Top Ten Penyakit Dalam
Top Ten Penyakit Dalam
I. KONSEP DASAR
A. DEFINISI
Tuberkulosa paru adalah penyakit menular yang pada umumnya menyerang struktur alveolar
paru.
B. ETIOLOGI
Disebabkan oelh mycobakterium tuberkulosa bersifat tahan asam yang patogen dan seprofitik.
C. PATOFISIOLOGI
Kuman TBC dalam bentuk droplet nucle dikeluarkan dengan batuk, bersin, bicara kemudian
tersebar di udara yang menimbulkan infeksi aktif. Tempat implentasi kuman ini paling sering
dipermukaan alveolar dari parencim paru. Bagian bawah atau atas lobus. Reaksi yang
ditimbulkan merupakan proses peradangan dan dapat sembuh sendiri tetapi bisa juga
berkembang lebih lanjut menjadi degeneratif dan eksudat meningkat.
Reaksi individu yang terinveksi tergantung pada daya tahan tubuh, jumlah basil dan vilurensi
basil. TBC aktif dapat terjadi pada saat seseorang mengalami stress fisik atau emosi dimana
keadaan tersebut dapat meningkatkan kerentanan terhadap penyakit ini, antara lain pada organ-
organ yang bekerja berat, kurang tidur, kurang makan, kelelahan yang terus menerus, infeksi,
stress yang berat atau mengalami sakit kronis.
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Kultur sputum : positif pada tahap aktif penyakit.
2. Test kulit (mantoux) : reaksi positif
3. Foto thorax : Positif TB
4. AGD : dapat normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan
5. Elektrolit : bisa tidak normal tergantung pada beratnya infeksi, misalnya hiponatremia
disebabkan tidak normalnya retensi air ditemukan pada TB Paru kronis luas.
F. KOMPLIKASI
1. Pleuritis
2. Pneumothorax
3. Cor pulmonal
4. Infeksi pada bagian tubuh lain seperti ginjal, tulang, hati, usus, jantung.
G. PENATALAKSANAAN
1. Meningkatkan / mempertahankan oksigenasi adekuat
2. Mencegah penyebaran infeksi
3. Memberikan informasi tentang proses penyakit / prognosis dan kebutuhan pengobatan
4. Diet tinggi kalori, protein dan vitamin
5. Instirahat baring
1
2. Data Objektif
- Tachipnea / dispnea, tachicardi
- Batuk, demam
- Penurunan berat badan
- Turgor kulit jelek, kering
2
d. Periksa dan monitor hasil AGD setiap hari
R/: Mengetahui adanya hipoxemia
e. Berikan O2 sesuai program medik
R/: Meningkatkan suplay O2
f. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian therapy antibiotik
R/: Mengatasi terjadinya infeksi
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat
Tujuan : Nutrisi pasien terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan
Hasil Yang Diharapkan :
Pasien dapat menghabiskan porsi makan yang disediakan
Tidak ada keluhan mual, muntah dan anoreksia
Rencana Tindakan :
a. Kaji status nutrisi pasien saat masuk ( riwayat mual muntah, anorexia, diare, kesulitan
menelan, perubahan berat badan, turgor kulit, mukosa mulut )
R/: Untuk menentukan intervensi yang tepat
b. Jelaskan manfaat nutrisi bagi pasien terutama saat sakit.
R/: Meningkatkan pengetahuan pasien sehingga motivasi untuk makan meningkat.
c. Libatkan keluarga dalam pemberian makanan dengan porsi kecil tapi sering
R/: Mengurangi beban kerja lambung dan meningkatkan asupan makanan
d. Berikan umpan balik positif saat pasien mau berusaha menghabiskan makanan
R/: Memotivasi dan meningkatkan semangat pasien
e. Catat jumlah/porsi makanan yang dihabiskan pasien
R/: Untuk mengetahui pemenuhan nutrisi pasien
f. Timbang berat badan 2 kali/minggu bila memungkinkan
R/: Untuk mengetahui pemenuhan nutrisi pasien
g. Kolaborasi dengan tim medik untuk pemberian diet tinggi kalori dan protein ( TKTP )
R/: Memperbaiki jaringan dan membantu proses penyembuhan
h. Kolaborasi dengan tim medik untuk pemberian nutrisi parenteral, therapy antiemetik
dan antasida
R/: Nutrisi parenteral sangat bermanfaat terutama jika intake peroral sangat kurang
dan terapi diberikan untuk mengurangi mual-muntah
3
R/: Kombinasi INH dan alcohol dapat meningkatkan insiden hepatitis. Merokok dapat
meningkatkan disfungsi pernafasan.
g. Anjurkan untuk Pemeriksaan mata tiap bulan selama minum obat etambutol
R/: Efek samping etamburol menurunkan penglihatan, tanda awal menurunnya
kemampuan melihat warna hijau.
h. Jelaskan pada pasien tentang penularan TB.
R/: Menularkan resiko penularan ulang.
4
GAS TR I TI S
I. KONSEP DASAR
A. DEFINISI
Gastritis adalah peradangan pada permukaan mukosa lambung dapat bersifat akut, kronis atau
local.
B. ETIOLOGI
1. Gastritis akut : penggunaan obat anti peradangan dalam dosis tinggi, zat-zat sitotoksis,
kafein, korikosteroid, anti metabolic.
2. Gastritis kronik : pola makan tidak teratur, factor psikis, stress berat, obat gol. aspirin, anti
rematik.
C. PATOFISIOLOGI
1. Gastritis Akut
Proses peradangan akut menyebabkan membran mukosa gaster menjadi edema, hyperemia
dan terjadi erosi superficial yang bisa menimbulkan perdarahan sehingga menyebabkan
perasaan tidak nyaman pada perut, lelah, mual, muntah dan anoreksia.
2. Gastritis kronik
Terjadi akibat perubahan sel parietal yang menyebabkan atropi dan infiltrasi sel kemudian
lapisan dan dinding menjadi tipis dan sekresi berkurang dalam kualitas yang akhirnya
berisi mucus / lendir dan air.
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Radiologi : OMD dengan barium meal
2. Endoskopi : gastrokopi ditemukan mukosa yang hiperemik, merata, edema.
F. KOMPLIKASI
1. Perdarahan saluran cerna
2. Terjadinya ulkus bila prosesnya hebat
3. Perforasi
G. PENATALAKSANAAN
1. Istirahat baring
2. Mengatasi atau menghindari apabila diketahui
3. Pemberian therapy anti kolinergik, antiematik, antasida, antibiotik
4. Diet lunak dan tidak merangsang
5. Hindari rokok dan alkohol
5
2. Data Objektif
- Muntah, nadi lemah dan cepat
- Nyeri tekan pada epigastrium, pasien tampak meringis
- Konjungtiva anemis
6
3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kubutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang tidak adekuat.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan
Hasil Yang Diharapkan :
Pasien dapat menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang disediakan
Tidak ada keluhan mual, muntah dan anoreksia
Rencana Tindakan :
a. Kaji keluhan mual, muntah dan nafsu makan pasien
R/: Membantu dalam menentukan intervensi yang tepat
b. Jelaskan manfaat nutrisi bagi pasien terutama saat sakit
R/: Meningkatkan pengetahuan pasien sehingga motivasi untuk makan meningkat
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga mengenai makanan / minuman yang boleh dan tidak
boleh dikonsumsi ( kopi, alkohol, rokok, makanan pedas dan asam )
R/: Penjelasan yang tepat dapat mencegah komplikasi.
d. Hindari makanan dan cairan peroral jika pasien muntah, berikan cairan parenteral
sesuai program medik
R/: Pemberian makanan dan cairan dapat menyebabkan muntah yang lebih berat
sehingga dapat terjadi alkalosis metabilik, hiponatremia.
e. Berikan makanan yang mudah ditelan, seperti bubur, tim dan dihidangkan dalam
keadaan hangat
R/: Mengurangi beban kerja lambung dan meningkatkan asupan makanan
f. Libatkan keluarga dalam pemberian makanan dengan porsi kecil tapi sering
R/: Makanan porsi kecil dan sering menghindari mual, muntah
g. Berikan umpan balik positif saat pasien mau berusaha menghabiskan makanannya
R/: Memotivasi dan meningkatkan semangat pasien
h. Catat jumlah / porsi makanan yang dihabiskan pasien
R/: Untuk mengetahui pemenuhan nutrisi pasien
i. Kolaborasi dengan tim medik untuk pemberian nutrisi parenteral, therapy antiemetik
dan antasida
R/: Nutrisi parenteral sangat bermanfaat terutama jika intake peroral sangat kurang
dan terapi diberikan untuk mengurangi mual-muntah.
