Anda di halaman 1dari 58

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

Nama Pasien : Ny. R

Umur : 46 thn

Alamat : Jl. Kali baru timir II, Bungur

Tanggal Masuk Bangsal : 1 januari 2015 ( 22.05)

Ruang/kamar : Marwah bawah (WB)

Internist : dr. Ihsanil Husna, Sp.PD

No. RM : 00 85 78 20

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama

Nyeri seluruh bagian perut sejak 1 hari

Keluhan Tambahan

Sulit Buang air kecil dan BAB keras , demam

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien ialah seorang wanita paruh baya (46 tahun) belum menikah, dan tinggal
sehari hari bersama adiknya. Pasien tidak memiliki pekerjaan tetap, namun aktif
bersosialisasi dengan tetangga dirumah.

Pasien datang ke IGD RS Islam Jakarta Cempaka Putih karena nyeri perut ia
rasakan pada seluruh bagian perutnya, seperti kembung, dan membuat pasien sulit
bergerak. Muncul tiba tiba tanpa didahului nyeri pada satu titik tertentu, dan terasa sangat
sakit saat ditekan. Nyeri tidak menjalar

1
Sulit buang air kecil juga ia alami dalam satu hari ini atau bersamaan dengan
timbulnya nyeri perut . Sulit BAK yang digambarkan pasien ialah keluar urin hanya
menetes, dan pasien harus berusaha mengedan untuk mengeluarkan urinnya, dan disertai
dengan perut yang terasa nyeri. Pasien tidak mengetahui warna urin yang keluar, namun ia
pastikan tidak disertai darah.

Selain sulit BAK, pasien juga mengeluhkan demam yang dirasakan sejak dua hari
sebelumnya. Demam yang ia alami tidak tinggi, hilang timbul.

Sebenarnya pasien sering merasa demam, yang ia gambarkan dengan meriang


namun selama ini ia abaikan karena pasien berpikir ia hanya sedang tidak enak badan
biasa.

Buang air besar ia rasakan keras, dan hanya keluar sedikit saja, namun tanpa disertai darah.
Sakit kepala ataupun pusing disangkal pasien. Mual muntah juga tidak ada.

Batuk batuk , batuk disertai darah, serta keluar keringat malam juga disangkal.
Penurunan nafsu makan ada sejak lama, hal ini ia sadari dengan berat badan yang tidak
pernah naik, dan makan yang tidak bisa banyak (tidak pernah habis). Keluhan sulit buang
air kecil sudah pernah ia rasakan sebelumnya sebanyak dua kali. Namun tidak sampai
dirawat, hanya berobat ke klinik terdekat saja.

Saat di UGD, pasien dipasang cateter oleh dokter, dan warna urin yang keluar
berwarna kehijauan.

Hari kedua saat pasien di rawat pasien mengalami mual dan muntah satu kali .

Riwayat Penyakit Dahulu

Hipertensi disangkal , Diabetes melitus disangkal , Asma disangkal

Riwayat Pengobatan

Os belum pernah berobat untuk keluhannya ini. Riwayat konsumsi obat obatan rutin serta
jangka panjang disangkal oleh pasien.

2
Riwayat Penyakit Keluarga

Kakak pasien menerita TB paru dan sudah meninggal. Hipertensi , diabetes melitus dan
asma disangkal.

Riwayat Alergi
Pasien tidak mempunyai riwayat alergi obat, alergi suhu, dan alergi makanan
Riwayat Psikososial

Pasien menyangkal mengkonsumsi alkohol, rokok. Mengaku sering mengkonsumsi soft


drink dan minuman teh setiap harinya

Riwayat Menstruasi

Pertama kali haid usia 13 tahun. Haid teratur, siklus 28 hari , lamanya 7 hari . Saat ini
sedang tidak menstruasi

3
PEMERIKSAAN FISIK

OBJEKTIF (Selasa, 6 Januari 2015 Pukul 08.00 WIB)


A. Keadaan Umum
Tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis, dengan GCS 15 (E4V5M6).

B. Vital Sign dan Antropometri


Tekanan darah : 120/80 mmHg BB sebelum sakit : 46 kg
Nadi : 94 kpm, reguler BB ketika sakit : 46 kg
Respirasi : 20 kpm TB : 156cm
Suhu : 36,5 0C kesimpulan :46/1,56=18.90
(normal)
C. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala : Normochephal
a. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
b. Hidung : Mukosa nasal merah muda, tidak ditemukan napas cuping
hidung, tidak ada nyeri tekan sinus, tidak ditemukan
deformitas
septum nasi.
c. Telinga: Tidak ada tanda-tanda keluarnya cairan, dan ketajaman
pendengaran baik
d. Mulut : Mukosa mulut agak kering, lidah tidak kotor ataupun
tremor, tidak terdapat tanda-tanda perdarahan ginggiva,
tidak terlihat sianosis.
2. Leher
Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran limfonodi (-), peningkatan
JVP (-) kaku kuduk (-)

3. Thorax dan Jantung


Pemeriksaan Thorax Anterior Pemeriksaan Thorax Superior

Inspeksi: Inspeksi:
- Bentuk dada simetris - Bentuk dada simetris
- Statis (hemitorax kiri=kanan) - Statis (hemitorax kiri=kanan)
- Dinamis (hemithorax kiri=kanan) - Dinamis (hemithorax kiri=kanan)
- Sela iga tidak melebar - Sela iga tidak melebar
- Retraksi interkostal (-) - Retraksi interkostal (-)
- Iktus kordis tampak di ICS V line mid - Tanda peradangan (-)
- Perbesaran massa (-)
clavikularis sinistra
- Tanda peradangan (-)

4
- Perbesaran massa (-)
Palpasi: Palpasi:
- Fremitus suara hemithorax dekstra sama - Fremitus suara hemithorax dekstra
dengan sinistra sama dengan sinistra
- Pergerakan dada simetris - Pergerakan dada simetris
- Ictus kordis teraba di ICS V line mid - Emfisema subkutis (-)
clavikularis sinistra
- Emfisema subkutis (-)
Perkusi: Perkusi:
- Sonor +/+ - Sonor +/+
- Batas jantung
Kanan atas: ICS II Linea
Parasternalis dekstra
Kiri atas: ICS II Linea
Parasternalis sinistra
Kanan Bawah: ICS V Linea
Parasternalis dekstra
Kiri bawah: ICS V Linea
midclavicularis sinistra
Auskultasi: Auskultasi:
- Suara paru: suara dasar vesikuler, ronkhi - Suara paru: suara dasar vesikuler,
-/-, wheezing -/- ronkhi -/-, wheezing -/-
- Suara jantung: S1-S2 reguler, bising
jantung (-), gallop (-), murmur (-)

4. Abdomen
a. Inspeksi : Bentuk simetris, abdomen tampak cembung, damm conture
(-),
sikatriks(-), spider naevi (-)
b. Auskultasi : Peristaltik usus (+) 6 kali permenit
c. Perkusi : Chessboard phenomenon
d. Palpasi : Hepar dan limpa tidak teraba pembesaran. Tidak didapatkan
nyeri
ketok CVA
5. Ekstremitas
Pemeriksaan Superior Dekstra/sinistra Inferior
Dekstra/sinistra
Edema -/- -/-

5
Turgor Dalam batas normal Dalam batas normal
Perfusi akral Hangat Hangat

Pemeriksaan Laboratorium tanggal 1 januari 2015

Urinalisa
Urin lengkap
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Jernih Jernih
Sedimen
Leukosit 2-4 /LPB 0-5
Eritrosit 1-2 /LPB <=3
Silinder Negatif
Sel epitel Gepeng (1+) Gepeng (1+)
Kristal (-) Negatif (-) Negatif
Bakteria (-) Negatif (-) Negatif
Berat jenis 1.005 1.005-1.030
pH 7.0 5.0-7.0
Protein (-) Negatif (-) Negatif (<30)
mg/dL
Glukosa (-) Negatif (-) Negatif (<100)
mg/dL
Keton (-) Negatif (-) Negatif
Darah samar/hb (-) Negatif (-) Negatif
Bilirubin (-) Negatif (-) Negatif
Urobilinogen 0.2 mg/dL 0.2-1.0
Nitrit (-) Negatif (-) Negatif (-) Negatif
Leukosit esterase (-) Negatif (-) Negatif (-) Negatif

Imunoserologi
M. Tuberkulosis Negatif

Pemeriksaan Laboratorium tanggal 2 Januari 2015

PEMERIKSAAN HASIL RUJUKAN

HB 12,6 mg/dl 11,7-15,5


LEUKOSIT 15,66 rb/L 3,60-11,00
TROMBOSIT 262 rb/L 150-440

6
HEMATOKRIT 38% 35-47
ERITROSIT 4,50 (10/L) 3,80-5,20
MCV 88FL 80-100
MCH 28pg 26-34
KIMIA KLINIK
GULA DARAH 134mg/dl 70-200
SEWAKTU 25U/L 10-31
SGOT 22U/L 9-36
SGPT 11mg/dl 10-50
UREUM DARAH 0,6mg/dl <1,4
KREATININ DARAH

7
V. DAFTAR MASALAH

Abdominal pain

Abdominal pain e.c Peritonitis

Peritonitis e.c susp Tuberkulosa

Peritonitis e.c susp perforasi appendisitis akut

Abdominal pain e.c susp adneksitis

Abdominal pain e.c susp KET

2. Retensi urin

Retensi urin ec. Susp Infeksi saluran kemih

Retensi urin ec. Suspek keganasan

3. Febris e.c bacterial infection

Febris e.c peritonitis

Febris e.c susp ISK

Febris e.c susp infeksi kronik

4. Leukositosis

Leukositosis e.c. susp Bakterial infection ; Peritonitis

Leukositosis e.c susp infeksi kronik

VI. ASSESMENT

1. Nyeri abdomen (akut)

8
Subjektif : berdasarkan anamnesis, pasien datang dengan keluhan nyeri pada seluruh
lapang perut,sejak hari itu yang muncul tiba tiba dan langsung terasa pada seluruh bagian
perut, tanpa didahului oleh sakit pada titik tertentu, dan membuat pasien sulit bergerak
serta nyeri saat ditekan. disertai dengan sulit buang air kecil (menetes) dan buang air
besar menjadi keras dalam satu hari tersebut. Demam + sejak dua hari yang lalu, namun
tidak tinggi. Pasien tidak sedang menstruasi. Mual muntah (-)

Objektif : Ku tampak sakit sedang, CM. TTV normal, pada pemeriksaan fisik abdomen
distensi, nyeri tekan pada seluruh kuadran abdomen. Pada perkusi juga ditemukan
chessboard phenomenon

Pemeriksaan penunjang : leukosit 15,66 rb/L . Urinalisa normal tidak terdapat kelainan

Assesment : nyeri abdomen (akut) e.c suspek peritonitis (TB)

Diagnosis banding : Peritonitis e.c susp apendisitis

Peritonitis e.c susp KET

Planning : pemeriksaan rontgen thorak, pemeriksaan LED dan sputum BTA. Abdomen
tiga posisi,appendicogram, USG abdomen

Terapi :

1. Terapi umum

Cairan intravena: IVFD RL (1000cc + 500cc + 520cc = 1120cc/hari = 12 tpm)

puasa, sampai kemungkinan surgical disingkirkan

NGT jika dicurigai adanya obstruksi, ileus, atau perdarahan saluran cerna atas

2. Terapi spesifik ; simptomatik

Analgetik, antipiretik

Antibiotik broad spektrum (sefalosporin gen 3) : Cefotaxime 2 x 1 gr

9
OAT (Rifampicin 450, INH 300, Pirazinamid 1500, etambutol 1000)

Non farmakologi

1. Pasien dan keluarga perlu diedukasikan mengenai penyakitnya, terutama terapi


yang akan diberikan adalah terapi jangka panjang yang dibutuhkkan kepatuhan
serta peran serta keluarga terdekat dalam hal pengawasan minum obat

2. Selain terapi, pasien juga perlu diberitahukan bahwa penyakitnya bisa menulari
orang orang terdekat sehingga pasien perlu mengurangi kontak dengan lingkungan
sekitar (tidak meludah sembarang, menggunakan masker, menggunakan peralatan
makan terpisah)

3. Mengenai prognosis, pasien selayaknya tahu bahwa penyakit ini bisa disembuhkan
dengan pengobatan yang patuh kepada dokter

4. Untuk meningkatkan imunitas, pasien diinstruksikan untuk mengonsumsi makanan


bergizi (bila perlu konsultasi gizi).

