Disusun Oleh:
Kelompok 5
2014 A
JURUSAN MATEMATIKA
2016
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan kemudahan sehingga kami mampu menyelesaikan tugas makalah ini
untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan Matematika.
Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi.
Namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak
lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang sekitar, diantaranya orang
tua, dosen pengajar, dan teman-teman, sehingga kendala-kendala yang kami
hadapi teratasi.
Makalah ini disusun agar pembaca khususnya calon guru dan guru dapat
memperluas materi tentang Teori Bruner dan Implementasinya yang akan
diaplikasikan pada proses belajar mengajar.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan
menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa
Universitas Negeri Surabaya. Kami sadar bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen pengajar, kami
meminta masukannya demi perbaikan pembuatan makalah kami di masa yang
akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.
Penyusun
Kelompok 5
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................1
1.3 Tujuan........................................................................................................1
BAB II......................................................................................................................3
PEMBAHASAN......................................................................................................3
2.1 Sejarah Teori Bruner..................................................................................3
2.2 Konsep Teori Bruner.................................................................................4
2.3 Belajar sebagai Proses Kognitif................................................................6
2.4 Teori Belajar Bruner..................................................................................8
2.5 Teorema-teorema tentang Cara Belajar dan Mengajar Matematika........12
2.6 Implementasi Teori Belajar Bruner dalam Pembelajaran........................15
2.7 Contoh Implementasi Teori Belajar Bruner dalam Pembelajaran
Matematika..............................................................................................16
2.8 Kelebihan dan Kelemahan Konsep Dasar Teori Bruner..........................22
1. Kelebihan Konsep Dasar Teori Bruner...................................................22
2. Kelemahan Konsep Dasar Teori Bruner.................................................22
BAB III..................................................................................................................24
PENUTUP..............................................................................................................24
3.1 Kesimpulan..........................................................................................24
3.2 Saran....................................................................................................24
Sebaiknya Teori Bruner ini diaplikasikan dalam proses belajar mengajar
dengan memperhatikan tahap perkembangan kognitif/pengetahuan anak agar
keterampilan intelektual anak tersebut dapat berkembang............................24
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................iii
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
Pada tahun 1945, Bruner kembali ke Harvard sebagai profesor
psikologi dan sangat terlibat dalam penelitian yang berkaitan dengan
psikologi kognitif dan psikologi pendidikan. Ia dengan cepat naik pangkat
dari dosen menjadi profesor pada tahun 1952. Dia berperan penting dalam
membangun Path Breaking Center For Cognitive Studies pada tahun 1960
menjabat sebagai direktur pada tahun 1972. Lalu pada tahun 1964-1965 ia
terpilih dan menjabat sebagai presiden dari American Psychological
Association. Pada tahun 1970, Bruner meninggalkan Harvard untuk mengajar
di Universitas Oxford di Inggris. Dia kembali ke Amerika Serikat pada tahun
1980 untuk melanjutkan penelitian di bidang psikologi perkembangan. Pada
tahun 1972, Bruner berlayar melintasi Atlantik. Hal ini dikarenakan untuk
mengambil posisi Watts Professor of Experimental Psychology at Oxford
University. Pada tahun 1991, Bruner bergabung dengan fakultas di New York
University Law School. Selain itu, Bruner juga telah dianugerahi gelar
doktor kehormatan dari Yale dan Columbia, serta perguruan tinggi dan
universitas seperti Sorbonne, Berlin, dan Roma, dan merupakan Fellow dari
American Academy of Arts dan Ilmu.
Kiprah dan pengalaman yang sangat luas mengenai psikologi telah
membawanya pada banyak penghargaan yang diterimanya. Penelitian-
penelitian yang dilakukan Jerome S Bruner, mampu membuktikan dan
memunculkan teori baru, yang kemudian teori itu memiliki ciri khas sendiri,
dan berbeda dengan teori sebelumnya, inilah yang dinamakan teori kognitif
menurut pandangan Jerome S Bruner. Yaitu menganggap manusia sebagai
pemroses, pemikir dan pencipta informasi.
3
ditentukan oleh umur. Asumsi teori ini adalah bahwa setiap orang telah
memiliki pengetahuan dan pengalaman yang telah tertata dalam bentuk
struktur kognitif yang telah dimilikinya. Proses belajar akan berjalan dengan
baik jika materi pelajaran atau informasi baru beradaptasi dengan struktur
kognitif yang dimilikinya dan telah terbentuk di dalam pikiran seseorang
berdasarkan pemahaman dan pengalaman-pengalaman sebelumnya, karena
tujuan kognitif berorientasi kepada kemampuan berfikir mencangkup
kemampuan intelektual yang lebih sederhana yaitu mengingat sampai
dengan kemampuan untuk memecahkan suatu masalah.
Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar daripada hasil
belajarnya. Para penganut aliran kognitif mengatakan bahwa belajar tidak
sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon. Namun lebih dari
itu, belajar melibatkan proses berfikir yang sangat kompleks. Teori kognitif
menerangkan bahwa pembelajaran adalah perubahan dalam pengetahuan
yang disimpan di dalam memori. Teori kognitif ini bermaksud penambahan
pengetahuan kedalam ingatan jangka panjang atau perubahan pada skema
atau struktur pengetahuan. Pengkajian terhadap belajar kognitif memerlukan
penggambaran tentang perhatian, memoridan elaborasi, pelacakan kembali
dan pembuatan informasi yang perolehan pengetahuan, tapi pandangan yang
baru mengutamakan pembinaan atau penggunaan ilmu pengetahuan dalam
proses pembelajaran kognitif ini melibatkan dua proses mental yang penting
yaitu persepsi dan pembentukan konsep (panganggapan).
Bruner memandang motivasi sebagai kekuatan internal dalam proses
belajar. Belajar adalah tujuan langsung, proses mengalami, menemukan
pengetahuan. Pandangan lain Bruner yang patut diketengahkan adalah dunia
model. Ia mengkonstruksi dunia luar dalam bentuk dunia model. Melalui
model memungkinkan seseorang meramalkan dan melakukan intrapolasi dan
ekstrapolasi pengetahuan lebih lanjut. Intrapolasi adalah mencari posisi
melalui penerapan pengetahuan baru, sedangkan ekstrapolasi mencari
bentuk lain dari informasi yang diberikan.
Ada tiga proses kognitif yang terjadi dalam belajar, yaitu (1) proses
perolehan informasi baru, (2) proses mentransformasikan informasi yang
4
diterima dan (3) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Jarome S.
Bruner menyatakan bahwa belajar matematika lebih berhasil jika proses
pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang
termuat dalam pokok bahasan yang diajarkan disamping hubungan yang
terkait antara konsep konsep dan struktur-strukturnya. Dalam proses belajar,
siswa sebaiknya diberi kesempatan untuk memanipulasi benda-benda (alat
peraga). Dengan alat peraga tersebut, siswa dapat melihat langsung
bagaimana keteraturan serta pola yang terdapat dalam benda yang sedang
diperhatikannya. Keteraturan tersebut kemudian oleh siswa dihubungkan
dengan keteraturan intuitif yang telah melekat pada dirinya.
5
3 Fase Evaluasi
Fase untuk mengetahui apakah hasil transformasi yang diperoleh
siswa tadi sudah benar atau tidak, dan apakah sudah dapat digunakan
untuk memecahkan masalah yang siswa hadapi.
6
harus terlibat. Anak sudah dapat menggali informasi yang lebih jauh dari
apa yang tertera dalam tulisan atau informasi yang diberikan. Kemampuan
berfikir logis sudah dapat dilakukan oleh anak walaupun harus dikatakan
bahwa tingkat abstraksi konsep masih sangat rendah. Bruner menegaskan
bahwa : Pada tahap ini, kegiatan yang dilakukan siswa berhubungan
dengan gambar dari objek-objek yang dimanipulasinya. Anak tidak
langsung memanipulasi objek seperti yang dilakukan siswa dalam tahap
enaktif.
7
Menurut Jerome S. Bruner, belajar bermakna hanya dapat terjadi
melalui belajar penemuan (discovery learning). Pengetahuan yang diperoleh
melalui belajar penemuan itu akan bertahan lama dan mempunyai efek
transter yang lebih baik. Dengan belajar penemuan akan meningkatkan
penalaran dan kemampuan untuk berfikir secara bebas dan melatih
keterampilan-keterampilan kognitif agar dapat menemukan dan memecahkan
masalah. Peranan guru adalah menciptakan situasi, sehingga siswa dapat
belajar sendiri dengan memberikan suatu paket yang berisi pelajaran kepada
siswa.
8
Mengajar pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk menciptakan
kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung dan memungkinkan untuk
berlangsungnya proses belajar. Jika belajar dikatakan kegiatan siswa maka
mengajar sebagai kegiatan guru. Menurut Bruner, suatu teori mengajar
hendaknya meliputi:
9
diketahui dan sampai seberapa jauh tujuan itu telah tercapai pun harus
diketahui.
Ada tiga cara penyajian, yaitu cara efektif, ikonik, dan simbolik.
Penyajian cara enaktif adalah melalui tindakan guru, cara ikonik adalah
melalui sekumpulan gambar-gambar yang mewakili satu konsep dan cara
simbolik menggunakan kata-kata atau bahasa.