7
HEPATITIS VIRUS
I. KONSEP DASAR
A. DEFINISI
Hepatitis virus merupakan infeksi sistemik oleh virus disertai nekrosis dan inflamasi pada sel-
sel hati yang menghasilkan kumpulan perubahan klinis, biokimiawi serta seluler yang khas
( Suzanne C. Smelter, Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, Edisi 8, 1997, hal.
1169 ).
B. ETIOLOGI
Virus penyebab meliputi Virus Hepatitis A ( HVA ), Virus Hepatitis B ( HVB ), Virus Hepatitis
Non-A Non-B ( NANB ), Virus Hepatitis C ( HCV ), dan Virus Hepatitis D ( delta ).
C. PATOFISIOLOGI
Berbeda dengan hetitis A dan hepatitis E yang ditularkan melalui jalur fekal oral, hepatitis B,
hepatitis C dan hepatitis D terutama ditularkan melalui darah. Virus tersebut ditemukan dalam
darah, saliva, semen serta sekter vagina dan dapat ditularkan melalui membran mukosa serta
luka pada kulit.
Proses perjalanan penyakit yang berkembang menjadi disfungsi hepatoseluler dapat disebabkan
oleh penyebab yang menular seperti bakteri serta virus. Disfungsi hati terjadi akibat kerusakan
pada sel-sel parenkim hati yang bisa secara langsung disebabkan oleh penyakit primer hati atau
secara tidak langsung oleh obstruksi aliran empedu atau gangguan sirkulasi hepatic. Disfungsi
hati bersifat akuta dan kronik, namun demikian disfungsi yang kronis jauh lebih sering dari
pada yang akut. Sel-sel parenkim hati akan bereaksi terhadap unsure-unsur yang paling toksik
melalui penggantian glokigen dengan lipid sehingga terjadi infiltrasi lemak dengan atau tanpa
kematian sel atau nekrosis. Keadaan ini sering disertai dengan infiltrasi sel radang dan
pertumbuhan jaringan fibrosis. Hasil akhir dari penyakit parenkim hati adalah pengecilan dan
fibrosis hati yang tampak pada sirosis, terjadi perubahan fungsi metabolic dan ekskretotik hati,
konsentrasi bilirubin akan meningkat sehingga menimbulkan ikterus. Keadaan ini terjadi akibat
obstruksi saluran-saluran empedu intrahepatik. Kelainan pada metabolisme karbohidrat, lemak
dan protein akan menyertai disfungsi hati. Metabolisme protein yang abnormal akan
menyebabkan penurunan konsentrasi albumin serum dan edema. Penderita difunsgi hati yang
disebabkan oleh oleh obstruksi bilier sering mengalami keadaan gatal yang hebat (pruritus)
akibat retensi garam-garam empedu. Amonia yang merupakan produk sampingan metabolisme
akan diabsorbsi dari saluran gastrointestinal tetapi tidak diubah menjadi ureum oleh sel-sel hati
yang rusak. Peningkatan kadar ammonia akan mempengaruhi fungsi sistem saraf pusat.
Arsitektur vaskuler hati dapat terganggu sehingga terjadi peningkatan tekanan darah vena porta
yang menyebabkan perembesan cairan ke dalam rongga peritoneum (asites) dan verices
esophagus.
Kerusakan hati yang akut dapat menyebabkan kegagalan akut hati, dapat pulih kembali secara
total atau dapat pula berlanjut menjadi penyakit hati yang kronis. Hasil akhir dari kerusakan
hati yang kronis adalah sirosis yang ditandai oleh penggantian sel-sel parenkim hati dengan
jaringan fibrotik. Ensefalopati hepatic atau koma hepatic terjadi kalau disfungsi hati sangat
berat sehingga hati tidak mampu lagi untuk mengeluarkan ammonia yang merupakan produk
akhir metabolisme protein dari dalam aliran darah. Ammonia tertimbun dalam sirkulasi darah
semua sistem saraf yang menimbulkan keluhan dan gejala yang serta dapat membawa
kematian.
8
2. Fase Ikterus
- Kuning pada jaringan permukaan ( kulit ), semakin meningkat pada hari ke- 2 dan
menetap pada minggu ke 6 - 8
- Gangguan gastrointestinal berkurang sampai hilang
- Hepar mengecil ( atrofi )
3. Fase Post Ikterus ( 3 - 4 bulan )
- Hepar mengalami regenerasi
- Pasien merasa lebih baik
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Tes fungsi hati : abnormal sampai 4 - 10 kali dari normal
2. SGOT/SGPT : awalnya meningkat, dapat meningkat 1 - 2 minggu sebelum ikterik
kemudian tampak menurun
3. Darah lengkap : Sel darah merah menurun sehubungan dengan gangguan enzim hati atau
mengakibatkan perdarahan
4. Leukopenia, trombositopenia mungkin ada ( splenomegali )
5. Leukositosis, monositosis, limfosit atipikal dan sel plasma. Alkali Fosfatase agak
meningkat, Albumin serum menurun
6. Faeces warna tanah liat
7. Anti-HAV IgM : positif pada tife A
8. HbsAG : dapat positif ( tipe B ) atau negatif ( tipe A )
9. Masa protrombin mungkin memanjang
10. Bilirubun serum diatas 2,5 mg/100 ml
11. Urinalisa : peninggian kadar bilirubin, protein/hematuri dapat terjadi
12. Biopsi hati menunjukkan diagnosis dan luasnya nekrosis
13. Scan hati membantu dalam perkiraan beratnya kerusakan parenkim.
F. KOMPLIKASI
1. Varices esophagus, lambung dan hemaroid
Varices ini terbentuk akibat peningkatan tekanan yang ditansmisikan kepada semua
pembuluh darah vena yang mengalirkan darah ke dalam sistem portal
2. Penumpukan cairan dalam rongga abdomen ( asites )
3. Defisiensi nutrisi yang terjadi akibat ketidakmungkinan sel-sel hati untuk memetabolisme
vitamin tertentu
4. Ensepalopati Hepatik dan koma hepatic
G. PENATALAKSANAAN
1. Tirah bening selama stadium akut, selanjutnya aktivitas dibatasi sampai gejala pembesaran
hati dan kenaikan kadar bilirubin serta enzim hati dalam serum kembali normal
2. Nutrisi yang adekuat
3. Therapi medik
4. Penyuluhan :
- Hygiene perorangan yang baik dengan menekankan kebiasaan mencuci tangan sesudah
buang air besar dan sebelum makan
- Sanitasi lingkungan dan makanan serta suplai air yang bersih
- Pola hidup sehat
9
2. Data Obyektif :
- Tampak ikterik pada sklera, kulit dan membran mukosa
- Urine gelap, diare, faeces warna tanah liat
- Asites
- Pasien cenderung untuk tidur
- Nyeri tekan abdomen kuadran kanan atas
- Urtikaria, eritema tak beraturan
- Splenomegali
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Keterbatasan aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum dan nyeri
Tujuan : Pasien dapat beraktivitas memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan mandiri secara
bertahap
Hasil yang diharapkan :
Pasien mampu melakukan aktivitas sehari-hari ( hygiene perorangan, utrisi, eliminasi )
Pasien mampu beraktivitas tanpa keluhan capek dan sesak.
Rencana tindakan :
a. Tingkatkan tirah baring / duduk. Berikan lingkungan yang terang serta batasi
pengunjung sesuai keperluan.
R/: Menyediakan energi yang digunakan untuk penyembuhan. Aktivitas dan posisi
duduk tegak dapat menurunkan aliran darah ke kaki yang mencegah sirkulasi
optikal ke hati
b. Ubah posisi tiap 2 - 4 jam, berikan perawatan kulit yang baik
R/: Meningkatkan fungsi pernafasan dan meminimalkan tekanan pada area tertentu
untuk menurunkan resiko kerusakan jaringan
c. Bantu pasien beraktivitas ( hygiene perorangan, nutrisi, eliminasi ) dengan cepat dan
sesuai kemampuan pasien
R/: Agar pasien dapat beristirahat tanpa gangguan
d. Tingkatkan aktivitas sesuai dengan kemampuan pasien, bantu pasien melakukan latihan
rentang gerak sendi pasif/aktif
R/: Tirah baring lama dapat menurunkan kemampuan beraktivitas.
