Anda di halaman 1dari 41

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN DENGAN TUBERCULOSIS PARU

A. Pengertian
Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan Mycobacterium
tuberculosis yang hampir seluruh organ tubuh dapat terserang olehnya,
tapi yang paling banyak adalah paru-paru (IPD, FK, UI).
Menurut Smeltzer (2001) Tuberkulasis (TB) adalah penyakit infeksius,
yang terutama menyerang parenkim paru. Tuberkulosis dapat pula
ditularkan ke bagian tubuh lainnya termasuk meningen, ginjal, tulang, dan
nodus limfe
Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium Tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi
( Mansjoer , 1999).

B. Etiologi
Etiologi Tuberculosis Paru adalah Mycobacterium Tuberculosis yang
berbentuk batang dan Tahan asam ( Price , 1997 )
Penyebab Tuberculosis adalah M. Tuberculosis bentuk batang panjang 1
4 /m
Dengan tebal 0,3 0,5 m. selain itu juga kuman lain yang memberi infeksi
yang sama yaitu M. Bovis, M. Kansasii, M. Intracellutare.
Penyebab Tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis. Kuman lain
yang dapat menyebabkan TBC adalah Mycobacterium Bovis dan M. Africanus
(www.tempointeraktif.com). Kuman Mycobacterium tuberculosis adalah
kuman berbentuk batang aerobic tahan asam yang tumbuh dengan lambat
dan sensitive terhadap panas dan sinar ultraviolet (Smeltzer, 2001:584)
Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang
membentuk kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap
gangguan kimia dan fisik. Kuman dapat tahan hidup dalam udara kering
maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari
es). Hal ini teradi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat
dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif
lagi (Bahar,1999:715).
Sifat lain kuman ini adalah aerob, sifat ini menunjukkan bahwa kuman
lebih menyenangi jaringan yang lebih tinggi kandungan oksigennya. Dalam
hal ini tekanan oksigen pada daerah apikal paru-paru lebih tinggi daripada
bagian lain, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat prediksi penyakit
tuberkulosis.
Kuman TBC menyebar melalui udara (batuk, tertawa, dan bersin) dan
melepaskan droplet. Sinar matahari langsung dapat mematikan kuman, akan
tetapi kuman dapat hidup beberapa jam dalam keadaan gelap
(www.tempointeraktif.com).

C. Tanda dan gejala


Gejala umum Tb paru adalah batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa
sputum , malaise , gejala flu , demam ringan , nyeri dada , batuk darah .
( Mansjoer , 1999)
Gejala lain yaitu kelelahan, anorexia, penurunan Berat badan ( Luckman
dkk, 93 )
Gejala dan tanda lain seperti tersebut di bawah ini :
1 Demam. Terjadi lebih dari sebulan, biasanya pada pagi hari.
2 Hilangnya nafsu makan dan penurunan berat badan.
3 Keringat malam hari tanpa kegiatan.
4 Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah berlanjut,
dimana infiltrasinya sudah setengah bagian paru.
5 Nyeri dada. Timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura
sehingga menimbulkan pleuritis. Gejala ii jarang ditemukan.
6 Kelelahan
7 Batuk darah atau dahak bercampur darah

D Patofisiologis
1 Tuberkulosis Primer
Tuberkulosis primer ialah penyakit TB yang timbul dalam lima
tahun pertama setelah terjadi infeksi basil TB untuk pertama kalinya
(infeksi primer) (STYBLO,1978 dikutip oleh Danusantoso,2000:102).
Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau
dibersinkan keluar menjadi droplet dalam udara. Partikel infeksi ini dapat
menetap dalam udara bebas selama 1- 2 jam. Dalam suasana lembab
dan gelap kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila
partikel infeksi ini dapat terhisap oleh orang sehat ia akan menempel
pada jalan napas atau paru-paru. Bila menetap di jarigan paru, akan
tumbuh dan berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Kuman yang
bersarang di jaringan paru-paru akan membentuk sarang tuberkulosa
pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer dan dapat
terjadi di semua bagian jaringan paru.
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening
menuju hilus (limfangitis lokal) dan juga diikuti pembesaran kelenjar
getah bening hilus (limfangitis regional) yang menyebabkan terjadinya
kompleks primer.
Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi :
a Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat.
b Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (kerusakan jaringan
paru).
c Berkomplikasi dan menyebar secara :
1 Per kontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya.
2 Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru
di sebelahnya. Dapat juga kuman tertelan bersama sputum dan
ludah sehingga menyebar ke usus.
3 Secara linfogen, ke organ tubuh lainnya.
4 Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya (Bahar, 1999:716)
2 Tuberkulosis Post-Primer (Sekunder)
Adalah kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan
muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi
tuberkulosis dewasa (tuberkulosis post-primer). Hal ini dipengaruhi
penurunan daya tahan tubuh atau status gizi yang buruk. Tuberkulosis
pasca primer ditandai dengan adanya kerusakan paru yang luas dengan
terjadinya kavitas atau efusi pleura. Tuberkulosis post-primer ini dimulai
dengan sarang dini di regio atas paru-paru. Sarang dini ini awalnya juga
berbentuk sarang pneumonia kecil. Tergantung dari jenis kuman,
virulensinya dan imunitas penderita, sarang dini ini dapat menjadi :
a Diresorbsi kembali tanpa menimbulkan cacat
b Sarang mula-mula meluas, tapi segera menyembuh dengan
sembuhan jaringan fibrosis
c Sarang dini yang meluas dimana granuloma berkembang
Faktor tosik Terpapar penderita
Lingkungan
TBC yang buruk
Social ekonomi rendah Gizi buruk
Daya tahan tubuh rendah
menghancurkan
(rokok, alcohol)
jaringan sekitarnya dan bagian tengahnya
mengalami nekrosis dan menjadi lembek membentuk jaringan keju
d Bila tidak mendapat pengobatan yang tepat penyakit ini dapat
Mycobacterium Tuberculosis aktif menjadi kuman patogen
berkembang biak dan merusak jaringan paru lain atau menyebar ke
organ tubuh lain (Bahar, 1999:716)