10
Metode penemuan secara murni mengharapkan siswa benar-benar
sebagai seorang penemu yang aktif menemukan, berdasarkan pandangan
sendiri, sedangkan guru hanya sebagai pengawas bahkan tidak
membimbing sama sekali. Meskipun pada metode ini siswa memegang
peranan yang besar namun bimbingan guru tetap diperlukan. Mereka
masih membutuhkan petujuk guru untuk mengetahui apa yang harus
dipelajari dan bagaimana cara mempelajari sesuatu bahan ajar dengan
baik. Adanya perbedaan kemampuan daya nalar yang terdapat diantara
siswa menyebabkan tidak semua siswa dapat menemukan objek
matematika yang diinginkan oleh guru.
11
mengantar anak kepada pengertian konsep.
Contohnya, anak mempelajari konsep perkalian yang didasarkan pada
prinsip penjumlahan berulang, akan lebih memahami konsep tersebut. Jika
anak tersebut mencoba sendiri menggunakan garis bilangan untuk
memperlihatkan proses perkalian tersebut. Sebagai contoh untuk
memperlihatkan perkalian, kita ambil 3 x 5, ini berarti pada garis bilangan
meloncat 3 kali dengan loncatan sejauh 5 satuan, hasil loncatan tersebut
kita periksa, ternyata hasilnya 15. Dengan mengulangi hasil percobaan
seperti ini, anak akan benar-benar memahami dengan pengertian yang
dalam, bahwa perkalian pada dasarnya merupakan penjumlahan berulang.
2. Teorema Notasi (Notation Theorem)
12
keanekaragaman. Artinya agar suatu konsep yang akan dikenalkan pada
anak mudah dimengerti bila konsep tersebut disajikan dengan cara
mengkontraskan dengan konsep konsep lainnya dan konsep tersebut
disajikan secara beraneka ragam contoh. Jadi anak dapat memahami
dengan mudah karakteristik dari konsep yang diberikan tersebut.
Untuk menyampaikan suatu konsep dengan cara mengkontraskan
dapat dilakukan dengan contoh dan bukan contoh. Sebagai contoh untuk
menyampaikan konsep bilangan ganjil pada anak diberikan padanya
bermacam macam bilangan seperti bilangan ganjil, bilangan genap,
bilangan prima dan bilangan lainnya selain bilangan ganjil. Kemudian
siswa diminta menunjukkun bilangan bilangan mana yang termasuk
contoh bilangan ganjil dan bilangan bilangan mana yang termasuk b
ukan bilangan ganjil. Dengan contoh soal yang beraneka ragam kita dapat
menanamkan suatu konsep dengan lebih baik daripada hanya contoh-
contoh soal yang sejenis saja. Dengan keanekaragaman contoh yang
diberikan siswa dapat mengenal lebih jelas karakteristik konsep yang
diberikan kepadanya. Misalnya untuk memperjelas bilangan prima anak
perlu diberi contoh yang banyak, yang sifatnya beranekaragam. Perlu
diberikan contoh contoh bilangan ganjil yang termasuk bilangan prima
dengan yang bukan bilangan prima. Pada anak harus diperlihatkan bahwa
tidak semua bilangan ganjil termasuk bilangan prima, sebab bilangan
prima tidak habis dibagi oleh bilangan lain selain oleh bilangan itu sendiri
dan satu.
Untuk menjelaskan segitiga siku-siku, perlu diberi contoh yang
gambar-gambarnya tidak selalu tegak dengan sisi miringnya dalam
kedudukan miring,tapi perlu juga diberikan gambar dengan sisi miring
dalam keadaan mendatar atau membujur. Dengan cara ini anak terlatih
dalam memeriksa, apakah segitiga yang diberikan kepadanya tergolong
segitiga siku-siku atau tidak.
4. Teorema Konektivitas atau Pengaitan (Connectivity Theorem)
Teorema pengaitan menyatakan bahwa dalam matematika itu setiap
konsep berkaitan dengan konsep lainnya terdapat hubungan yang erat,
bukan saja dari segi isi,namun juga dari segi rumus yang digunakan.
13
Materi yang satu mungkin merupakan prasyarat bagi yang lainnya, atau
suatu konsep tertentu diperlukan untuk menjelaskan konsep lainnya.
Misalnya bila guru akan menyajikan konsep perkalian, siswa terlebih
dahulu memliki konsep penjumlahan.
Guru harus dapat menjelaskan kaitan-kaiatan tersebut kepada
anak.Hal ini penting agar siswa dalam belajar matematika lebih berhasil.
Dengan melihat kaitan kaitan itu diharapkan siswa tidak beranggapan
bahwa cabang-cabang dalam matematika itu berdiri sendiri melai nkan
saling keterkaitan satu sama lainnya.
14
4. Ajak dan beri semangat si belajar untuk memberikan pendapat
berdasarkan intuisinya. Jangan dikomentari dahulu atas jawaban siswa, kemudian
gunakan pertanyaan yang dapat memandu si belajar untuk berpikir dan mencari
jawaban yang sebenarnya.
