LIMFOMA
Oleh :
Cici Damayanti
208 121 0039
Pembimbing
dr. Bondan, M.Kes, Sp.PD
1
BAB I
PENDAHULUAN
3
Tambunan W G Dr, Handojo M, et al. Diagnosis dan Tatalaksana Sepuluh Jenis Kanker
Terbanyak di Indonesia. Cetakan III. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta, p 88-89. 1995.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. DEFINISI
1
Noer HMS, Waspadji S, Rachman A M, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi 3.
Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, p 622. 1996.
3
Tambunan W G Dr, Handojo M, et al. Diagnosis dan Tatalaksana Sepuluh Jenis Kanker
Terbanyak di Indonesia. Cetakan III. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta, p 90. 1995.
3
2.3. EPIDEMIOLOGI
2.4. PATOLOGI
1
Noer HMS, Waspadji S, Rachman A M, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi 3.
Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, p 623-624. 1996.
2
Isselbacher K J, Braunwald E, Asdie H Dr Prof, et al. HARRISON Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit
Dalam. Volume 4. Edisi 13. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta, p 1984. 2000.
4
dari penyakit Hodgkin ada baiknya kita mengetahui tentang klasifikasi dari
penyakit-penyakit tersebut4
Klasifikasi patologis yang sering dipakai sekarang ini adalah menurut
Lukas dan Butler sesuai keputusan symposium penyakit Hodgkin dan Ann Arbor.
Menurut klasifikasi ini penyakit Hodgkin dibagi menjadi 4 tipe, yaitu :
1. Tipe Lymphocyte Predominant
Pada tipe ini gambaran patologis kelenjar getah bening terutama terdiri dari
sel-sel limfosit yang dewasa, beberapa sel Reed-Sternberg. Biasanya
didapatkan pada anak muda. Prognosisnya baik.
2. Tipe Mixed Cellularity
Mempunyai gambaran patologis yang pleimorfik dengan sel plasma, eosinofil,
neutrofil, limfosit dan banyak didapatkan sel Reed-Sternberg. Dan merupakan
penyakit yang luas dan mengenai organ ekstranodul. Sering pula disertai
gejala sistemik seperti demam, berat badan menurun dan berkeringat.
Prognosisnya lebih buruk.
3. Tipe Lymphocyte Depleted
Gambaran patologis mirip diffuse histiocytic lymphoma, sel Reed-Sternberg
banyak sekali dan hanya ada sedikit sel jenis lain. Biasanya pada orang tua
dan cenderung merupakan proses yang luas (agresif) dengan gejala sistemik.
Prognosis buruk.
4. Tipe Nodular Sclerosis
Kelenjar mengandung nodul-nodul yang dipisahkan oleh serat kolagen. Sering
dilaporkan sel Reed-Sternberg yang atifik yang disebut sel Hodgkin. Sering
didapatkan pada wanita muda / remaja. Sering menyerang kelenjar
mediastinum.
4
Hoffbrand A V, Pettit J E, Darmawan I, editor. Kapita Selekta Haematologi (Essential
Haematology). Edisi 2. Cetakan IV. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta, p 160. 1996.
5
NS=LD-NS) dan sebagainya. Demikian pula golongan Mixed Cellularity (MC),
ada yang limfositnya banyak (LP-MC), ada yang sedikit (LD-MC).1
Penyakit ini mula-mula terlokalisasi pada daerah limfonodus perifer
tunggal dan perkembangan selanjutnya dengan penjalaran di dalam system
limfatik. Mungkin bahwa sel Reed-Sternberg yang khas dan sel lebih kecil,
abnormal, bersifat neoplastik dan mungkin bahwa sel radang yang terdapat
bersamaan menunjukkan respon.hipersensitivitas untuk hospes. Setelah tersimpan
dalam limfonodus untuk jangka waktu yang bervariasi, perkembangan alamiah
penyakit ini adalah menyebar ke jaringan non limfatik 4
2.5. PATOGENESIS
1
Noer HMS, Waspadji S, Rachman A M, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. JIlid II. Edisi 3.