panas Infeksi paru-paru (tuberculosis paru) Menghasilkan sekret

Tidak bisa batuk efektif

Kurang pengetahuan tentang perawatan dan penularan TBC


Pembentukan tuberkel oleh makrofag
(sarang primer) Penumpukan secret >>

Sarang primer + limfangitis local + limfadenitis regional


Inefektif bersihan jalan nafas
Resti penularan TBC

Kompleks primer

Sembuh total
Sembuh dengan sarang gohn Penyebaran ke organ lain

PATHWAYS TUBERKULOSIS
pleura jantung tulang otak Saluran pencernaan
Infeksi endogen oleh kuman dormant

pleuritis perikarditis TB tulang meningitis lambung

Infeksi post primer Nyeri pada tulang TIK HCL

Diresorbsi kembali/sembuh
Sarang meluas
Sembuh dengan jaringan fibrotik Nyeri kepala
Mual, muntah, anorexia

Membentuk kavitas

Ganggaun rasa nyaman


Memadat
Menembus pleura dan membungkus diri (tuberkuloma)
(efusi pleura) Bersih & sembuh Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan

Anerisma arteri pulmonalis


Mengganggu perfusi dan difusi O2

Hemaptoe
Suplai O2

Perdarahan >>

Sesak nafas hipoksia


Resiko syok hipovolemik

Gangguan pertukaran gas Kelelahan

Intoleransi aktivitas
E Klasifikasi
1. Klasifikasi Kesehatan Masyarakat (American Thoracic Society, 1974)
Kategori 0 = - Tidak pernah terpapar / terinfeksi
Riwayat kontak negatif
- Tes tuberculin
Kategori I = - Terpapar TB tapi tidak terbukti ada infeksi
Riwayat / kontak negatif
Tes tuberkulin negative
Kategori II = - Terinfeksi TB tapi tidak sakit
- Tes tuberkulin positif
- Radiologis dan sputum negative
Kategori III = - Terinfeksi dan sputum sakit
Di Indonesia Klasifikasi yang dipakai berdasarkan DEPKES 2000 adalah
Kategori 1 :
Paduan obat 2HRZE/4H3R3 atau 2HRZE/4HR atau 2HRZE/6HE. Obat
tersebut diberikan pada penderita baru Y+TB Paru BTA Positif,
penderita TB Paru BTA Negatif Roentgen Positif yang sakit berat dan
Penderita TB ekstra Paru Berat.
Kategori II :
paduan obat 2HRZES/HRZE/5H3R3E3. Obat ini diberikan untuk :
penderita kambuh (relaps), pendrita gagal (failure) dan penderita
dengan pengobatan setelah lalai ( after default)
Kategori III :
paduan obat 2HRZ/4H3R3. Obat ini diberikan untuk penderita BTA
negatif fan roentgen positif sakit ringan, penderita ekstra paru ringan
yaitu TB Kelenjar Limfe (limfadenitis), pleuritis eksudativa uiteral, TB
Kulit, TB tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.
Adapun tambahan dari pengobatan pasien TB obat sisipan yaitu
diberikan bila pada akhir tahab intensif dari suatu pengobatan dengan
kategori 1 atua 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan
obat sisipan ( HRZE ) setiap hari selama satu bulan.

F Pemeriksaan Penunjang
1. Darah : - Leokosit sedikit meninggi
- LED meningkat
2. Sputum : BTA. Pada BTA (+) ditermukan sekurang-kurangnya 3 batang
kuman pada satu sediaan dengna kata lain 5.000 kuman dalam 1 ml
sputum.
3. Test Tuberkulin : Mantoux Tes (PPD)
4. Roentgen : Foto PA
5. Medikamentosa
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN TB PARU

A. Pengkajian
Data Yang dikaji
1 Aktifitas/istirahat
Kelelahan
Nafas pendek karena kerja
Kesultan tidur pada malam hari, menggigil atau berkeringat
Mimpi buruk
Takhikardi, takipnea/dispnea pada kerja
Kelelahan otot, nyeri , dan sesak
2 Integritas Ego
Adanya / factor stress yang lama
Masalah keuangan, rumah
Perasaan tidak berdaya / tak ada harapan
Menyangkal
Ansetas, ketakutan, mudah terangsang
2 Makanan / Cairan
Kehilangan nafsu makan
Tak dapat mencerna
Penurunan berat badan
Turgor kult buruk, kering/kulit bersisik
Kehilangan otot/hilang lemak sub kutan
3 Kenyamanan
Nyeri dada
Berhati-hati pada daerah yang sakit
Gelisah
4 Pernafasan
Nafas Pendek
Batuk
Peningkatan frekuensi pernafasan
Pengembangn pernafasan tak simetris
Perkusi pekak dan penuruna fremitus
Defiasi trakeal
Bunyi nafas menurun/tak ada secara bilateral atau unilateral
Karakteristik : Hijau /kurulen, Kuning atua bercak darah
5 Keamanan
Adanya kondisi penekanan imun
Test HIV Positif
Demam atau sakit panas akut
6 Interaksi Sosial
Perasaan Isolasi atau penolakan
Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab
7 Pemeriksaan Diagnostik
Kultur Sputum
Zeihl-Neelsen
Tes Kulit
Foto Thorak
Histologi
Biopsi jarum pada jaringan paru
Elektrosit
GDA
Pemeriksaan fungsi Paru

B. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan


1 Resiko tinggi infeksi ( penyebaran / aktivasi ulang ) B.d
Pertahanan primer tak adekuat , penurunan kerja silia
- Kerusakan jaringan
- Penurunan ketahanan
- Malnutrisi
- Terpapar lngkungan
- Kurang pengetahuan untuk menghindari pemaparan patogen
Kriteria hasil :- Pasien menyatakan pemahaman penyebab / faktor resiko
individu
- mengidentifkasi untuk mencegah / menurunkan resiko
infeksi
- Menunjukkan teknik , perubahan pola hidup untuk
peningkatan lingkungan yang aman

