endosjopi retrograd (ERCP) di papila Vater atau
melalui kolangigrafi transhepatik perkutan (PTC) berguna untuk pemeriksaan batu
di ductus koleduktus.

Manifestasi Klinis

Batu empedu tidak menyebabkan keluhan penderita selama batu tidak


masuk ke dalam duktus sistikus atau duktus koledokus. Bilamana batu itu masuk
ke dalam ujung duktus sistikus barulah dapat menyebabkan keluhan penderita.
Apabila batu itu kecil, ada kemungkinan batu dengan mudah dapat melewati
duktus koledokus dan masuk ke duodenum. Batu empedu mungkin tidak
menimbulkan gejala selama berpuluh tahun. Gejalanya mencolok: nyeri saluran
empedu cenderung hebat, baik menetap maupun seperti kolik bilier (nyeri kolik
yang berat pada perut atas bagian kanan) jika ductus sistikus tersumbat oleh batu,
sehingga timbul rasa sakit perut yang berat dan menjalar ke punggung atau bahu.
Mual dan muntah sering kali berkaitan dengan serangan kolik biliaris. Sekali
serangan kolik biliaris dimulai, serangan ini cenderung makin meningkat
frekuensi dan intensitasnya. Gejala yang lain seperti demam, nyeri seluruh
permukaan perut, perut terasa melilit, perut terasa kembung, dan lain-lain.

16
2.6. Faktor risiko

Faktor risiko untuk kolelitiasis, yaitu:7

a. Usia

Risiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya


usia. Orang dengan usia > 40 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda. Di Amerika Serikat, 20
% wanita lebih dari 40 tahun mengidap batu empedu. Semakin meningkat usia,
prevalensi batu empedu semakin tinggi. Hal ini disebabkan:

Batu empedu sangat jarang mengalami disolusi spontan. Meningkatnya


sekresi kolesterol ke dalam empedu sesuai dengan bertambahnya usia.
Empedu menjadi semakin litogenik bila usia semakin bertambah.

b. Jenis Kelamin

Wanita mempunyai risiko dua kali lipat untuk terkena kolelitiasis


dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh
terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Hingga dekade ke-
6, 20 % wanita dan 10 % pria menderita batu empedu dan prevalensinya
meningkat dengan bertambahnya usia, walaupun umumnya selalu pada wanita.

c. Berat badan (BMI).

Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih
tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar
kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu
serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu.

d. Makanan.

Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama lemak hewani


berisiko untuk menderita kolelitiasis. Kolesterol merupakan komponen dari
lemak. Jika kadar kolesterol yang terdapat dalam cairan empedu melebihi batas
normal, cairan empedu dapat mengendap dan lama

17
kelamaan menjadi batu. Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat
mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat
menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.

e. Aktifitas fisik.

Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko


terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit
berkontraksi.

2.7. Patofisiologi

Mayoritas batu empedu (80-90%) yang terbentuk di dalam kantong


empedu terdiri dari kolesterol (70%) di matriks pigmen empedu, kalsium dan
glikoprotein Selain kolesterol murni dan campuran batu, pigmen batu jugak
ditemukan. Batu pigmen coklat terkait dengan infeksi pada saluran empedu dan
lebih sering di Asia. Batu pigmen hitam terdiri dari kalsium bilirubinate dan
ditemukan pada anemia hemolitik atau haematopoiesis yang tidak efektif dan pada
pasien dengan cystic fibrosis.7

18
Untuk pembentukan kolesterol batu kandung empedu, ada tiga mekanisme
yang penting yaitu: 7

a) Supersaturasi kolestrol
b) Hipomotilitas kandung empedu
c) Pembentukan inti kolesterol