Bagian IlmuPenyakit Dalam FKUI. Jakarta : Balai Penerbit FKUI,
4
Hoffbrand A V, Pettit J E, Darmawan I, editor. Kapita Selekta Haematologi (Essential
Haematology). Edisi 2. Cetakan IV. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta, 1995
5
Diehl, V., et al. : Characteristic of Hodgkin`s disease derived cell lines. Cancer Treat. Rep.
66:615, 1982
6
Meskipun demikian, saran-saran tentang asal-usul sel Reed-Sternberg ini
kini harus dianggap belum memadai, sampai ada bukti yang lebih meyakinkan.
Diketahui bahwa sel Reed-Sternberg mewakili komponen maligna
penyakit Hodgkin. Apakah yang menyebabkan transformasi ini ?. Selama
bertahun-tahun etiologi infeksi penyakit Hodgkin telah diduga. Beberapa laporan
telah menghubungkan infeksi virus Epstein-Barr (EBV) dengan penyakit
Hodgkin. Tetapi tidak ada rangkaian asam nukleat EBV pada sel RS yang
dibiakkan, tidak mendukung peran EBV sebagai penyebab penyakit Hodgkin.
Perhatian terhadap etiologi infeksi penyakit Hodgkin telah diperhatikan akibat
laporan yang menunujukkan kemungkinan adanya suatu pengelompokan
penyakit Hodgkin diantara pelajar sekolah menengah tertentu.6
Tetapi penelitian lain telah gagal memastikan dugaan penyebaran
horizontal penyakit Hodgkin.3
Pada banyak pasien, penyakit terlokalisasi pada mulanya pada daerah
limfonodus perifer tunggal dan perkembangan selanjutnya dengan penjalaran
didalam system lmfatik. Mungkin bahwa sel Reed-Sternberg yang khas dan sel
lebuh kecil, abnormal yang menyertai (sekarang diduga berasal dari histiosit)
bersifat neoplastik dan mungkin bahwa sel radang yang terdapat bersamaan
menunjukkan respon hipersensitivitas oleh hospes, manfaat yang menentukan
pola evolusi. Pokok ini dibicarakan lebih lanjut pada klasifikasi histologis. Setelah
tersimpan dalam limfonodus untuk jangka waktu yang bervariasi, perkembangan
alamiah penyakit ini adalah menyebar untuk mengikutsertakan jaringan non-
limfatik.4
2.6 ETIOLOGI
6
Vianna, N. J, and Polan, A.K : Epidemiologic evidence for transmission of Hodgkin`s disease N.
Engl. J. Med. 289:499, 1973
3
Gutensohn N, and Core, P. Epidemiologic of Hodgkins disease, Seamaoned 7 : 92, 1980.
4
Hoffbrand A V, Pettit J E, Darmawan I, editor. Kapita Selekta Haematologi (Essential
Haematology). Edisi 2. Cetakan IV. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta, 1996.
7
Banyak kemajuan telah dicapai dalam bidang biologi penyakit ini.
Meskipun masih banyak yang belum mapan. Seperti pada keganasan yang lain
penyebab penyakit Hodgkin ini multifaktorial dan belum jelas benar.
Perubahan genetic, disregulasi gen-gen factor pertumbuhan, virus dan
efek imunologis, semuanya dapat merupakan factor tumorigenik penyakit ini.
Tentang asal usul sel datia Reed-Sternberg masih ada silang pendapat
sampai sekarang. Kejangkitan limfoma Hodgkin ataupun limfoma non Hodgkin
kemungkinan ada kaitannya dengan keluarga. Apabila salah satu anggota keluarga
menderita limfoma Hodgkin, maka resiko anggota lain terjangkit tumor ini lebih
besar dibanding dengan orang lain yang tidak termasuk keluarga itu. Pada orang
hidup berkelompok insiden limfoma Hodgkin cenderung lebih banyak.1
1
Noer HMS, Waspadji S, Rachman A M, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi 3.
Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 1996.
8
Pada 2-5 persen pasien, kelenjar limfe atau jaringan lain yang terkena
penyakit Hodgkin dapat tersa nyeri setelah minum minuman beralkohol.
Pertumbuhan kelenjar limfe cukup bervariasi, beberapa lesi dapat menetap dalam
jangka lama, sedangkan pada kelenjar yang lain terjadi regresi spontan dan
temporer.
