Anda di halaman 1dari 15

FILSAFAT ILMU

TEORI TENTANG LANDASAN ONTOLOGI,


EPISTEMOLOGI DAN AKSIOLOGI

Disusun Oleh :
1. Ridho Fatahillah ( 4115150214 )
2. Reza Ramadhan ( 4115153253 )
3. Taufik Dwi Prabowo ( 4115151629 )

JURUSAN ILMU SOSIAL POLITIK


PRODI PENDIDIKAN PPKN C
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2015

1
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunianya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan
makalah ini tepat pada waktunya.

Kita semua tahu dan sadar bahwa salah satu sendi/pilar penyangga utama
setiap masyarakat modern adalah ilmu pengetahuan dan Teknologi. Adapun
berdirinya pilar penyangga keilmuan itu merupakan tanggung jawab moral dan
social seseorang ilmuwan. Kita tidak bisa menghindarkan diri dari padanya karena
hal ini merupakan bagian dari hakikat ilmu itu sendiri.

Dalam makalah ini, penulis mencoba untuk mengulas mengenai Ontologi,


Epistemologi dan Aksiologi

Penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam rangka penyusunan makalah ini baik berupa pendapat dan waktu sehingga
makalah ini dapat tersusun dengan baik dan tepat waktu.

Akhir kata kami penulis mengucapkan terima kasih.

Jakarta, 14 Oktober 2015

2
Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................


i

DAFTAR ISI .................................................................................................


ii

BAB 1: PENDAHULUAN
A Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1

B Rumusan Masalah ..................................................................................... 1

C Tujuan Penulisan ....................................................................................... 1

BAB 2 : PEMBAHASAN

A Landasan Teori Ontologi ......................................................................... 2


B Landasan Teori Epistemologi................................................................... 5

C Landasan Teori Aksiologi......................................................................... 8

3
BAB 3 : PENUTUP
KESIMPULAN .......................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA................................................................................11

BAB 1 PENDAHULUAN

4
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Cabang-cabang Ilmu filsafat banyak sekali di antaranya yang ada dalam


pembahasan makalah ini adalah, aksiologi,ontologi dan epistemologi ,
Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan
bagaimana manusia menggunakan ilmunya. Pembahasan aksiologi menyangkut
masalah nilai kegunaan ilmu, Didalam ontologi banyak sekali yang berpendapat
tentang definisi ontologi intu sendiri.
Epistemologi atau teori pengetahuan adalah cabang filsafat yang berurusan
dengan hakikat dan linkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasar-
dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang
dimiliki. Dalam pembahasan kali ini saya akan membahas beberapa point
diantaranya adalah : Pengertian Epistemologi,Metode Induktif,Metode Deduktif,
Metode Positivisme, Metode Kontemplatif, Metode Dialektis
Dan untuk lebih jelasnya penulis telah memaparkan ini dan penjelasan yang
sangat akurat dalam bab yang telah disediakan di bawah ini.

B. RUMUSAN MASALAH
1) Apa yang dimaksud dengan landasan ontologi?
2) Apa yang dimaksud dengan landasan epistemologi?
3) Apa yang dimaksud dengan landasan aksiologi?
4) Bagaimana hubungan antara ketiga landasan tersebut?

C. TUJUAN PENULISAN
1) Untuk mengetahui makna landasan ontologi
2) Untuk mengetahui makna landasan epistemologi
3) Untuk mengetahui makna landasan aksiologi
4) Untuk mengetahui hubungan ke tiga landasan tersebut

BAB 2 PEMBAHASAN

5
TEORI TENTANG LANDASAN ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI
DAN AKSIOLOGI

A. Ontologi
Ontologi merupakan salah satu kajian filsafat yang paling kuno dan berasal
dari Yunani yaitu : Ontos : being, dan Logos. Logis Jadi ontology adalah teori
tentang keberadaan sebagai keberadaan. Atau bisa juga ilmu tentang yang ada.
Secara istilah ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada yang
merupakan realiti baik berbentuk jasmani atau kongkrit maupun rohani atau
abstrak.
Istilah ontologi pertama kali diperkenalkan oleh rudolf Goclenius pada
tahun 1936 M, untuk menamai hakekak yang ada bersifat metafisis. Dalam
perkembangannya Christian Wolf (1679-1754) membagi metafisika menjadi dua,
yaitu metafisika umum dan khusus.
Metafisika umum adalah istilah lain dari ontologi. Dengan demikian, metafiska
atau otologi adalah cabang filsafat yang membahas tentang prinsip yang paling
dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada. Sedangkan metafisika
khusus masih terbagi menjadi Kosmologi, Psikologi dan Teologi.

