Anda di halaman 1dari 21

KATA PENGANTAR

Puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karuniaNya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah peran ekonomi dan
pembangunan berkelanjutan terhadap lingkungan hidup di negara berkembang ini
dengan baik dan lancar sesuai waktu yang telah ditetapkan. Makalah ini dibuat sebagai
salah satu tugas dalam bidang mata kuliah pengantar ilmu lingkungan serta memberikan
informasi dan wawasan kepada pembaca. Berkat bimbingan, petunjuk, pengarahan dan
bantuan dari berbagai pihak, akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Pada kesempatan ini saya juga ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar
besarnya kepada pihak pihak yang telah terlibat dalam pembuatan makalah ini secara
langsung maupun tidak langsung. Dalam pembuatan makalah ini saya juga merasa masih
terdapat banyak kekurangan oleh karena itu saya meminta maaf dan memohon kritik dan
saran yang dapat membangun dari pembaca untuk dapat memotivasi dalam pembuatan
makalah yang lebih baik dilain waktu, seperti kata peribahasa Tidak ada gading yang tak
tertak.

Akhir kata saya ucapkan terimakasih dan semoga makalah ini bermanfaat.

Kendari, 10 maret 2017

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .. 1
DAFTAR ISI . 2
BAB I PENDAHULUAN 3
1 Latar Belakang 3
2 Rumusan Masalah .. 4
3 Maksud dan Tujuan .............................. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................ 5


2.1 Pengertian Lingkungan Hidup . 5
2.2 kualitas lingkungan hidup ................................. 5
2.3 keterbatasan ekonomi dan pembangunan .. 6
2.4 daya dukung lingkungan hidup ... 7
BAB III PEMBAHASAN . 9
3.1 paradigma pembangunan di negara maju dan negara berkembang 9
3.2 keterkaitan antara sumber daya alam, ekonomi,dan lingkungan hidup .. 9
3.3 pembangunan berkelanjutan yang mengutamakan lingkungan hidup ... 10
3.4 pembangunan ekonomi dan lingkungan hidup di negara berkembang . 11
3.5 permasalahan pengelolaan lingkungan hidup di negara berkembang 12
3.6 menyikapi permasalahn lingkungan hidup di negara berkembang .13
3.7 pemecahan masalah lingkungan hidup di negara berkembang . 14
BAB IV PENUTUP ... 18
4.1 kesimpulan 18
4.2 saran .. 18

DAFTAR PUSTAKA . 19

BAB I
PENDAHULUAN

1 Latar Belakang
Permasalahan lingkungan hidup mendapat perhatian yang besar di semua negara di
dunia, ini terbukti dengan di adakannya konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup di
Stockholm yang di buka pada tanggal 5 Juni 1972. Tanggal pembukaan konferensi
tersebut diperingati sebagai Hari Lingkungan Hidup Sedunia. Permasalahan lingkungan
hidup telah ada pada saat manusia ada di bumi bahkan permasalahan itu ada sejak bumi
ini tercipta. Jika perubahan iklim, kejadian geologi yang bersifat malapetaka dan
kepunahan massal hewan serta tumbuhan kita gunakan sebagai petunjuk permasalahan
lingkungan,

dapat kita ketahui bumi ini telah banyak mengalami permasalahan lingkungan
yang besar. Faktor yang sangat penting dalam permasalahan lingkungan ialah besarnya
populasi manusia. Dengan pertumbuhan populasi manusia yang cepat maka kebutuhan
akan pangan, bahan bakar, tempat pemukiman serta timbah domestik yang dikeluarkan
pun semakin bertambah dengan cepat. Pertumbuhan populasi ini telah mengakibatkan
permasalahan yang besar dalam lingkungan hidup. Di negara yang sedang berkembang
yang tingkat ekonomi dan teknologinya masih rendah, kerusakan hutan dan tata air yang
disertai kepunahan flora dan fauna dan erosi tanah serata sanitasi yang buruk yang
menyebabkan penyakit infeksi dan parasit terus meningkat merupakan permasalahan
lingkungan yang besar didaerah itu. Masalah - masalah tersebut hanya bisa di atasi
dengan pembangunan, karena dengan pembangunan akan menaikan perekonomian
rakyat sehingga penduduk akan lebih mampu mengatasi masalah tersebiut dengan
kekuatannya sendiri. Dengan demikian masalah lingkungan dinegara yang sedang
berkembang hanya dapat diatasi dengan pembangunan.

Pembangunan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan hidup. Interaksi


antara pembangunan dan lingkungan hidup membentuk sistem ekologi yang disebut
ekosistem. Ilmu yang mempelajari interaksi antara pembangunan dan lingkungan hidup
disebut ekologi pembangunan. Manusia baik sebagai objek maupun subjek pembangunan
merupakan bagian ekosistem, pandangan tersebutlah yang dipakai dalam ekologi
pembangunan. Pembangunan tidak saja menghasilkan manfaat tetapi membawa resiko
juga yang dapat dan telah menyebabkan masalah lingkungan yang mengurangi bahkan
menghilangkan manfaat dari pembangunan. Pada saat ini yang menjadi permasalahan
ialah bagaimana membangun tanpa merusak lingkungan, yaitu pembangunan yang akan
menaikkan kualitas lingkungan, jadi pembangunan yang dilakukan haruslah
pembangunan yang berwawasan lingkungan..