Supersaturasi kolesterol
Secara normal, komposisi empedu terdiri atas 70 % garam empedu,
22% fosfolipid (terutama lesitin), 4% kolesterol, 3% protein, dan 0,3%
bilirubin.18 Terbentuknya batu empedu tergantung dari keseimbangan
kadar garam empedu, kolesterol dan lesitin. Semakin tinggi kadar
kolesterol atau semakin rendah kandungan garam empedu, akan membuat
kondisi di dalam kandung empedu jenuh akan kolesterol (supersaturasi
kolesterol). Kolesterol disintesis dihati dan diekskresikan dalam bentuk
garam empedu. Dengan meningkatnya sintesis dan sekresi kolesterol,
resiko terbentuknya empedu
juga meningkat. Penurunan berat badan yang terlalu cepat (karena hati
mensintesis kolesterol lebih banyak), maka esterogen dan kontrasepsi
(menurunkan sintesis garam empedu) menyebabkan supersaturasi
kolesterol.

Pembentukan inti kolesterol


Nampaknya faktor pembentukan inti kolesterol mempunyai peran
lebih besar dalam proses pembentukan dibandingkan faktor supersaturasi.
Kolesterol baru dapat dimetabolisme di dalam usus dalam bentuk terlarut
air. Dan empedu memainkan peran tersebut. Kolesterol diangkut dalam
bentuk misel dan vesikel. Misel merupakan agregat yang berisi fosfolipid
(terutama lesitin), garam empedudan kolesterol. Apabila saturasi kolesterol
lebih tinggi, maka akan diangkut dalam bentuk vesikel. Vesikel ibarat
sebuah lingkaran dua lapis. Apabila kosentrasi kolesterol sangat banyak,
dan supaya kolesterol dapat terangkut, maka vesikel akan memperbanyak
lapisan lingkarannya, sehingga disebut sebagai vesikel berlapis-lapis
(vesicles multilamellar). Pada akhirnya, di dalam kandung empedu,
pengangkut kolesterol, baik misel dan vesikel, akan bergabung menjadi
vesikel multilapis. Vesikel ini dengan adanya protein musin akan

19
membentuk Kristal kolesterol. Kristal kolesterol yang terfragmentasi pada
akhirnya akan di lem (disatukan) oleh protein empedu membentuk batu
kolesterol.

Hipomotilitas kandung empedu


Menurunnya kemampuan kontraksi dan kerusakan dinding
kandung empedu memudahkan seseorang menderita batu empedu.
Kontraksi kandung empedu yang melemah akan menyebabkan stasis
empedu. Stasis empedu akan membuat musin yang di produksi di kandung
empedu terakumulasi seiring dengan lamanya cairan empedu tertampung
dalam kandung empedu. Musin tersebut akan semakin kental dan semakin
pekat sehingga semakin menyulitkan proses pengosongan cairan empedu.
Bila daya kontraksi kandung empedu menurun dan di dalam kandung
empedu tersebut
sudah ada Kristal, maka Kristal tersebut tidak akan dapat dibuang keluar
ke duodenum. Beberapa kondisi yang dapat menganggu daya kontraksi
kandung empedu, yaitu hipomotilitas, parenteral total (menyebabkan
aliran empedu menjadi lambat), kehamilan, cedera medulla spinalis dan
diabetes mellitus

2.8. Penatalaksanaan

Terapi batu empedu bergantung pada tahapan penyakit, yaitu lithogenic


state, batu empedu asimtomatik, dan batu empedu simtomatik. Terapi
medikamentosa digunakan secara tunggal atau kombinasi, diantaranya adalah
terapi garam empedu oral (ursodeoxycholic acid), disolusi kontak, dan
extracorporeal shockwave lithotripsy.8

Kolesistektomi untuk batu empedu asimtomatik diindikasikan pada pasien


dengan batu empedu dengan diameter lebih dari 2 cm, pasien yang memiliki
kandung empedu yang mengalami kalsifikasi atau nonfungsional (porcelain
gallbladder) pada pencitraan dan berisiko tinggi mengalami karsinoma kandung
empedu, pasen yang mengalami cedera medulla spinalis atau neuropati sensoris

20
yang mengenai abdomen, pasien dengan sickle cell anemia dimana terdapat
kesulitan membedakan antara nyeri akut dan kolesistitis.8