Aliran-Aliran Ontology

a). Aliran Monoisme


Aliran ini berpendapat bahwa yang ada itu hanya satu, tidak mungkin dua.
Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber yang asal, baik yang asal berupa materi
ataupun berupa rohani. Tidak mungkin ada hakikat masing-masing bebas dan
berdiri sendiri. Haruslah salah satunya merupakan sumber yang pokok dan
dominan menentukan perkembangan yang lainnya. Plato adalah tokoh filsafat
yang bisa dikelompokkan dalam aliran ini, karena ia menyatakan bahwa alam ide
merupakan kenyataan yang sebenarnya. Istilah monisme oleh Thomas Davidson
disebut dengan Block Universe. Paham ini kemudian terbagi ke dalam dua aliran
Yaitu :
1) Materialisme
Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan
ruhani. Aliran ini sering juga disebut dengan naturalisme. Menurutnya bahwa zat
mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta. Aliran pemikiran ini
dipelopori oleh bapak filsafat yaitu Thales (624-546 SM). Ia berpendapat bahwa
unsur asal adalah air, karena pentingnya bagi kehidupan. Anaximander (585-528

6
SM) berpendapat bahwa unsur asal itu adalah udara, dengan alasan bahwa udara
merupakan sumber dari segala kehidupan. Demokritos (460-370 SM) berpendapat
bahwa hakikat alam ini merupakan atom-atom yang banyak jumlahnya, tak dapat
dihitung dan amat halus. Atom-atom itulah yang merupakan asal kejadian alam.

2) Idealisme
Idealisme diambil dari kata idea yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa.
Aliran ini menganggap bahwa dibalik realitas fisik pasti ada sesuatu yang tidak
tampak. Bagi aliran ini, sejatinya sesuatu justru terletak dibalik yang fisik. Ia
berada dalam ide-ide, yang fisik bagi aliran ini dianggap hanya merupakan
bayang-bayang, sifatnya sementara, dan selalu menipu. Eksistensi benda fisik
akan rusak dan tidak akan pernah membawa orang pada kebenaran sejati. Dalam
perkembangannya, aliran ini ditemui dalam ajaran Plato (428-348 SM) dengan
teori idenya. Menurutnya, tiap-tiap yang ada di dalam mesti ada idenya yaitu
konsep universal dari tiap sesuatu. Alam nyata yang menempati ruangan ini
hanyalah berupa bayangan saja dari alam ide itu. Jadi, idelah yang menjadi
hakikat sesuatu, menjadi dasar wujud sesuatu.

b). Aliran Dualisme

Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat
sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat rohani, benda dan roh,
jasad dan spirit. Kedua macam hakikat itu masing-masing bebas dan berdiri
sendiri, sama-sama azali dan abadi. Hubungan keduanya menciptakan kehidupan
dalam alam ini. Tokoh paham ini adalah Descartes (1596-1650 M) yang dianggap
sebagai bapak filsafat modern. Ia menamakan kedua hakikat itu dengan istilah
dunia kesadaran (rohani) dan dunia ruang (kebendaan).

c). Aliran Pluralisme

Aliran ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan


kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap
macam bentuk itu semuanya nyata. Pluralisme dalam Dictionary of Philosophy
and Religion dikatakan sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam
ini tersusun dari banyak unsur, lebih dari satu atau dua entitas. Tokoh aliran ini
pada masa Yunani Kuno adalah Anaxagoras dan Empedocles, yang menyatakan
bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari empat unsur, yaitu tanah,
air, api, dan udara. Tokoh modern aliran ini adalah William James (1842-1910 M),
yang mengemukakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum,
yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri, dan lepas dari akal yang mengenal.

7
d). Aliran Nihilisme

Nihilisme berasal dari bahasa Latin yang berarti nothing atau tidak ada.
Sebuah doktrin yang tidak mengakui validitas alternatif yang positif. Istilah
nihilisme diperkenalkan oleh Ivan Turgeniev pada tahun 1862 di Rusia. Doktrin
tentang nihilisme sebenarnya sudah ada semenjak zaman Yunani Kuno, yaitu pada
pandangan Gorgias (485-360 SM) yang memberikan tiga proposisi tentang
realitas. Pertama, tidak ada sesuatupun yang eksis. Kedua, bila sesuatu itu ada, ia
tidak dapat diketahui. Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, ia tidak
akan dapat kita beritahukan kepada orang lain. Tokoh lain aliran ini adalah
Friedrich Nietzche (1844-1900 M). Dalam pandangannya dunia terbuka untuk
kebebasan dan kreativitas manusia. Mata manusia tidak lagi diarahkan pada suatu
dunia di belakang atau di atas dunia di mana ia hidup.

