Anda di halaman 1dari 9

1 Buatlah Narasi pendapat anda tentang pendapat anda tentang ECT

masa lampau dan ECT masa kini setelah menonton tayangan beikut
ini.

Jawaban:

ECT (Electro Confulsive Terapy) adalah tindakan dengan


menggunakan aliran listrik dan menimbulkan kejang pada penderita baik
tonik maupun klonik (Saddock, 2007)
Terapi ECT terdiri dari 6 12 treatment dan tergantung dengan
tingkat keparahan pasien. Terapi ini dilakukan 2 atau 3 kali seminggu, dan
sebaiknya terapi ECT dilakukan oleh psikiater yang berpengalaman
(Mann. 2005). Electro Convulsive Therapy akan kontraindikasi pada
pasien yang menderita epilepsi, TBC miller, gangguan infark jantung, dan
tekanan tinggi intra karsial (Depkes, 2007)

Jenis ECT ada 2 macam :


a ECT konvensional
ECT konvensional ini menyebabkan timbulnya kejang pada pasien
sehingga tampak tidak manusiawi.Terapi konvensional ini di lakukan tanpa
menggunakan obat-obatan anastesi seperti pada ECT premedikasi.
b ECT pre-medikasi
Terapi ini lebih manusiawi dari pada ECT konvensional,karena pada
terapi ini di berikan obat-obatan anastesi yang bisa menekan timbulnya
kejang yang terjadi pada pasien.

Pada ECT konvesional merupakan digunakan pada masa lalu yang


sangat tidak manusiawi dan mengancam keselamatan pemeriksa karena
pada saat pengobatan ini pemeriksa memegang pasien agar tidak
bergerak, kemudian pada ECT konvesional tidak melakukan prosedur
anamnesis dan dan Pemeriksaan fisis pada pasien untuk mencegah
kontraindikasi dan komplikasi setelah pegobatan, tidak menggunakan obat
untuk elaksasi pasien yang mengakibatkan kejang maksimal dan
menimbulkan fraktur dan dislokasi tulang
Pada ECT Premedikasi merupakan pegobatan yang manusiawi dan
prosedurnya sangat memerhatikan kontraindikasi dan komplikasi pada
pasien yang diterapi dan pemeriksa juga, sebelum dilakukan pengobatan
pasien di lakukan informed consent kemudian anamnesis pasien untuk
menhindari kemungkinan buruk kemudian pemeriksaan fisik untuk melihat
keadaan pasien apakah tidak ada tanda-tanda yang mencurigakan, dan
terakhir kita meminta pasien melonggarkan pakaiannya dan prosedur
anestesi, Selama tahun-tahun awal ECT diterapkan pada pasien tanpa
anestesi atau relaksasi otot. Sejak tahun 1950-an dan 1960-an, beberapa
jenis obat diperkenalkan untuk meningkatkan keselamatan dan
akseptabilitas ECT. (Mankad,2010)
ECT efektif dalam berbagai gangguan jiwa seperti depresi, mania,
skizofrenia terutama katatoniayang tidak efektif pengobatannya dengan
menggunakan farmakoterapi, dan merupakan drug of choice karena
pemberian obat anti-depresan memerlukan waktu 10-14 hari untuk
efeknya untuk melihat kerjanya dan memungkin pasien bunuh diri
(Yongky, 2012)

2 Buatlah pembahasan tentang kerja obat anticonvulsant pada video yang


telah kamu perhatikan.
Jawaban:

TABEL PEMBAHSAN

No Zat Yang Gerakan Sedasi Kejang Pernafasa


. DIgunakan n
1 PTZ normal Ada ada Tak terlihat
2 Kontrol (PTZ Normal - - Tak terlihat
dan Nacl 0,9%)
3 PTZ + Kurang - - Tak terlihat
Phenobarbital Aktif
4 PTZ + Sangat - - Tak terlihat
Echtosuksimid AKtif
5 PTZ + DPH normal ada ada Tak terlihat