Teori belajar Bruner ini didasarkan pada dua asumsi, bahwa :
1. Perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif, artinya
pengetahuan akan diperoleh siswa apabila yang bersangkutan berinteraksi
secara aktif dengan lingkungannya.
2. Orang mengkonstruksikan pengetahuannya dengan cara menghubungkan
hal-hal yang mempunyai kemiripan dihubungkan menjadi suatu struktur
yang memberi arti.
a. Tahap Enaktif
15
Pada tahap penyajian ini menggunakan gambar persegi panjang
yang telah digunting menjadi gambar segitiga dan gambar tersebut
dimuat pada lembar kerja siswa (LKS). Kegiatan yang dilakukan pada
tahap ini agar siswa memperoleh pengetahuan konseptual adalah
sebagai berikut:
1) Guru membagikan LKS yang memuat gambar-gambar segitiga yang
berpetak lalu memberikan penjelasan seperlunya tentang pengisian
LKS.
2) Siswa mengamati gambar yang ada pada LKS untuk menyatukan
pengetahuan yang telah dimilikinya pada tahap enaktif. Kemudian
siswa melihat keteraturan atau ide-ide yang terkait yang ada dalam
gambar. Hal yang diamati siswa misalnya: Gambar potongan segitiga
kemudian menghitung banyaknya alas dan tinggi yang terdapat pada
gambar.
3) Siswa mengungkapkan hasil pengamatannya, kemudian guru
menegaskan kembali agar sesuai dengan yang diharapkan.
4) Setelah siswa memperoleh pengetahuan konsep luas segitiga dengan
mengamati gambar yang ada pada LKS, kemudian dilanjutkan
dengan mengarahkan siswa untuk memperoleh pengetahuan
prosedural dalam menentukan luas segitiga dengan gambar.
Kegiatan ini dilakukan sebagai berikut:
a) Siswa mengisi LKS berdasarkan pengamatannya dengan
mengikuti langkah-langkah kerja yang tersedia pada LKS.
b) Untuk menemukan konsep luas segitiga yang ditunjukan dengan
gambar tersebut siswa mencoba dengan gambar lain kemudian
menghitung berapa banyaknya alas dan tinggi yang ada pada
gambar.
c) Prosedur yang ditemukan siswa pada langkah kedua di LKS akan
dijadikan dasar dalam membuat generalisasi untuk menemukan
konsep luas segitiga.
c. Tahap Simbolik
Pada tahap ini guru mengarahkan siswa untuk memantapkan
pengetahuan konseptual danproseduralnya tentang rumus luas segitiga.
Dari generalisasi pada tahap ikonik, dengan mensimbolkan ukuran alas
16
1
(a), tinggi (t) dan luas (L) sedangkan 2 diperoleh dari tahap enaktif
yaitu sebuah gambar persegi panjang yang dibagi menjadi dua gambar
segitiga atau luas gambar yang diarsir setengah dari luas persegi
panjang. Oleh karena itu dapat disimpulkan untuk rumus luas segitiga,
1
L= alas tinggi
2 . Untuk memperdalam pengetahuan anak tentang
luas segitiga ini maka guru dapat memberikan soal-soal latihan dengan
menggunakan rumus tersebut.
17
maupun secara kelompok. Kondisi ini akan membuat siswa saling
membandingkan satu dengan yang lainnya tentang langkah yang paling
praktis untuk menemukan jawaban. Tujuannya agar siswa memperoleh
keterampilan dalam menyelesaikan soal dengan cepat dan tepat, sehingga
materi yang telah dipelajarinya dapat dipahami baik secara konseptual
maupun secara prosedural.
18
Kemudian siswa mengisi tabel yang tersedia sesuai dengan perhitungan.
A 8 satuan 1 satuan
B 5 satuan 2 satuan
C 7 satuan 4 satuan
b. Tahap Ikonik
Siswa diajak menghitung banyaknya satuan persegi dengan cara
membilang dan kemudian dibimbing untuk menemukan hubungan
antara satuan panjang dan lebar untuk menentukan luas bangun.
19
c. Tahap
Simbolik
Siswa diminta untuk mengeneralisasikan untuk menenukan rumus
luas daerah persegi panjang. Jika simbolis ukuran panjang adalah p,
20
ukuran lebarnya adalah l , dan luas daerah persegi panjang adalah L,
maka rumus luas persegipanjang dapat digeneralisasikan menjadi :
maka
jawaban
yang diharapkan L = p x l satuan.
Jadi luas persegi panjang adalah ukuran panjang dikali dengan
ukuran lebar.
21
menekankan pada pembelajaran konsep, mengembangkan keterampilan anak
dan melakukan penemuan terhadap konsep sedangkan kelemahannya hanya
terletak pada pemilihan materi.
22
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
23
DAFTAR PUSTAKA