e). Aliran Agnostisisme

Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat


benda. Baik hakikat materi maupun hakikat ruhani. Kata agnostisisme berasal dari
bahasa Grik Agnostos, yang berarti unknown. A artinya not, gno artinya know.
Timbulnya aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu
menerangkan secara konkret akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan
dapat kita kenal. Aliran ini dapat kita temui dalam filsafat eksistensi dengan
tokoh-tokohnya seperti, Soren Kierkegaar (1813-1855 M) yang terkenal dengan
julukan sebagai Bapak Filsafat Eksistensialisme, yang menyatakan bahwa
manusia tidak pernah hidup sebagai suatu aku umum, tetapi sebagai aku
individual yang sama sekali unik dan tidak dapat dijabarkan ke dalam sesuatu
orang lain. Berbeda dengan pendapat Martin Heidegger (1889-1976 M), yang
mengatakan bahwa satu-satunya yang ada itu ialah manusia, karena hanya
manusialah yang dapat memahami dirinya sendiri. Tokoh lainnya adalah, Jean
Paul Sartre (1905-1980 M), yang mengatakan bahwa manusia selalu menyangkal.
Hakikat beradanya manusia bukan entre (ada), melainkan aentre (akan atau
sedang). Jadi, agnostisisme adalah paham pengingkaran/penyangkalan terhadap
kemampuan manusia mengetahui hakikat benda, baik materi maupun ruhani.

B. Epistemologi

8
Epistemologi sering disebut sebagai teori pengetahuan. Secara etimologi,
istilah epistemologi berasal dari kata Yunani episteme yang artinya pengetahuan,
dan logos yang artinya ilmu atau teori.Menurut Achmadi epistemologi disebut
sebagai teori pengetahuan yang secara umum membicarakan mengenai sumber-
sumber, karakteristik, dan kebenaran pengetahuan.Muzairi dalam Bakhtiar
menyebutkan Epistemologi atau teori pengetahuan ialah cabang filsafat yang
berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian,
dan dasar-dasar serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai
pengetahuan yang dimiliki.
Pendapat lain yang bekaitan dengan epistemologi diungkapkan pula oleh
Arifin dalam Susanto mendefinisikan efistemologi sebagai pemikiran tentang apa
dan bagaimana sumber pengetahuan manusia diperoleh, apakah dari akal pikiran
(aliran rasionalisme), dari pengalaman panca indera (aliran empirisme), dari ide-
ide (aliran idealism), atau dari Tuhan (aliran teologisme), termasuk juga pemikiran
tentang validitas pengetahuan manusia, artinya sampai di mana kebenaran
pengetahuan kita.
Fudyartanto dalam Solihin menjelaskan bahwa epistemologi berarti ilmu
filsafat tentang ilmu atau dalam istilah sederhanya adalah filsafat keilmuan.
Senada dengan pendapat tersebut, Solihin mengartikan epistemiologi sebagai ilmu
yang berorientasi untuk mencari hakikat dan kebenaran ilmu; secara metode,
berorientasi untuk mengantar manusia dalam memperoleh ilmu; dan secara sistem
berusaha menjelaskan realitas ilmu dalam sebuah hirearki yang sistematis.
Sementara itu Bramedl dalam Rakhmat mendefinisikan epistemologi
artinya memberikan kepercayaan dan jaminan bagi guru bahwa ia memberikan
kebenaran kepada murid-murid. Rakhmat mengartikan epistemologi dalam
bidang filsafat berusaha menyelidiki sumber, syarat, proses terjadinya ilmu
pengetahuan, batas validitas dan hakikat ilmu pengetahuan. Susanto mempertegas
hubungan epistemologi dengan pengetahuan sebagaimana yang ia ungkapkan
dalam pengertian epistemologi. Menurutnya epistemologi merupakan cabang
filsafat yang menyelidiki asal usul, susunan, metode-metode, dan status sahnya
pengetahuan. Epistemologi membicarakan sumber-sumber pengetahuan dan
bagaimana cara memperoleh pengetahuan tersebut sehingga sering disebut
sebagai filsafat pengetahuan.
Keberadaan epistemologi sebagai bagian dari filsafat yang memiliki
kaitan erat dengan pengetahuan berhubungan dengan kemampuan mental manusia
seperti yang diungkapkan oleh Suriasumantri (1996:104-105) bahwa pengetahuan
merupakan khasanah kekayaan mental secara langsung atau tak langsung yang
memperkaya kehidupan manusia.Pengetahuan memiliki hakikat untuk mencapai
suatu kebenaran atau untuk mengharapkan kebenaran.Sebagai upaya menyusun
pengetahuan yang benar maka dibutuhkan metode ilmiah sebagai landasan
epistemologi.