2 Perumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang yang telas dijelaskan, maka dapat dibuat
perumusan masalah sebagai berikut:
Paradigma Pembangunan di Negara Maju versus Negara Berkembang
Keterkaitan antara Sumber Daya Alam, Ekonomi dan lingkungan hidup
Pembangunan berkelanjutan yang mengedepankan lingkungan hidup
Pembangunan ekonomi dan lingkungan hidup di negara berkembang
Permasalahan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Negara Berkembang
Pencemaran Lingkungan di negara berkembang
Pemecahan Masalah Lingkungan di negara berkembang

1.3 maksud dan Tujuan


Adapun tujuan yang dari penulisan makalah ini yaitu dapat mengetahui masalah-
masalah yang terjadi pada lingkungan hidup. Khusus nya yang terjadi pada negara
berkembang. Dan peran pembangunan ekonomi terhadap lingkungan hidup.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Lingkungan Hidup


Lingkungan hidup adalah sistem yang merupakan kesatuan ruang dengan semua
benda, daya, keadaan dan mahluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dengan
prilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perilaku kehidupannya dan kesejahteraan
manusia serta mahluk hidup lainnya (Soerjani, dalam Sudjana dan Burhan, 1996).
Elemen-elemen yang membentuk lingkungan hidup meliputi makluk hidup (manusia,
tumbuhan, binatang dan mikroorganisme), batuan, air, atmosfer, daratan dan fenomena
alam yang terjadi di wilayah tersebut.

Masalah lingkungan hidup yang terjadi sebagai dampak dari aktivitas manusia yang
meliputi masalah perusakan lingkungan hidup akibat pembangunan gedung, penebangan
hutan, kepunahan spesies flora dan fauna karena kerusakan habitat dan perburuan, polusi
air dan udara akibat limbah industri, penghancuran terumbu karang, pembuangan sampah
tanpa pengelolaan, penipisan lapisan ozon, polusi udara di kota, dan pemanasan global.

2.2 Kualitas Lingkungan


Soerjani (1996) mengemukakan bahwa kualitas lingkungan yaitu derajat
kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia di tempat dan waktu
tertentu. Melihat definisi di atas kita tidak bisa beranggapan bahwa apa yang asli dan
alamiah selalu mempunyai kualitas lingkungan yang tinggi. Tindakan yang bijaksana
dalam waktu, tempat, dan skala bahkan sering diperlukan untuk menaikkan kualitas
lingkungan daerah yang asli dan alamiah.

Perkembangan kualitas lingkungan hidup dapat terjadi tanpa campur tangan


manusia, artinya secara alamiah atau tanpa intervensi manusia, kualitas lingkungan juga
dapat berubah. Terjadinya peristiwa alam, seperti longsor dan banjir akan menyebabkan
perubahan kualitas lingkungan. Apakah perubahan ini dapat pulih atau tidak tergantung
pada daya lenting lingkungan. Daya lenting lingkungan adalah kemampuan lingkungan
itu untuk memulihkan diri secara alamiah. Misalnya, pencemaran ringan suatu perairan
oleh bahan organik dengan jumlah terbatas. Pencemaran ini tidak akan menimbulkan
masalah karena perairan itu mampu memulihkan kualitasnya secara alamiah. Sebagai
akibat peristiwa alam, ada tiga kemungkinan perkembangan kondisi kualitas lingkungan
hidup, yaitu :

1. Relatif tetap (stabil)


Kualitas lingkungan relatif tetap, jika daya lenting lingkungan relatif sama dengan
tingkat kerusakan. Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan hanya mampu memulihkan
kerusakan yang diakibatkan gangguan alam, sehingga kondisi lingkungan kembali seperti
semula. Contoh kebakaran hutan yang luasnya terbatas atau gempa bumi berskala kurang
dari 4.0 skala richter.

2. Makin buruk atau menurun.


Kualitas lingkungan makin buruk apabila daya lenting lingkungan lebih kecil dari
tingkat kerusakan. Dalam hal ini lingkungan tidak lagi mampu memulihkan kerusakan yang
terjadi sehingga kualitas lingkungan menurun dibandingkan dengan sebelum terjadi
peristiwa alam. Contoh terjadinya gempa bumi berskala lebih dari 6.0 skala richter dan
letusan gunung berapi.

3. Makin baik
Kualitas lingkungan makin baik jika daya lenting lingkungan lebih besar dari
tingkat kerusakan. Di sini lingkungan tidak hanya mampu memulihkan, tapi lebih dari itu
mampu menjadikan kondisi lingkungan lebih baik. Contoh banjir di daerah rendahan
sepanjang sungai yang tidak ada penduduknya.
Dengan adanya kegiatan pembangunan tingkat kerusakan lingkungan hidup
bergantung pada upaya pengendalian yang dilakukan oleh pelaku pembangunan, yaitu:

1. Kualitas lingkungan buruk atau menurun


Hal ini terjadi karena sejak awal pembangunan sampai kegiatan berjalan, upaya
pengendalian dampak lingkungan tidak direncanakan/dilakukan oleh pemrakarsa. Jadi
selama kegiatan berjalan kualitas lingkungan akan menurun.

2. Kualitas lingkungan mula-mula buruk kemudian menjadi baik


Kondisi ini terjadi karena sejak awal sampai tahap operasional, pengendalian
dampak lingkungan tidak dilakukan oleh pemrakarsa, namun seiring dengan
meningkatnya kepedulian masyarakat dan diterapkannya peraturan/undang-undang
lingkungan hidup, pemrakarsa terpaksa mencegah perusakan lingkungan.