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual dan muntah.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi pasein terpenuhi
Hasil yang diharapkan :
Berat badan normal
Sklera tidak tampak anemi
Pasien mengatakan tidak mual, nafsu makan baik
Rencana tindakan :
a. Motivasi pasien untuk makan
R/: Motivasi sangat penting bagi penderita anoreksia dan gangguan gastrointestinal
b. Libatkan keluarga dan pasien untuk makan makanan dengan porsi kecil tapi sering
sesuai
R/: Makan dengan porsi kecil dan sering lebih ditolerir oleh penderita anoreksia
c. Hidangkan makanan dalam keadaan hangat dan menarik selera makan
R/: Meningkatkan selera makan
d. Pelihara hygiene oral sebelum makan
R/: Mengurangi cita rasa yang tidak enak dan merangsang selera makan
e. Timbang berat badan setiap pagi dengan alat timbangan dan waktu yang sama
R/: Mengidentifikasi adanya penurunan/penambahan berat badan
f. Motivasi peningkatan asupan cairan dan latihan jika pasien melaporkan konsipasi
R/: Meningkatkan pola defikasi yang normal dan mengurangi rasa tidak enak serta
distensi abdomen
g. Anjurkan pasien untuk menarik nafas panjang bila merasa mual
R/: Tehnik relaksasi dapat mengurangi mual
10
h. Kolaborasi dengan medik untuk pemberian obat untuk mengatasi mual, muntah, diare
atau konstipasi
R/: Mengurangi gejala gastrointestinal dan perasaan tidak enak pada perut yang
mengurangi selera makan dan keinginan terhadap makanan.
4. Perubahan harga diri berhubungan dengan masa isolasi, sakit yang lama / peripde
penyembuhan yang lama.
Tujuan : Pasien mampu mengungkapkan perasaan dan metode untuk mengatasi perasaan
rendah diri.
Hasil yang diharapkan :
Pasien mengatakan penerimaan diri / penyakitnya dan lamanya penyembuhan
Pasien mengatakan diri sebagai orang yang berguna, bertanggung jawab pada diri
sendiri.
Rencana tindakan :
a. Dengarkan keluhan pasien dan dorong pasien untuk mengungkapkan masalah atau
perasaannya
R/: Meningkatkan hubungan saling percaya, memberikan kesempatan pasien
mengekspresikan perasaannya sehingga memungkinkan pasien untuk meras lebih
nyaman dan bisa mengontrol situasi dan cemas berkurang.
b. Hindari membuat penilaian moral tentang pola hidup ( penggunaan alcohol, praktek
sexual )
R/: Pasien merasa marah / kesal dan menyalahkan diri, penilaian dari orang lain akan
merusak harga diri lebih lanjut
5. Kurang pembelajaran berhubungan dengan kurang informasi tentang proses penyakit dan
penularan serta penatalaksanaan perawatan dirumah.
Tujuan : Pengetahuan pasien tentang penyakitnya bertambah
Hasil yang diharapkan :
Pasien mengungkapkan pengertian tentang proses penyakit, metode menghindari
penularan, perubahan gaya hidup, rencana diet
Mengidentifikasikan hubungan tanda / gejala penyakit dan hubungan gejala dengan
faktor penyebab
Melakukan perubahan perilaku dan berpartisipasi dalam pengobatan.
Rencana tindakan :
a. Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakitnya
R/: Mengidentifikasi kekurangan pengetahuan / salah informasi dan memberikan
kesempatan untuk memberikan informasi tambahan sesuai keperluan
b. Jelaskan pentingnya istirahat
R/: Aktivitas dibatasi untuk mencegah kekambuhan
c. Diskusikan mencehag tehnik penularan : Perawatan perineal, cuci tangan sehabis
kekamar kecil, desinfeksi pakaian yang kotor, tidak menggunakan bersama silet atau
sikat gigi dan hindari kontak cairan atau serum orang lain, pentingnya untuk tidak
mendonorkan darah, menghindari orang lain yang mengalami infeksi terutama ISPA.
R/: Meningkatkan pengetahuan pasien tentang pencegahan penularan penyakit
d. Tekankan pentingnya mengevaluasi pemeriksaan fisik dan evaluasi laboratorium
R/: Proses penyakit dapat memakan waktu berbulan-bulan untuk membaik. Bila
gejala lebih lama dari 6 bulan biopsi hati diperlukan untuk memastikan adanya
hepatitis kronis
e. Tekankan perlunya menghindari alkohol
R/: Meningkatkan iritasi hepatic dan mempengaruhi pemulihan.
12
CIROSIS HEPATIS
I. KONSEP DASAR
A. DEFINISI
Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difusi ditandai dengan adanya pembentukan
jaringan ikat disertai nodul ( Prof. Dr. H.M. Sjaifoellah Noer, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I,
1998, hal. 435 ).
B. ETIOLOGI
1. Faktor kekurangan nutrisi
2. Hepatitis virus
3. Zat hepatotoksik ( alcohol )
4. Penyakit Wilson
5. Hemokromatosis
C. PATOFISIOLOGI
Kerusakan hati yang terus menerus mengakibatkan hepat tidak dapat melakukan fungsi
metabolic normalnya seperti metabolisme protein, lemak, dan karbohidrat, sintesis empedu
penyimpanan vitamin, dan sintesis faktor pembekuan karena terbentuknya jaringan parut pada
sel parenkim hepar normal sebagai upaya hepar untuk meregenerasi sel nekrotik. Jaringan
parut akan mengurangi aliran darah dan menyebabkan fibrosis regenerasi jarinagn lemak,
menyebabkan tekanan pada lobule hepar yang mengarah pada peningkatan tekanan aliran
darah pada sistem portal ( hipertensi portal ). Dengan tekanan balik yang cukup pada system
portal, terjadi sirkulasi kolateral dan memungkinkan darah mengalir dari intestin langsung ke
vena cava. Peningkatan aliran darah ke vena esophagus menyebabkan varises esophageal, pada
vena lambung menjadi varises lambung, pada limpa splenomegali dan varises rectum dan anus.
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Laboratorium
a. Urine : terdapat peningkatan urobilin dan bilirubin
b. Tinja : mungkin terdapat kenaikan, kadar sterkobilinogen
c. Darah :
- Darah lengkap : Hb, Ht dan eritrosit mungkin menurun karena perdarahan
- Bilirubin serum meningkat karena gangguan seluler
- SGOT, SGPT, LDH meningkat karena kerusakan seluler
- Alkalin fosfatase meningkat karena destruksi jaringan hepar
- Albumin serum rendah
- Globulin ( IgA dan IgG ) meningkat sangat tinggi
- BUN dan ammonia serum meningkat
- Glukosa serum : hipoglikemia
- Kalsium dan kalium menurun
- Hbs Ag dan anti Hbc untuk menunjukkan kemungkinan penyebab
2. Radiologi
a. Foto toraks : ditemukan efusi pleura kanan karena cairan asties
b. USG : hepatomegali
c. Scan / biopsy hati : mendeteksi infiltrat lemak, fibrosis dan kerusakan jaringan hepar
3. Pemeriksaan asites
13
F. KOMPLIKASI
1. Perdarahan gastrointestinal
2. Koma hepatikum
3. Karsinoma hepatoseluler
4. Ensefalophati hepatic
G. PENATALAKSANAAN
1. Menopang status kardiopulmonal
2. Memberi bantuan untuk mempertahankan fungsi spesifik, seperti : keseimbangan cairan
3. Menopang fungsi hematology dan nartisional hepar
4. Istirahat / bedrest
5. Pemberian diuretikum
6. Pemberian diet tinggi kalori dan protein dan tambahan vitamin
14
i. Kolaborasi dengan tim medik untuk pemberian nutrisi parenteral, therapy antiemetik
dan antasida
R/: Nutrisi parenteral sangat bermanfaat terutama jika intake peroral sangat kurang
dan terapi diberikan untuk megurangi mual-muntah.
2. Kelebihan volume cairan tubuh berhubungan dengan retensi natrium, penurunan protein
plasma, dan intake cairan yang berlebihan.