9
Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang
disebut sebagai ilmu. Tidak semua pengetahuan dapat disebut sebagai ilmu sebab
ilmu merupakan pengetahuan yang proses atau cara mendapatkannya harus sesuai
dengan syarat-syarat dalam metode ilmiah. Sjamsuddin menjelaskan metode
sebagai cara untuk berbuat sesuatu; suatu prosedur untuk mengerjakan sesuatu;
keteraturan dalam berbuat, berencana, dan lain-lain seiring dengan pendapat
tersebut Suriasumantri menjelaskan metodologi secara filsafat termasuk dalam
epistemologi yang pembahasannya mengenai bagaimana mendapatkan
pengetahuan? Apakah sumber-sumber pengetahuan? Apakah hakikat, jangkauan,
dan ruang lingkup pengetahuan? Apakah manusia memungkinkan mendapatkan
pengetahuan. Francis Bacon dalam Mudyahardjo menjelaskan cara memperoleh
ilmu pengetahuan harus melalui syaratpelaksanaan metode ilmiah. Pada tahap
dilakukan pembersihan diri dari prasangka-prasangka dan kecenderungan-
kecenderungan agar kembali menjadi bersih seperti anak yang baru lahir.
Berdasarkan berbagai pengertian epistemologi menurut para ahli tersebut
maka epistemologi dapat disimpulkan sebagai teori pengetahuan yang
berhubungan dengan bagaimana cara memperoleh pengetahuan berdasarkan
syarat-syarat metode ilmiah sehingga menjadi ilmu pengetahuan yang berdasarkan
pada prinsip kebenaran.

Aliran-aliran dalam Epistimologi

a. Rasionalisme
Aliran ini berpendapat semua pengetahuan bersumber dari akal pikiran
atau ratio. Tokohnya antara lain: Rene Descrates, yang membedakan adanya tiga
idea, yaitu: innate ideas (idea bawaan), yaitu sejak manusia lahir,adventitinous
ideas, yaitu idea yang berasal dari luar manusia, dan faktitinousideas, yaitu idea
yang dihasilkan oleh pikiran itu sendiri.

b. Empirisme
Aliran ini berpendirian bahwa semua pengetahuan manusia diperoleh
melalui pengalaman indera. Indera memperoleh pengalaman (kesan-kesan) dari
alamempiris, selanjutnya kesan-kesan tersebut terkumpul dalam diri manusia
menjadipengalaman. Tokohnya antara lain:
1. John Locke, berpendapat bahwa pengalaman dapat dibedakanmenjadi dua macam
yaitu: (a) pengalaman luar (sensation), yaitu pengalaman yang diperoleh dari luar,
dan (b) pengalaman dalam, batin(reflexion). Kedua pengalaman tersebut
merupakan idea yang sederhana yang kemudian dengan proses asosiasi
membentuk idea yang lebihkompleks.

10
2. David Hume (1711-1776), yang meneruskan tradisi empirisme.
Humeberpendapat bahw ide yang sederhana adalah salinan (copy) dari sensasi-
sensasi sederhana atau ide ide yang kompleks dibentuk dari kombinasi ide-ide
sederhana atau kesankesan yang kompleks. Aliran ini kemudian berkembang dan
mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan terutama pada abad 19 dan 20.

c. Realisme
Realisme merupakan suatu aliran filsafat yang menyatakan bahwa obyek-
obyek yang kita serap lewat indera adalah nyata dalam diri obyek tersebut.
Obyek-obyektersebut tidak tergantung pada subjek yang mengetahui atau dengan
kata lain tidak tergantung pada pikiran subjek. Pikiran dan dunia luar saling
berinteraksi, tetapi interaksi tersebut mempengaruhi sifat dasar dunia tersebut.
Dunia telah ada sebelum pikiran menyadari serta akan tetap ada setelah pikiran
berhenti menyadari. Tokoh aliran ini antara lain: Aristoteles (384-322 SM),
menurut Aristoteles, realitas berada dalam benda-benda kongkrit atau dalam
proses-proses perkembangannya. Dunia yang nyata adalah dunia yang kita cerap.
Bentuk (form) atau idea atau prinsip keteraturan dan materi tidak dapat
dipisahkan. Kemudian aliran ini terus berkembang menjadi aliran realisme baru
dengan tokoh George Edward Moore, Bertrand Russell, sebagai reaksi terhadap
aliran idealisme, subjektivisme dan absolutisme. Menurut realisme baru :
eksistensi obyek tidak tergantung pada diketahuinya obyek tersebut.