2. RETENSI URIN
Subjektif : pada hari yang sama, pasien mengeluhkan sulit BAK, ia merasa
ingin miksi, namun urin yang keluar hanya sedikit, seperti menetes, namun
tidak disertai dengan darah. Demam ada, sejak dua hari yang lalu, namun
tidak tinggi. Keluhan seperti ini adalah yang ketiga kalinya dialami pasien,
namun baru kali ini pasien dirawat. Riwayat psikososial menunjukan pasien
jarang minum air putih dan lebih gemar mengonsumsi soft drink
Objektif : Ku tampak sakit sedang, CM. TTV normal, pada pemeriksaan
fisik abdomen distensi, nyeri tekan pada seluruh kuadran abdomen, serta
ketok CVA (-).
Pemeriksaan penunjang : leukosit 15,66 rb/L . Urinalisa normal tidak
terdapat kelainan. Kimia darah (ureum 11mg/dl, kreatinin 0,6mg/dl)
Assesment : Retensi urin e.c susp ISK
Diagnosis banding : Retensi urin e.c susp keganasan
Planning : BNO IVP. USG abdomen
penatalaksanaan : pemasangan cateter urin

10
3. FEBRIS

Demam dirasakan pasien sejak dua hari sebelum datang ke UGD. Pasien
merasa demam tidak terlalu tinggi. Dan sudah terbiasa dengan demam yang
ia gambarkan seperti meriang dan tidak enak badan.
Objektif : KU tampak sakit sedang, CM. TTV normal, pada pemeriksaan
fisik abdomen distensi, nyeri tekan pada seluruh kuadran abdomen. Pada
perkusi juga ditemukan chessboard phenomenon. Nyeri ketok CVA (-).
Pemeriksaan penunjang : leukosit 15,66 rb/L . Urinalisa normal tidak
terdapat kelainan
Assesment ; febris e.c susp bacterial infection

febris e.c susp peritonitis

febris e.c susp ISK

febris e.c susp infeksi kronik

Planing : hematologi rutin 24 jam kemudian


Terapi : paracetamol tablet 3x 500mg
- Edukasi kepada pasien dan keluarga agar menjaga daya tahan tubuh
dengan meningkatkan respon kekebalan tubuh. Banyak minum air putih
dan makan bergizi, serta istirahat.

VII. RESUME

Wanita, 46 tahun. Datang ke UGD dengan keluhan nyeri pada seluruh


bagian perut muncul tiba tiba sejak satu hari itu. Nyeri perut tanpa disertai mual
muntah. Pasien juga mengeluhkan sulit BAK pada hari itu. Urin keluar menetes,
sedikit tanpa disertai darah. Buang air besar juga keras, keluar hanya kecil kecil dan
tanpa darah. .demam ada, namun dirasa pasien tidak tinggi dan mulai muncul sejak
dua hari sebelumnya . Pernah mengalami sulit kencing sebanyak 3 kali. Demam (+)
ada, namun tidak tinggi, dan demam sering ia rasakan namun seringkali ia abaikan.
Nafsu makan sejak lama menurun.

11
Pemeriksaan Fisik : Tampak sakit sedang, CM. TD 120/80mmhg. Nadi
94x/m.RR 20x/m,suhu 36,5C.
Status Lokalis : Palpasi terdapat nyeri tekan (+),seluruhkuadran abdomen.
chessboard phenomenon (+). Hepar dan Limpa tidak teraba pembesaran.
Tidak didapatkan nyeri ketok CVA
Bising usus (+) normal.
Pemeriksaan penunjang :

- Leukositosis (15,66rb/l)

- Urinalisa normal

USG kesan tidak terdapat batu, ginjal normal dan peritonitis

TINJAUAN PUSTAKA
TUBERKULOSIS PERITONITIS

12
I. PENDAHULUAN
Tuberkulosis peritonitis merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium tuberkulosis yang berasal dari peritoneum, penyakit ini jarang berdiri
sendiri dan biasanya merupakan kelanjutan dari proses tuberkulosis di tempat lain terutama
dari tuberkulosis paru, namun sering ditemukan bahwa pada waktu diagnosa ditegakkan
proses tuberkulosis di paru sudah tidak terlihat lagi. Hal ini bisa terjadi karena proses
tuberkulosis di paru mungkin sudah menyembuh sedangkan penyebarannya masih
berlangsung ditempat lain.1
Tuberkulosis peritonitis jarang di jumpai dan sangat jarang ditemukan di negara
maju, tetapi tidak jarang ditemukan di negara dengan prevalensi tuberkulosis tinggi,
termasuk di negara-negara berkembang dan terbelakang, terutama di negara dengan
pandemi HIV dan peningkatan imigrasi. Di Amerika Serikat, Tuberkulosis mempunyai
prevalensi yang relatif rendah, dan kebanyakan pasien yang baru di diagnosis adalah
mereka yang berasal dari luar Amerika Serikat (imigran). Pada negara-negara industri,
tuberkulosis meningkat pada populasi imigran dan pada pasien yang menderita AIDS dan
mereka yang sedang menjalani terapi immunosupresan.2,3,4
Tuberkulosis peritonitis diperkirakan terjadi pada 0,1% sampai 3,5% dari mereka
dengan TB paru aktif dan mewakili 4% sampai 10% dari semua TB ekstra paru. Kasus
Tuberkulosis peritonitis sering pada individu kurang dari 40 tahun dan sering terjadi pada
perempuan berumur 40 tahun. Individu dengan penyakit HIV, sirosis, diabetes, keganasan,
dan mereka yang terus menerus menjalani dialisis merupakan kelompok resiko tinggi
menderita tuberkulosis peritonitis.5

II. DEFINISI

Tuberkulosis peritonitis merupakan suatu peradangan pada peritoneum parietal atau


viseral yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis, dan terlihat pada
penyakit ini sering mengenai seluruh peritoneum, alat-alat sistem gastrointestinial,
mesenterium, dan organ genitalia interna.1
III. PATOGENESIS
Patogenesis Tuberkulosis peritonitis didahului oleh infeksi Mycobacterium
tuberculosis yang menyebar secara hematogen ke organ-organ di luar paru termasuk

13
peritoneum. Dengan perjalanan waktu dan menurunnya daya tahan tubuh dapat
mengakibatkan terjadinya Tuberkulosis peritonitis. Cara lain adalah dengan penjalaran
langsung dari kelenjar mesenterika atau dari tuberkulosis usus. Pada peritoneum terjadi
tuberkel dengan massa perkijuan yang dapat membentuk satu kesatuan (konfluen). Pada
perkembangan selanjutnya dapat terjadi penggumpalan atau pembentukan nodul
tuberkulosis pada omentum di daerah epigastrium dan melekat pada organ-organ abdomen
dan lapisan viseral maupun parietal sehingga dapat menyebabkan obstruksi usus dan pada
akhirnya dapat mengakibatkan tuberkulosis peritonitis. Selain itu, kelenjar limfe yang
terinfeksi dapat membesar yang menyebabkan penekanan pada vena porta yang
mengakibatkan pelebaran vena dinding abdomen dan asites. Terjadinya Tuberkulosis
peritonitis melalui beberapa cara, yaitu :1,2
1. Melalui penyebaran hematogen terutama dari paru-paru
2. Melalui dinding usus yang terinfeksi
3. Dari kelenjar limfe mesenterium
4. Melalui tuba fallopi yang terinfeksi
Pada kebanyakan kasus tuberkulosis peritonitis terjadi bukan sebagai akibat
penyebaran perkontinuitatum tapi sering karena reaktivasi proses laten yang terjadi pada
peritonieum yang diperoleh melalui penyebaran hematogen proses primer terdahulu
(infeksi laten dorman infection). Seperti diketahui lesi tuberkulosa bisa mengalami
supresi da menyembuh. Infeksi masih dalam fase laten dimana ia bisa menetap laten
selama hidup namun infeksi tadi bisa berkembang menjadi tuberkulosapada setiap saat.
Jika organisme interseluler tadi mulai bermultiplikasi secara cepat. Terdapat 3 bentuk
peritonitis tuberkulosa, yaitu : 1
1. Bentuk eksudatif
Bentuk ini dikenal juga sebagai bentuk yang basah atau bentuk asites yang banyak,
gejala menonjol ialah perut membesar dan berisi cairan (asites). Pada bentuk ini
perlengketan tidak banyak dijumpai. Tuberkel sering dijumpai kecil-kecil berwarna putih
kekuning-kuningan milier, nampak tersebar di peritoneum atau pada alat-alat tubuh yang
berada di rongga peritoneum. Disamping partikel yang kecil-kecil yang dijumpai tuberkel
yang lebih besar sampai sebesar kacang tanah. Disekitar tuberkel terdapat reaksi jaringan
peritoneum berupa kongesti pembuluh darah. Eksudat dapat terbentuk cukup banyak,
menutupi tuberkel dan peritoneum sehingga merubah dinding perut menjadi tegang, Cairan
asites kadang-kadang bercampur darah dan terlihat kemerahan sehingga mencurigakan