Tujuan : Tidak terjadi kelebihan volume cairan setelah dilakukan tindakan perawatan
Hasil yang diharapkan :
Balance cairan dalam batas normal
Tanda vital dalam batas normal
Edema berkurang
Rencana tindakan :
a. Ukur dan catat intake dan out cairan
R/: Menggambarkan status volume cairan dan respon terhadap therapy
b. Observasi tanda vital dan denyut jantung tiap 4 jam
R/: Membantu menentukan intervensi yang tepat
c. Kaji tingkat edema dan ukur lingkar abdomen
R/: Untuk mendeteksi berat ringannya akumulasi cairan
d. Timbang berat badan tiap hari sesuai toleransi
R/: Untuk pengawasan status cairan, peningkatan BB > 0,5 kg/hr diduga ada retensi
cairan
e. Anjurkan pasien untuk bedrest jika ada asites
R/: Meminimalkan pemakaian energi, mengurangi kelelahan
f. Kolaborasi dengan tim medis untuk :
Monitor thoraks foto
R/: Menginformasikan adanya edema paru / pleura efusi
Monitor serum albumin dan elektrolit
R/: Penurunan albumin mempengaruhi tekanan osmotic koloid dan pembentukan
edema, penggunaan diuretic menimbulkan hilangnya / berkurangnya elektrolit
Batasi natrium dan cairan bila ada indikasi
R/: Pembatasan natrium meminimalkan retensi cairan
Pemberian therapy diuretic
R/: Diuretika untuk mengontrol oedema dan asites
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan asites yang mengurangi ekspansi paru,
penumpukan secret da imobilisasi.
Tujuan : Pola nafas kembali efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan
Hasil yang diharapkan :
Tidaka ada dispnea dari cyanosis
Pasien tidak mengeluh sesak
AGD dalam batas normal
TTV dalam batas normal
Rencana keperawatan :
a. Monitor tanda-tanda vital ( N, TD, RR )
R/: Menentukan intervensi lanjut
b. Auskultasi bunyi nafas, catat bila ada kelainan ( wheezing, ronchi, crackles )
R/: Sebagai indikasi terjadinya komplikasi seperti adanya bunyi tambahan sebagai
refleksi cairan paru sebagai tanda adanya atelektasis, oedema paru dll
c. Berikan posisi kepala ditinggikan serta miring kiri / kanan
R/: Memfasilitasi pernafasan dengan mengurangi tekanan pada diafragma dan
meminimalkan resiko aspirasi sekresi
d. Ubah posisi secara teratur, anjurkan pasien untuk latihan nafas dalan dan batuk efektif
R/: Membantu ekspansi paru dan pengeluaran secret
e. Kolaborasi dengan tim medis untuk :
Monitor AGD dan foto rontgen
15
R/: Menunjukan perubahan status respirasi, komplikasi baru
Pemberian oksigen
R/: Meningkatkan suplai oksigen dan mencegah hipoxia
Membantu dalam melakukan fungsi asites
R/: Mengurangi tekanan intra abdomen sehingga dapat meningkatkan ekspansi
paru.
16
R/: Istirahat yang adekuat menurunkan metabolisme tubuh dan meningkatkan
persediaan energi yang berguna untuk perbaikan jaringan
17
DIABETES MELITUS
I. KONSEP DASAR
A. DEFINISI
Diabetes Melitus adalah penyakit metabolic kronik akibat gangguan insulin dengan
karakteristik peningkatan kadar gula dan juga mengganggu metabolisme karbohidrat, protein
dan lemak ( Lucman and Sorensens, Medical Surgical Nursing, hal. 1775 ).
B. KLASIFIKASI
Type I : IDDM ( Insilin Dependent Diabetes Melitus )
- Dimulai pada usia remaja atau sebelum usia 30 tahun
- Berat badan normal atau kurus
- Produksi insulin sedikit / tidak ada
- Cenderung terjadi ketoasidosis
Type II : NIDDM ( Non Insulin Dependent Diabetes Melitus )
- Usia diatas 30 tahun
- Obesitas / kegemukan
- Produksi insulin terhambat / berkurang
C. ETIOLOGI
1. Type I : IDDM ( Insulin Dependent Diabetes Melitus )
- Faktor genetic
- Rusaknya sel beta karena auto imun
- Infeksi virus ( mumps dan rubella)
2. Type II : NIDDM ( Non Insulin Dependent Diabetes Melitus )
- Faktor genetic / keturunan
- Obesitas
- Kurang aktivitas
- Faktor obat yang dapat mengganggu glukosa tubuh ( diuretic, kontrasepsi oral,
antikonvulsan, obat psikotik )
D. PATOFISIOLOGI
Normalnya sel beta pada pancreas akan mengeluarkan insulin setiap saat sesuai perubahan
tingkat glukosa darah. Pada penderita DM insulin tidak disekresi karena beberapa faktor, baik
karena kelainan pada sel beta sendiri maupun insulin yang lambat dikeluarkan. Produksi
insulin yang berkurang / tidak ada akan mengakibatkan kadar gula dalam darah meningkat.
Peningkatan kadar gula darah ini akan diimbangi oleh mekanisme tubuh yang normal dengan
meningkatkan glikogenolisis, katabolisme protein dan lipolisis. Dari hasil proses tersebut akan
semakin bertambah kadar gula darah.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan gula darah sewaktu , puasa dan post prandrial
2. GTT ( Glucose Tolerance Test )
3. Reduksi urine
18
G. KOMPLIKASI
1. Retinophati , Katarak , glaucoma
2. Gagal ginjal
3. Penyakit jantung koroner
4. Hipertensi
5. Hipoglikemi dan diabetik ketoasidosis
6. Neurophati
H. PENATALAKSANAAN
1. Aktivitas dan latihan
2. Diet rendah karbohidrat dan lemak
3. Pemberian insulin
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya produksi
insulin, intake makanan yang tidak adekuat
Tujuan : Tidak terjadi kelebihan intake makanan setelah dilakukan volume cairan
Hasil yang diharapkan :
Pemasukan nutrisi adekuat
Berat badan pasien stabil
Hasil pemeriksaan laboratorium normal
Rencana tindakan :
a. Kaji keluhan mual, muntah dan nafsu makan pasien
R/: Membantu dalam menentukan intervensi yang tepat
b. Timbang berat badan jika memungkinkan
R/: Memantau keadekuatan pemasukan nutrisi
c. Observasi tanda-tanda hipoglikemi
R/: Karena metabolisme karbohidrat mulai terjadi (gula darah akan berkurang) dan
sementara insulin tetap diberikan maka dapat terjadi hipoglikemi
d. Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang
dapat dihabiskan
R/: Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan therapeutic
e. Berikan umpan balik positif saat pasien mau berusaha menghabiskan makanannya
R/: Memotivasi dan meningkatkan semangat pasien
f. Kolaborasi untuk pemeriksaan gula darah
R/: Mengetahui kadar gula darah guna menentukan intervensi lanjut
g. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet
R/: Bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi pasien
h. Kolaborasi dengan tim medik untuk pemberian nutrisi parenterol dan therapy DM
R/: Nutrisi parenteral sangat bermanfaat terutama jika intake peroral sangat kurang
dan terapi diberikan untuk mengontrol kadar gula darah.
4. Kurang pembelajaran tentang diet, aktivitas, latihan dan program pengobatan berhubungan
dengan kurang informasi
Tujuan : Pengetahuan pasien bertambah setelah dilakukan tindakan keperawatan
20
Hasil yang diharapkan:
Mengungkapkan pemahaman tentang penyakit
Melakukan perubahan gaya hidup dan berpartisiapsi dalam program pengobatan
Rencana tindakan :
a. Kajian tingkat Pengetahuan pasien
R/: Menentukan intervensi lanjut
b. Jelaskan kadar glukosa normal, tipe DM yang dialami, hubungan antara kekurangan
insulin dengan kadar gula darah yang tinggi, dan komplikasi yang mungkin timbul
R/: Memberikan pengetahuan dasar bagi pasien untuk memilih gaya hidup
c. Diskusikan tentang rencana diet, penggunaan makanan tinggi serat.