d. Kritisisme
Kritisisme menyatakan bahwa akal menerima bahan-bahan pengetahuan
dari empiri (yang meliputi indera dan pengalaman). Kemudian akal akan
menempatkan, mengatur, dan menertibkan dalam bentuk-bentuk pengamatan
yakni ruang dan waktu. Pengamatan merupakan permulaan pengetahuan
sedangkan pengolahan akal merupakan pembentukannya. Tokoh aliran ini adalah
Immanuel Kant (1724-1804). Kant mensintesakan antara rasionalisme dan
empirisme.

e. Positivisme
Tokoh aliran ini diantaranya adalah August Comte, yang memiliki
pandangan sejarah perkembangan pemikiran umat manusia dapat dikelompokkan
menjadi tiga tahap, yaitu:
1. Tahap Theologis, yaitu manusia masih percaya pengetahuan ataupengenalan yang
mutlak. Manusia pada tahap ini masih dikuasai oleh tahyul-tahyul sehingga subjek
dengan obyek tidak dibedakan.

11
2. Tahap Metafisis, yaitu pemikiran manusia berusaha memahami danmemikirkan
kenyataan akan tetapi belum mampu membuktikan denganfakta.
3. Tahap Positif, yang ditandai dengan pemikiran manusia untuk
menemukanhukum-hukum dan saling hubungan lewat fakta. Maka pada tahap ini
pengetahuan manusia dapat berkembang dan dibuktikan lewat fakta
f. Skeptisisme
Menyatakan bahwa pencerapan indera adalah bersifat menipu atau
menyesatkan. Namun pada zaman modern berkembang menjadi skeptisisme
medotis (sistematis) yang mensyaratkan adanya bukti sebelum suatu
pengalamandiakui benar. Tokoh skeptisisme adalah Rene Descrates (1596-1650).
g. Pragmatisme
Aliran ini tidak mempersoalkan tentang hakikat pengetahuan namun
mempertanyakan tentang pengetahuan dengan manfaat atau guna dari
pengetahuan tersebut. Dengan kata lain kebenaran pengetahuan hendaklah
dikaitkan dengan manfaat dan sebagai sarana bagi suatu perbuatan. Tokoh aliran
ini, antara lain: C.S Pierce (1839- 1914), menyatakan bahwa yang terpenting
adalah manfaat apa (pengaruh apa) yang dapat dilakukan suatu pengetahuan
dalam suatu rencana. Pengetahuan kita mengenai sesuatu hal tidak lain merupakan
gambaranyang kita peroleh mengenai akibat yang dapat kita saksikan.
C. Aksiologi

Aksiologi berasal dari kata axios yakni dari bahasa Yunani yang berarti
nilai dan logos yang berarti teori. Dengan demikian maka aksiologi adalah teori
tentang nilai (Amsal Bakhtiar, 2004: 162). Aksiologi diartikan sebagai teori nilai
yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh (Jujun S.
Suriasumantri, 2000: 105). Menurut Bramel dalam Amsal Bakhtiar (2004: 163)
aksiologi terbagi dalam tiga bagian: Pertama, moral conduct, yaitu tindakan moral
yang melahirkan etika; Kedua, esthetic expression, yaitu ekspresi keindahan,
Ketiga, sosio-political life, yaitu kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan
filsafat sosio-politik.

Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan bahwa aksiologi disamakan


dengan value dan valuation. Ada tiga bentuk value dan valuation, yaitu: 1) Nilai,
sebagai suatu kata benda abstrak; 2) Nilai sebagai kata benda konkret; 3) Nilai
juga digunakan sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai.

Aksiologi dipahami sebagai teori nilai dalam perkembangannya


melahirkan sebuah polemik tentang kebebasan pengetahuan terhadap nilai atau
yang bisa disebut sebagai netralitas pengetahuan (value free). Sebaliknya, ada

12
jenis pengetahuan yang didasarkan pada keterikatan nilai atau yang lebih dikenal
sebagai value bound.

