Anda di halaman 1dari 3

Faktor Resiko Abortus

Resiko terjadinya abortus meningkat bersamaan dengan peningkatan jumlah pekerjaan, jarak
kehamilan, paritas, usia ibu, dan riwayat abortus.
1. Pekerjaan
Pekerjaan adalah kegiatan rutin sehari-hari, yang dilakukan oleh seseorang ibu dengan rnaksud
uuntuk memperoleh penghasilan (Notoatmodjo, 2007). Pekerjaan yang dapat menyebabkan
abortus atau menggaggu kehamilan seperti pabrik rokok, dan pabrik-pabrik lainnya yang dapat
mempengaruhi janin. Pekerjaan sebagai radiology karena radiasi dapat menyebabkan abortus
(Saifuddin, 2002).
Menurut analisis professional bahwa rnaksud pekerjaan atau aktifitas bagi ibu hamil bukan hanya
pekerjaan keluar rumah atau institusi tertentu, tetapi juga pekerjaan atau aktifitas sebagai ibu
rumah tangga dalam rumah, termasuk pekerjaan sehari-hari di rumkah dan mengasuh anak
(Kusmiyati dkk, 2008).
Pekerjaan adalah bekerja atau tidaknya seorang ibu diluar rumah untuk memperoleh penghasilan
yang dapat membantu perekonomian keluarga. Namun yang menjadi masalah adalah kesehatan
reproduksi wanita, karena apabila bekerja pada tempat yang berbahaya seperti : bahan kimia,
radiasi dan jika terpapar bahan tersebut dapat mengakibatkan abortus. Karena pada kehamiian
trimester pertama, dimana embrio berdiferensi untuk membentuk system organ. Jadi bahan
berbahaya yang masuk kedalam tubuh wanita hamil dapat mempengaruhi perkembangan hasil
konsepsi. Dalam keadaan ibu yang seperri ini dapat mengganggu kehamilannya dan dapat
mengakibatkan terjadinya abortus
Dalam menghadapi masalah social ekonomi tersebut, seorang wanita jika terjadi kehamiian yang
tidak diinginkan, maka ditempuh jalan yang dapat mengeluarkannya dari masalah tekanan sosial
ekonomi tersebut dengan cara menggugurkan kandungannya karena apabila anak tersebut
dilahirkan akan menjadi beban yang berat dalam kehidupannya (Wiknjosastro, 2003)

2. Paritas
Salah satu resiko terjadinya abortus dikarenakan oleh jumlah paritas yang meningkat
(Cunningham, 2005). Sedangkan menurut Llewellyn dan Jones (2001), frekuensi terjadinya
abortus meningkat bersama dengan meningkatnya angka graviditas, 6% kehamilan pertama atau
kedua berakhir dengan abortus, angka ini meningkat menjadi 16% pada kehamilan ketiga dan
seterusnya.
Uterus yang meregang adalah etiologi dari abortus. Sehingga dapat disimpulkan bahwa paritas
yang meningkat menjadi salah satu faktor resiko ibu untuk terjadi abortus (Sastrawinata, dkk,
2004).
Paritas 2-3, merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal. Paritas satu
dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi. Resiko pada
paritas satu dapat ditangani dengan asuhan obstetrik yang lebih baik, sedangkan resiko pada
paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana. Sebagian kehamiian pada
paritas tinggi adalah tidak dirertcanakan (Sarwono, 2002).
3. Usia ibu
Secara biologis para wanita dianjurkan mengandung di usia muda, tapi usia ideal untuk
mengandung sebaiknya usia 20-29 tahun. Kesuburan seorang ibu juga dipengaruhi oleh usia,
sehingga pasangan usia lanjut membutuhkan lebih lama untuk dapat mengandung (Neil, 2001).
Menurut Cunningham (2005), kejadian abortus meningkat sebesar 12% pada wanita usia kurang
dari 20 tahun dan meningkat sebesar 26% pada usia lebih dari 40 tahun. Sedangkan menurut
Llewellyn dan Jones (2001), abortus lebih sering terjadi pada wanita berusia diatas 30 tahun dan
meningkat diatas usia 35 tahun. Periode umur seseorang wanita dalam masa reproduksi dibagi
menjadi 3 periode. Periode menunda kehamilan (35 tahun) (Hanafi, 2004).
Usia 20-35 tahun merupakan waktu yang tepat karena tubuh lebih prima dalam menerima
kehamilannya. Hal ini berdampak positif karena memungkinkan wanita aktif mengasuh dan
membesarkan anak dalam waktu yang panjang. Menutur Musbikin (2008), masa emas usia
reproduktif wanita terbatas, batasan ini terkait dengan faktor reproduksi wanita yang berada pada
kondisi yang optimal pada usia 20-35 tahun. Kehamilan yang terjadi pada usia 35 tahun), terjadi
penurunan kemampuan fisik karena terjadinya proses degeneratif sehingga menimbulkan
komplikasi termasuk abortus.