Pasien dengan faktor risiko penyakit untuk mengalami batu empedu dapat
dilakukan kolesistektomi elektif walaupun dengan batu empedu asimtomatis,
diantaranya adalah sirosis, hipertensi portal, kandidat translplantasi, diabetes
dengan simtom minor, serta pada anak-anak. Intervensi operasi yang dapat
dilakuakn diantaranya adalah kolesistektomi (baik open maupun laparoskopik),
kolesistostomi, sfingterotomi endoskopik.8

2.9. Komplikasi

Berbagai komplikasi yang dapat diakibatkan oleh kolelitiasis, diantaranya


adalah Ileus batu empedu. Ileus batu empedu merupakan obstruksi intestinal
mekanik yang diakibatkan impaksi batu empedu yang bermigrasi dari kandung
empediu ke intestinal. Hal ini terjadi pada 1-3% dari semua penyebab obstruksi
intestinal. Insidennya meningkat hingga 25% pada pasien dengan usia lebih dari
65 tahun. Wanita lebih sering mengalami hal ini daripada laki-laki dengan rasio
4:1. Angka mortalitas ileus batu empedu berkisar 12-18%. Faktor-faktor yang
mengkontribusi tingginya angka tersebut adalah meningkatnya umur, penyakit
penyerta, gejala yang lambat muncul, dan keterlambatan intervensi.9

2.10. Prognosis

Kurang dari setengah pasien mengalami kolelitiasis simtomatik. Angka


mortalitas pasien kolesistektomi elektif adalah 0,5%, sedangkan morbiditas
kurang dari 10%. Angka mortalitas untuk kolesistektomi emergensi adalah 3-5%,
sedangkan angka morbiditas 30-50%.8

Batu empedu dapat timbul kembali di saluran empedu setelah dilakukan


kolesistektomi. Pasien dengan koledokolitiasis mempunyai prognosis yang

21
benrgantung pada keadaan dan tingkat keparahan komplikasi. Semua pasien yang
menolak atau tidak layak dilakukan operasi, 45% tetap asimtomatik, sedangkan
55% mengalami berbagai tingkat keparahan yang bergantung pada komplikasi.8

DAFTAR PUSTAKA

1. Potter and Perry. (2005). Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan


Praktik. Ed. 4. Volume II. Jakarta: EGC. Smeltzer, S. C., & Bare, B. G.
(2002).

22
2. Brunner & Suddarths textbook of medical-surgical nursing vol.2. (8th
Ed). (Waluyo, A.,Kariasa, M., Julia, Kuncara, A., & Asih, Y, Penerjemah).
Philadelphia: Lippincott-Raven Publisher.
3. Amelia Sandra. 2013. Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan
Masyarakat Perkotaan Pada Pasien Kolelitiasis. Jakarta : Universitas
Indonesia
4. Heuman MD FACP, Batu Empedu (Kolelitiasis). 2015. http://
emedicine.medscape.com/ article /175667-overview. Update 20 Januari
2015
5. Greenbergen N.J., Isselbacher K.J. Diseases of the Gallbladder and Bile
Ducts, dari Harrisons Princi-ples of Internal Medicine, Edisi ke-14,
hal.1725-1736, Editor Fauci dkk. Mc Graw Hill, 1998
6. Nurman A.Penatalaksanaan Batu Empedu. 2012 .Jakarta : Rumah Sakit
TNI Dr. Mintohardjo

7. H.-U. Marschall & C. Einarsson Gallstone disease 2007 Blackwell


Publishing Ltd

8. Heuman D.M., dan Julian K. Gallstone (Cholelithiasis). Available at:


http://emedicine.medscape.com/article
9. Yakan S., et al. 2010. Gallstone Ileus As An Expected Complication of
Cholelithiasis: Diagnostic Difficulties and Treatment. Ulus Travma Acil
Cerrahi Derg, 16(4):344-348

23

Anda mungkin juga menyukai