Sebagian besar pasien penyakit Hodgkin tidak atau sedikit mengalami
gejla yang berkaitan dengan penyakitnya. Gejala terssering adalah demam ringan
yang mungkin disertai keringat malam. Untuk sebagian pasien, keringat malam
mungkin merupakan satu-satunya keluhan. Beberapa pasien mungkin mengalami
demam naik turun disertai banyak keringat malam (demam Pel-Epstein). Demam
ini dapat menetap selama beberapa minggu, diikuti oleh interval afebris. Demam
dan keringat malam lebih sering ditemukan pada pasien tua dan pada pasien
dengan penyakit stadium lanjut.
Gejala awal penting lainnya adalah penurunan berat badan lebih dari 10
persen dalam 6 bulan atau kurang tanpa sebab yang jelas. Gejala lain yang sering
ditemukan adalah rasa lemah, malaise dan cepat lelah. Pruritus terdapat pada
sekitar 10n persen pasien pada saat diagnosis, gejala ini biasanya generalisata dan
mungkin berkaitan dengan ruam kulit atau walaupun jarang merupakan satu-
satunya gejala penyakit.
Kelainan mediastinum, paru, pleura atau pericardium mungkin disertai
batuk, nyeri dada, sesak napas atau osteoartropi hipertrofik, keterlibatan tulang
mungkin disertai nyeri tulang. Kadang-kadng pasien datang dengan gejala
sumbatan vena kava superior sebagai gejala awal. Kompresi mendadak korda
spinalis dapat merupakan gejala awal tetapi biasanya merupakan penyulit penyakit
progresif stadium lanjut. Nyeri kepala atau gangguan penglihatan dapat ditemukan
pada pasien dengan penyakit Hodgkin intrakranium dan ketrlibatan abdomen
menimbulkan nyeri abdomen, gangguan usus dan bahkan asites.2
2
Isselbacher K J, Braunwald E, Asdie H Dr Prof, et al. HARRISON Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit
Dalam. Volume 4. Edisi 13. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta, 2000.
9
2.8. STADIUM PENYAKIT.
Staging yang dianut saat ini adalah staging menurut Ann Arbor yang di
modifikasi sesuai konferensi Cotswald.1
1
Noer HMS, Waspadji S, Rachman A M, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi 3.
Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 1996.
10
Stage III : Penyakit menyerang regio atau struktur limfoid di atas dan di
bawah diafragma.
III1 : menyerang kelenjar splenikus hiler, seliakal, dan portal
III2 : menyerang kelenjar para-aortal, mesenterial dan iliakal.
Stage IV : Penyakit menyerang organ-organ ekstra nodul, kecuali yang
tergolong E (E: bila primer menyerang satu organ ekstra
nodal).
11
Untuk menentukan luasnya penyakit diperlukan prosedur staging tertentu.
1
Noer HMS, Waspadji S, Rachman A M, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi 3.
Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 1996.
12
2.9. DIAGNOSIS KLINIS
1. KLINIS (ANAMNESIS)
Keluhan penderita terbanyak adalah pembesaran kelenjar getah bening di
leher, aksila ataupun lipatan paha, berat badan semakin menurun dan kadang-
kadang disertai demam, keringat dan gatal
2. PEMERIKSAAN FISIK
Palpasi pembesaran kelenjar getah bening di leher terutama
supraklavikular, aksiler dan inguinal. Mungkin lien dan hati teraba membesar.
Pemeriksaan THT perlu dilakukan untuk menentukan kemungkinan cincin
waldeyer ikut terlibat. Apabila area ini terlihat perlu diperiksa gastrointestinal
sebab sering terlihat bersama-sama.
3. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan darah rutin, uji fungsi hati dan uji fungsi ginjal merupakan
bagian penting dalam pemeriksaan medis, tetapi tidak memberi keterangan
tentang luas penyakit. atau keterlibatan organ spesifik. Pada pasien penyakit
Hodgkin serta pada penyakit neoplastik atau kronik lainnya mungkin ditemukan
anemia normokromik normositik derajat sedang yang berkaitan dengan penurunan
kadar besi dan kapasitas ikat besi, tetapi dengan simpanan besi yang normal atau
meningkat di sumsum tulang sering terjadi reaksi leukomoid sedang sampai berat,
terutama pada pasien dengan gejala dan biasanya menghilang dengan pengobatan.