4. Riwayat Abortus
Setiap satu dari enam kehamilan berakhir dengan keguguran spontan dan sering pula dijumpai
seorang wanita yang mengalami satu atau lebih keguguran spontan setiap hamil. Seorang wanita
yang mengalami dua kali keguguran spontan berturut-turut, dan tidak dapat mempertahankan
kehamilannya hingga cukup bulan, memiliki 35% kemungkinan untuk mengalami keguguran
kembali pada kehamilan berikutnya. Kejadian tersebut bisa dikarenakan oleh serviks
inkompeten. Etiologi dari serviks inkompeten adalah riwayat trauma pada serviks seperti trauma
sewaktu dilatasi dan kuretase (Cunningham, 2005).
Bila abortus yang tidak ditangani secara suci hama (steril), yakni bebas kuman. Kadang-kadang
ibu tidak menyadari kehamilannya, sehingga menyangka pendarahan yang dialaminya Cuma
pendarahan biasa saja. Keadaan ini menyebabkan hasil konsepsi tidak dikeluarkan sebagaimana
mestinya dan hasil konsepsi yang tidak keluar itu akan menyebabkan peradangan yang menjalar
ke kandungan, selanjutnya kedalam saluran telur dan bisa mengakibatkan penyumbatan saluran
telur. Keadaan ini yang menimbulkan kegagalan pada kehamilan berikutnya, karena sperma tidak
bisa bertemu dengan sel telur. Seperti diketahui, perjumpaan sperma dengan sel telur yang
membuahkan hasil konsepsi itu biasanya berlangsung di dalam saluran telur.
Keadaan itu kadang-kadang juga bisa terjadi pada pertolongan abortus yang tidak ditangani
secara baik. Kuman akan masuk ke dalam kandungan bersama-sama dengan alat yang tidak suci
hama. Pendarahan yang menjalar sampai ke rongga perut, merupakan ancaman yang lebih hebat.
Bukan hanya keturunan yang tidak bisa diperoleh, tetapi juga membahayakan ibu (Sarwono,
2008).
Kehamilan ektopik terganggu
Pada kehamilan ektopik ditemukan ame
norea disertai perdarahan pervaginam,
rasa nyeri di perut bagian bawah, tumor dibelakang uterus dan tes kehamilan
selalu bereaksi positif kuat karena kadar HCG yang tinggi.
2. Mola hidatidosa
Pada Mola hidatidosa tinggi fundus ut
eri umumnya lebih besar dari lama
kehamilan. Amenorea dan perdarahannya
bisa lebih banyak dan kadang-kadang
pada darah yang keluar terdapat ge
lembung Mola didalamnya dan reaksi
kehamilan negatif.
3. Kehamilan dengan kelainan pada serviks
Polip uteri, mioma uteri dan karsinoma servisis uteri.
4. Perdarahan implantasi
Dapat timbul sekitar saat haid yang di pe
rkirakan. Biasanya jumlahnya lebih dari
darah haid hari pertama siklus yang normal, tidak ada nyeri atau nyeri
pinggang
penyerta.

Anda mungkin juga menyukai