14
kemungkinan adanya keganasan. Omentum dapat terkena sehingga terjadi penebalan dan
teraba seperti benjolan tumor.
2. Bentuk adhesive
Disebut juga sebagai bentuk kering atau plastik dimana cairan tidak banyak dibentuk.
Pada jenis ini lebih banyak terjadi perlengketan. Perlengketan yang luas antara usus dan
peritoneum sering memberikan gambaran seperti tumor, kadangkadang terbentuk fistel.
Hal ini disebabkan karena adanya perlengketanperlengketan. Kadang-kadang terbentuk
fistel, hal ini disebabkan karena perlengketan dinding usus dan peritoneum parintel
kemudian timbul proses necrosis. Bentuk ini sering menimbulkan keadaan ileus obstruksi .
Tuberkel-tuberkel biasanya lebih besar.
3. Bentuk campuran
Bentuk ini kadang-kaadang disebut juga kista, pembengkakan kista terjadi melalui
proses eksudasi bersama-sama dengan adhesi sehingga terbentuk cairan dalam kantong-
kantong perlengketan tersebut. Beberapa penulis menganggap bahwa pembagian ini lebih
bersifat untuk melihat tingkat penyakit, dimana pada mulanya terjadi bentuk exudatif dan
kemudian bentuk adhesive. Pemberian hispatologi jaringan biopsy peritoneum akan
memperlihatkan jaringan granulasi tuberkulosa yang terdiri dari sel-sel epitel dan sel datia
langerhans, dan pengkejutan umumnya ditemukan.
IV. GEJALA KLINIS
Sebagian besar gejala klinis Tuberkulosis peritonitis memperlihatkan gejala yang non-
spesifik dan perjalanan klinis yang lambat, dan sulit dibedakan dengan penyakit
intraabdominal lainnya sehingga cukup rumit untuk menegakkan diagnosis. Gejala klinis
sangat bervariasi, pada umumnya keluhan dan gejala timbul perlahan-lahan sampai
berbulan-bulan sehingga sering penderita tidak menyadari keadaan ini.2
Keluhan dan gejala yang didapatkan seperti : sakit perut , pembengkakan perut, asites,
penurunan berat badan, anoreksia,demam, diare,konstipasi, batuk,dan keringat
malam.1,2,5,6,7,8
Keadaan umum pasien bisa masih cukup baik sampai keadaan kurus dan kahexia, pada
wanita sering dijumpai tuberkulosa peritoneum disertai oleh proses tuberkulosis pada
ovarium atau tuba, sehingga pada alat genitalia bisa ditemukan tanda-tanda peradangan
yang sering sukar dibedakan dengan kista ovarium.1

15
Tabel 1. Keluhan pasien Tuberkulosis Peritonitis bersumber dari beberapa penelitian.1,5,6,7,8

Keluhan Sulaiman A Manohar, Tarim Kai Ming VH Chong, Ming-Leun


1975-1979 dkk Akin, dkk Chow, dkk N.Rajendran Hu, dkk
30 pasien 1984-1988 1988-1997 1989-2000 1995-2004 2000-2006
(%) 45 pasien 23 pasien 60 pasien 10 pasien 14 pasien
(%) (%) (%) (%) (%)
Sakit perut 57 35,9 82 73 60 71,4
Pembengkakan 50 73,1 96 93 70 57,1
perut
Batuk 40 - 20 -
Demam 30 53,9 69 58 60 35,7
Keringat 26 - - -
malam
Anoreksia 30 46,9 73 - 60 -
Berat badan 23 44,1 80 - 40 42,9
menurun
Mencret 20 - - 10 -
konstipasi - - - 21,4

Dari beberapa hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa gejala yang paling
banyak didapatkan pada pasien Tuberkulosis Peritonitis yaitu : pembengkakan perut, sakit
perut,demam,dan penurunan berat badan.

Tabel 2. Karakteristik demografi pada 14 pasien dengan diagnosis Tuberkulosis Abdomen


di RS.Chang Gung Memorial Taiwan tahun 2000 - Desember 2007. 7

Penyakit yang
Usia Jenis Infeksi mendasari Gejala Klinis*
62/P TB Peritonitis DM,CRF,HTN,hepatitis 1,2,3,5,10
C,LC
70/P TB Peritonitis, TB paru HTN, LC 1,2,3,4,6,10
74/L TB Peritonitis,TB paru, TB Stroke,CRF,HTN 1,8
meningitis
31/P TB usus disertai perforasi, - 1,4,5,6

16
formasi abses
74/P TB Peritonitis Hepatitis C,LC,TB 1,2,3,4,5
meningitis
51/L TB hepar Kanker kandung kemih 4,5
73/L TB Peritonitis DM,CRF,HTN,LC 2,3,4,7,10
20/P Intraabdominal tuberculoma - 1,6
53/L TB Peritonitis disertai obstruksi CRF, HTN, Stroke, 1,9
usus, TB paru cushings syndrome
61/L TB Peritonitis,TB paru Alkoholisme, LC 2,3
47/P TB colon Cushings syndrome 1,2,7
80/P TB Peritonitis,TB usus,TB paru DM 1,2,3,7
72/P TB Peritonitis - 1,2,3,4
41/L TB hepar Hepatitis C 5

Keterangan : P :perempuan; L: laki-laki; TB :tuberculosis; DM : diabetes mellitus; CRF :


chronic renal failure; HTN : hipertensi;LC : liver sirosis; * Gejala klinis : 1. Sakit perut,2.
Pembengkakan perut,3. Asites,4. Penurunan berat badan,5. Demam,6. Massa
abdomen,7.konstipasi,8. tinja berdarah, 9. Tanda peritoneal,10. Sepsis.7
Dari tabel 2 diatas memperlihatkan bahwa lokasi Tuberkulosis abdominal paling
banyak terjadi pada peritoneum dan usus atau yang dikenal dengan Tuberkulosis Peritonitis
dan Tuberkulosis Usus dengan memperlihatkan tanda dan gejala terbanyak berupa sakit
perut, pembengkakan perut, asites,dan penurunan berat badan.7

Tabel 3. Pemeriksaan Fisik pada 30 pasien Tuberkulosis Peritonitis di RS.Cipto


Mangunkusumo Jakarta tahun 1975-1979.1
Gejala Persentase
Pembengkakan perut dan nyeri 51%
Asites 43%
Hepatomegali 43%
ronkhi pada kedua paru 33%
efusi pleura 27%
Splenomegali 30%
tumor intraabdomen 20%
fenomena papan catur 13%

17
Limfadenopati 13%
terlibatnya paru dan pleura 63%

Pada pemeriksaan fisik gejala yang sering dijumpai adalah


asites,demam,pembengkakan perut dan nyeri perut, hepatomegali,dan terlibatnya paru dan
pleura (atas dasar foto thoraks). Fenomena papan catur yang selalu dikatakan karakteristik
pada penderita Tuberkulosis peritonitis ternyata tidak sering dijumpai.Fenomena papan
catur yaitu pada perabaan didapatkan adanya massa yang diselingi perabaan lunak, kadang-
kadang didapatkan pada obstruksi usus.1

V. DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan tanda yang didapatkan, pemeriksaan fisik,
laboratorium, dan pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksaan laboratorium maupun
penunjang, banyak metode yang dapat digunakan dalam membuat diagnosis. Setiap
metode memiliki kelebihan, kekurangan, dan keterbatasan. Diantaranya ditampilkan pada
tabel dibawah ini :9

Tabel 4. Keuntungan dan Kerugian dari beberapa metode pemeriksaan.9

Metode Keuntungan dan kerugian


Kultur Membutuhkan waktu yang lama
Smear Diangnosis yang cepat
Biopsi Invasive
PCR (polymerase chain reaction) Diagnosis yang cepat
Positif-palsu dan negatif
(mahal)

Pemeriksaan Laboratorium.
Pada Pemeriksaan Laboratorium yaitu pemeriksaan darah rutin sering dijumpai adanya
anemia penyakit kronis, leukositosis ringan ataupun leukopenia, trombositosis,

18
gangguan faal hati dan sering dijumpai laju endap darah (LED) yang meningkat. Pada
pemeriksaan tes tuberkulin hasilnya sering negatif. 1
Pada pemeriksaan analisa cairan asites umumnya memperlihatkan eksudat dengan
protein > 3 gr/dl, dengan jumlah sel diatas 100-3000sel/ml. Biasanya lebih dari 90%
adalah limfosit LDH biasanya meningkat. Cairan asites yang perulen dapat ditemukan
begitu juga cairan asites yang bercampur darah (serosanguinous).
Hasil kultur cairan asites dapat diperoleh dalam waktu 4-8 minggu. Perbandingan
serum asites albumin (SAAG) pada tuberculosis peritoneal ditemukan rasionya < 1,1
gr/dl, namun hal ini juga bisa dijumpai pada keadaan keganasan, sindroma nefrotik,
penyakit pankreas , kandung empedu atau jaringan ikat sedangkan bila ditemukan >1,1
gr/dl ini merupakan cairan asites akibat portal hipertensi. Perbandingan glukosa cairan
asites dengan darah pada Tuberculosis peritoneal <0,96 sedangkan pada asites dengan
penyebab lain rationya >0,96. Penurunan Ph cairan asites dan peningkatan kadar laktat
dapat dijumpai pada tuberculosis peritoneal dan dijumpai signifikan berbeda dengan
cairan asites pada sirosis hati yang steril, namun pemeriksaan PH dan kadar laktat
cairan asites ini kurang spesifik dan belum merupakan suatu kepastian karena hal ini
juga dijumpai pada kasus asites oleh karena keganasan atau spontaneous bacterial
peritonitis.1

Tabel 5. Perbandingan serum asites albumin pada Tuberkulosis Peritonial dan Penyakit
lainnya. 1
Pemeriksaan Tuberkulosis Hipertensi Keganasan,Sindrom
Peritonial, Portal Nefrotik, Penyakit
pancreas &
Empedu
SAAG (serum <1,1 gr/dl >1,1 gr/dl <1,1 gr/dl
asites albumin
serum)

Pemeriksaan basil tahan asam (BTA) didapatkan hasil kurang dari 5 % yang
menunjukkan hasil positif dan dengan kultur cairan ditemukan kurang dari 20%
hasilnya positif.
Dibawah ini adalah alur penegakan diagnostis Tuberkulosis paru berdasarkan
pemeriksaan BTA.1

19
Gambar 1. Bagan Alur Diagnosis Tuberkulosis Paru.10
Pemeriksaan cairan asites lain yang sangat membantu, cepat dan non invasive adalah
pemeriksaan ADA (adenosin deminase activity), interferon gama (IFN) dan PCR.
Dengan kadar ADA > 33 u/l mempunyai Sensitifitas 100%. Spesifitas 95%, dan dengan
Cutt off > 33 u/l mengurangi false positif dari sirosis hati atau keganasan. Pada sirosis
hati konsentrasi ADA signifikan lebih rendah dari Tuberculosis Peritoneal (14 10,6
u/l) .1
Pada pasien dengan konsentrasi protein yang rendah dijumpai Nilai ADA yang sangat
rendah sehingga mereka menyimpulkan pada konsentrasi asites dengan protein yang
rendah nilai ADA dapat menjadi false negatif. Untuk itu pemeriksaan Gama interferon
(INF) adalah lebih baik walaupun nilainya dalah sama dengan pemeriksaan ADA,
sedangkan pada pemeriksaan PCR hasilnya lebih rendah lagi dibanding kedua
pemeriksaan tersebut. Angka sensitifitas untuk pemeriksaan tuberculosis peritoneal
terhadap Gamma interferon adalah 90,9 %, ADA:18,8% dan PCR 36,3% dengan
masing-masing spesifitas 100%. 1