Hasil :
Pada tikus yang diberikan PTZ terdapat sedasi dan gerakan pada
tikus normal dalam pergerakannya dan efek kejang pada obat ini ada dan
secara tiba-tiba karena obat ini merupakan penginduksi kejang yang
bersifat antagonis GABA (FKUI,2015).
Pada tikus yang diberikan PTZ+Phenobarbital gerakan pada tikus
kurang aktif karena efek Phenobarbital yang membatasi penjalaran
aktivitas dan bangkitan dan menaikkan ambang rangsang sehingga tidak
memberikan pengaruh besar pada tikus walaupun telah diberikan
Pentylenetetrazol (PTZ )yaitu suatu stimulansia yang dalam dosis tinggi
dapat menyebabkan kejang, obat ini dalam percobaan antikonvulsi
digunakan sebagai penginduksi kejang, ia memiliki mekanisme sebagai
antagonis GABA (FKUI, 2015).
Pada tikus yang diberikan PTZ + ehtosuksimid gerakan pada tikus
ini sangat aktif karena mekanisme kerja obat ini menghambat kanal Ca
tipe T. etosuksimid mempunyai efek penting pada arus Ca2+, menurunkan
arus nilai ambang rendah (tipe T) sebagai pacemaker dari membangkitkan
cetusan listrik di korteks, tidak terdapat efek sedai dan kejang pada tikus
ini (Neal, 2006; FKUI, 2012).
Pada tikus yang diberikan PTZ + DPH gerakan pada tikus adalah
normal dan terdapat efek sedasi dan kejang tetapi setelah kejang tikus
bergerak normal akibat dari inhibisi kanal Na + pad membran akson
sehingga hantaran impuls listrik berlangsung cepat (Neal, 2006; FKUI,
2012).

3 Tuan B berusia 50 tahun datang ke klinik dengan keluhan kejang


padah wajah dan lengan, berlangsung 1 menit dan tetap sadar, tidak
ada riwayat trauma, apa diagnosis, tatalaksa dan dan pemeriksaan
lanjutan yang dibutuhkan.

Jawaban:

Diagnosa pada pasien ini yaitu epilepsi bangkitan mioklonik yang Adanya
satu atau banyak sentakan otot, kesadaran normal dan biasanya bilateral
dan simetris. .
Pemeriksaan dilakukan yaitu;

1.) Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci, dan


menyeluruh karena pemeriksa hampir tidak pernah menyaksikan
serangan yang dialami penderita. Anamnesis dapat berupa
autoanamnesis maupun aloanamnesis, meliputi:
a. Pola atau bentuk serangan

b. Lama serangan

c. Gejala sebelum, selama, dan sesudah serangan

d. Frekuensi serangan
e. Faktor pencetus

f. Ada tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang

g. Usia saat serangan pertama

h. Riwayat kehamilan, persalinan, dan perkembangan

i. Riwayat penyakit, penyebab, dan terapi sebelumnya

j. Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga


2.) Pemeriksaan fisik dan neurologi untuk melihat adanya
tanda-tanda infeksi, seperti demam, infeksi telinga, tanda
meningeal, atau bukti adanya trauma kepala. Pemeriksaan fisikk
harus menepis sebab-sebab terjadinya serangan dengan
menggunakan umur dan riwayat penyakit sebagai pegangan. Pada
anak-anak, pemeriksa harus memperhatikan adanya keterlambatan
perkembangan, organomegali, perbedaan ukuran antara anggota
tubuh yang dapat menunjukkan awal gangguan pertumubuhan otak
unilateral. Pemeriksaan neurologis lengkap dan rinci adalah
penting, khususnya untuk mencari tanda-tanda fokal atau lateral.

3.) Pemeriksaan penunjang

a. Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien
epilepsi dan merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering
dilakukan untuk menegakkan diagnosis epilepsi dan tipe kejang
lainnya yang tepat dan bahkan sindrom epilepsi (Markand, 2009).
EEG juga dapat membantu pemilihan obat anti epilepsi dan
prediksi prognosis pasien (Smith, 2005).
Adanya kelainan fokal pada EEG menunjukkan
kemungkinan adanya lesi struktural di otak, sedangkan adanya
kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya
kelainan genetik atau metabolik. Pemeriksaan EEG rutin sebaiknya
dilakukan perekaman pada waktu sadar dalam keadaan istirahat
dan pada waktu tidur (Sunaryo, 2006).
Gambaran EEG pasien epilepsi menunjukkan gambaran
epileptiform, misalnya gelombang tajam (spike), paku-ombak, paku
majemuk, dan gelombang lambat yang timbul secara paroksismal.