Intervensi :
1 Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi
2 Identifikasi orang lain yang beresiko
3 Anjurkan pasien untuk batuk /bersin dan mengeluarkan pada
tissue dan menghindari meludah
4 Kaji tindakan kontrol infeksi sementara
5 Awasi suhu sesuai indikasi
6 Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengaktifan berulang
7 Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat
8 Kaji pentingnya mengikuti dan kultur ulang secara perodik
terhadap sputum
9 Dorong memilih makanan seimbang
10 Kolaborasi pemberian antibiotik
11 Laporkan ke departemen kesehatan lokal

2 Bersihan jalan nafas tak efektif B.d


adanya secret
Kelemahan , upaya batuk buruk
Edema tracheal
Kriteria Evaluasi : Pasien menunjukkan perbaikan ventilasi dan
oksigenasi jaringan adekuat
Intervensi :
1 Kaji fungsi pernafasan , kecepatan , irama , dan kedalaman serta
penggunaan otot asesoris
2 Catat kemampuan unttuk mengeluarkan mukosa / batuk efekttif
3 Beri posisi semi/fowler
4 Bersihkan sekret dari mulut dan trakhea
5 Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml per hari
6 Kolaboras pemberian oksigen dan obat obatan sesuai dengan
indikasi

3 Resiko tinggi / gangguan pertukaran gas B.d


Penurunan permukaan efektif paru , atelektasis
Kerusakan membran alveolar kapiler
Sekret kental , tebal
Edema bronchial
Kriteria Evaluasi : Pasien menunjukkan perbaikan venilasi dan
oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam
rentang normal dan bebas gejala distress pernapasan
Intervensi :
1 Kaji Dipsnea,Takhipnea, menurunnya bunyi nafas ,peningkatan
upaya pernafasan , terbatasnya ekspansi dinding dada , dan
kelemahan
2 Evaluasi perubahan tingkat kesadaran , catat sianosis dan atau
perubahan pada warna kulit
3 Anjurkan bernafas bibr selama ekshalasi
4 Tingkatkan tirah baring / batasi aktivitas dan atau Bantu aktivitas
perawatan diri sesuai kebutuhan
5 Kolaborasi oksigen

4 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan B.d


Kelemahan
Sering batuk / produksi sputum
Anorexia
Ketidakcukupan sumber keuangan
Kriteria hasil : Menunjukkan peningkatan BB, menunjukkan perubahan
perilaku / pola hidup untuk meningkatkan /
mempertahankan BB yang tepat
Intervensi :
1 Catat status nutrisi pasien pada penerimaan , catat turgor kulit ,
BB, Integrtas mukosa oral , kemampuan menelan , riwayat mual /
muntah atau diare
2 Pastikan pola diet biasa pasien
3 Awasi masukan dan pengeluaran dan BB secara periodik
4. Selidiki anorexia , mual , muntah dan catat kemungkinan
hhubungan dengan obat
5 Dorong dan berikan periode stirahat sering.
6 Berikan perwatan mulut sebelum dan sesudah tindakan
pernafasan.
7 Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein
dan karbohodrat.
8 Dorong orang terdekat untuk membawa makanan dari rumah.
9 Kolaborasi ahli diet untuk menentukan komposisi diet.
10 Konsul dengan terapi pernafasan untuk jadual pengobatan 1-2 jam
sebelum dan sesudah makan.
11 Awasi pemeriksaan laboratorium
12 Kolaborasi antipiretik

Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan tindakan, dan pencegahan


Berhubungan dengan :
Keterbatasan kognitif
Tak akurat/lengkap informasi yang ada salah interpretasi informasi

Kriteria hasil : Menyatakan pemahaman kondisi / proses penyakit dan


pengobatan serta melakukan perubahan pola hidupdan
berpartispasi dalam program pengobatan
Intervensi :
1 Kaji kemampuan psen untuk belajar
2 Identifikasi gejala yang harus dilaporkan ke perawat
3 Tekankan pentingnya mempertahankan proten tinggi dan det
karbohidrat dan pemasukan cairan adekuat.
4 Berikan interuksi dan informasi tertuls khusus pada pasien untuk
rujukan.
5 Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan
dan alasan pengobatan lama.
6 Kaji potensial efek samping pengobatan dan pemecahan masalah
7 Tekankan kebutuhan untuk tidak minum alcohol sementara minum
INH
8 Rujuk untuk pemeriksaan mata setelah memula dan kemudian tiap
bulan selama minum etambutol
9 Dorongan pasien/ atau orang terdekat untuk menyatakan takut /
masalah. Jawab pertanyaan dengan benar.
10 Dorong untuk tidak merokok
11 Kaji bagaimana TB ditularkan dan bahaya reaktivasi

DAFTAR PUSTAKA ( REFERENSI )


Doengoes Marilynn E ,Rencana Asuhan Keperawatan ,EGC, Jakarta , 2000.
Lynda Juall Carpenito, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan , edisi
2 , EGC, Jakarta ,1999.
Mansjoer dkk , Kapita Selekta Kedokteran ,edisi 3 , FK UI , Jakarta 1999.
Price,Sylvia Anderson , Patofisologi : Konsep Klinis Proses Proses penyakit ,
alih bahasa Peter Anugrah, edisi 4 , Jakarta , EGC, 1999.
Tucker dkk, Standart Perawatan Pasien , EGC, Jakarta , 1998.