20
Pemeriksaan CA-125. CA-125 (Cancer antigen 125) termasuk tumor associated
glycoprotein yang terdapat pada permukaan sel. CA-125 merupakan antigen yang
terkait karsinoma ovarium, antigen ini tidak ditemukan pada ovarium orang dewasa
normal, namun CA-125 ini dilaporkan, juga meningkat pada keadaan benigna dan
maligna, dimana kira-kira 80% meningkat pada wanita dengan keganasan ovarium,
26% pada trimester pertama kehamilan, menstruasi, endometriosis, mIoma uteri dan
salpingitis, juga kanker primer ginekologi yang lain seperti : endometrium, tuba falopi,
endocervix, pankreas,ginjal,colon juga pada kondisi yang bukan keganasan seperti
gagal ginjal kronik, penyakit autoimum, pancreas, sirosis hati, peradangan peritoneum
seperti tuberkulosis,perikardium dan pleura. Beberapa laporan yang telah mendapatkan
peningkatan CA-125 dan menyimpulkan bila dijumpai peninggian serum CA-125
disertai dengan cairan asites yang eksudat, jumlah sel > 350/m3, limfosit yang dominan
maka Tuberkulosis peritoneal dapat dipertimbangkan sebagai diagnosa.1
Pemeriksaan Penunjang
USG (Ultrasonografi )
Pada pemeriksaan ultrasonografi (USG) dapat dilihat adanya cairan dalam rongga
peritoneum yang bebas atau terfiksasi (dalam bentuk kantong-kantong).Gambaran USG
tuberculosis yang sering dijumpai antara lain cairan yang bebas atau terlokalisasi dalam
rongga abdomen, abses dalam rongga abdomen, massa didaerah ileosaecal dan pembesaran
kelenjar limfe retroperitoneal, adanya penebalan mesenterium, perlengketan lumen usus
dan penebalan omentum, mungkin bisa dilihat dan harus diperiksa secara teliti. 1
CT Scan
Pemeriksaan CT Scan pada Tuberculosis Peritonitis tidak memberikan gambaran
yang khas, namun secara umum ditemui adanya gambaran peritoneum yang berpasir dan
untuk pembuktiannya perlu dijumpai bersamaan dengan adanya gejala klinik dari
tuberculosis peritoneal. 1

21
Gambar 2. CT-Scan dengan kontras menunjukkan omentum caking dan penebalan usus
halus.11

Gambar 3. CT-Scan menunjukkan sejumlah besar cairan asites dengan penebalan


peritoneum dan infiltrasi difus omentum tanpa limfadenopati.12

Adanya peritoneum yang licin dengan penebalan yang minimal dan pembesaran
yang jelas menunjukkan suatu Tuberkulosis peritonitis sedangkan adanya nodul yang
tertanam dan penebalan peritoneum yang teratur menunjukkan suatu perintoneal
karsinoma.1

Peritonoskopi (Laparoskopi)
Peritonoskopi / laparoskopi merupakan pemeriksaan makroskopi yang sangat
berguna untuk menegakkan diagnosa Tuberkulosis Peritonitis. Laparaskopi adalah cara
yang relatif aman, mudah, dan terbaik untuk mendiagnosa Tuberkulosis peritonitis. Pada
salah satu penelitian dilaporkan bahwa laparoskopi dapat mendiagnosis hingga 94%, tetapi
diagnosis ini harus dikonfirmasi oleh pemeriksaan histologi. Laparoskopi baik digunakan
untuk mendapatkan diagnosa pasien-pasien muda dengan gejala sakit perut yang tidak jelas
penyebabnya. Laparoskopi dengan biopsi merupakan gold standar untuk diagnosis

22
Tuberkulosis Peritonitis. Cara ini dapat mendiagnosa Tuberkulosis peritonitis 85% - 95%
dan dengan biopsi yang terarah dapat dilakukan pemeriksaan histologi agar bisa
menemukan adanya gambaran granuloma sebesar 85% - 90% dari seluruh kasus, dan bila
dilakukan kultur bisa ditemui BTA hampir 75%. Hasil histologi yang lebih penting lagi
adalah bila didapatkan granuloma yang lebih spesifik yaitu granuloma dengan
perkejuan.1,5,6

Gambar 4. Tuberkulosis Peritonitis pada Laparaskopi.13

Gambaran yang dapat dilihat pada Tuberkulosis peritonitis : 1


1. Tuberkel kecil ataupun besar dengan ukuran yang bervariasi yang dijumpai tersebar
luas pada dinding peritoneum dan usus dan dapat pula dijumpai permukaan hati atau
alat lain tuberkel dapat bergabung dan merupakan sebagai nodul.
2. Perlengketan yang dapat bervariasi, diantaranya pada alat-alat didalam rongga
peritoneum. Sering pada keadaan ini merubah letak anatomi yang normal. Permukaan
hati dapat melengket pada dinding peritoneum dan sulit untuk dikenali. Perlengketan
diantara usus mesenterium dan peritoneum dapat sangat ekstensif.
3. Peritoneum sering mengalami perubahan dengan permukaan yang sangat kasar yang
kadang-kadang berubah gambarannya menyerupai nodul.
4. Cairan asites sering dujumpai berwarna kuning jernih, kadang-kadang cairan tidak
jernih lagi tetapi menjadi keruh, cairan yang hemoragis juga dapat dijumpai. Biopsi
dapat ditujukan pada tuberkel-tuberkel secara terarah atau pada jaringan lain yang
terbukti mengalami kelainan dengan menggunakan alat biopsi khusus sekaligus cairan

23
dapat dikeluarkan. Walupun pada umumnya gambaran peritonoskopi Tuberculosis
peritonitis dapat dikenal dengan mudah, namun gambarannya bisa menyerupai
penyakit lain seperti peritonitis karsinomatosis, karena itu biopsi harus selalu
diusahakan dan pengobatan sebaiknya diberikan jika hasil pemeriksaan patologi
anatomi mendukund suatu peritonitis tuberkulosis. Peritonoskopi tidak selalu mudah
dikerjakan dan dari 30 kasus, 4 kasus tidak dilakukan peritonoskopi karena secara
teknis dianggap mengandung bahaya dan sukar dikerjakan. Adanya jaringan
perlengketan yang luas merupakan hambatan dan kesulitan dalam memasukkan alat
dan ruangan yang sempit di dalam rongga abdomen juga menyulitkan pemeriksaan dan
tidak jarang alat peritonoskopi terperangkap didalam suatu rongga yang penuh dengan
perlengketan, sehingga sulit untuk mengenal gambaran anatomi alat-alat yang normal
dan dalam keadaan demikian maka sebaiknya dilakukan laparotomi diagnostik.
Laparatomi
Dahulu laparotomi eksplorasi merupakan tindakan diagnosa yangs sering dilakukan,
namunsaat ini banyak penulis menganggap pembedahan hanya dilakukan jika dengan cara
yang lebih sederhana tidak meberikan kepastian diagnosa atau jika dijumpai indikasi yang
mendesak seperti obstruksi usus, perforasi, adanya cairan asites yang bernanah.1
VI. TERAPI
Pada dasarnya pengobatan sama dengan pengobatan tuberkulosis paru, obat-obat
seperti : streptomisin,INH,Etambutol,Ripamficin dan pirazinamid memberikan hasil yang
baik, dan perbaikan akan terlihat setelah 2 bulan pengobatan dan lamanya pengobatan
biasanya mencapai sembilan bulan sampai 18 bulan atau lebih. 1,6
Untuk pengobatan Tuberkulosis pada organ lain, seperti TB perironitis ini, lama
pengobatan dapat diberikan 9-12 bulan. Panduan OAT yang diberikan adalah 2RHZE/7-10
RH.14
Rifampisin dan INH diberikan selama 12 bulan, sedangkan pirazinamid selama 2
bulan pertama. Kortikosteroid diberikan 1 - 2mg/kgBB selama 1 - 2 minggu pertama. Pada
keadaan obstruksi usus karena perlengketan perlu dilakukan tindakan operasi. Beberapa
penulis berpendapat bahwa kortikosteroid dapat mengurangi perlengketan peradangan dan
mengurangi terjadinya asites. Dan juga terbukti bahwa kortikosteroid dapat mengurangi
angka kesakitan dan kematian,namun pemberian kortikosteroid ini harus dicegah pada

24
daerah endemis dimana terjadi resistensi terhadap Mikobakterium tuberculosis. Alrajhi dkk
yang mengadakan penelitian secara retrospektif terhadap 35 pasien dengan tuberculosis
peritoneal mendapatkan bahwa pemberian kortikosteroid sebagai obat tambahan terbukti
dapat mengurangi insidensi sakit perut dan sumbatan pada usus. Pada kasus-kasus yang
dilakukan peritonoskopi sesudah pengobatan terlihat bahwa partikel menghilang namun di
beberapa tempat masih dilihat adanya
perlengketan.1,6,14
Tabel 6. Jenis dan Dosis Obat Anti Tuberkulosis Primer. 14
Obat Dosis (Mg/Kg Dosis yg dianjurkan DosisMaks Dosis (mg) / berat
BB/Hari) (mg) badan (kg)
Harian Intermitten < 40 40- >60
(mg/ (mg/Kg/ 60
kgBB / BB/kali)
hari)
R 8-12 10 10 600 300 450 600
H 4-6 5 10 300 150 300 450
Z 20-30 25 35 750 1000 1500
E 15-20 15 30 750 1000 1500
S 15-18 15 15 1000 Sesuai 750 1000
BB

Tabel 7. Dosis Obat Anti Tuberkulosis kombinasi dosis tetap.14


BB Fase Intensif Fase Lanjutan
2 bulan 4 bulan Atau 6
bulan
Harian Harian 3x/minggu Harian 3x/minggu Harian
RHZE RHZ RHZ RH RH EH
150/75/400/275 150/75/400 150/150/500 150/75 150/150 400/150
30-37 2 2 2 2 2 1,5
38-54 3 3 3 3 3 2
55-70 4 4 4 4 4 3
>71 5 5 5 5 5 3
Pedoman ISPD tahun 2005 menguraikan secara singkat prinsip-prinsip dasar
dalam manajemen Tuberkulosis Peritonitis. Protokol pengobatan berdasarkan pengalaman
TB ekstraperitoneal pada pasien End Stage Renal Disease. Pedoman ISPD
merekomendasikan empat obat yaitu : rifampisin, isoniazid, pirazinamid, dan ofloksasin.
Pirazinamid dan ofloksasin harus dihentikan setelah 3 bulan, sedangkan rifampisin dan

25
isoniazid harus dilanjutkan dengan total 12 bulan. Dosis biasa pada obat ini adalah
rifampisin 10 mg / kg sehari (maksimal 600 mg); isoniazid 3 - 5 mg / kg sehari;
pirazinamid 30 mg / kg 3 kali seminggu, dan ofloksasin 200 mg sehari.6

VII. PROGNOSIS

Tuberkulosis Peritonitis jika dapat segera ditegakkan dan mendapat pengobatan


umumnya akan menyembuh dengan pengobatan yang adequate.