b.Pemeriksaan pencitraan otak


Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi lesi epileptogenik di
otak. Magnetic Resonance Imaging (MRI) beresolusi tinggi (minimal
1,5 Tesla) dapat mendiagnosis secara non-invasif berbagai macam
lesi patologik. Functional brain imaging seperti Positron Emission
Tomography (PET), Single Photon Emission Computed
Tomography (SPECT) dan Magnetic Resonance Spectroscopy
(MRS) bermanfaat dalam memberikan informasi tambahan
mengenai dampak perubahan metabolik dan perubahan aliran
darah regional di otak berkaitan dengan bangkitan.
Indikasi pemeriksaan neuroimaging (CT Scan kepala atau MRI
kepala) pada kasus kejang adalah bila muncul kejang unprovoked
pertama kali pada usia dewasa. Tujuan pemeriksaan neuroimaging
pada kondisi ini adalah untuk mencari adanya lesi struktural
penyebab kejang. Bila ditinjau dari segi sensitivitas dalam
menentukan lesi struktural, maka MRI lebih sensitif daripada CT
Scan kepala.

Penatalaksanaan pada pasien ini berupa asam valporat dengan


dosis 5-15 mg/kgBB/hari PO (FKUI, 2012)

4 Tuan A berusia 30 thn di konsultasikan karena mengalami kejang


seluruh tubuh seperti hilang kesadarran sesaat riwayat trauma ada,
apa diagnosis dan tata laksananya.

Jawaban:

Diagnosa pada pasien ini Epilepsi Complex partial seizure Pasien


mengalami penurunan kesadaran. Perubahan tingkah laku dapat terjadi
pada penderita dengan penurunan kesadaran.
Pemeriksaan tambahan di Pemeriksaan ini berguna untuk
mendeteksi lesi epileptogenik di otak. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
beresolusi tinggi (minimal 1,5 Tesla) dapat mendiagnosis secara non-
invasif berbagai macam lesi patologik. Functional brain imaging seperti
Positron Emission Tomography (PET), Single Photon Emission Computed
Tomography (SPECT) dan Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS)
bermanfaat dalam memberikan informasi tambahan mengenai dampak
perubahan metabolik dan perubahan aliran darah regional di otak
berkaitan dengan bangkitan, indikasi pemeriksaan neuroimaging (CT
Scan kepala atau MRI kepala) pada kasus kejang adalah bila muncul
kejang unprovoked pertama kali pada usia dewasa. Tujuan pemeriksaan
neuroimaging pada kondisi ini adalah untuk mencari adanya lesi struktural
penyebab kejang. Bila ditinjau dari segi sensitivitas dalam menentukan
lesi struktural, maka MRI lebih sensitif daripada CT Scan kepala.
Untuk tata pelaksanaanya diberikan Carbamazepine dosis yang
tepat adalah 15-25 mg/kg/hari, Lamotrigine, Levetiracetam 500 mg 2 kali
sehari , Oxcarbazepine, Topiramate,dan Valproate Dosis sebesar 25-30
mg/kg/hari mungkin sesuai untuk sebagian pasien, tetapi ada pula yang
membutuhkan 60 mg/kg atau lebih (FKUI, 2012)

DAFTAR PUSTAKA

1 Saddock, Et all , 2007. Kaplan & Saddocks Synopsis of


Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th
edn, pp: 467, Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia USA,
textbook.
2 Benbow, SM , Adverse effects of ECT In AIF Scott (ed.) The
ECT Handbook secod edition, The Royal College of
Psychiatrist. London,2004
3 Yongky, Y. 2012. Pro dan Kontra Terhadap Terapy Kejang
Listrik sebagai Terapi Altenartif Medis pada Pasien Psikotik,
RS Marzuki Mahdi, Februari 2012,No. 317, pp: 22-27. Bogor.
4 Neal, M.J., 2006, At A Glance; Farmakologi Medis Ed. 5. Hal 57.
EGC; Jakarta.
5 FKUI, 2012. Farmakologi dan Terapi ed. 5. Hal: 180-188.
BPFKUI; Bekasi.

Laporan Individu
30 Januari2017
LAPORAN FARMAKOLOGI

BLOK NEUROPSIKIATRI

Disusun Oleh:
Nama : Dita Aldini Hi.Lamatta
No. Stambuk : 14 777 034
Kelompok : II (Dua)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ALKHAIRAAT
PALU
2017

Anda mungkin juga menyukai