Eosinofilia absolute perifer ringan tidak jarang ditemukan, terutama pada
pasien yang menderita pruritus. Juga dijumpai monositosis absolute
limfositopenia absoluit (<1000 sel per millimeter kubik) biasanya terjadi pada
pasien dengan penyakit stadium lanjut. Telah dilakukan evaluasi terhadap banyak
pemeriksaan sebagai indicator keparahan penyakit.
Sampai saat ini, laju endap darah masih merupakan pemantau terbaik,
tetapi pemeriksaan ini tidak spesifik dan dapat kembali ke normal walaupun masih
terdapat penyakit residual. Uji lain yang abnormal adalah peningkatan kadar
13
tembaga, kalsium, asam laktat, fosfatase alkali, lisozim, globulin, protein C-
reaktif dan reaktan fase akut lain dalam serum.4
5. HISTOPATOLOGI
Biopsi tumor sangat penting, selain untuk diagnosis juga identifikasi
subtype histopatologi walaupun sitologi biopsy aspirasi jelas LH ataupun LNH.
Biopsi dilakukan bukan sekedar mengambil jaringan, namun harus diperhatikan
apakah jaringan biopsy tersebut dapat memberi informasi yang adekuat. Biopsi
biasanya dipilih pada rantai KGB di leher. Kelenjar getah bening di inguinal, leher
bagian belakang dan submandibular tidak dipilih disebabkan proses radang,
dianjurkan agar biopsy dilakukan dibawah anestesi umum untuk mencegah
pengaruh cairan obat suntik local terhadap arsitektur jaringan yang dapat
mengacaukan pemeriksaan jaringan
6. RADIOLOGI
Termasuk didalamnya :
1. foto toraks untuk menentukan keterlibatan KGB mediastinal
2. Limfangiografi untuk menentukan keterlibatan KGB didaerah iliaka
dan pasca aortal
4
Hoffbrand A V, Pettit J E, Darmawan I, Editor. Kapita Selekta Haematologi (Essential
Haematology). Edisi 2. Cetakan IV. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta, 1996.
14
3. USG banyak digunakan melihat pembesaran KGB di paraaortal dan
sekaligus menuntun biopsi aspirasi jarum halus untuk konfirmasi
sitologi.
4. CT-Scan sering dipergunakan untuk diagnosa dan evaluasi
pertumbuhan LH
7. LAPAROTOMI
Laparotomi abdomen sering dilakukan untuk melihat kondisi KGB pada
iliaka para aotal dan mesenterium dengan tujuan menentukan stadium. Berkat
kemajuan teknologi radiology misalnya USG dan CT Scan ditambah sitologi
biopsy aspirasi jarum halus, tindakan laparotomi dapat dihindari atau sekurang-
kurangnya diminimalisasi.
15
2. 11 PENATALAKSANAAN
16
stadium IIA diberikan total nodal irradiation (TNI),dianggap cukup
kuratif.
Untuk stadium yang lanjut (st III dan IV) terapi kuratif utama
adalah kemoterapi. Kalau ada lesi yang besar (bulky mass) dengan
tambahan huruf X pada stadiumnya, maka pada tempat ini ditambahkan
radioterapi adjuvant dosis kuratif, sesudah kemoterapi.
17
sama saja, namun masih ada silang pendapat terutama antara ahli
radioterapi dengan ahli onkologi medis.
18
II. Terapi kasus yang telah diobati sebelumnya
Tabel beberapa regimen untuk salvage therapy (second line therapy pada
Limfoma Hodgkin yang Relaps atau Resistant)
V = Vinblastin 6 mg/sqm i.v. tiap 3 minggu
A = Adrianmisin 40 mg/sqm i.v. tiap 3 minggu
B = Bleomisin 15 U 1-v- tiap minggu sekali
C = Lomustin (CCNU) 80 mg/sqm p.o. tiap 6 minggu
D = Dakarbasin 800 mg/sqm i-v- tiap 3 minggu
19
E = Etoposid 100 mg/sqm i.v. hari ke 1-4, (diberi selang 3 minggu)
M = Metotreksat 30 mg/sqm i.v. tiap 6 jam selama 4 hari mulai hari ke1
dan 8 dengan rescue
C = Siklofosfamid 750 mg/sqm i.v.h. ke 15
H = Doksorubisin 50 mg/sqm i.v.h ke 15
O = Vinkristin 1 mg/sqm i.v. hari ke 15 dan 22
P = Prednison 100 mg/sqm p.o. hari ke 22-26 (diberi selang 4 minggu)
20
sumsum tulang atau selbakal (stem-cell)-autologous memberikan dampak
pula pada terapi limfoma yang resisten.