3. Kualias lingkungan baik


Hal ini terjadi karena dalam perencanaan kegiatan (proyek), biaya lingkungan sudah
dimasukkan dalam anggaran pembangunan. Jadi sejak awal pembangunan sampai selama
proyek beroperasi, dampak lingkungan ditangani dengan serius dan dilakukan secara terus-
menerus

2.3. Keterbatasan Ekologi dalam Pembangunan


Biologi lingkungan atau yang biasa dikenal dengan ekologi adalah bagian dari ilmu
pengetahuan yang mempunyai hubungan erat dengan lingkungan. Ekologi berasal dari kata
oikos yang berarti rumah tangga dan logos yang mempunyai arti ilmu pengetahuan. Jadi,
ekologi dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang hubungan timbal balik antara
makhluk hidup dengan keadaan lingkungannya yang bersifat dinamis. Hubungan antara
makhluk hidup dengan lingkungannya sangat terbatas terhadap lingkungan yang
bersangkutan, hubungan inilah yang disebut dengan keterbatasan ekologi. Dalam
keterbatasan ekologi terjadi degradasi ekosistem yang disebabkan oleh dua hal yaitu
peristiwa alami dan kegiatan manusia. Secara alami merupakan peristiwa yang terjadi
bukan karena disebabkan oleh perilaku manusia. Sedangkan yang disebabkan oleh kegiatan
manusia yaitu degradasi ekosistem yang dapat terjadi diberbagai bidang meliputi bidang
pertanian, pertambangan, kehutanan, konstruksi jalan raya, pengembangan sumber daya air
dan adanya urbanisasi.

2.4 Daya Dukung Lingkungan Hidup


Pada mulanya konsep Daya Dukung dipergunakan dalam sistem ternak satwa liar.
Pada suatu lingkungan alamiah tanpa subsidi dari luar, seperti pemupukan atau
penggunaan teknologi lainnya. Sehingga daya dukung itu menurut Soemarwoto (1985)
dalam makalah Dahlan (2011) diartikan untuk menunjukkan besarnya kemampuan
lingkungan untuk mendukung kehidupan hewan yang dinyatakan dalam jumlah ekor
persatuan luas lahan.

Pada perkembangan selanjutnya daya dukung telah diterapkan juga pada populasi
manusia sehingga Mustadji dan Silalahi (1983) dalam makalah Dahlan (2011)
mendefinisikan Daya Dukung sebagai kemampuan lingkungan untuk mendukung
kehidupan manusia dan makluk hidup lainnya. Hal ini diperkuat oleh Soemarwoto (1985)
dalam makalah Dahlan (2011) yang mengartikan Daya Dukung sebagai kemampuan
sebidang lahan untuk mendukung kehidupan.

Dari dua konsep tadi dapat ditarik persamaan bahwa daya dukung itu berkenaan
dengan kemampuan suatu lingkungan atau sebidang lahan untuk mendukung kehidupan
sesuatu jenis makhluk hidup secara umum dan lebih terukur. Daya dukung lingkungan itu
tidak lain adalah ukuran kemampuan suatu lingkungan mendukung sejumlah populasi
jenis tertentu untuk dapat hidup dengan wajar dalam lingkungan tersebut. Dalam hal ini
lingkungan dapat berupa sebidang lahan, suatu wilayah geografi tertentu atau suatu
ekosistim tertentu. Kelompok atau sejumlah individu tertentu dalam hal ini bisa berupa
tumbuh- tumbuhan, binatang atau manusia. Secara khusus hubungannya dengan manusia
Sumaatmadja (1989) mengemukakan daya dukung yaitu ukuran kemampuan suatu
lingkungan mendukung sejumlah populasi manusia untuk dapat hidup dengan wajar
dalam lingkungan tersebut.

Daya dukung lingkungan tersebut tidak mutlak, melainkan berkembang sesuai


dengan beberapa faktor yang mempengaruhinya. Dengan demikian, lingkungan yang
berbeda memiliki daya dukung yang berbeda pula. Sedangkan suatu lingkungan daya
dukungnya dapat berkembang sesuai dengan kondisi faktor sumber daya yang
mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut antara lain faktor almiah yaitu iklim, cuaca,
kesuburan tanah, dan lain- lain, serta faktor sosial budaya seperti prilaku manusia, serta
ilmu pengetahuan, dan teknologi yang dimilikinya.

Penggunaan teknologi dalam proses industrialisasi baik industri primer


(pertambangan dan pertanian), industri sekunder (manufaktur dan konstruksi) serta
industri tersier (jasa dan telekomunikasi), dapat menaikkan daya dukung ataupun
menurunkan, tetapi secanggih apapun daya dukung itu pada suatu tingkat akan mencapai
suatu batas maksimum. Daya dukung suatu daerah telah mendekati tingkat daya dukung
maksimum ditandai dengan timbulnya gejala-gejala atau fenomena yang terdapat di
daerah tersebut, baik secara fisik maupun sosial. Gejala-gejala tersebut biasanya berupa
kondisi lahan yang sudah tidak memberikan hasil yang maksimal bagi sektor pertanian,
terjadinya bencana alam, dan lain-lain.
Berbagai kasus menunjukkan bahwa kualitas lingkungan masih akan terpelihara
baik apabila manusia mengelola lingkungan pada batas diantara daya dukung minimum
dan daya dukung optimum, di bawah daya dukung minimum berarti bahwa sumber daya
itu tidak berfungsi dengan baik, sementara keadaan yang mendekati daya dukung
maksimum akan mengundang resiko (pencemaran dan sebagainya, disamping diperlukan
biaya yang tinggi). Bahkan ada bahaya kalau batas itu sampai dilampaui maka akan
timbul krisis lingkungan berupa ketidak seimbangan yang makin berat.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Paradigma Pembangunan di Negara Maju versus Negara Berkembang

Di negara-negara maju, dalam keadaan tingkat hidup yang tinggi dan hampir semua
penduduknya tidak lagi mengenal kelaparan maupun penyakit menular yang berbahaya,
kerusakan lingkungan dianggap sebagai bahaya terhadap kehidupan yang makmur, aman
dan menyenangkan. Untuk apa membangun bendungan bila membawa resiko kerusakan
lingkungan, sedangkan listrik untuk pabrik dan keperluan rumah tangga serta air irigasi
untuk produksi pertanian telah cukup. Untuk apa pula digunakan pestisida guna
menaikkan lagi produksi bahan makanan dengan menanggung resiko terjadinya
pencemaran lingkungan, sedangkan produksi telah melimpah bahkan berlebih
(Soemarwoto, 2007).