Netralitas ilmu hanya terletak pada dasar epistemologi raja: Jika hitam
katakan hitam, jika ternyata putih katakan putih; tanpa berpihak kepada
siapapun juga selain kepada kebenaratt yang nyata. Sedangkan secara ontologi
dan aksiologis, ilmuwan hams manrpu ntenilai antara yang baik dan yang buruk,
yang pada hakikatnya mengharuskan dia menentukan sikap (Jujun S.
Suriasumantri, 2000:36).

Sikap inilah yang mengendalikan kekuasaan ilmu ilmu yang besar. Sebuah
keniscayaan, bahwa seorang ilmuwan harus mempunyai landasan moral yang
kuat. Jika ilmuan tidak dilandasi oleh landasan moral, maka peristiwa terjadilah
kembali yang dipertontonkan secara spektakuler yang mengakibatkan terciptanya
Momok kemanusiaan yang dilakukan oleh Frankenstein (Jujun S.
Suriasumantri, 2000:36). Nilai-nilai yang juga harus melekat pada ilmuan,
sebagaimana juga dicirikan sebagai manusia modern:

(1) Nilai teori: manusia modern dalam kaitannya dengan nilai teori dicirikan
oleh cara berpikir rasional, orientasinya pada ilmu dan teknologi, serta terbuka
terhadap ide-ide dan pengalaman baru.

(2) Nilai sosial : dalam kaitannya dengan nilai sosial, manusia modem dicirikan
oleh sikap individualistik, menghargai profesionalisasi, menghargai prestasi,
bersikap positif terhadap keluarga kecil, dan menghargai hak-hak asasi
perempuan;

(3) nilai ekonomi : dalam kaitannya dengan nilai ekonomi, manusia modem
dicirikan oleh tingkat produktivitas yang tinggi, efisien menghargai waktu,
terorganisasikan dalam kehidupannya, dan penuh perhitungan;

(4) Nilai pengambilan keputusan: manusia modern dalam kaitannya dengan nilai
ini dicirikan oleh sikap demokratis dalam kehidupannya bermasyarakat, dan
keputusan yang diambil berdasarkan pada pertimbangan pribadi;

(5) Nilai agama: dalam hubungannya dengan nilai agama, manusia modem
dicirikan oleh sikapnya yang tidak fatalistik, analitis sebagai lawan dari legalitas,
penalaran sebagai lawan dari sikap mistis (Suriasumantri, 1986, Semiawan,C
1993).

KESIMPULAN

13
Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang
sebenarnya dari pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang
sia-sia kalau kita bisa memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan
sebaik-baiknya dan di jalan yang baik pula. Karena akhir-akhir ini banyak sekali
yang mempunyai ilmu pengetahuan yang lebih itu dimanfaatkan di jalan yang
tidak benar.
Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari
asal mula atau sumber, struktur, metode dan sahnya (validitasnya) pengetahuan.

Pengertian paling umum pada ontologi adalah bagian dari bidang filsafat yang
mencoba mencari hakikat dari sesuatu. Pengertian ini menjadi melebar dan dikaji
secara tersendiri menurut lingkup cabang-cabang keilmuan tersendiri. Pengertian
ontologi ini menjadi sangat beragam dan berubah sesuai dengan berjalannya
waktu.
Sebuah ontologi memberikan pengertian untuk penjelasan secara eksplisit
dari konsep terhadap representasi pengetahuan pada sebuah knowledge base.
Sebuah ontologi juga dapat diartikan sebuah struktur hirarki dari istilah untuk
menjelaskan sebuah domain yang dapat digunakan sebagai landasan untuk sebuah
knowledge base. Dengan demikian, ontologi merupakan suatu teori tentang
makna dari suatu objek, property dari suatu objek, serta relasi objek tersebut yang
mungkin terjadi pada suatu domain pengetahuan. Ringkasnya, pada tinjauan
filsafat, ontologi adalah studi tentang sesuatu yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

14
Jujun S. Suriasumantri. Filsafat Ilmu:Sebuah Pengantar Populer.Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan.

Surajiyo. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.


2007

http//:www.blogger.com/profile/03249547895308622683noreply@bloger.com
pada hari Rabu, 14 Oktober 2015
Susanto, O. (2011). Filsafat Ilmu Suatu Kajian Dalam Dimensi Ontologis,
Epistemologi, dan Aksiologis. Jakarta: Bumi Aksara.

15

Anda mungkin juga menyukai