R/: Meningkatkan kesadaran pentingnya kontrol diet. Serat dapat memperlambat
obsorbsi glukosa yang akan menurunkan kadar gula dalam darah .
d. Tekanan pentingnya mempertahankan pemeriksaan gula darah setiap hari, aktivitas,
waktu dan dosis obat
R/: Membantu mengontrol penyakit dan mencegah komplikasi
e. Buat jadwal latihan aktivis yang teratur dan identifikasi hubungan penggunaan insulin
R/: Waktu latihan tidak boleh bersamaan dengan pemberian insulin. Makanan kecil
diberikan sebelum / selama latihan sesuai kebutuhan
f. Identifikasi gejala hipoglikemi ( lemah, pusing, lapor, letargi, pucat, keringat dingin,
tremor, sakit kepala, nadi cepat )
R/: Mendeteksi dini dan mencegah resiko terjadinya hipoglikemi
g. Instruksikan pemeriksaan secara rutin pada kaki dan perawatan kaki ( tidak
menggunakan sepatu yang sempit, perawatan kuku, bersihkan kaki )
R/: Mencegah komplikasi yang berhubungan dengan gangguan sirkulasi terutama
luka ganggren
h. Anjurkan untuk tidak menggunakan obat-obatan yang dijual bebas tanpa konsultasi
dengan tenaga kesehatan
R/: Obat bebas mungkin mengandung gula atau berinteraksi dengan obat-obat yang
digunakan / diresepkan
i. Tekankan pentingnya pemeriksaan mata secara teratur
R/: Perubahan dalam penglihatan mungkin dapat berkembang kearah retinopati dan
kebutaan
j. Demonstrasikan cara pemeriksaan gula darah dengan alat ( finger stick ) dan cara
pemberian insulin sendiri dirumah dan minta pasien untuk mendemonstasikan ulang
(bila pasien mempunyai alat sendiri )
R/: Mengidentifikasi pemahaman dan kebenaran dari prosedur penggunaan alat
tersebut.
21
ANEMIA
I. KONSEP DASAR
A. DEFINISI
Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari seperti kehilangan komponen darah, elemen
tidak adekuat, atau kurangnya nutrisi yang dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah
yang mengakibatkan penurunan kapasitas pengangkut oksigen darah. ( Marillyn E. Doengoes,
Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, 2002, hal 569 )
B. KLASIFIKASI
Ada beberapa jenis anemia sesuai dengan penyebabnya :
1. Anemia pasca perdarahan
Sebagai akibat yang pasif seperti kecelakaan, operasi, persalinan dengan perdarahan, dan
perdarahan yang menahun seperti pada penyakit cacingan.
2. Anemia Megaloblastik
Akibat kekurangan bahan baku pembuat sel darah, seperti vitamin B12, asam folat, besi,
peridoksin atau tembaga.
3. Anemia Hemolitik
Terjadi penghancuran ( hemolisis ) eritrosit yang berlebihan karena
a. Faktor intrasel
Misalnya talasemia, hemoglobinopatia (talasemia HbE, sickle cell anemia), sferositas
congenital, defisiensi enzim eritrosit ( G-6PD, piruvat kinase, glutazim reduktase )
b. Faktor ekstrasel
Karena intoksikasi, infeksi (malaria), imunologis (inkompatibilitas golongan darah,
reaksi hemolitik pada transfusi darah)
4. Anemia Apatis
Disebabkan terhentinya sel pembuat darah oleh sum-sum tulang ( kerusakan sum-sum
tulang bias karena bawaan ( Anemia Fanconi ) atau didapat. Bentuk anemia yang didapat
disebabkan oleh obat ( kloramfenikol ), bahan kimia ( benzene ), radiasi atau infeksi virus (
hepatis, Epstein-Barr ).
D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Darah lengkap : Hemoglobin dan Hematokrit menurun
2. Trombosit : menurun ( aplastik ), meningkat ( def Besi ), normal atau tinggi ( hemolitik )
3. Hemoglobin : menurun
4. Bilirubin serum : meningkat ( pernisiosa dan hemolitik )
5. Folat dan vit. B12 : membantu mendignosa anemia defisiensi
6. Masa perdarahan : memenjang ( aplastik )
7. Aspirasi sum-sum tulang / biopsy ; sel mungkin tampak berubah dalam jumlah, ukuran dan
bentuk. Misalnya peningkatan metabolisme (pernisiosa), lemak sum-sum dengan
penurunan sel darah (aplastik)
8. USG : memeriksa tempat perdarahan misalnya perdarahan gastrointestinal.
22
E. PENATALAKSANAAN
1. Peningkatan perfusi jaringan
2. Memberikan kebutuhan nutrisi
3. Mencegah komplikasi
4. Memberikan informasi tentang proses penyakit, prognosis dan program pengobatan.
2. Data Objektif
- Takikardi, tachipnea, dispnea, hipotensi postural, palpitasi
- Konjungtiva dan membran mukosa pucat, pengisian kapiler lambat
- Peka rangsang, gelisah, apatis, cenderung tidur
- Mental : tidak mampu berespon, lambat dan dangkal
- Gangguan koordinasi : ataksia
- Limfadenopati umum
- Menggigil, ektremitas dingin
23
R/: Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan
seluler
f. Monitor pemeriksaan laboratorium ( Hb, Hmt, trombosit, eritrosit dan AGD )
R/: Mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan atau respon terhadap terapi
g. Beri oksigen tambahan sesuai indikasi
R/: Memaksimalkan transport oksigen ke jaringan
h. Kolaborasi dengan tim medik untuk transfusi darah dan obat anti anemia
R/: Meningkatkan jumlah komponen pembawa oksigen, memperbaiki defisiensi
untuk menurunkan resiko perdarahan.
24
ASTHMA BRONCHIAL
I. KONSEP DASAR
A. DEFINISI
Asthma bronchiale adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh peningkatan respon dari
trachea dan bronchus terhadap bermacam-macam stimulasi, ditandai dengan penyempitan
bronchus atau bronchiolus dan sekresi yang berlebihan dari kelenjar-kelenjar dimukosa
bronchus. Penyempitan bronchus ini dapat sembuh atau kembali secara spontan, dengan atau
tanpa pengobatan (reversible).
B. ETIOLOGI
Penyebab asthma belum diketahui secara pasti. Faktor pencetusnya adalah :
1. Infeksi saluran nafas
2. Aktivitas fisik
3. Rangsangan farmakologik
4. Polusi udara dan lingkungan kerja
5. Faktor emosi
6. Perubahan cuaca yang ekstrim misalnya udara dingin
7. Alergen utama : debu rumah, spora jamur dan tepung sari rumputan
8. Iritan seperti asap, bau-bauan, polutan
C. PATOFISIOLOGI
Asthma merupakan penyakit yang ditandai oleh peningkatan kepekaan dari trachea dan saluran
nafas terhadap berbagai rangsangan dengan menimbulkan penyempitan saluran nafas
menyeluruh dengan derajat yang dapat berubah secara spontan atau dengan pengobatan dan
disebut sebagai hiperaktivitas bronchus dan merupakan kelainan dasar pada asthma.
Obstruksi saluran nafas yang terjadi secara patologis ditandai dengan spasme otot polos,
hipertensi dan peradangan saluran nafas. Pada waktu serangan asthma, saluran nafas akan
menyempit akibat spasme otot bronchus, membran mukosa, infiltrasi sel-sel radang dan sekresi
mucus yang meningkat. Karena obstruksi ini, tahanan jalan nafas akan meningkat dan
menyebabkan terjadinya perlambatan aliran udara ekspirasi. Dengan berlanjutnya serangan,
volume residu akan meningkat, karena volume rongga dada meningkat untuk mempertahankan
udara ventilasi dan tindakan ini disebabkan karena terjadi penyempitan saluran nafas.
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Spinometri : menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible
2. AGD : hipoxemia dan hiperkapnea ( asma berat )
3. Pemeriksaan eosinofil total dalam darah : meningkat
4. Pemeriksaan sputum : melihat adanya eosinofil, kristal kariot, spiral churshman dan
aspergilus fumigatum
5. Test kulit : adanya antibody IgE yang spesifik dalam tubuh
6. Test provokasi bronchial : hiperaktivitas bronchus
F. KOMPLIKASI
1. Pneumo thorax
25
2. Atelektasis
3. Bronchitis
4. Empisema
5. Gagal nafas
G. PENATALAKSANAAN
1. Hindari faktor pencetus seperti debu, bulu binatang, tepung sari, polutan
2. Menghindari perubahan suhu tiba-tiba
3. Menghindari kelelahan fisik
4. Menghindari stress dan stabilkan emosi
5. Menghindari ISPA
6. Makanan yang cukup dan bergizi agar daya tahan tubuh meningkat
7. Pemasukan cairan yang cukup untuk mengencerkan dahak agar mudah dikeluarkan
8. Bronkodilator ( gol. Sintatomimetik, gol. Antikolinergik, gol. Xanthin ), kortikosteroid, anti
histamin, antibiotika, expectoran.