Sejak tahun 1960-an di negara maju, terjadi gerakan lingkungan yang kuat yang
bertujuan untuk menyelamatkan lingkungan dari kerusakan yang diakibatkan oleh
pembangunan. Gerakan tersebut diikuti oleh gerakan yang bersifat anti-teknologi maju
dan anti-pembangunan, karena pembangunan dianggap sebagai biang keladi rusaknya
lingkungan. Gerakan-gerakan tersebut melihat masalah lingkungan dari cara pandang
negara maju yang serba kecukupan dan bebas dari penyakit menular yang berbahaya
(Soemarwoto, 2007).

Secara umum, keadaan di negara berkembang sangatlah berbeda dengan di negara


maju. Tingkat hidup yang masih rendah; produksi bahan makanan masih belum
mencukupi sehingga masih terjadi kasus kekurangan makanan bahkan kelaparan; sanitasi
lingkungan rendah; tingkat pendidikan masih rendah; tingkat pengangguran tinggi dan
berbagai macam kasus banjir dan kekeringan menjadi ancaman yang rutin terjadi
(Soemarwoto, 2007).

Untuk mengurangi permasalahan tersebut diatas di negara-negara berkembang,


mutlak diperlukan adanya pembangunan. Tanpa pembangunan tidak akan dapat terjadi
perbaikan kualitas hidup bahkan akan terjadi kemerosotan kesejahteraan. Akan tetapi,
konsep pembangunan yang tidak berkelanjutan dan berwawasan lingkungan justru akan
menimbulkan masalah-masalah lingkungan.

3.2 Keterkaitan antara Sumber Daya Alam, Ekonomi dan lingkungan hidup

Sebagimana dikemukakan terdahulu, sumber daya alam merupakan faktor input


dalam kegiatan demikian, pengertian ekonomi. Namun sumber daya tersebut tidak
terbatas sebagai faktor input saja karena proses produksi juga akan menghasilkan output
(misalnya limbah) yang kemudian menjadi faktor input bagi kelangsungan dan
ketersediaan sumber daya alam. Keterkaitan antara sumber daya alam dan aktivitas
ekonomi dapat dilihat.
Dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa sumber daya alam menghasilkan barang
dan jasa untuk proses industri yang berbasis sumber daya alam (I 1) maupun yang
langsung dikonsumsi oleh rumah tangga (I2). Dari proses industri, dihasilkan barang dan
jasa yang kemudian dapat digunakan oleh rumah tangga untuk konsumsi (I 3). Kegiatan
produksi oleh industri dan konsumsi oleh ruumah tangga menghasilkan limbah (waste)
yang kemudian dapat didaur ulang (D1 dan D2). Proses daur ulang ini ada yang langsung
kembali ke alam dan lingkungan (misalnya proses pemurnian kembali air atau udara),
juga ada yang kembali ke industri (D2), seperti pendaurulangan kertas, botol plastik, dan
lain sebagainya. Dari limbah ini sebagian komponen ada yang tidak dapat didaur ulang,
dan menjadi residual (D3) yang akan kembali ke lingkungan tergantung dari kemampuan
kapasitas penyerapan atau asimilasinya.

3.3 Pembangunan berkelanjutan yang mengedepankan lingkungan hidup

Pembangunan pada hakikatnya adalah perubahan lingkungan, yaitu mengurangi


resiko lingkungan atau dan memperbesar manfaat lingkungan. Sejak berabad tahun yang
lalu nenek moyang kita telah merubah hutan menjadi daerah pemukiman dan pertanian.
Perubahan hutan menjadi sawah merupakan usaha untuk memanfaatkan lahan untuk
produksi bahan makanan dibawah kondisi curah hujan yang tinggi dan juga untuk
mengurangi resiko erosi di daerah pegunungan. Hingga sekarang pencetakan sawah
masih berjalan terus. Dengan perubahan hutan atau tata guna lahan lain menjadi sawah
berubahlah pula keseimbangan lingkungan.

Jadi jelaslah keserasian bukanlah suatu hal yang kekal, melainkan berubah-ubah
menurut umur orang atau golongan, tempat dan waktu. Karena itu melestarikan
keserasian bertentangan dengan hakekat hidup yang menginginkan perubahan.
Melestarikan keserasian akan berarti meniadakan kebutuhan dasar untuk dapat memilih.
Karena itu akan berarti menurunkan mutu lingkungan dan dengan itu mutu hidup.

Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan pada hakekatnya tidak


bisa dilepaskan dari pembangunan manusia itu sendiri. Manusia merupakan subjek
sekaligus objek pembangunan. Manusia berada pada posisi sentral sahingga pelaksanaan
pembangunan dan hasil-hasilya tidak boleh mengabaikan dimensi manusianya. Untuk
dapat melakukan hal tersebut, diperlukan pendekatan pembangunan yang menitikberatkan
pada segi manusia.