PERITONITIS

I. Definisi
Peritonitis adalah peradangan peritoneum ( membran serosa yang melapisi rongga
abdomen dan menutupi visera abdomen ) merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi
dalam bentuk akut maupun kronis. Keadaan ini biasanya terjadi akibat penyebaran infeksi
dari organ abdomen, perforasi saluran cerna, atau dari luka tembus abdomen. Organisme
yang sering menginfeksi adalah organisme yang hidup dalam kolon (pada kasus ruptura
appendik) yang mencakup Eschericia coli atau Bacteroides. Sedangkan stafilokokus dan
streptokokus sering kali masuk dari luar.15,16
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa.
Terbentuk kantong-kantong nanah (abses) di antara perlekatan fibrinosa yang menempel
menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan
biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita
fibrosa yang kelak dapat menyebabkan terjadinya obstruksi usus.16
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila
infeksi menyebar akan menyebabkan timbulnya peritonitis generalisata. Dengan timbulnya

26
peritonitis generalisata, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus
kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam lumen usus,
menyebabkan terjadinya dehidrasi, gangguan sirkulasi, oliguria, dan mungkin shock.16,17

II. Anatomi dan Fisiologi


Dinding perut mengandung struktur muskulo-aponeurosis yang kompleks.
Dibagian belakang struktur ini melekat pada tulang belakang sebelah atas pada iga, dan di
bagian bawah pada tulang panggul. Dinding perut ini terdiri dari berbagai lapis, yaitu dari
luar ke dalam, lapis kulit yang terdiri dari kuitis dan sub kutis, lemak sub kutan dan facies
superfisial ( facies skarpa ), kemudian ketiga otot dinding perut m. obliquus abdominis
eksterna, m. obliquus abdominis internus dan m. transversum abdominis, dan akhirnya
lapis preperitonium dan peritonium, yaitu fascia transversalis, lemak preperitonial dan
peritonium. Otot di bagian depan tengah terdiri dari sepasang otot rektus abdominis dengan
fascianya yang di garis tengah dipisahkan oleh linea
Gambar 1 :Tampak anterior otot dinding abdomen dan
penampang melintang otot abdomen11

alba.15,16 Dinding perut membentuk rongga perut yang


melindungi isi rongga perut. Integritas lapisan muskulo-
aponeurosis dinding perut sangat penting untuk
mencegah terjadilah hernia bawaan, dapatan, maupun
iatrogenik. Fungsi lain otot dinding perut adalah pada
pernafasan juga pada proses berkemih dan buang air
besar dengan meninggikan tekanan intra abdominal.16

27
Peritoneum adalah membran serosa rangkap yang terbesar di dalam tubuh.
Peritoneum terdiri atas dua bagian utama, yaitu peritoneum parietal, yang melapisi dinding
rongga abdominal dan berhubungan dengan fascia muscular, dan peritoneum visceral, yang
menyelaputi semua organ yang berada di dalm rongga itu. Peritoneum parietale
mempunyai komponen somatic dan visceral yang memungkinkan lokalisasi yang
berbahaya dan menimbulkan defans muscular dan nyeri lepas.1,2 Ruang yang bisa terdapat
di antara dua lapis ini disebut ruang peritoneal atau cavitas peritonealis. Ruang di luarnya
disebut Spatium Extraperitoneale. Di dalam cavitas peritonealis terdapat cairan peritoneum
yang berfungsi sebagai pelumas sehingga alat-alat dapat bergerak tanpa menimbulkan
gesekan yang berarti. Cairan peritoneum yang diproduksi berlebihan pada kelainan tertentu
disebut sebagai asites (hydroperitoneum).16 Luas peritoneum kira-kira 1,8 meter2, sama
dengan luas permukaan kulit
orang dewasa. Fungsi
peritoneum adalah setengah
bagiannya memiliki membran
basal semipermiabel yang
berguna untuk difusi air,
elektrolit, makro, maupum mikro
sel. Oleh karena itu peritoneum
punya kemampuan untuk
digunakan sebagai media cuci
darah yaitu peritoneal dialisis
dan menyerap cairan otak pada operasi ventrikulo peritoneal shunting dalam kasus
hidrochepalus.17,18
Lapisan peritonium dibagi menjadi 3, yaitu:
1.Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis (tunika serosa).
2.Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina parietalis.
3.Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis.

28
Peritoneum viscerale berhubungan dengan parietale pada dinding abdomen melalui
suatu duplikatur yang disebut mesenterium.15,16,17
Cavitas peritonealis pada laki-laki tertutup seluruhnya tetapi pada perempuan
mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui tuba uterina, uterus dan vagina. Spatium
Extraperitoneale dapat dibedakan menurut letaknya , di depan (spatium praepitoneale), di
belakang (spatium retroperitoneale) dan dibawah (spatium subperitoneale). Alat yang
terletak di dalam cavitas peritoneale disebut letak intraperitoneale, seperti pada lambung,
jejunum, ileum, dan limpa. Sedangkan yang terletak di belakang peritoneum disebut
retroperitoneale seperti pada ginjal dan pancreas.15,16,17
Omentum adalah dua lapisan peritoneum yang menghubungkan lambung dengan
alat viscera lainnya seperti dengan hepar (omentum minus), dengan colon transversum
(omentum majus), dan dengan limpa (omentum gastrosplenicum). Peritoneum dari usus
kecil disebut mesenterium, dari appendik disebut mesoappendix dari colon trnsversum dan
sigmoideum disebut mesocolon transversum dan sigmoideum. Mesenterium dan omentum
berisi pembuluh darah dan limfe serta saraf untuk alat viscera yang bersangkutan.16,17

Gambar 2. Struktur peritoneum 16


Peritoneum parietale sensitif terhadap nyeri, temperatur, perabaan dan tekanan dan
mendapat persarafan dari saraf-saraf segmental yang juga mempersarafi kulit dan otot yang
ada si sebelah luarnya. Iritasi pada peritoneum parietale memberikan rasa nyeri lokal,
namun insicipada peritoneum viscerale tidak memberikan rasa nyeri. 15,16 Peritoneum

29
viscerale sensitif terhadap regangan dan sobekan tapi tidak sensitif untuk perabaan,
tekanan maupun temperature.18,19
Perdarahan dinding perut berasal dari beberapa arah. Dari kraniodorsal diperoleh
perdarahan dari cabang aa. Intercostalis VI XII dan a. epigastrika superior. Dari kaudal
terdapat a. iliaca a. sircumfleksa superfisialis, a. pudenda eksterna dan a. epigastrika
inferior. Kekayaan vaskularisasi ini memungkinkan sayatan perut horizontal maupun
vertikal tanpa menimbulkan gangguan perdarahan. 15,16,17 Persarafan dinding perut
dipersyarafi secara segmental oleh n.thorakalis VI XII dan n. lumbalis I. 16
Sangat penting untuk memahami posisi dari alat-alat viscera abdomen agar dapat
segera mengetahui atau memperkirakan alat apa yang terkena tusukan pada perut: .
Hepar merupakan suatu organ yang besar yang mengisi bagian atas rongga abdomen.
Kandung empedu merupakan kantong berbentuk seperti buah per melekat pada permukaan
visceral lobus kanan hepar. Ujung buntunya (fundus) menonjol di bawah pinggir bawah
hepar.
Esophagus di daerah abdomen pendek, 1,25 cm terletak di belakang lobus kiri hepar.
Gaster (ventriculus) terletak pada regio hypochondriaca kiri, epigastrica dan umbilicalis
Duodenum terletak di regio epigastrica dan umbilicalis
Pancreas terbentang dari regio umbilicalis sampai ke regio hypochondriaca kiri pada lien.
Lien terletak pada bagian atas kiri dari rongga abdomen antara lambung dan diaphragma di
regio sepanjang sumbu iga x kiri.
Ren terletak pada dinding belakang abdomen posterior dari peritoneum parietale di sisi
kanan dan kiri columna transversalis.
Glandula suprarenalis terletak pada dinding belakang abdomen di sisi kana dan kiri
columna vertebralis.
Jejunum mengisi bagian atas kiri rongga abdomen dan ileum mengisi bagian kanan bawah
rongga abdomen dan rongga pelvis.
Colon terbentang mengelilingi jejunum dan ileum, terbagi atas caecum, colon ascendens,
colon tranversum, colom desendens dan colon sigmoid.

III. Etiologi
Peritonitis bakterial diklasifikasikan menjadi primer dan sekunder
1. Peritonitis primer
Disebabkan oleh invasi hematogen dari organ peritoneal yang
langsungdari rongga peritoneum. Banyak terjadi pada penderita : 17,18
- sirosis hepatis dengan asites

30
- nefrosis
- SLE
- bronkopnemonia dan TBC paru
- pyelonefritis

2. Peritonitis sekunder
Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi gastrointestinal
atau tractus urinarius. Pada umumnya organisme tunggal tidak akan menyebabkan
peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multipel organisme dapat memperberat terjadinya
infeksi ini. Bakterii anaerob, khususnya spesies Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh
bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi. 17,18,19
Disebabkan oleh infeksi akut dari organ intraperitoneal seperti:

Iritasi Kimiawi : Perforasi gaster, pankreas, kandung empedu, hepar,


lien, kehamilan extra tuba yang pecah
Iritasi bakteri : Perforasi kolon, usus halus, appendix, kista ovarii pecah,
ruptur buli dan ginjal.
Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam
cavum peritoneal.
3. Peritonitis Tersier
Peritonitis yang mendapat terapi tidak adekuat, superinfeksi kuman,
danakibat tindakan operasi sebelumnya. 16,17
IV. Patofisiologi
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat
fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang
menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi.
Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai
pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus.16
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran
mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka
dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya
interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke
perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk
mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga

31
ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal
begitu terjadi hipovolemia.16,19
Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami
oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ
tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus
serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan
retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya
kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah.16
Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut
meningkatkan tekanan intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan
menimbulkan penurunan perfusi. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada
permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan
perkembangan peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus
paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam
lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan
dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu
pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus.15,16,18
Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus
karena adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus
sebagai usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaitu
obstruksi usus yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau
parsial, pada ileus stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi
iskemi yang akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi
usus dan karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat terjadi
peritonitis.19
Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan kuman
S. Typhi yang masuk tubuh manusia melalui mulut dari makan dan air yang tercemar.
Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian lagi masuk keusus halus dan
mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertropi
ditempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi, perforasi ileum
pada tifus biasanya terjadi pada penderita yang demam selama kurang lebih 2 minggu yang