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN HIPERTENSI

A PENGERTIAN
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada
populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg
dan tekanan diastolik 90 mmHg. (Smeltzer,2001)
Hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya
di atas 140 mmHg dan tekanan diastolic di atas 90 mmHg. Pada populasi
manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan
tekanan diastolic 90 mmHg. (Bruner dan Suddarth, 2002: 896)
B KLASIFIKASI
Secara klinis derajat hipertensi dapat dikelompokkan sesuai dengan
rekomendasi dari The Sixth Report of The Join National Committee,
Prevention, Detection and Treatment of High Blood Pressure (JNC VI,
1997) sebagai berikut :

Kategori Sistolik(mmHg) Diastolik(mmHg)


Optimal <120 <80
Normal 120 129 80 84
High Normal 130 139 85 89
Hipertensi
Grade 1 (ringan) 140 159 90 99
Grade 2 (sedang) 160 179 100 109
Grade 3 (berat) 180 209 100 119
Grade 4 (sangat berat) >210 >120

Klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan


menjadi 2 golongan besar yaitu :
a. Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak
diketahui penyebabnya
b. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit
lain.

C ETIOLOGI
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya
perubahan perubahan pada :
a. Elastisitas dinding aorta menurun
b. Katub jantung menebal dan menjadi kaku
c. Kemampuan jantung memompa darah menurun
1% setiap ta,hun sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung
memompa darah menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan
volumenya.
d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah
Hal ini terjadi karenakurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk
oksigenasi
e. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer

Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti


penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan beberapa faktor yang
sering menyebabkan terjadinya hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai
berikut :
a. Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki
kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang
tuanya adalah penderita hipertensi
b. Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah:
Umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat )
Jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan )
Ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih )
c. Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi
adalah :
Konsumsi garam yang tinggi ( melebihi dari 30 gr )
Kegemukan atau makan berlebihan
Stress
Merokok
Minum alkohol
Minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin )
Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah :
a. Ginjal
Glomerulonefritis
Pielonefritis
Nekrosis tubular akut
Tumor
b. Vascular
Aterosklerosis
Hiperplasia
Trombosis
Aneurisma
Emboli kolestrol
Vaskulitis
c. Kelainan endokrin
DM
Hipertiroidisme
Hipotiroidisme
d. Saraf
Stroke
Ensepalitis
SGB
e. Obat obatan
Kontrasepsi oral
Kortikosteroid

D TANDA DANGEJALA
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :
a. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan
peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter
yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah
terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
b. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi
meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini
merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang
mencari pertolongan medis.

Menurut Rokhaeni ( 2001 ), manifestasi klinis beberapa pasien yang


menderita hipertensi yaitu :
a. Mengeluh sakit kepala, pusing
b. Lemas, kelelahan
c. Sesak nafas
d. Gelisah
e. Mual
f. Muntah
g. Epistaksis
h. Kesadaran menurun

E PATOFISIOLOGI / PATHWAY
Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakkan
gejala samapai bertahun-tahun. Gejala, bila ada biasanya menunjukkan
kerusakan vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai system organ
yang divaskularisasi oleh pembuluh darah yang bersangkutan. penyakit
arteri koroner dengan angina adalah gejala yang paling menyertai
hipertensi. Hipertofi ventrikel kiri terjadi sebagai respons peningkatan
beban kerja ventrikel saat dipaksa berkontraksi melawan tekanan sistemik
yang meningkat. Apabila jantung tidak mampu lagi menahan peningkatan
beban kerja maka terjadi gagal jantung kiri. Perubahan patologis pada ginjal
dapat bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urinasi pada malam
hari) dan azotemia (peningkatan nitrogen urea darah dan kretinin).
Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau
serangan iskemik trasien yang termanifestasi sebagai paralysis sementara
pada satu sisi (hemiplegia) atau gangguan ketajaman penglihatan.
Pathways

Umur, Jenis kelamin, Gaya hidup, Obesitas

HIPERTENSI

Otak Ginjal Retina Pemblh darah

Vasokonstriksi Spasmus Sistemik


Resistensi Suplai O2 otak
arteriole
pemblh. Darah
pemb. drh otak Vasokontriksi

Kesadaran ginjal
Diplopia
afterload

Tek. pemblh drh Koroner jantung


COP
otak Resiko Blood flow
injuri infark miokard
Resiko
Respon KAA
injuri
Gx. rasa Intoleransi
CVA Vasokonstriksi aktivitas
nyaman ; Nyeri dada

nyeri
Rangsang
aldosteron

Gx. Keseimbangan

cairan
F PEMERIKSAAN PENUNJANG
1 Hemoglobin / hematokrit
Untuk mengkaji hubungan dari sel sel terhadap volume cairan
( viskositas ) dan dapat mengindikasikan factor factor resiko seperti
hiperkoagulabilitas, anemia.
2 BUN : memberikan informasi tentang perfusi ginjal
3 Glukosa
Hiperglikemi ( diabetes mellitus adalah pencetus hipertensi ) dapat
diakibatkan oleh peningkatan katekolamin ( meningkatkan hipertensi )
4 Kalium serum
Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama
( penyebab ) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
5 Kalsium serum
Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi
Kolesterol dan trigliserid serum
Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk / adanya
pembentukan plak ateromatosa ( efek kardiovaskuler )
Pemeriksaan tiroid
Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi
Kadar aldosteron urin/serum
Untuk mengkaji aldosteronisme primer ( penyebab )
Urinalisa
Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau adanya
diabetes.
Asam urat
Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi
Steroid urin
Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme
IVP
Dapat mengidentifikasi penyebab hieprtensiseperti penyakit parenkim
ginjal, batu ginjal / ureter
Foto dada
Menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran jantung
CT scan
Untuk mengkaji tumor serebral, ensefalopati
EKG
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan
konduksi, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit
jantung hipertensi