Pada kondisi ini diberikan kemoterapi yang dosisnya sangat tinggi
hingga timbul aplasi sumsum tulang (myeloablative chemotherapy),
kemudian dilakukan penyelamatan dengan pencangkokan sel bakal
autologus yang diambil dari darah tepi setelah sebelumnya diberi
Hemopoetic Growth Factors.
Populasi yang memerlukan kemoterapi dosis sangat tinggi plus
stem-cell rescue (KDTrPSC) adalah penyakit Hodgkin yang sudah lanjut
dengan disertai factor-faktor prognosis buruk yaitu antara lain :
1. Mereka yang gagal mendapatkan complete remission (CR) atau
partial (PR) yang baik (stabil) (yang didefinisikan sebagai hal yang
sangat mungkin karena adanya fibrosis residu dengan terapi awal).
2. Mereka yang mengalami Progresive Disease (PD) saat terapi awal.
3. CR yang lamanya kurang dari 1 tahun
4. Relaps berulang ( 2x) tanpa melihat lamanya remisi
5. Adanya gejala-gejala B pada relaps yang pertama
6. Relaps sesudah sebelumnya mengalami stadium IV
Faktor-faktor tersebut diatas juga merupakan peramal hasil buruk dengan
pengobatan garis ke 2 (salvage therapy); mereka ini calon-calon yang baik
untuk KDTrPSC tersebut diatas. Mereka yang tanpa fakto-faktor buruk
tersebut bila relaps masih dapat dicoba dengan kemoterapi garis kedua
untuk mendapatkan CR kedua, namun kemungkinannya hanya 35% saja,
sisanya akhirnya juga memerlukan KDTrPSC; bahkan telah mulai diteliti
penggunaan KDTrPSC sebagai terapi awal, namun kesimpulannya masih
belum ada.
21
2.12. PROGNOSIS
Prognosis penyakit Hodgkin ini relatif baik. Penyakit ini dapat sembuh
atau hidup lama dengan pengobatan meskipun tidak 100%. Tetapi oleh karena
dapat hidup lama, kemungkinan mendapatkan late complication makin besar. Late
complication itu antara lain :
1. timbulnya keganasan kedua atau sekunder
2. disfungsi endokrin yang kebanyakan adalah tiroid dan gonadal
3. penyakit CVS terutama mereka yang mendapat kombinasi radiasi dan
pemberian antrasiklin terutama yang dosisnya banyak (dose related)
4. penyakit pada paru pada mereka yang mendapat radiasi dan bleomisin
yang juga dose related
5. pada anak-anak dapat terjadi gangguan pertumbuhan
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Noer HMS, Waspadji S, Rachman AM, dkk. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Jilid II. Edisi 3. Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta :
Balai penerbit FKUI, 1996.
2. Isselbacher K.J, Braunwald E, Asdie H Dr Prof, et al. HARRISON
Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 4. Edisi 13. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta, 2000.
3. Tambunan W G Dr, Handojo M, et al. Diagnosis dan Tatalaksana
Sepuluh Jenis Kanker Terbanyak di Indonesia. Cetakan III. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta, 1995.
4. Hoffbrand A V, Pettit J E, Darmawan I, editor. Kapita Selekta
Haematologi (Essential Haematology). Edisi 2. Cetakan IV. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta, 1996.
5. Diehl V, et al : Characteristic of Hodgkins disease derived cell lines
cancer treat. Rep. 66: 615, 1982.
6. Vianna N J, and Polan, A K : Epidemiologic evidence for transmission of
Hodgkins disease N. Engl J. Med. 289-499, 1973.
7. Gutensohn N, and Core, P. Epidemiologic of Hodgkins disease,
Seamaoned 7 : 92, 1980.
23