9. Terapi aerosol ( nebulizer dan oksigen )
10. Rehabilitasi psikis
26
h. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian therapy bronchodilator, mukolitik dan
antibiotik
R/: Mukolitik dapat membantu mengencerkan secret, bronchodilator untuk dilatasi
bronchus sehingga tahanan terhadap aliran darah berkurang.
3. Kurang pembelajaran berhubungan dengan kurang informasi mengenai proses penyakit dan
pengobatannya
Tujuan : Pengetahuan pasien bertambah
Hasil yang diharapkan :
Pasien mengerti dan dapat mengungkapkan kembali tentang keadaan, proses penyakit
dan pengobatnya
Pasien dapat mengenali tanda / gejala umum dari proses penyakit dan faktor-faktor
yang menyebabkan dan berhubungan dengan penyakit
Rencana tindakan :
a. Kaji tingkat pengetahuan pasien
R/: Menentukan intervensi yang sesuai
b. Jelaskan tentang sistem penggunaan obat
R/: Mengetahui cara penggunaan obat setelah pasien keluar dari rumah sakit
c. Jelaskan pentingnya menghindari orang-orang yang menderita infeksi pernafasan
R/: ISPA merupakan faktor pencetus timbulnya asthma
d. Jelaskan tentang faktor-faktor yang memperburuk kondisi, misalnya udara kering yang
berlebihan, suhu lingkungan yang ekstrim, tepung sari, asap rokok, polusi udara, debu.
R/: Mencegah kekambuhan ulang
e. Jelaskan kepada pasien tentang efek-efek yang merugikan dari merokok dan anjurkan
pasien untuk berhenti merokok.
R/: Rokok dapat menimbulkan hiperplasia mucus bronchus.
F. Jelaskan pentingnya tindak lanjut program pengobatan.
R/: Agar pasien mengerti pentingnya berobat rutin untuk mencegah kekambuhan
ulang
27
4. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang tidak adekuat.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan
Hasil yang diharapkan:
Pasien dapat menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang disediakan
Tidak ada keluhan mual, muntah dan anoreksia
Rencana tindakan:
a. Kaji keluhan mual, muntah dan nafsu makan pasien
R/: Membantu dalam menentukan intervensi yang tepat
b. Jelaskan manfaat nutrisi bagi pasien terutama saat sakit
R/: Meningkatkan pengetahuan pasien sehingga motivasi untuk makan meninggkat
c. Anjurkan pasien untuk melakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan
R/: Memberikan rasa nyaman sehingga meningkatkan nafsu makan
d. Libatkan keluarga dalam pemberian makanan dengan porsi kecil tapi sering.
R/: Makanan porsi kecil dan sering menghindari mual, muntah
e. Hindari makanan yang mengandung gas dan karbonat seperti kol, umbi-umbian.
R/: Dapat menyebabkan distensi abdomen yangmengganggu pernafasan perut dan
gerakan diagfagma dan dapat meningkatkan dispnea
f. Berikan umpan balik positif saat pasien mau berusaha menghabiskan makanannya
R/: Memotivasi dan meningkatkan semangat pasien
g. Catat jumlah / porsi makanan yang dihabiskan pasien
R/: Untuk mengetahui pemenuhan nutrisi pasien
h. Timbang berat badan 2 kali/minggu bila memungkinkan
R/: Untuk mengetahui status gizi pasien
i. Kolaborasi dengan tim medik untuk pemberian nutrisi parenteral therapy antiemetik
R/: Nutrisi parenteral sangat bermanfaat terutama jika intake peroral sangat kurang
dan terapi diberikan untuk mengurangi mual-muntah.
28
HIPERTENSI
I. KONSEP DASAR
A. DEFINISI
Hipertensi adalah tekanan darah peresisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg, dan
diastoliknya diatas 90 mmHg. Pada populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan
sistosik 160 mmHg dan diastolic 90 mmHg.
B. KLASIFIKASI
Pada umumnya hipertensi diklasifikasikan berdasarkan nilai diastolic:
1. 90-98 : hipertensi ringan
2. 100-108 : hipertensi sedang
3. 110-118 : hipertensi berat
4. > 120 : hipertensi maligna
C. ETIOLOGI
1. Hipertensi essensial / primer
- Adanya riwayat penyakit hipertensi dalam keluarga
- Retensi air dan sodium yang abnormal
- Kelemahan sistem rennin angiotensin
- Kegenukan, hiperkolesterol
- Merokok, stress berat
2. Hipertensi sekundar
- Coartatio aorta
- Kelenjar adrenal
- Glumerolus nefritis kronis
- Toxemio pada kehamilan
- Tyrotoxikosis
- Peningkatan TIK
- Penyakit kolagen
- Efek penggunaan konstrasepsi oral
D. PATOFISIOLOGI
Tekanan darah = curah jantung x tahanan perifer.
Curah jantung dipengaruhi oleh isi sekuncup dan denyut jantung. Pengontrolan tahanan perifer
dipertahankan oleh sistem saraf otonom dan sirkulasi hormon. Dengan denikian berbagai
faktor yang mengakibatkan perubahan tekanan perifer, denyut jantung atau isi sekuncup akan
mempengaruhi tekanan arteri sistemik.
Empat siste kontrol yang berperan dalam mempertahankan tekanan darah yaitu: sistem
baroreseptor, pengaturan volume cairan tubuh, sistem rennin angiotensin, dan autoregulasi
vaskuler. Gangguan sistem kontrol tersebut dapat menyebabkan hipertensi.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Foto thorax : menunjukkan ukuran jantung dan vaskularisasi paru
2. EKG : menunjukkan kelainan bila sudah ada pengaruh pada jantung
3. IVP (Intra Venous Pylografi) : ditemukan kelainan pada hipertensi renovaskuler
4. Laboratorium darah, urinalisis dan serum elektrolit untuk menentukan penyebab hipertensi
dan tingkat gangguan vaskuler.
5. Pengukuran tekanan darah.
G. KOMPLIKASI
1. Penyakit jantung koroner
2. Hipertrofil ventrikel kiri
3. Gagal ginjal
4. Pendarahan otak ( stroke )
5. Infark serebri
6. Kerusakan pembuluh darah
H. PENATALAKSANAAN
1. Tirah baring
2. Diet: rendah kalori, rendah garam
3. Pemberian obat-obatan anti hipertensi:
a. Angiotensin Converting Enzim ( ACE ) inhibitor: captopril,ramipril.
b. Beta Andrenergik Blocker: nifedipine, nicerdipine.
c. Alfa Adregenik yang bekerja pada sentral: methildopa, clonidine hydrochloride
(catapres)
d. Diuretik: furosemide, chlorthalidone, hydrochlorothiazide.
e. Anti adrenergik yang bekerja pada perifer: reserpine, guanadel.
g. Anjurkan pasien untuk membuat program olahraga sendiri ( berjalan, berenang ) yang
mampu dilakukan pasien
R/: Membantu menurunkan TD dan menguatkan sistem kardiovaskuler
h. Anjurkan pasien untuk mengunjugi dokter bila ada keluhan
R/: Mencegah komplikasi lebih lanjut.
32
DEMAM TYPOID
( TIFUS ABDOMINALIS )
I. KONSEP DASAR
A. DEFINISI
Demam Typoid adalah infeksi akut pada usus halus. ( Prof. Dr.H.M. Sjaifoellah Noer, Ilmu
Penyakit Dalam, Jilid I,1998,hal.435 )
B. ETIOLOGI
- Salmonella typhi
- Salmonella paratyphi A,B dan C.
C. PATOFISIOLOGI
Penularan salmonella typhi terjadi melalui mulut oleh makanan yang tercemar. Sebagian
kuman dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian kagi masuk ke usus halus, kejaringan
limfoid,dan berkembang biak kemudian masuk kealiran darah dan mencapai sel-sel
retikuloendotelial hati, limfa dan organ-organ lainnya. Proses ini terjadi dalam masa tunas dan
akan berakhir saat sel-sel retikuloendotelial melepaskan kuman kedalam peredaran darah dan
menimbulkan bakteriemia untuk kedua kalinya. Selanjutnya kuman masuk kejaringan beberapa
organ tubu, terutama limfa, usus dan kandung empedu.