G. PENATALAKSANAAN
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan
mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan
pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.
Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :
a. Terapi tanpa Obat
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan
dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi
tanpa obat ini meliputi :
1. Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr
Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
Penurunan berat badan
Penurunan asupan etanol
Menghentikan merokok
2. Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang
dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah olah raga yang
mempunyai empat prinsip yaitu :
Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging,
bersepeda, berenang dan lain-lain
Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas
aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal yang disebut
zona latihan.
Lamanya latihan berkisar antara 20 25 menit berada dalam
zona latihan
Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x
perminggu
3. Edukasi Psikologis
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi :
Tehnik Biofeedback
Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk menunjukkan
pada subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh yang secara
sadar oleh subyek dianggap tidak normal.
Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi
gangguan somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga untuk
gangguan psikologis seperti kecemasan dan ketegangan.
Tehnik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk
mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih
penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh
menjadi rileks
4. Pendidikan Kesehatan ( Penyuluhan )
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan
pasien tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga
pasien dapat mempertahankan hidupnya dan mencegah komplikasi
lebih lanjut.

b. Terapi dengan Obat


Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah
saja tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat
hipertensi agar penderita dapat bertambah kuat. Pengobatan
hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup penderita.
Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli
Hipertensi ( JOINT NATIONAL COMMITTEE ON DETECTION, EVALUATION
AND TREATMENT OF HIGH BLOOD PRESSURE, USA, 1988 )
menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta, antagonis
kalsium, atau penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat tunggal
pertama dengan memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain
yang ada pada penderita.
Pengobatannya meliputi :
Step 1
Obat pilihan pertama : diuretika, beta blocker, Ca antagonis, ACE
inhibitor
Step 2
Alternatif yang bisa diberikan :
- Dosis obat pertama dinaikkan
- Diganti jenis lain dari obat pilihan pertama
- Ditambah obat ke 2 jenis lain, dapat berupa diuretika , beta
blocker, Ca antagonis, Alpa blocker, clonidin, reserphin,
vasodilator
Step 3 : Alternatif yang bisa ditempuh
- Obat ke-2 diganti
- Ditambah obat ke-3 jenis lain
Step 4 : Alternatif pemberian obatnya
- Ditambah obat ke-3 dan ke-4
- Re-evaluasi dan konsultasi
c. Follow Up untuk mempertahankan terapi
Untuk mempertahankan terapi jangka panjang memerlukan interaksi
dan komunikasi yang baik antara pasien dan petugas kesehatan
( perawat, dokter ) dengan cara pemberian pendidikan kesehatan.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam interaksi pasien dengan
petugas kesehatan adalah sebagai berikut :
1. Setiap kali penderita periksa, penderita diberitahu hasil
pengukuran tekanan darahnya
2. Bicarakan dengan penderita tujuan yang hendak dicapai
mengenai tekanan darahnya
3. Diskusikan dengan penderita bahwa hipertensi tidak dapat
sembuh, namun bisa dikendalikan untuk dapat menurunkan
morbiditas dan mortilitas
4. Yakinkan penderita bahwa penderita tidak dapat mengatakan
tingginya tekanan darah atas dasar apa yang dirasakannya,
tekanan darah hanya dapat diketahui dengan mengukur
memakai alat tensimeter
5. Penderita tidak boleh menghentikan obat tanpa didiskusikan
lebih dahulu
6. Sedapat mungkin tindakan terapi dimasukkan dalam cara hidup
penderita
7. Ikutsertakan keluarga penderita dalam proses terapi
8. Pada penderita tertentu mungkin menguntungkan bila penderita
atau keluarga dapat mengukur tekanan darahnya di rumah
9. Buatlah sesederhana mungkin pemakaian obat anti hipertensi
misal 1 x sehari atau 2 x sehari
10.Diskusikan dengan penderita tentang obat-obat anti hipertensi,
efek samping dan masalah-masalah yang mungkin terjadi
11.Yakinkan penderita kemungkinan perlunya memodifikasi dosis
atau mengganti obat untuk mencapai efek samping minimal dan
efektifitas maksimal
12.Usahakan biaya terapi seminimal mungkin
13.Untuk penderita yang kurang patuh, usahakan kunjungan lebih
sering
14.Hubungi segera penderita, bila tidak datang pada waktu yang
ditentukan.
Melihat pentingnya kepatuhan pasien dalam pengobatan maka sangat
diperlukan sekali pengetahuan dan sikap pasien tentang pemahaman
dan pelaksanaan pengobatan hipertensi.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTENSI

A PENGKAJIAN
a. Aktivitas / istirahat
Gejala :
Kelemahan
Letih
Napas pendek
Gaya hidup monoton

Tanda :
Frekuensi jantung meningkat
Perubahan irama jantung
Takipnea
b. Sirkulasi
Gejala: Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner /
katup, penyakit serebrovaskuler
Tanda :
Kenaikan TD
Nadi : denyutan jelas
Frekuensi / irama : takikardia, berbagai disritmia
Bunyi jantung : murmur
Distensi vena jugularis
Ekstermitas
Perubahan warna kulit, suhu dingin( vasokontriksi perifer ),
pengisian kapiler mungkin lambat
c. Integritas Ego
Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria,
marah, faktor stress multiple ( hubungsn, keuangan,
pekerjaan )
Tanda :
Letupan suasana hati
Gelisah
Penyempitan kontinue perhatian
Tangisan yang meledak
otot muka tegang ( khususnya sekitar mata )
Peningkatan pola bicara
d. Eliminasi
Gejala: Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu ( infeksi, obstruksi,
riwayat penyakit ginjal )
e. Makanan / Cairan
Gejala :
Makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi
garam, lemak dan kolesterol
Mual
Muntah
Riwayat penggunaan diuretik
Tanda :
BB normal atau obesitas
Edema
Kongesti vena
Peningkatan JVP
glikosuria
f. Neurosensori
Gejala :
Keluhan pusing / pening, sakit kepala
Episode kebas
Kelemahan pada satu sisi tubuh
Gangguan penglihatan ( penglihatan kabur, diplopia )
Episode epistaksis
Tanda :
Perubahan orientasi, pola nafas, isi bicara, afek, proses pikir atau
memori ( ingatan )
Respon motorik : penurunan kekuatan genggaman
Perubahan retinal optik
g. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala :
nyeri hilang timbul pada tungkai
sakit kepala oksipital berat
nyeri abdomen
h. Pernapasan
Gejala :
Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas
Takipnea
Ortopnea
Dispnea nocturnal proksimal
Batuk dengan atau tanpa sputum
Riwayat merokok
Tanda :
Distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan
Bunyi napas tambahan ( krekles, mengi )
Sianosis
i. Keamanan
Gejala : Gangguan koordinasi, cara jalan
Tanda : Episode parestesia unilateral transien
j. Pembelajaran / Penyuluhan
Gejala :
Factor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis, penyakit
jantung, DM , penyakit serebrovaskuler, ginjal
Faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormon lain
Penggunaan obat / alkohol

B DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload,
vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular
Tujuan :
Tidak terjadi penurunan curah jantung setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam.
Kriteria hasil :
Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan TD
Mempertahankan TD dalam rentang yang dapat diterima
Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil
Intervensi :
1 Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik
yang tepat
2 Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer
3 Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas
4 Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler
5 Catat edema umum
6 Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas, batasi jumlah
pengunjung.
7 Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditempat
tidur/kursi
8 Bantu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan
9 Lakukan tindakan yang nyaman spt pijatan punggung dan leher,
meninggikan kepala tempat tidur.
10 Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan
11 Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah
12 Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi
13 Kolaborasi untuk pemberian obat-obatan sesuai indikasi
Diuretik Tiazid misalnya klorotiazid ( Diuril ), hidroklorotiazid
( esidrix, hidrodiuril ), bendroflumentiazid ( Naturetin )
Diuretic Loop misalnya Furosemid ( Lasix ), asam etakrinic
( Edecrin ), Bumetanic ( Burmex )
Diuretik hemat kalium misalnay spironolakton ( aldactone ),
triamterene ( Dyrenium ), amilioride ( midamor )
Inhibitor simpatis misalnya propanolol ( inderal ), metoprolol
( lopressor ), Atenolol ( tenormin ), nadolol ( Corgard ),
metildopa ( aldomet ), reserpine ( Serpasil ), klonidin ( catapres
)
Vasodilator misalnya minoksidil ( loniten ), hidralasin ( apresolin
), bloker saluran kalsium ( nivedipin, verapamil )
Anti adrenergik misalnya minipres, tetazosin ( hytrin )
Bloker nuron adrenergik misalnya guanadrel ( hyloree ),
quanetidin ( Ismelin ), reserpin ( Serpasil )
Inhibitor adrenergik yang bekerja secara sentral misalnya
klonidin ( catapres ), guanabenz ( wytension ), metildopa
( aldomet )
Vasodilator kerja langsung misalnya hidralazin ( apresolin ),
minoksidil, loniten
Vasodilator oral yang bekerja secara langsung misalnya
diazoksid ( hyperstat ), nitroprusid ( nipride, nitropess )
Bloker ganglion misalnya guanetidin ( ismelin ), trimetapan
( arfonad ), ACE inhibitor ( captopril, captoten )

2. Nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler


serebral
Tujuan :
Nyeri atau sakit kepala hilang atau berkurang setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24 jam
Kriteria hasil :
Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala
Pasien tampak nyaman
TTV dalam batas normal
Intervensi :
a. Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit penerangan
b. Minimalkan gangguan lingkungan dan rangsangan
c. Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan
d. Hindari merokok atau menggunkan penggunaan nikotin
e. Beri tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala
seperti kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher, posisi
nyaman, tehnik relaksasi, bimbingan imajinasi dan distraksi
f. Hilangkan / minimalkan vasokonstriksi yang dapat meningkatkan sakit
kepala misalnya mengejan saat BAB, batuk panjang, membungkuk
g. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi : analgesik, antiansietas
(lorazepam, ativan, diazepam, valium )

3. Resiko perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan


dengan adanya tahanan pembuluh darah
Tujuan :
Tidak terjadi perubahan perfusi jaringan : serebral, ginjal, jantung setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam
Kriteria hasil :
Pasien mendemonstrasikan perfusi jaringan yang membaik seperti
ditunjukkan dengan : TD dalam batas yang dapat diterima, tidak
ada keluhan sakit kepala, pusing, nilai-nilai laboratorium dalam
batas normal.
Haluaran urin 30 ml/ menit
Tanda-tanda vital stabil
Intervensi :
a. Pertahankan tirah baring
b. Tinggikan kepala tempat tidur
c. Kaji tekanan darah saat masuk pada kedua lengan; tidur, duduk
dengan pemantau tekanan arteri jika tersedia
d. Ambulasi sesuai kemampuan; hindari kelelahan
e. Amati adanya hipotensi mendadak
f. Ukur masukan dan pengeluaran
g. Pertahankan cairan dan obat-obatan sesuai program
h. Pantau elektrolit, BUN, kreatinin sesuai program

4. Intoleransi aktifitas berhubungan penurunan cardiac output


Tujuan :
Tidak terjadi intoleransi aktifitas setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 2 x 24 jam
Kriteria hasil :
Meningkatkan energi untuk melakukan aktifitas sehari hari
Menunjukkan penurunan gejala gejala intoleransi aktifitas
Intervensi :
a. Berikan dorongan untuk aktifitas / perawatan diri bertahap jika
dapat ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan
b. Instruksikan pasien tentang penghematan energi
c. Kaji respon pasien terhadap aktifitas
d. Monitor adanya diaforesis, pusing
e. Observasi TTV tiap 4 jam
f. Berikan jarak waktu pengobatan dan prosedur untuk
memungkinkan waktu istirahat yang tidak terganggu, berikan
waktu istirahat sepanjang siang atau sore
5. Gangguan pola tidur berhubungan adanya nyeri kepala
Tujuan :
Tidak terjadi gangguan pola tidur setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24 jam
Kriteria hasil :
Mampu menciptakan pola tidur yang adekuat 6 8 jam per hari
Tampak dapat istirahat dengan cukup
TTV dalam batas normal
Intervensi :
a. Ciptakan suasana lingkungan yang tenang dan nyaman
b. Beri kesempatan klien untuk istirahat / tidur
c. Evaluasi tingkat stress
d. Monitor keluhan nyeri kepala
e. Lengkapi jadwal tidur secara teratur
f. Berikan makanan kecil sore hari dan / susu hangat
g. Lakukan masase punggung
h. Putarkan musik yang lembut
i. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi

6. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan adanya kelemahan fisik.