32
disertai nyeri kepala, batuk dan malaise yang disusul oleh nyeri perut, nyeri tekan, defans
muskuler, dan keadaan umum yang merosot karena toksemia.18,20
Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan peritonium yang mulai di
epigastrium dan meluas keseluruh peritonium akibat peritonitis generalisata. Perforasi
lambung dan duodenum bagian depan menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang
mengalami perforasi ini tampak kesakitan hebat seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul
mendadak terutama dirasakan di daerah epigastrium karena rangsangan peritonium oleh
asam lambung, empedu dan atau enzim pankreas. Kemudian menyebar keseluruh perut
menimbulkan nyeri seluruh perut pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria, kadang
fase ini disebut fase peritonitis kimia, adanya nyeri di bahu menunjukkan rangsangan
peritonium berupa mengenceran zat asam garam yang merangsang, ini akan mengurangi
keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi peritonitis bakteria.15,16
Pada apendisitis biasanya biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks
oleh hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis dan neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan,makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks
mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen dan
menghambat aliran limfe yang mengakibatkan oedem, diapedesis bakteri, ulserasi mukosa,
dan obstruksi vena sehingga udem bertambah kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi
infark dinding apendiks yang diikuti dengan nekrosis atau ganggren dinding apendiks
sehingga menimbulkan perforasi dan akhirnya mengakibatkan peritonitis baik lokal
maupun general.16, 19
Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma tumpul abdomen
dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai organ yang berongga
intra peritonial. Rangsangan peritonial yang timbul sesuai dengan isi dari organ berongga
tersebut, mulai dari gaster yang bersifat kimia sampai dengan kolon yang berisi feses.
Rangsangan kimia onsetnya paling cepat dan feses paling lambat. Bila perforasi terjadi
dibagian atas, misalnya didaerah lambung maka akan terjadi perangsangan segera sesudah
trauma dan akan terjadi gejala peritonitis hebat sedangkan bila bagian bawah seperti kolon,
mula-mula tidak terjadi gejala karena mikroorganisme membutuhkan waktu untuk

33
berkembang biak baru setelah 24 jam timbul gejala akut abdomen karena perangsangan
peritonium.16,18,22
Jenis Peritonitis
Peritonitis Aseptik.
Terjadi sekitar 20% dari seluruh kasus peritonitis di Inggris, dan biasanya sekunder
dari perforasi ulkus gaster atau duodenal. Peritonitis steril dapat berkembang menjadi
bakterial peritonitis dalam beberapa jam mengikuti transmigrasi dari mikroorganisme
(contohnya dari usus)
Peritonitis bilier
Relatif jarang dari peritonitis steril dan dapat disebabkan dari :
1. iatrogenic (ligasi duktus sistikus saat cholesistektomi)
2. kolesistitis akut
3. trauma
4. idiopatik

Bentuk lain dari peritonitis steril, ada 4 penyebab :


1. Cairan pankreas
Misalnya dari pankreatitis akut, trauma. Pankreatitis bisa disebabkan karen proses
diagnostik laparotomi pada pasien yang tidak mengalami peningkatan serum amilase.
2. Darah.
Misalnya ruptur kista ovarium, aneurisma aorta yang pecah.
3. Urine
Misalnya intraperitoneal ruptur dari kandung kemih.
4. Meconium
Adalah campuran steril dari sel epitel, mucin, garam, lemak, dan bilier dimana dibentuk
saat fetus mulai menelan cairan amnion. Peritonitis mekonium berkembang lambat di
kehidupan intra uteri atau di periode perinatal saat mekonium memasuki rongga
peritoneum melalui perforasi inestinal.
Peritonitis TB
Biasanya terjadi pada imigran atau pasien dengan imunokompromise. Menyebar ke
peritoneum melalui:

34
1. secara langsung melalui limfatik nodul, regio ileocaecal atau pyosalping TB.
2. Melalui darah (blood-borne) infeksi dari TB paru.
Kejadiannya dapat secara akut (seperti peritonitis pada umumnya), dan kronik
(onsetnya lebih spesifik, dengan nyeri perut, demam, penurunan berat badan, keringat
malam, massa abdomen). Makroskopik, ada 4 bentuk dari penyakit ini : ascitic, encysted,
plastic, atau purulent. Terapinya berdasarkan terapi anti-TB, digabungkan dengan
laparotomi (apabila di indikasikan) untuk komplikasi intra-abdominal.
Peritonitis Klamidia
Fitz Hugh Curtis sindroma dapat menyebabkan inflamasi pelvis dan digambarkan oleh
nyeri hipokondrium kanan, pireksia, dan hepatic rub.
Obat-obatan dan benda asing.
Pada pemakaian isoniazid, practolol, dan kemoterapi intraperitoneal dapat menyebabkan
peritonitis akut. Bedak dan starch dapat menstimulus perkembangan benda asing
granulomata apabila benda-benda itu bertemu pada rongga peritoneum (contohnya sarung
tangan bedah).

V. Manifestasi Klinis
Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan tanda tanda
rangsangan peritonium. Rangsangan peritonium menimbulkan nyeri tekan dan defans
muskular, pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma. Peristaltik
usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan sementara usus.18
Bila telah terjadi peritonitis bakterial, suhu badan penderita akan naik dan terjadi
takikardia, hipotensi dan penderita tampak letargik dan syok.4 Rangsangan ini
menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang menyebabkan pergeseran peritonium dengan
peritonium. Nyeri subjektif berupa nyeri waktu penderita bergerak seperti jalan, bernafas,
batuk, atau mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri jika digerakkan seperti palpasi, nyeri
tekan lepas, tes psoas, atau tes lain.18,19

VI. Diagnosis
i. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan kondisi umum, wajah, denyut nadi,
pernapasan, suhu badan, dan sikap baring pasien, sebelum melakukan pemeriksaan

35
abdomen. Gejala dan tanda dehidrasi, perdarahan, syok, dan infeksi atau sepsis juga perlu
diperhatikan. 15
Pada pemeriksaan fisik, pasien dengan peritonitis, keadaan umumnya tidak baik.
Demam dengan temperatur >380C biasanya terjadi. Pasien dengan sepsis hebat akan
muncul gejala hipotermia. Takikardia disebabkan karena dilepaskannya mediator inflamasi
dan hipovolemia intravaskuler yang disebabkan karena mual damuntah, demam,
kehilangan cairan yang banyak dari rongga abdomen. Dengan adanya dehidrasi yang
berlangsung secara progresif, pasien bisa menjadi semakin hipotensi. Hal ini bisa
menyebabkan produksi urin berkurang, dan dengan adanya peritonitis hebat bisa berakhir
dengan keadaan syok sepsis.22
Inspeksi : Pemeriksa mengamati adakah jaringan parut bekas operasi
menununjukkan kemungkinan adanya adhesi, perut membuncit dengan gambaran usus atau
gerakan usus yang disebabkan oleh gangguan pasase. Pada peritonitis biasanya akan
ditemukan perut yang membuncit dan tegang atau distended. 15,16

Palpasi : Peritoneum parietal dipersarafi oleh nervus somatik dan viseral yang
sangat sensitif. Bagian anterir dari peritoneum parietale adalah yang paling sensitif. Palpasi
harus selalu dilakukan di bagian lain dari abdomen yang tidak dikeluhkan nyeri. Hal ini
berguna sebagai pembanding antara bagian yang tidak nyeri dengan bagian yang nyeri.
Nyeri tekan dan defans muskular (rigidity) menunjukkan adanya proses inflamasi yang
mengenai peritoneum parietale (nyeri somatik). Defans yang murni adalah proses refleks
otot akan dirasakan pada inspirasi dan ekspirasi berupa reaksi kontraksi otot terhadap
rangsangan tekanan17,19

Pada saat pemeriksaan penderita peritonitis, ditemukan nyeri tekan setempat. Otot
dinding perut menunjukkan defans muskular secara refleks untuk melindungi bagian yang
meradang dan menghindari gerakan atau tekanan setempat. 15,19

Perkusi : Nyeri ketok menunjukkan adanya iritasi pada peritoneum, adanya udara
bebas atau cairan bebas juga dapat ditentukan dengan perkusi melalui pemeriksaan pekak
hati dan shifting dullness. Pada pasien dengan peritonitis, pekak hepar akan menghilang,
dan perkusi abdomen hipertimpani karena adanya udara bebas tadi.21,22

36
Pada pasien dengan keluhan nyeri perut umumnya harus dilakukan pemeriksaan
15,21
colok dubur dan pemeriksaan vaginal untuk membantu penegakan diagnosis. Nyeri
yang difus pada lipatan peritoneum di kavum doglasi kurang memberikan informasi pada
peritonitis murni; nyeri pada satu sisi menunjukkan adanya kelainan di daeah panggul,
seperti apendisitis, abses, atau adneksitis. Nyeri pada semua arah menunjukkan general
peritonitis. Colok dubur dapat pula membedakan antara obstruksi usus dengan paralisis
usus, karena pada paralisis dijumpai ampula rekti yang melebar, sedangkan pada obstruksi
usus ampula biasanya kolaps. Pemeriksaan vagina menambah informasi untuk
kemungkinan kelainan pada alat kelamin dalam perempuan. 15,16

Auskultasi : Dilakukan untuk menilai apakah terjadi penurunan suara bising usus.
Pasien dengan peritonitis umum, bising usus akan melemah atau menghilang sama sekali,
hal ini disebabkan karena peritoneal yang lumpuh sehingga menyebabkan usus ikut
lumpuh/tidak bergerak (ileus paralitik). Sedangkan pada peritonitis lokal bising usus dapat
terdengar normal. 17,21

VII. Gambaran Radiologis

Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan


dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada peritonitis dilakukan foto polos
abdomen 3 posisi, yaitu : 19,22
1.Tiduran telentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi anteroposterior (AP).
2.Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar horizontal
proyeksi AP.
3.Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal, proyeksi
AP.
Gambaran radiologis pada peritonitis yaitu :terlihat kekaburan pada cavum
abdomen, preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan adanya udara bebas
subdiafragma atau intra peritoneal.16,22

37
Gambar 3 Foto BNO pada peritonitis.8
i. Pemeriksaan Laboratorium
1.Darah Lengkap, biasanya ditemukan leukositosis, hematocrit yang meningkat
2.BGA, menunjukan asidosis metabolic, dimana terdapat kadar karbondioksida yang
disebabkan oleh hiperventilasi.
3. Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak protein (lebih dari 3
gram/100 ml) dan banyak limfosit; basil tuberkel diidentifikasi dengan kultur. Biopsi
peritoneum per kutan atau secara laparoskopi memperlihatkan granuloma tuberkuloma
yang khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan didapat.16, 24

VIII. Differential Diagnosa


Diagnosis banding dari peritonitis adalah apendisitis, pankreatitis, gastroenteritis,
kolesistitis, salpingitis, kehamilan ektopik terganggu.18

IX. Penatalaksanaan

Konservatif
Prinsip umum pengobatan adalah mengistirahatkan saluran cerna dengan :23
- Memuasakan pasien
- Dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik atau intestinal
- Pengganti cairan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena
- Pemberian antibiotik yang sesuai
- Pembuangan fokus septik (apendiks) atau penyebab radang lainnya
1. Pemberian oksigen