Pembangunan dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup


manusia. Di lain pihak, pembangunan yang makin meningkat akan memberikan dampak
negatif, berupa resiko pencemaran dan perusakan lingkungan hidup, yang mengakibatkan
rusaknya struktur dan fungsi dasar ekosistem yang menjadi penunjang kehidupan.
Kerusakan ini pada akhirnya akan menjadi beban yang malah menurunkan mutu hidup
manusia, sehingga apa yang menjadi tujuan pembangunan akan sia-sia.

Terpeliharanya keberlanjutan fungsi lingkungan hidup merupakan kepentingan


manusia, sehingga menuntut tanggung jawab dan perannya untuk memelihara dan
meningkatkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Keberlanjutan
pembangunan harus memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya alam, sumber
daya manusia, serta pengembangan sumber daya buatan, dan menjadi sarana untuk
mencapai keberlanjutan pembangunan, serta menjadi jaminan bagi kesejahteraan serta
mutu hidup generasi masa kini dan generasi mendatang.

3.4 Pembangunan ekonomi dan lingkungan hidup di negara berkembang.

Bagi negara-negara maju persoalan pembangunan tidak menjadi masalah sedangkan


faktor lingkungan menjadi masalah, sedangkan bagi negara berkembang, diperhadapkan
pada dua pilihan. Pada satu pilihan mempercepat pertumbuhan pembangunan, sementara
pada pilihan yang lain faktor kelestarian lingkungan sangat dibutuhkan.

Walaupun demikian, Deklarasi Stockholm mengilhami negara-negara di dunia akan


pentingnya lingkungan hidup masa depan. Oleh Karena itu telah disadari bahwa, masalah
lingkungan hidup sangat menentukan kelangsungan hidup makhluk Tuhan, termasuk
manusia. Antara makhluk dan ekologinya saling mempengaruhi dan mempunyai
ketergantungan antara satu dengan yang lainnya. Manusia memerlukan lingkungan hidup
yang sehat, nyaman, baik udara, tumbuh-tumbuhan, air maupun binatang. Demikian juga
sebaliknya. Namun, kondisi yang demikian, telah terevolusi akibat tangan-tangan
manusia, yang selalu mementingkan kepentingannya sendiri dan pemerintah pada
masing-masing negara karena mengejar pertumbuhan ekonomi dan pembangunan, sering
mengeksploitasi dan mengeksploirasi lingkungan secara bebas tanpa memperhitungkan
dampak negatifnya.

Deklarasi Stockholm telah merefleksi konsep tentang pembangunan berwawasan


lingkungan. Konsep ini bukan saja mengajak seluruh negara dan penduduk bumi untuk
meningkatkan kepedulian terhadap ancaman kerusakan lingkungan, tetapi juga melihat
adanya kesejajaran antara pembangunan dan pengelolaan lingkungan hidup dan bukan
sesuatu yang harus dipertentangkan antara satu dengan yang lain (Soejono, 1996)
3.5 Permasalahan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Negara Berkembang

Seiring dengan kebutuhan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan dan


mengatasi banyak masalah, akan tetapi pengalaman menunjukkan bahwa pembangunan
dapat dan telah menimbulkan berbagai dampak negatif.Konsep pembangunan yang tidak
berkelanjutan dan tidak berwawasan lingkungan bukan hanya akan memperparah
masalah-masalah lingkungan dan sosial yang ada namun juga akan memicu timbulnya
masalah-masalah lingkungan yang baru. Terdapat 5 isu pokok lingkungan aktual yaitu;

a. Kerusakan hutan dan lahan

b. Kerusakan pesisir dan laut

c. Pencemaran air, tanah dan udara

d. Permasalahan lingkungan perkotaan

e. Kemasyarakatan

Isu-isu aktual diatas merupakan status lingkungan atas tekanan aktivitas manusia.
Untuk mengantisipasi dan mengatasi status kerusakan tersebut, masyarakat menunjukkan
respon atas perubahan-perubahan yang terjadi melalui kebijakan-kebijakan lingkungan,
ekonomi dan sektoral dan melalui kesadaran dan perubahan perilaku. Model status-
tekanan-respon tersebut dijabarkan dengan ringkas pada gambar 1 berikut;

Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan dan


pencemaran serta pemulihan kualitas lingkungan telah menuntut dikembangkannya
berbagai perangkat kebijaksanaan dan program serta kegiatan yang didukung oleh sistem
pendukung pengelolaan lingkungan lainnya. Sistem tersebut mencakup kemantapan
kelembagaan, sumberdaya manusia dan kemitraan lingkungan, disamping perangkat
hukum dan perundangan,informasi serta pendanaan. Sifat keterkaitan (interdependensi)
dan keseluruhan (holistik) dari esensi lingkungan telah membawa konsekuensi bahwa
pengelolaan lingkungan, termasuk sistem pendukungnya tidak dapat berdiri sendiri, akan
tetapi terintegrasikan dan menjadi roh dan bersenyawa dengan seluruh pelaksanaan
pembangunan.