Tujuan :
Perawatan diri klien terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 1 x 24 jam

Kriteria hasil :
Mampu melakukan aktifitas perawatan diri sesuai kemampuan
Dapat mendemonstrasikan tehnik untuk memenuhi kebutuhan
perawatan diri
Intervensi :
b. Kaji kemampuan klien untuk melakukan kebutuhan perawatan diri
c. Beri pasien waktu untuk mengerjakan tugas
d. Bantu pasien untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri
e. Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukan
klien / atas keberhasilannya

7. Kecemasan berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya


hipertensi yang diderita klien
Tujuan:
Kecemasan hilang atau berkurang setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1 x 24 jam
Kriteria hasil :
Klien mengatakan sudah tidak cemas lagi / cemas berkurang
Ekspresi wajah rilek
TTV dalam batas normal
Intervensi :
a. Kaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi perilaku
misalnya kemampuan menyatakan perasaan dan perhatian,
keinginan berpartisipasi dalam rencana pengobatan
b. Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan, kerusakan
konsentrasi, peka rangsang, penurunan toleransi sakit kepala,
ketidakmampuan untuk menyelesaikan masalah
c. Bantu klien untuk mengidentifikasi stressor spesifik dan
kemungkinan strategi untuk mengatasinya
d. Libatkan pasien dalam perencanaan perawatan dan beri dorongan
partisipasi maksimum dalam rencana pengobatan
e. Dorong pasien untuk mengevaluasi prioritas atau tujuan hidup
f. Kaji tingkat kecemasan klien baik secara verbal maupun non verbal
g. Observasi TTV tiap 4 jam
h. Dengarkan dan beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan
perasaanya
i. Berikan support mental pada klien
j. Anjurkan pada keluarga untuk memberikan dukungan pada klien

8. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi


tentang proses penyakit
Tujuan :
Klien terpenuhi dalam informasi tentang hipertensi setelah dilakukan
tindakan ekperawatan selama 1 x 24 jam
Kriteria hasil:
- Pasien mengungkapkan pengetahuan akan hipertensi
- Melaporkan pemakaian obat-obatan sesuai program

Intervensi :
a. Jelaskan sifat penyakit dan tujuan dari pengobatan dan prosedur
b. Jelaskan pentingnya lingkungan yang tenang, tidak penuh dengan
stress
c. Diskusikan tentang obat-obatan : nama, dosis, waktu pemberian,
tujuan dan efek samping atau efek toksik
d. Jelaskan perlunya menghindari pemakaian obat bebas tanpa
pemeriksaan dokter
e. Diskusikan gejala kambuhan atau kemajuan penyulit untuk
dilaporkan dokter : sakit kepala, pusing, pingsan, mual dan
muntah.
f. Diskusikan pentingnya mempertahankan berat badan stabil
g. Diskusikan pentingnya menghindari kelelahan dan mengangkat
berat
h. Diskusikan perlunya diet rendah kalori, rendah natrium sesuai
program
i. Jelaskan penetingnya mempertahankan pemasukan cairan yang
tepat, jumlah yang diperbolehkan, pembatasan seperti kopi yang
mengandung kafein, teh serta alcohol
j. Jelaskan perlunya menghindari konstipasi dan penahanan
k. Berikan support mental, konseling dan penyuluhan pada keluarga
klien

DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. (1996). Text book of Medical-Surgical Nursing. EGC.


Jakarta.
Doengoes Merillynn. (1999) (Rencana Asuhan Keperawatan). Nursing care
plans. Guidelines for planing and documenting patient care. Alih
bahasa : I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati. EGC. Jakarta.
Prince A Sylvia. (1995). (patofisiologi). Clinical Concept. Alih bahasa : Peter
Anugrah EGC. Jakarta. www. medicastore. com. (2003).

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN DISPEPSIA

1. Pengertian
Dyspepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari
rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami
kekambuhan (Arif, 2000). Dyspepsia merupakan kumpulan gejala atau
sindrom yang terdiri dari nyeri ulu hati, mual,kembung, muntah, rasa
penuh, atau cepat kenyang, sendawa (Dharmika, 2001). Sedangkan
menurut Aziz (1997), sindrom dyspepsia merupakan kumpulan gejala
yang sudahdikenal sejak lama, terdiri dari rasa nyeri
epigastrium, kembung, rasa penuh, serta mual-mual.
2. Etiologi
Penyebab dispepsia, yaitu :
a. Dalam Lumen Saluran Cerna.
Tukak peptic
Gastritis
Keganasan
b. Gastroparesis
c. Obat-obatan
AINS
Teofilin
Digitalis
Antibiotik
d. Hepato Biller
Hepatitis
Kolesistitis
Kolelitiatis
Keganasan
Disfungsi spincter odii
e. Pancreas
Pankreatitis
Keganasan
f. Keadaan Sistematik
DM
Penyakit tiroid
Gagal ginjal
g. Gangguan Fungsional
Dispepsia fungsional
Sindrom kolon iritatif

3. Manifestasi klinis
Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan atau gejala yang
dominan, membagi dispepsia menjadi 3 tipe :

Dispepsia dan keluhan seperti ulkus (ulcus-like dyspepsia), dengan


gejala :

1. Nyeri epigastrium terlokalisasi.

2. Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasid.