Pada minggu pertama sakit, terjadi hiperplasia peyer, minggu kedua terjadi nekrosis, dan pada
minggu ketiga terjadi ulserasi plaks peyer. Pada minggu ke 4 terjadi penyembuhan ulkus-ulkus
yang menimbulkan sikatriks. Ulkus dapat menyebabkan perdarahan, bahkan sanpai perforasi
usus. Selain itu hepar, Kelenjar-kelenjar mesenteril dan limfa membesar.
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS
Laboratorium :
- Hb, Ht normal dan turun bila terjadi perdarahan
- Reaksi widal agglutinin O dan H makin tinggi titernya makin besar kemungkinan
menderita tifod. Pada infeksi yang aktif, titer reaksi widal meningkat pada pemeriksaan
ulang yang dilakukan setelah lima hari .
- Biakan darah positif terhadap sarmonella typhi, memastikan tifoid, tetapi biakan yang
negatif belum memastikan bebas tipoid. Hal ini disebabkan karena tekhnik pemeriksaan,
saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit, vaksinasi dimasa lampau, pengobatan dengan
obat anti mikroba.
F. KOMPLIKASI
1. Perdarahan dan perforasi usus
33
2. Illeus paralitik
3. Meningitis
4. Pneumonia
5. Hepatitis
6. Cholesistitis
7. Anemiahemolitik
G. PENATALAKSANAAN
1. Tirah baring selama demam, untuk mencegah komplikasi perdarahan/ perforasi usus
2. Mobilisasi bertahap bila tidak demam sesuai kemampuan pasien.
3. Diet makanan yang meransang saluran cerna , dalam bentuk saring / lunak
4. Makanan dapat ditingkatkan sesuai perkembangan gastrointestinal
5. Obat-obatan antibioktika dan antipiretika
6. Transfusi bila diperlukan pada komplikasi perdarahan
34
g. Anjurkan dan beri pasien banyak minum ( 2500 - 3000 cc/24 jam ) jika tidak ada
kontradiksi.
R/: Peningkatan suhu tubuh dapat mengakibatkan penguapan tubuh meningkat
sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak.
h. Beri kompres hangat pada kepala dan axilla
R/: Membantu menurunkan panas dengan cara evaporasi
i. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian therapy antipiretik, antibiotik dan cairan
intra vena
R/: Antipiretik dapat menurunkan panas dan therapy cairan dapat meningkatkan
asupan cairan, antibiotik mengatasi infeksi.
e. Berikan umpan balik positif saat pasien mau berusaha menghabiskan makanannya
R/: Motivasi dan meningkatkan semangat pasien
f. Catat jumlah / porsi makanan yang dihabiskan pasien
R/: Untuk mengetahui pemenuhan nutrisi pasien
g. Timbang berat badan 2 kali / minggu bila memungkinkan
R/: Untuk mengetahui status gizi pasien
h. Kolaborasi dengan tim medik untuk pemberian nutrisi parenteral, therapy antiemedik
& antasida.
R/: Nutrisi parenteral sangat bermanfaat terutama jika intake peroral sangat kurang
dan terapi diberikan untuk mengurangi mual, muntah
3. Resiko tinggi kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan intake cairan atau
output yang berlebihan.
Tujuan: Tidak terjadi kekurangan cairan tubuh setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Hasil yang diharapkan:
Tidak tampak tanda-tanda dehidrasi ( turgor elastis, mukosa dan kulit lembab, TTV
dalam batas normal )
Elektrolit dalam batas normal
Intake dan output dalam batas normal
Tidak ada keluhan mual, muntah
Rencana tindakan:
a. Observasi tanda-tanda vital ( TD, N, S ) tiap 4 - 6 jam
R/: tachikardi dan hipotensi menunjukan tanda-tanda hipovolemia.
b. Kaji daerah kulit, membran mukosa, turgor kulit dan rasa haus
R/: Turgor kulit yang buruk, kulit dan membran mukosa yang kering serta
peningkatan rasa haus menunjukan tanda-tanda dehidrasi.
c. Monitor dan catat intake dan output tiap ganti shiff
35
R/: Pencatatan intake-output yang akurat dapat menghindari ketidakseimbangan
cairan dan mencegah syok hipovolemik.
d. Hindarkan makanan dan cairan peroral jika pasien muntah, berikan cairan parenteral
sesuai program medik.
R/: Pemberian makanan dan cairan dapat menyebabkan muntah yang lebih berat
sehingga dapat terjadi alkalosis metabolic, hiponatrema.
e. Monitor perubahan kadar elektrolit dalam tubuh dan laporkan bila terjadi
ketidaknormalan
R/: Untuk menentukan intervensi lebih lanjut.
f. Kolaborasi dengan tim medik untuk pemberian anti emetik.
R/: Antiemetik mencegah aktifnya pusat muntah.
36
DECOMPENSATIO CORDIS
( GAGAL JANTUNG )
I. KONSEP DASAR
A. DEFINISI
Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah secara adekuat untuk
memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi ( Suzanne C, Smeltzer, Keperawatan
Medikal Bedah Brenner & Suddarth, edisi 8, Volume 2, 2002 hal 805 )
B. ETIOLOGI
1. Kelainan otot jantung
2. Aterosklerosis koroner
3. Hipertensi sistemik atau pulmonal
4. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif
5. Penyakit jantung lain
6. Faktor sistematik
C. KLASIFIKASI
1. Gagal jantung kiri
2. Gagal jantung kanan
3. Gagal jantung kongestive
D. PATOFISIOLOGI
1. Gagal jantung kiri
Terjadi karena ada gangguan pemompaan darah oleh ventrikel kiri sehingga curah jantung
kiri menurun menyebabkan tekanan dan volume akhir diastole dalam ventrikel kiri
meningkat. Keadaan ini merupakan beban bagi atrium kiri dalam kerjanya untuk mengisi
ventrikel kiri pada waktu diastolic mengakibatkan terjadinya kenaikan tekanan rata-rata
dalam atrium kiri yang menyebabkan hambatan pada aliran masuknya darah dari vena
pulmonal. Jika berlanjut terus akan terjadi bendungan dalam paru yang menyebabkan
edema paru.
2. Gagal jantung kanan
Terjadi karena gangguan pada daya pompa ventrikel kanan sehingga isi sekuncup ventrikel
kanan menurun tanpa didahului oleh adanya gagal jantung kiri. Dengan menurunnya isi
kuncup, tekanan dan volume akhir diastole ventrikel kanan akan meningkat dan menjadi
beban bagi atrium kanan dalam mengisi ventrikel kanan pada saat diastolic sehingga terjadi
kenaikan tekanan yang menyebabkan hambatan aliran masuknya darah dari vena cava
superior dan inferior kedalam jantung sehingga kenaikan tekanan darah dan adanya
bendungan pada vena sistemik. Jika berlanjut terus akan menimbulkan edema pada tungkai
bawah dan asites.
3. Gagal jantung congestive.
Bila gangguan jantung kiri dan kanan terjadi secara bersamaan maka keadaan ini disebut
gagal jantung congestive yang umumnya ditandai adanya bendungan paru dan sistemik
pada waktu yang bersamaan.
37
E. TANDA DAN GEJALA
1. Gagal jantung kiri
Edema paru akut (dispnea, batuk, mudah lelah, gelisah, berdebar-debar, keringan dingin
dan kecemasan)
2. Gagal jantung kanan
Edema ekstremitas bawah ( pitting edema, penambahan berat badan, hepatomegali, distensi
vena leher, asites, anorexia, mual, nokturia dan lemah )
3. Gagal jantung congestive
Sesak nafas setelah beraktifitas, ortopnea, dispnea, nyeri otot, lemah, pusing, sinkope,
edema paru dan ekstremitas bawah, penurunan jumlah urine.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Foto thorax : pembesaran jantung
2. Sonogram : Menunjukan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi / struktur
katup.
3. EKG : hipertrofi atrial / ventricular, penyimpangan axis, iskemia dan kerusakan pola
mungkin terlihat.