Pada prinsipnya, tidak terdapat perbedaan yang mendasar antara masalah-masalah


pengelolaan lingkungan hidup yang terjadi di negara-negara berkembang dan di
Indonesia. Oleh karena itu, bahasan-bahasan berikut akan lebih ditekankan pada masalah-
masalah pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia.Dalam hal pengelolaan lingkungan
hidup di Indonesia, sebetulnya telah ada peraturan perundangan baik di tingkat pusat
maupun daerah. Pada level pemerintah pusat, telah terbit berbagai macam produk
perundangan mulai dari Keputusan Menteri, Peraturan Menteri, Keputusan
Presiden,Peraturan Pemerintah hingga Undang-Undang.Sebagai jawaban atas
permasalahan kebijakan pengelolaan lingkungan, pemerintah menerbitkan Undang-
undang Nomor 23 Tahun 1997 yang disempurnakan melalui penerbitan Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Terbitnya UU No. 32 Th. 2009 tersebut tampaknya memang ditujukan untuk lebih
memperkuat aspek perencanaan dan penegakan hukum lingkungan hidup, yang mana
terlihat dari struktur UU yang lebih dominan dalam mengatur aspek perencanaan dan
penegakan hukum. Meskipun demikian terdapat celah yang cukup mencolok dalam UU
No. 32 Th. 2009, yaitu ketiadaan pasal dan ayat yang menyinggung tentang komitmen
para pemangku kepentingan untuk memperlambat, menghentikan dan membalikkan arah
laju perusakan lingkungan (Adnan, 2009).

3.6 Menyikapi Pencemaran Lingkungan di negara berkembang

Konferensi PBB tentang lingkungan Hidup di Stockholm pada tahun 1972, telah
menetapkan tanggal 5 Juni setiap tahunnya untuk diperingati sebagai Hari lingkungan
Hidup Sedunia. Kesepakatan ini berlangsung didorong oleh kerisauan akibat tingkat
kerusakan lingkungan yang sudah sangat memprihatinkan.

Di Indonesia perhatian tentang lingkungan hidup telah dilakukan sejak tahun 1960-
an. Tonggak pertama sejarah tentang permasalahan lingkungan hidup dipancangkan
melalui seminar tentang Pengelolaan lingkungan Hidup dan Pembangunan Nasional yang
diselenggarakan di Universitas Padjajaran pada tanggal 15 18 Mei 1972. Hasil yang
dapat diperoleh dari pertemuan itu yaitu terkonsepnya pengertian umum permasalahan
lingkungan hidup di Indonesia. Dalam hal ini, perhatian terhadap perubahan iklim,
kejadian geologi yang bersifat mengancam kepunahan makhluk hidup dapat digunakan
sebagai petunjuk munculnya permasalahan lingkungan hidup.

Pada saat itu, pencemaran oleh industri dan limbah rumah tangga belumlah
dipermasalahkan secara khusus kecuali di kota-kota besar. Saat ini, masalah lingkungan
hidup tidak hanya berhubungan dengan gejala-gejala perubahan alam yang sifatnya
evolusioner, tetapi juga menyangkut pencemaran yang ditimbulkan oleh limbah industri
dan keluarga yang menghasilkan berbagai rupa barang dan jasa sebagai pendorong
kemajuan pembangunan di berbagai bidang.

Pada Pelita V, berbagai upaya pengendalian pencemaran lingkungan hidup


dilakukan dengan memperkuat sanksi dan memperluas jangkauan peraturan-peraturan
tentang pencemaran lingkungan hidup, dengan lahirnya Keppres 77/1994 tentang
Organisasi Bapedal sebagai acuan bagi pembentukan Bapeda/Wilayah di tingkat Propinsi,
yang juga bermanfaat bagi arah pembentukan Bapeda/Daerah. Peraturan ini dikeluarkan
untuk memperkuat Undang-Undang Nomor 4 tahun 1982 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup yang dianggap perlu untuk diperbaharui.

Berdasarkan Strategi Penanganan Limbah tahun 1993/1994, yang ditetapkan oleh


pemerintah, maka proses pengolahan akhir buangan sudah harus dimulai pada tahap
pemilihan bahan baku, proses produksi, hingga pengolahan akhir limbah buangan
(Lampiran Pidato Presiden RI, 1994 : II/27). Langkah yang ditempuh untuk mendukung
kebijaksanaan ini, ditempuh dengan pembangunan Pusat Pengelolaan Limbah Industri
Bahan Berbahaya dan Beracun (PPLI-B3), di Cileungsi Jawa Barat, yang pertama di
Indonesia. Pendirian unit pengolahan limbah ini juga diperkuat oleh Peraturan Pemerintah
Nomor 19 tahun 1994 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun.

Disamping itu, untuk mengembangkan tanggung jawab bersama dalam


menanggulangi masalah pencemaran sungai terutama dalam upaya peningkatan kualitas
air, dilaksanakan Program Kali Bersih (PROKASIH), yang memprioritaskan penanganan
lingkungan pada 33 sungai di 13 Propinsi. Upaya pengendalian pencemaran lingkungan
hidup ini, ternyata juga menghasilkan lapangan kerja dan kesempatan berusaha baru di
berbagai kota dan sektor pembangunan.

Dari uraian tersebut diatas jelaslah bagi kita bahwa dalam menyikapi terjadinya
pencemaran lingkungan baik akibat teknologi, perubahan lingkungan, industri dan upaya-
upaya yang dilakukan dalam pembangunan ekonomi, diperlukan itikad yang luhur dalam
tindakan dan perilaku setiap orang yang peduli akan kelestarian lingkungan hidupnya.

Walaupun telah ditetapkan Undang-Undang No. 4 Tahun 1982, PP No. 19 tahun


1994 dan Keppres No .7 tahun 1994 yang berhubungan dengan pengelolaan lingkungan,
jika tidak ada kesamaan persepsi dan kesadaran dalam pengelolaan lingkungan hidup
maka berbagai upaya pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan
kesejahteraan masyarakat tidak akan dapat dinikmati secara tenang dan aman, karena
kekhawatiran akan bencana dari dampak negatif pencemaran lingkungan.