38
Adalah vital untuk semua pasien dengan syok. Hipoksia dapat dimonitor oleh pulse
oximetri atau BGA.18
2. resusitasi cairan
Biasanya dengan kristaloid, volumenya berdasarkan derajat syok dan dehidrasi.
Penggantian elektrolit (biasanya potassium) biasanya dibutuhkan. Pasien harus
dikateterisasi untuk memonitor output urine tiap jam. Monitoring tekanan vena sentral dan
penggunaan inotropik sebaiknya digunakan pada pasien dengan sepsis atau pasien dengan
komorbid. Hipovolemi terjadi karena sejumlah besar cairan dan elektrolit bergerak dari
lumen usus ke dalam rongga peritoneal dan menurunkan caran ke dalam ruang vaskuler.18,23
3. analgetik
Digunakan analgetik opiat intravena dan mungkin dibutuhkan antiemetik.18
4. Antibiotik
Harus spektrum luas, yang mengenai baik aerob dan anaerob, diberikan intravena.
Cefalosporin generasi III dan metronidazole adalah strategi primer. Bagi pasien yang
mendapatkan peritonitis di RS (misalnya oleh karena kebocoran anastomose) atau yang
sedang mendapatkan perawatan intensif, dianjurkan terapi lini kedua diberikan meropenem
atau kombinasi dari piperacillin dan tazobactam. Terapi antifungal juga harus dipikirkan
untuk melindungi dari kemungkinan terpapar spesies Candida. 18,19
Definitif
Pembedahan
1. Laparotomi
Biasanya dilakukan insisi upper atau lower midline tergantung dari lokasi yang dikira.
Tujuannya untuk :22,24
- menghilangkan kausa peritonitis
- mengkontrol origin sepsis dengan membuang organ yang
mengalami inflamasi atau ischemic (atau penutupan viscus yang mengalami perforasi).
- Peritoneal lavage
Mengkontrol sumber primer dari sepsis adalah sangat penting. Re-laparotomi
mempunyai peran yang penting pada penanganan pasien dengan peritonitis sekunder,
dimana setelah laparotomi primer ber-efek memburuk atau timbul sepsis. Re-operasi dapat

39
dilakukan sesuai kebutuhan. Relaparotomi yang terencana biasanya dibuat dengan
membuka dinding abdomen dengan pisau bedah sintetik untuk mencegah eviserasi.
Bagaimanapun juga, penelitian menunjukkan bahwa five year survival rate di RS
dan jangka panjang, lebih tinggi pada relaparotomi sewaktu daripada relaparotomi yang
direncanakan. Pemeriksaan ditunjang dengan CT scan. Perlu diingat bahwa tidak semua
pasien sepsis dilakukan laparotomi, tetapi juga memerlukan ventilasi mekanikal,
antimikrobial, dan support organ. Mengatasi masalah dan kontrol pada sepsis saat operasi
adalah sangat penting karena sebagian besar operasi berakibat meningkatkan morbiditas
dan mortalitas
2. Laparoskopi
Teori bahwa resiko keganasan pada hiperkapnea dan syok septik dalam absorbsi
karbondioksida dan endotoksin melalui peritoneum yang mengalami inflamasi, belum
dapat dibuktikan. Tetapi, laparoskopi efektif pada penanganan appendicitis akut dan
perforasi ulkus duodenum. Laparoskopi dapat digunakan pada kasus perforasi kolon, tetapi
angka konversi ke laparotomi lebih besar. Syok dan ileus adalah kontraindikasi pada
laparoskopi.23
3. Drain
Efektif digunakan pada tempat yang terlokalisir, tetapi cepat melekat pada dinding
sehingga seringkali gagal untuk menjangkau rongga peritoneum. Ada banyak kejadian
yang memungkinkan penggunaan drain sebagai profilaksis setelah laparotomi.

X. Komplikasi

40
1. Syok Sepsis15,24
Pasien memerlukan penanganan intensif di ICU
2. Abses intraabdominal atau sepsis abdominal persisten. 24,25
Pada tanda-tanda sepsis (pireksia, leukositosis), pemeriksaan harus disertakan CT dengan
kontras luminal (khususnya apabila terdapat anastomosis in-situ). Re-laparotomi
diperlukan apabila terdapat peritonitis generalisata. Drainase perkutaneus dengan
antobiotik pilihan terbaik merupakan terapi pada tempat yang terlokalisir. Terapi antibiotik
disesuaikan dengan kultur yang diambil dari hasil drainase. Sepsis abdominal
mengakibatkan mortalitas sekitar 30-60%. Faktor yang mempengaruhi tingkat mortalitas
adalah :
- Usia
- Penyakit kronis
- Wanita
- Sepsis pada daerah upper gastrointestinal
- Kegagalan menyingkirkan sumber sepsis.
3. Adhesi
Dapat menyebabkan obstruksi intestinal atau volvulus.

XI. Prognosa
Prognosis untuk peritonitis lokal dan ringan adalah baik, sedangkan pada peritonitis
umum prognosisnya mematikan akibat organisme virulen.

XII. Kesimpulan
a. Peritonitis adalah peradangan peritoneum ( membran serosa yang melapisi rongga
abdomen dan menutupi visera abdomen ) merupakan penyulit berbahaya yang
dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Keadaan ini biasanya terjadi
akibat penyebaran infeksi dari organ abdomen, perforasi saluran cerna, atau dari
luka tembus abdomen.
b. Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan tanda
tanda rangsangan peritonium. Rangsangan peritonium menimbulkan nyeri tekan
dan defans muskular, pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di bawah

41
diafragma. Peristaltik usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan sementara
usus.15,16
c. Tuberkulosis peritonitis biasanya merupakan proses kelanjutan tuberkulosa
ditempat lain
d. Oleh karena itu gejala klinis yang bervariasi dan timbulnya perlahan-lahan sering
diagnosa terlambat baru diketahui.
e. Dengan pemeriksaan diagnostik, laboratorium dan pemeriksaan penunjang
lainnya dapat membantu menegakkan diagnosa
f. Dengan pemberian obat anti tuberkulosa yang adekuat biasanya pasien akan
sembuh.

TUBERKULOSIS

I. Pengertian

Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan oleh


Mycobakterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan
yang terinfeksi.Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman aerob yang dapat hidup
terutama di paru / berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial tinggi.Penyakit
tuberculosis ini biasanya menyerang paru tetapi dapat menyebar ke hampir seluruh bagian
tubuh termasuk meninges, ginjal, tulang, nodus limfe.Infeksi awal biasanya terjadi 2-10
minggu setelah pemajanan. Individu kemudian dapat mengalami penyakit aktif karena
gangguan atau ketidakefektifan respon imun.27

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman


TB(Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat
juga mengenai organ tubuh lainnya. Penyakit infeksi paru tersebut disebabkan oleh
Mikobakterium Tuberkulosis.27

Ada3 varianM. Tuberkulosis:26

1 Var. Humanus

2 Var. Bovinum

42
3 Var. Avium
Yang paling banyak ditemukan pada manusia adalah M. Tuberkulosis Humanus.

II.Gejala Penyakit Tbc

Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang
timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas
terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara
klinik.28

Gejala sistemik/umum:

Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah)


Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari
disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan
bersifat hilang timbul.
Penurunan nafsu makan dan berat badan
Perasaan tidak enak (malaise), lemah28
Gejala khusus:

Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatansebagian bronkus
(saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanankelenjar getah bening yang
membesar, akan menimbulkan suara mengi,suara nafas melemah yang disertai sesak.
Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan
keluhan sakit dada.
Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada
suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada
muara ini akan keluar cairan nanah.
Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut
sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya
penurunan kesadaran dan kejang-kejang.

43
Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi
kalaudiketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak
yangkontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif.
Pada anak usia 3 bulan 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa
dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaanserologi/darah.28

III. Penularan TB

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman


TB(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi
dapatjuga mengenai organ tubuh lainnya.26

Cara penularan

Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.


Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan
dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada
dalamwaktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar
matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam
dalam keadaan yang gelap dan lembab. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh
banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil
pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor yang memungkinkan seseorang
terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya
menghirup udara tersebut.28

Risiko penularan
Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB
paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar dari
pasien TB paru dengan BTA negatif. Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan
Annual Risk of TuberculosisInfection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko
terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara

44
1000 penduduk terinfeksi setiap tahun. ARTI di Indonesia bervariasi antara 1 3%. Infeksi
TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi positif.26

Risiko menjadi sakit TB


Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB. DenganARTI 1%,
diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 1000terinfeksi TB dan 10%
diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB setiap tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah
pasien TB BTA positif. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi
pasien TB adalah dayatahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan
malnutrisi (gizi buruk).HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi
TB menjadi sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh
seluler(Cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi oportunistik, seperti tuberkulosis,
makayang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan bisa mengakibatkan
kematian.Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan
meningkat,dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.26

IV. Patofisiologi

Pada tuberkulosis, basil tuberculosis menyebabkan suatu reaksi jaringan yang aneh
di dalam paru-paru meliputi : penyerbuan daerah terinfeksi oleh makrofag, pembentukan
dinding di sekitar lesi oleh jaringan fibrosa untuk membentuk apa yang disebut dengan
tuberkel. Banyaknya area fibrosis menyebabkan meningkatnya usaha otot pernafasan untuk
ventilasi paru dan oleh karena itu menurunkan kapasitas vital, berkurangnya luas total
permukaan membrane respirasi yang menyebabkan penurunan kapasitas difusi paru secara
progresif, dan rasio ventilasi-perfusi yang abnormal di dalam paru-paru dapat mengurangi
oksigenasi darah.26

45
V. Diagnosa

Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang
perludilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah:

* Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.

46
* Pemeriksaan fisik.

* Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).

* Pemeriksaan patologi anatomi (PA).

* Rontgen dada (thorax photo).

* Uji tuberkulin.28,29

VI. Diagnosis TB Paru

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau
lebih.Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah,
batukdarah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun,
malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,demam meriang lebih dari satu bulan.
Gejala gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti
bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain.Mengingat prevalensi TB
paru di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK dengan
gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorangtersangka (suspek) pasien TB, dan perlu
dilakukan pemeriksaan dahak secaramikroskopis langsung pada pasien remaja dan dewasa,
serta skoring pada pasienanak.29

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan


pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk diagnosis pada
semua suspek TB dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan
dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS):29

S (sewaktu):

Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat
pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari
kedua.

P (Pagi):

47
Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot
dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.

S (sewaktu):

Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.Diagnosis TB
Paru pada orang remaja dan dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA).

Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak


mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan
uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan
indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto
toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru,
sehingga sering terjadi overdiagnosis. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu
menunjukkan aktifitas penyakit. Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk
suspek TB paru pada lampiran.29

Indikasi Pemeriksaan Foto Toraks

Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksaan


dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi tertentu
pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut:

Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini
pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru BTA
positif. (lihat bagan alur di lampiran 2)
Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT(non fluoroquinolon).
Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan
penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa, efusi perikarditis
atau efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis berat (untuk
menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma).30
Diagnosis TB Ekstra Paru

48
Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada
Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe
superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada
spondilitis TB dan lain-lainnya.
Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan
berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan menyingkirkan
kemungkinan penyakit lain.
Ketepatan diagnosis bergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan
ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi,
foto toraks, dan lain-lain.30,31

Uji Tuberkulin

Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan yang paling bermanfaat untuk
menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis dan sering digunakan
dalam Screening TBC. Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin
adalah lebih dari 90%. Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif
uji tuberkulin positif 100%, umur 12 tahun 92%, 2 4 tahun 78%, 46 tahun 75%, dan
umur 612 tahun 51%. Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia
anak maka hasil uji tuberkulin semakin kurang spesifik.Ada beberapa cara melakukan uji
tuberkulin, namun sampai sekarang cara mantoux lebih sering digunakan. Lokasi
penyuntikan uji mantoux umumnya pada bagian atas lengan bawah kiri bagian depan,
disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan 4872 jam
setelah penyuntikan dan diukurdiameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi:30,31

1 Pembengkakan (Indurasi) : 04mm, uji mantoux negatif.Arti klinis : tidak ada


infeksi Mycobacterium tuberculosis.
2 Pembengkakan (Indurasi) : 59mm, uji mantoux meragukan.Hal ini bisa karena
kesalahan teknik, reaksi silang denganMycobacterium atypikal atau pasca vaksinasi
BCG.
3 Pembengkakan (Indurasi) : >= 10mm, uji mantoux positif.Arti klinis : sedang atau
pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.

49
Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosi

50
VII. Pengobatan Tuberkulosis30

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,


mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi
kuman terhadap OAT.

Prinsip pengobatan

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:31

OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah
cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT
tunggal (monoterapi) . Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT KDT) lebih
menguntungkan dan sangat dianjurkan.
Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung
(DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat
(PMO).
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Tahap awal (intensif)

- Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secaralangsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.

51
- Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya
pasienmenular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
- Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2
bulan.
Tahap Lanjutan

- Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangkawaktu yang lebih lama.
- Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan.

Paduan OAT yang digunakan di Indonesia

Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis


diIndonesia:31,31

- Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
- Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)

- Kategori Anak: 2HRZ/4HR


Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat
kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini disediakan
dalam bentuk OAT kombipak.
Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya
disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu
pasien.

Paket Kombipak.
Terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam satu paket, yaitu Isoniasid,
Rifampisin,Pirazinamid dan Etambutol. Paduan OAT ini disediakan program untuk
mengatasi pasienyang mengalami efek samping OAT KDT.Paduan OAT ini disediakan
dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin
kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai.Satu (1) paket untuk satu (1) pasien

52
dalam satu (1) masa pengobatan.KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan
TB:

1 Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas
obat danmengurangi efek samping.
2 Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya
resistensi obatganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep.
3 Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi
sederhanadan meningkatkan kepatuhan pasien.

Paduan OAT dan peruntukannya.

1. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:

Pasien baru TB paru BTA positif.


Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif.
Pasien TB ekstra paru.

2. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:29,30

Pasien kambuh.
Pasien gagal.
Pasien dengan pengobatan setelah default (terputus).

53
Catatan:

Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin adalah
500mg tanpa memperhatikan berat badan. Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB
dalam keadaan khusus.Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan
menambahkan aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).

3. OAT Sisipan (HRZE)

Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori
1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).29

Penggunaan OAT lapis kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya kanamisin)


dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru tanpa indikasi yang
jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT lapis pertama. Di
samping itu dapat juga meningkatkan terjadinya risiko resistensi pada OAT lapis kedua.

54
VIII. Pencegahan terhadap TB terdiri atas :

a Promotif
1 Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC
2 Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, cara
penularan, cara pencegahan, faktor resiko
3 Mensosialisasiklan BCG di masyarakat.
b Preventif
1 Vaksinasi BCG
2 Menggunakan isoniazid (INH)
3 Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab.
4 Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar dapat diketahui
secara dini.

DAFTAR PUSTAKA

55
1. Sutadi,Maryani.S. 2003. Tuberkulosis Peritoneal. Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu
Penyakit Dalam Universitas Sumatera Utara.
2. Lazarus, AA., Thilagar,B. 2007. Abdominal Tuberculosis. United States Government.
Dis Mon ;53:32-38.
3. Joseph, D.Boss.,et.al. 2012. TB Peritonitis Mistaken for Ovarian Carcinomatosis
Based on an Elevated CA-125. Case Reports in Medicine. Hindawi publishing
Corporation.
4. Vogel.,et.al. 2008. Tuberculous Peritonitis in a German patient with Primary Billiary
Cirrhosis. Journal of Medical Case Reports, 2:32. BioMed Central Ltd. Available at
http://www.jmedicalcasereports.com/content/2/1/32. Di unduh pada tanggal 6 juni
2012.
5. Chong, VH., Rajendran, N. 2005. Tuberculosis Peritonitis in Negara Brunai
Darussalam. Original Article. Annals Academy of Medicine Singapore ; 34 (9) p 548-
52.
6. Akin,Tarim.,et.al.2000. Diagnostic Tools For Tuberculous Peritonitis. The Turkish
Journal of Gastroenterology ; 11(2) p 162-65.
7. Chow,MK.,et.al 2001. Tuberculous Peritonitis-Associated Mortality is High among
Patients Waiting for the Results of Mycobacterial Cultures of Ascitic Fluid Sampels.
Oxford Journals of Clinical Infectious ; 35 (4) p 409-13. Available at
http://cid.oxfordjournals.org/content/35/4/409.full. Di unduh pada tanggal 6 juni 2012
8. Hu Leun-Ming.,et.al. 2009. Abdominal Tuberculosis : Analysis of Clinical Features
and Outcome of Adult Patients in Southern Taiwan. Journal of Medical Chang Gung ;
32 (5) p 509-15.
9. Akpolat,Tekin. 2009. Tuberculosis Peritonitis. Peritoneal Dyalisis International
Istanbul,Turkey ;29 (2) p 166-69.
10. Manaf,Abdul.,et.al. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia ; 2 (1) p. 13.
11. Anonym.2007. Tuberculosis : A Radiologic Review. Radiographics The Journal of
Continuing Medical Education in Radiology ; 27 (5) p.1255-73.Available at
http://radiographics.rsna.org/content/27/5/1255/F32.expansion.html. Di unduh pada
tanggal 6 juni 2012.
12. Anonym.2007.Greater and Lesser Omenta :Normal Anatomy and Pathologic
Processes. Radiographics The Journal of Continuing Medical Education in
Radiology ; 27 (3) p.3707-720.Available at

56
http://radiographics.rsna.org/content/27/3/707/F8.expansion.html. Di unduh pada
tanggal 6 juni 2012.
13. Anonym.2009. TB Peritonitis on Laparascopy. Naugatuck Valley Gastroenterology
Consultans. Available at
http://planetgi.com/worxcms_published/atlas_abnormal_gallery_page309.shtml. Di
unduh pada tanggal 6 juni 2012.
14. Adiatma YT.,et.al. IPDs CIM 1st Edition: Tuberkulosis. Pt Medinfocomm Indonesia.
Jakarta.
15. Wim de jong, Sjamsuhidayat.R. 2011 Buku ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta : EGC.
16. Schwartz, Shires, Spencer. 2000.Peritonitis dan Abses Intraabdomen dalam Intisari
Prinsip Prinsip Ilmu Bedah. Edisi 6. Jakarta : EGC. Hal 489 493
17. Schrock. T. R.. 2000.Peritonitis dan Massa abdominal dalam Ilmu Bedah, Ed.7, alih
bahasa dr. Petrus Lukmanto, EGC, Jakarta.
18. Arief M, Suprohaita, Wahyu.I.K, Wieiek S, 2000, Bedah Digestif, dalam Kapita
Selekta Kedokteran, Ed:3; Jilid: 2; p 302-321, Media Aesculapius FKUI, Jakarta.
19. Wim de jong, Sjamsuhidayat.R, 1997.Gawat Abdomen, dalam Buku ajar Ilmu Bedah;
221-239, EGC, Jakarta.
20. Price, Sylvia. 2005.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6.
Jakarta : EGC.
21. Philips Thorek, Surgical Diagnosis,Toronto University of Illnois College of
Medicine,third edition,1997, Toronto.
22. Rasad S, Kartoleksono S, Ekayuda I.1999.Abdomen Akut, dalam Radiologi
Diagnostik, Hal 256-257, Gaya Baru, Jakarta.
23. Rotstein. O. D., Simmins. R. L., 1997, Peritonitis dan Abses Intra-abdomen dalam
Terapi Bedah Mutakhir, Jilid 2, Ed.4, alih bahasa dr. Widjaja Kusuma, Binarupa
Aksara, Jakarta
24. Rosalyn Carson-De Witt MD, Peritonitis Health Article,
http://www.css/healthlinestyles.v1.01.css
25. Putz R & Pabst R. 2007. Atlas Anatomi Manusia:Sobotta, jilid.2.Jakarta :EGC
26. http://www.google.co.id/imgres?
q=peritoneum+anatomy&hl=en&biw=1024&bih=456&tbm=isch&tbnid=kVlqe7wt9F
-yUM:&imgrefurl=http://www.radiologyassistant.nl/en/p4a252c5303035/peritoneum-
and-mesentery-part-i-anatomy.html&docid=__fv5Xl60-
q7gM&imgurl=http://www.radiologyassistant.nl/data/bin/a5097979750a1d_overzicht.
jpg&w=500&h=503&ei=dgxHUZCqDY7zrQfbv4DQBw&zoom=1&sa=X&ved=0CH

57
AQhBwwCA&ved=1t:3588,r:8,s:0,i:112&iact=rc&dur=2450&page=1&tbnh=176&tb
nw=175&start=0&ndsp=10&tx=88&ty=117
27. Price. A,Wilson. L. M. Tuberkulosis Paru. Dalam: Patofisiologi Konsep KlinisProses-
Proses Penyakit, bab 4, Edisi VI. Jakarta: EGC, 2004 : 852-64.
28. Roebiono PS. Tuberkulosis Merupakan Penyakit Infeksi Yang Masih Merupakan
Masalah Dalam Masyarakat. 17 Juli 2009. Available from
http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-hiswani6.pdf
29. Djohan PA. Epidemiologi TBC di Indonesia. 22 Juli 2009. Available from
http://www.tbci ndonesia_Or_Id.htm l
30. Amin Z, Bahar S. Tuberkulosis paru. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I
,Simadibrata KM, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II, Edisi IV.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI , 2006: 998-1005,
1045-9.
31. NN. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. 27 Juli 2009. Available
fromhttp://www.tbindonesia.or.id/pdf/BPN_2007.pdf
32. Chandra P, Evelyn P. Tuberculosis. 22 Juli 2009. Available from h
ttp://www.en.wikipedia.org/wiki/Tuberculosis.

58

Anda mungkin juga menyukai