4. AGD : gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratorik ringan (awal) atau
hipoxemia dengan peningkatan PCO2 (akhir)
5. Oksimetri nadi : saturasi oksigen mungkin rendah.
6. Elektrolit : mungkin berubah karena perpindahan cairan/ penurunan perfusi ginjal, therapy
diuretic.
G. KOMPLIKASI
1. Syok kardiogenik
2. Efisode tromboemboli
3. Efusi dan tamponade perikardium
4. Gagal ginjal
5. Kerusakan hepar
6. Edema pulmonal
H. PENATALAKSANAAN
1. Istirahat untuk mengurangi kerja jantung
2. Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung
3. Menghilangkan kelebihan cairan tubuh dengan therapy diuretik
4. Pemenuhan oksigen
5. Diet rendah garam
2. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan pertukaran gas setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Hasil yang diharapkan :
Pasien tidak sesak dan tidak sianosis
Tanda vital dalam batas normal
AGD dalam batas normal
Rencana keperawatan :
a. Observasi bunyi nafas, ronchi, mengi, rales.
R/: Menunjukan adanya kongesti paru / penumpukan secret.
b. Observasi tanda-tanda vital ( S, N, TD, RR ) tiap 4 jam
R/: Untuk menentukan intervensi lanjut
c. Ajarkan dan anjurkan pasien untuk batuk efektif dan nafas dalam .
R/: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen.
d. Berikan posisi semi fowler
R/: Meningkatkan ekspansi paru
e. instruksikan pasien untuk oksimetri
R/: Menurunkan konsumsi oksigen
f. Monitor hasil AGD dan nadi oksimetri
R/: Hipoxemia dapat menjadi berat selama edema paru. Perubahan kompensasi
biasanya pada gagal jantung kronis.
39
g. Berikan oksigen sesuai program medik
R/: Meningkatkan konsentrasi oksigen yang dapat memperbaiki / menurunkan
hipoxemia jaringan.
h. Kolaborasi untuk pemberian therapy diuretic dan bronchodilator.
R/: Menurunkan kongesti paru dan meningkatkan pertukaran gas.
41
42
M ALAR I A
I. KONSEP DASAR
A. DEFINISI
Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa dari genus plasmodium, ( Ilmu
Penyakit Dalam , Prof. Dr. H.M. Sjaifoellah, jilid I, 1998,hal 505 )
B. ETIOLOGI
Penyakit ini ditularkan oleh nyamuk anopheles betina, 4 spesies yang menyerang manusia.
1. Plasmodium vivak ( malaria tertiana )
2. Plasmodium palcifarum ( malaria tropika )
3. Plasmodium malariae ( malaria quartana )
4. Plasmodium ofale ( malaria ofale )
C. PATOFISIOLOGI
Ada 3 stadium yang terjadi pada penyakit ini :
1. Stadium dingin ( frigoris ) berlangsung 20 - 60 menit
2. Stadium panas ( febris ) berlangsung 1 - 4 jam
3. Stadium berkeringat ( sudoris ) berlangsung 1 - 3 jam.
Ketiga stadium tersebut berlangsung 3 - 4 jam, kadang-kadang 6 - 12 jam, lalu disusul periode
tidak demam ( opireksia ) juga terjadi vasokontriksi disusul vasodilatasi yang seiramadengan
rasa menggigil dan demam. Pada infeksi oleh plasmodium palcifarum, vasodilatasi ini dapat
disertai dengan hipotensi. Banyaknya eritrosit yang pecah menimbulkan anemia. Pada infeksi
dengan plasmodium palcifarum seperti yang telah dijelaskan diatas, dapat terjadi gangguan
sirkulasi dan anemia yang berat. Gejala-gejalanyan disebut komplikasi pernisiosa yaitu :
hiperpireksia, malaria selebral, ikterus / hepatitis, black water fever ( demam kencing hitam )
dan nekrosis tubuli akut.
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Foto thorax : bila timbul batuk dan sputum berdarah
Lab. darah : malaria positif, hemoglobin, leukosit, trombosit.
F. KOMPLIKASI
1. Malaria serebral ditandai dengan gangguan kesadaran sampai koma, dilirium, kejang.
2. Batuk-batuk dengan sputum berdarah dan dapat terjadi insufisiensi paru, seperti shock lung
syndrome.
3. GGA
4. Black water fever ( demam kencing hitam )
43
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN & RENCANA TINDAKAN
1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi dari plasmodium.
Tujuan : Pasien tidak mengalami peningkatan suhu tubuh setelah dilakukan tindakan
keperawatan.
Hasil yang diharapkan :
Suhu tubuh pasien stabil dalam batas normal : ( 36 - 37 c )
Hasil laboratorium darah malaria negatif
Rencana tindakan :
a. Kaji waktu timbulnya demam
R/: Mengidentifikasi pola demam pasien .
b. Observasi tanda-tanda vital ( S, N, TD, RR ) tiap 4 jam
R/: Penurunan tekanan darah dan nadi dapat menunjukan hipovolemia, peningkatan
pernapasan menunjukan hipoxia jaringan
c. Jelaskan penyebab peningkatan suhu tubuh pasien .
R/ : Mengurangi ansietas, agar keluarga / pasien lebih kooperatif .
d. Anjurkan pasien untuk bedrest totol dan kurangi aktivitas
R/: Istirahat untuk mengurangi metabolisme tubuh sehingga mencegah peningkatan
suhu tubuh .
e. Anjurkan pasien menggunakan pakaian tipis dan menyerap keringat
R/: Mengurangi penguapan tubuh
f. Ciptakan lingkungan yang tenang sirkulasi yang memadai dan temperatur lingkungan
yang sesuai
R/: Untuk kenyamanan pasien
g. Anjurkan san beri pasien banyak minum ( 2500 - 3000 cc/ 24 jam ) jika tidak ada
kontra indikasi .
R/: Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga
perlu diimbangi dengan asupan cairan
h. Beri konpres hangat pada kepala dan axilla
R/: Membantu menurunkan panas dengan cara evaporasi.
2. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang tidak adekuat .
Tujuan : Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Hasil yang diharapkan :
Pasien dapat menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang disediakan
Tidak ada keluhan mual, muntah dan anoreksia
Rencana tindakan :
a. Kaji keluhan mual, muntah dan nafsu makan pasien
R/: Membantu dalam menentukan intervensi yang tepat
b. Jelaskan manfaat nutrisi bagi pasien terutama saat sakit
R/: Meningkatkan pengetahuan pasien sehingga motivasi untuk makan meningkat.
c. Berikan makanan yang mudah ditelan, seperti bubur, tim, dan hidangkan dalam
keadaan hangat
R/: Mengurangi beban kerja lambung dan meningkatkan asupan makanan.
d. Libatkan keluarga dalam pemberian makanan dengan porsi kecil tapi sering.
R/: Makanan porsi kecil dan sering menghindari mual, muntah
e. Berikan umpan balik positif saat pasien mau berusaha menghabiskan makanannya.
R/: Motivasi dan meningkatkan semangat pasien.
f. Catat jumlah / porsi makanan yang dihabiskan pasien
R/: Untuk mengetahui pemenuhan nutrisi pasien
g. Kolaborasi dengan tim medik untuk pemberian nutrisi parenteral, therapy antiemetik &
antasida.
R/: Nutrisi parenteral sangat bermanfaat terutama jika intake peroral sangat kurang
dan therapy diberikan untuk mengurangi mual-muntah.
44
3. Resiko tinggi terjadi trauma fisik berhubungan dengan kejang dan delirium.
Tujuan : Tidak terjadi trauma fisik pada pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan
Hasil yang diharapkan :
Kejang teratasi
Kesadaran compos menus
Rencana tindakan :
a. Observasi frekuensi dan lamanya kejang.
R/: Kejang dapat menyebabkan henti nafas, hipoxia dan kerusakan pada otak.
b. Observasi tanda-tanda vital ( S, N, TD, RR ) tiap 4 jam.
R/: Untuk menentukan intervensi lebih lanjut
c. Jelaskan pada keluarga / pasien mengenai sebab terjadinya kejang.
R/: Agar keluarga dan pasien lebih kooperatif dan mengurangi kecemasan
d. Beri fiksasi pada tangan dan kaki serta pengaman tempat tidur.
R/: Mencegah terjadinya infeksi
e. kolaborasi dengan tim medik untuk pemberian therapy antikonvulsi
R/: Antikonvulsi mengatasi kejang.
45