3.7 Pemecahan Masalah Lingkungan di negara berkembang

Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber
daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh di
atas tanah maupun di dalam lautan, dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia
seperti keputusan bagaimana menggunakan lingkungan fisik tersebut.

Lingkungan terdiri dari komponen abiotik dan biotik. Komponen abiotik adalah
segala yang tidak bernyawa seperti tanah, udara, air, iklim, kelembaban, cahaya, bunyi.
Sedangkan komponen biotik adalah segala sesuatu yang bernyawa seperti tumbuhan,
hewan, manusia dan mikro-organisme (virus dan bakteri).Masalah lingkungan adalah
aspek negatif dari aktivitas manusia terhadap lingkungan biofisik. Masalah lingkungan
terbaru saat ini yang mendominasi mencakup perubahan iklim, polusi, dan hilangnya
sumber daya alam.Dalam lingkungan hidup di Indonesia, banyak terjadi permasalahan di
sungai, laut, tanah dan hutan yaitu sebagai berikut:

1) Pencemaran Sungai dan laut

Sungai dan laut dapat tercemar dari kegiatan manusia seperti penggunaan bahan
logam berat, pembuangan limbah cair kapal dan pemanfaatan air panas. Secara
biologis, fisik dan kimia senyawa seperti logam tidak dapat dihancurkan. Di berbagai
sektor industri dan rumah tangga seperti pemakaian bahan-bahan dari plastik.

2) Pencemaran Tanah

Tanah bisa dapat tercemar apabila penggunaan secara berlebihan terhadap pupuk
dan bahan pestisida. Pencemaran tanah mempunyai ciri yaitu adanya perubahan
tanah menjadi kering dan keras, hal ini disebabkan oleh jumlah kandungan garam
yang sangat besar yang terdapat di dalam tanah. Selain itu, pencemara tanah juga
dapat disebabkan oleh sampah plastik karena pada umumnya sampah plastik tidak
mengalami proses penghancuran secara sempurna.

3) Pencemaran Hutan

Hutan juga bisa mengalami kerusakan apabila dalam pemanfaatannya tidak


terkendali dengan baik. Hutan merupakan salah satu sumber daya alam yang dapat
diperbaharui. Salah satu contoh pencemaran atau kerusakan hutan adalah adanya
penebangan secara liar. Jika kegiatan tersebut dilakukan secara terus-menerus maka
dapat mengakibatkan penggundulan hutan.

Usaha Mengatasi berbagai Masalah Lingkungan Hidup. Pada umumnya


permasalahan yang terjadi dapat diatasi dengan cara-cara sebagai berikut:

a) Pengelolaan Sumber Daya Alam Berwawasan Lingkungan Hidup dan Berkelanjutan.

Untuk menanggulangi masalah kerusakan yang terjadi pada lingkungan perlu


diadakan konservasi. Konservasi dapat diartikan sebagai upaya untuk memelihara
lingkungan mulai dari lingkungan keluarga, masyarakat sampai bangsa. Pengelolaan
sumber daya alam merupakan usaha secara sadar dengan cara menggali sumber daya alam,
tetapi tidak merusak sumber daya alam lainnya sehingga dalam penggunaannya harus
memperhatikan pemeliharaan dan perbaikan kualitas dari sumber daya alam tersebut.

Adanya peningkatan perkembangan kemajuan di bidang produksi tidak perlu


mengorbankan lingkungan yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan. Apabila
lingkungan tercemar maka akan berdampak buruk bagi kelanjutan dari keberadaan sumber
daya alam yang akhirnya dapat menurunkan kehidupan masyarakat. Dalam pengelolaan
sumber daya alam perlu diperhatikan keserasiannya dengan lingkungan. Keserasian
lingkungan merupakan proses pembentukan lingkungan yang sifatnya relatif sama dengan
pembentukan lingkungan. Pengelolaan sumber daya alam agar berkelanjutan perlu
diadakannya pelestarian terhadap lingkungan tanpa menghambat kemajuan.

b) Pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan

Dalam pengelolaan sumber daya alam agar tetap lestari maka dapat dilakukan uasaha
atau upaya sebagai berikut:

a) Menjaga kawasan tangkapan hujan seperti kawasan pegunungan yang harus selalu hijau
karena daerah pegunungan merupakan sumber bagi perairan di darat.

b) Untuk mengurangi aliran permukaan serta untuk meningkatkan resapan air sebagia air
tanah, maka diperlukan pembuatan lahan dan sumur resapan.

c) Reboisasi di daerah pegunungan, dimana daerah tersebut berfungsi sebagai reservoir air,
tata air, peresapan air, dan keseimbangan lingkungan.

d) Adanya pengaturan terhadap penggunaan air bersih oleh pemerintah. Sebelum


melakukan pengolahan diperlukan adanya pencegahan terhadap pembuangan air limbah
yang banyak dibuang secara langsung ke sungai.

e) Adanya kegiatan penghijauan di setiap tepi jalan raya, pemukiman penduduk,


perkantoran, dan pusat-pusat kegiatan lain.

f) Adanya pengendalian terhadap kendaraan bermotor yang memiliki tingkat pencemaran


tinggi sehingga menimbulkan polusi.

g) Memperbanyak penggunaan pupuk kandang dan organik dibandingkan dengan


penggunaan pupuk buatan sehinnga tidak terjadi kerusakan pada tanah.

h) Melakukan reboisasi terhadap lahan yang kritis sebagai suatu bentuk usaha pengendalian
agar memiliki nilai yang ekonomis.