3. Nyeri saat lapar.

4. Nyeri episodik.

Dispepsia dengan GFI seperti dismotilitas (dysmotility-like


dyspepsia), dengan gejala :

1. Mudah kenyang
2. Perut cepat terasa penuh saat makan
3. Mual
4. Muntah
5. Upper abdominal bloating
6. Rasa tak nyaman bertambah saat makan

Dispepsia nonspesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe diatas)

D. Pathway

Perubahan pola makan, pengaruh obat-obatan alkohol, nikotin, rokok,


tumor/kanker saluran pencernaan, stres

trosi dan ulcerasi Peningkatan produksi HCL

mukosa lambung impuls ke fleksus meissner ke nervus vagus

pelepasan mediator kimia merangsang medulla oblongata

Nosiceptor impuls kefleksus pada dinding lambung

Saraf afferen anorexia, mual

Thalamus
Cortex serebri perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh

E. Diagnosa Keperawatan

Menurut Inayah (2004) bahwa diagnosa keperawatan yang lazim timbul

pada klien dengan dispepsia.

a. Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada

mukosa lambung.

b. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan

rasa tidak enak setelah makan, anoreksia.

c. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit

berhubungan dengan adanya mual, muntah

d. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status

kesehatannya

F. Rencana Keperawatan

Rencana keperawatan adalah tindakan keperawatan yang akan

dilaksanakan untuk menngulangi masalah keperawatan yang telah

ditentukan dengan tujuan.

a. epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung.

Tujuan : Terjadinya penurunan atau hilangnya rasa nyeri, dengan

kriteria klien melaporkan terjadinya penurunan atau

hilangnya ras nyeri

INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji tingkat nyeri, 1. Berguna dalam

beratnya (skala 0 10) pengawasan kefektifan

obat, kemajuan

penyembuhan

2. Berikan istirahat dengan 2. Dengan posisi semi-

posisi semifowler fowler dapat

menghilangkan

tegangan abdomen

yang bertambah

3. Anjurkan klien untuk dengan posisi

menghindari makanan telentang

yang dapat 3. dapat menghilangkan

meningkatkan kerja nyeri akut/hebat dan

asam lambung menurunkan aktivitas

4. Anjurkan klien untuk peristaltik

tetap mengatur waktu 4. mencegah terjadinya

makannya perih pada ulu

hati/epigastrium

5. Observasi TTV tiap 24 5. sebagai indikator untuk

jam melanjutkan intervensi

berikutnya

6. Mengurangi rasa nyeri

6. Diskusikan dan ajarkan atau dapat terkontrol

teknik relaksasi 7. Menghilangkan rasa

7. Kolaborasi dengan nyeri dan

pemberian obat mempermudah


analgesik kerjasama dengan

intervensi terapi lain

b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan

rasa tidak enak setelah makan, anoreksia.

Tujuan : Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai rentang

yang diharapkan individu, dengan kriteria menyatakan

pemahaman kebutuhan nutrisi

INTERVENSI RASIONAL
1. Pantau dan 1. Untuk mengidentifikasi

dokumentasikan dan indikasi/perkembangan

haluaran tiap jam secara dari hasil yang

adekuat diharapkan

2. Timbang BB klien 2. Membantu

menentukan

keseimbangan cairan

3. Berikan makanan sedikit yang tepat

tapi sering 3. meminimalkan

anoreksia, dan

4. Catat status nutrisi mengurangi iritasi

paasien: turgor kulit, gaster

timbang berat badan, 4. Berguna dalam

integritas mukosa mulut, mendefinisikan derajat

kemampuan menelan, masalah dan intervensi

adanya bising usus, yang tepat Berguna


riwayat mual/rnuntah dalam pengawasan

atau diare. kefektifan obat,

5. Kaji pola diet klien yang kemajuan

disukai/tidak disukai. penyembuhan

5. Membantu intervensi

kebutuhan yang

6. Monitor intake dan spesifik, meningkatkan

output secara periodik. intake diet klien.

Catat adanya anoreksia, 6. Mengukur keefektifan

mual, muntah, dan nutrisi dan cairan

tetapkan jika ada 7. Dapat menentukan

hubungannya dengan jenis diet dan

medikasi. Awasi frekuensi, mengidentifikasi

volume, konsistensi Buang pemecahan masalah

Air Besar (BAB). untuk meningkatkan

intake nutrisi.

c. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan

dengan adanya mual, muntah

Tujuan : Menyatakan pemahaman faktor penyebab dan prilaku yang

perlu untuk memperbaiki defisit cairan, dengan kriteria

mempertahankan/menunjukkan perubaan keseimbangan

cairan, dibuktikan stabil, membran mukosa lembab, turgor

kulit baik.
INTERVENSI RASIONAL
1. Awasi tekanan darah dan 1. Indikator keadekuatan

nadi, pengisian kapiler, volume sirkulasi perifer

status membran dan hidrasi seluler

mukosa, turgor kulit

2. Awasi jumlah dan tipe 2. Klien tidak

masukan cairan, ukur mengkomsumsi cairan

haluaran urine dengan sama sekali

akurat mengakibatkan

dehidrasi atau

mengganti cairan

untuk masukan kalori

yang berdampak pada

3. Diskusikan strategi untuk keseimbangan

menghentikan muntah elektrolit

dan penggunaan 3. Membantu klien

laksatif/diuretik menerima perasaan

bahwa akibat muntah

dan atau penggunaan

laksatif/diuretik

4. Identifikasi rencana mencegah kehilangan

untuk cairan lanjut

meningkatkan/memperta 4. Melibatkan klien dalam

hankan keseimbangan rencana untuk

cairan optimal misalnya : memperbaiki

jadwal masukan cairan keseimbangan untuk


5. Berikan/awasi berhasil

hiperalimentasi IV 5. Tindakan daruat untuk

memperbaiki ketidak

seimbangan cairan

elektroli

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN ANEMIA

Anda mungkin juga menyukai