i) Pembuatan sengkedan, guludan, dan sasag yang betujuan untuk mengurangi laju erosi.
j) Adanya pengendalian terhadap penggunan sumber daya alam secara berlebihan.c)
Pengelolaan Daur Ulang Sumber Daya alam

Tingkat pencemaran dan kerusakan lingkungan dapat dikurangi dengan cara


melakukan pengembangan usaha seperti mendaur ulang bahan-bahan yang sebagian besar
orang menganggap sampah, sebenarnya dapat dijadikan barang lain yang bisa bermanfaat
dan tentunya dengan pengolahan yang baik. Pengelolaan limbah sangat efisien dalam
upaya untuk mengatasi masalah lingkungan. Langkah-langkah yang dapat dilakukan
dalam pengelolaan limbah dengan menggunakan konsep daur ulang adalah sebagai
berikut:

Melakukan pengelompokan dan pemisahan limbah terlebih dahulu.


Pengelolaan limbah menjadi barang yang bermanfaat serta memilki nilai
ekonomis.
Dalam pengolahan limbah juga harus mengembangkan penggunaan teknologi.
Pelestarian Flora dan Fauna

Untuk menjaga kelestarian flora dan fauna, upaya yang dapat dilakukan adalah
mendirikan tempat atau daerah dengan memberikan perlindungan khusus yaitu sebagai
berikut:

a) Hutan Suaka Alam merupakan daerah khusus yang diperuntukan untuk


melindungi alam hayati.

b) Suaka Marga Satwa merupakan salah satu dari daerah hutan suaka alam yang
tujuannya sebagai tempat perlindungan untuk hewan-hewan langka agar tidak
punah.

c) Taman Nasional yaitu daerah yang cukup luas yang tujuannya sebagai tempat
perlindungan alam dan bukan sebagai tempat tinggal melainkan sebagai tempat
rekreasi.

d) Cagar alam merupakan daerah dari hutan suaka alam yang dijadikan sebagai
tempat perlindungan untuk keadaan alam yang mempunyai ciri khusus
termasuk di dalamnya meliputi flora dan fauna serta lingkungan abiotiknya
yang berfungsi untuk kepentingn kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan.

bagi negara berkembang, diperhadapkan pada dua pilihan. Pada satu pilihan
mempercepat pertumbuhan pembangunan, sementara pada pilihan yang lain faktor
kelestarian lingkungan sangat dibutuhkan. ini menunjukkan bahwa keterbelakangan
pembangunan pada negara-negara berkembang menghadapi suatu dilematis. Dia
mengharapkan keluar dari garis batas kemiskinan dengan mempercepat pembangunan,
namun diperhadapkan dengan faktor lingkungan hidup.

Pembangunan yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya alam,


menjadi sarana untuk mencapai keberlanjutan pembangunan dan menjadi jaminan bagi
kesejateraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. Oleh karena
itu, lingkungan hidup Indonesia yang termasuk Negara berkembang di kawasan asia
tenggara. harus dikelola dengan prinsip melestarikan fungsi lingkungan hidup yang serasi,
selaras dan seimbang untuk menunjang pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan hidup bagi peningkatan kesejahteraan dan mutu generasi masa kini dan
generasi masa depan.

4.2 Saran.

Masyarakat harus menjaga kelestarian lingkungan hidup. Dalam pemanfaatan


sumber daya harus memperhatikan dampak yang timbul dari penggunaan sumber daya
tersebut terhadap lingkungan sekitar agar tidak terjadi pencemaran atau kerusakan
lingkungan hidup.

. Kita harus sadar akan pentingnya lingkungan hidup, jangan mementingkan


kepentingannya sendiri maupun pemerintah pada negara karena mengejar pertumbuhan
ekonomi dan pembangunan, sering mengeksploitasi dan mengeksploirasi lingkungan
secara bebas tanpa memperhitungkan dampak negatifnya dan tanpa memperhatika
pembangunan berkelanjutan .
DAFTAR PUSTAKA

Rangkuti, Siti Sundari, (2000). Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan

Nasional. Surabaya; Airlangga University Press.

Soejono, (1996). Hukum Lingkungan dan Peranannya Dalam Pembangunan. Jakarta; Rineka

Cipta.

Yakin, Addinul, (1997). Ekonomi Sumber Daya dan Lingkungan (Teori dan Kebijaksanaan

Pembangunan Berkelanjutan). Jakarta; Akademika Presindo.

Soemarwoto, Otto (1997). Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan.

Jakarta;Djembatan.

ugandhy, Aca dan Hakim, Rustam. 2007. Prinsip Dasar Kebijakan Pembangunan

Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan. Bumi Aksara.

Wicaksono, Sonny Ilham. 2012. Masalah Lingkungan Hidup dan Upaya Penanggulangan

Adiningsih, Sri. 2009. Pembangunan Berkelanjutan Ditinjau dari Aspek Ekonomi, Artikel

Kepala Pusat Studi Asia Pasifik UGM. Yogyakarta.

Anonim. 2011. Undang Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang : Pengelolaan Lingkungan

Hidup. Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia.

http://landspatial.bappenas.go.id/peraturan/the_file/UU-2397.pdf. Diakses tanggal 26 juni

pukul 16.06 WIB

Hardjasoemantri, Kusnadi, (1995). Hukum Perlindungan Lingkungan. Yogyakarta; Gadjah

Mada University Press.


TUGAS;

peran ekonomi dan pembangunan berkelanjutan


terhadap lingkungan hidup di negara berkembang

OLEH;

ADRYAN SAPUTRA
M1A116171
KEHUTANAN C

JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2016

Anda mungkin juga menyukai