Akhlak terhadap Pemeluk Agama Lain Meliputi Uraian Tentang Hal yang Perlu
Dilakukan atau Akhlak Mahmudah dan Akhlak Madmumah atau Perilaku yang Harus
Dihindari
Disusun Oleh :
M. Syafiq A (15312279)
Rian ( )
FAKULTAS EKONOMI
2015/2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena atas segala rahmat
dan hidayahnya kami dengan bisa dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat
waktunya. Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas kelompok Pendidikan
Agama Islam. Salawat serta salam tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad
SAW, yang menjadikan tauladan bagi kita semua. Dalam pembahasan ini kami
menulis makalah yang berjudul Akhlah Terhadap Agama Lain dikesempatan ini
kami mengucapkan terima kasih kepada:
Kami menyadari bahwa tugas kelompok kami ini jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu jika ada saran dan kritik kami dengan senang hati menerima nya,
guna kesempurnaan tugas kelompok ini dan bermanfaat bagi kami dan pembaca
bagi umumnya
Penulis
DAFTAR ISI
1
KATA PENGANTAR............................................................................1
DAFTAR ISI.........................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN....................................................................3
1.1 Latar Belakang..........................................................................3
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................3
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................4
1. Pengertian Akhlak.....................................................................4
2. Pengertian Akhlak Terpuji dan Tercela.....................................6
3. Akhlak Terpuji dan Tercela Kepada Non Muslim....................7
4. Pentingnya Mengetahui Akhlak terhadap Agama Lain..........11
2
BAB I
PENDAHULUAN
Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia sangatlah penting, baik sebagai individu
maupun sebagai anggota masyarakat. Maju atau mundurnya suatu bangsa tergantung bagaimana
akhlaknya. Jika akhlaknya baik, maka baik pula batinnya, sehingga dapat mewujudkan
kehidupan yang baik pula. Namun, jika akhlaknya buruk, maka buruk pula batinnya, sehingga
dapat menghancurkan tatanan kehidupan bangsa.
Didalam kehidupan suatu bangsa terdapat perbedaan yang beraneka ragam, baik dalam
hal agama, bahasa, budaya, adat istiadat, suku, ras, dan sebagainya. Salah satu dari perbedaan
yang mencolok adalah agama. Dalam hal ini diperlukan aturan-aturan untuk mengatur kehidupan
tiap umat beragama dalam menjalankan kehidupan.
Islam sebagai agama yang paripurna telah memiliki aturan tersendiri untuk mengatur
umatnya dalam hal berhubungan, baik dengan sesama muslim maupun dengan umat lainnya.
Oleh karena itu makalah ini akan kami jelaskan mengenai akhlak kepada muslim dan non
muslim.
BAB II
3
PEMBAHASAN
1. Pengertian Akhlak
Secara etimologis (lughatan) akhlaq (Bahasa Arab) adalah bentuk jamak
dari khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat 1.
Berakar dari kata khalaqa yang berarti menciptakan. Seakar dengan kata Khaliq
(Pencipta), makhluq (yang diciptakan) dan khalq(penciptaan).
Kesamaan akar kata tersebut mengisyaratkan bahwa dalam akhlaq
tercakup pengertian penciptanya keterpaduan antara kehendak Khaliq (Tuhan)
dengan perilaku makhluq(manusia). Atau dengan kata lain dan lingkungannya
baru mengandung nilai akhlaq yang hakiki manakala tindakan atau perilaku
tersebut didasarkan kepada kehendak Khaliq (Tuhan). Dari pengertian
etimologis seperti ini, akhlaq bukan saja merupakan tata aturan atau norma
perilaku yang mengatur hubungan antar sesama manusia, tetapi juga norma
perilaku yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan dan bahkan
dengan alam semesta sekalipun.2
1. Imam Al-Gozali
1 Al-Munjid fi al-Lughah wa al-Ilam (Beirut: Dar al- Masyriq, 1989), cet. Ke 28, hlm.164
2 Harun Nasution dkk., Ensiklopedi Islam Indonesia (Jakarta: Djambatan, 1992), hlm.98.
4
Akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-
perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memelrlukan pemikiran dan
pertimbangan.3
2. Ibrahim Anis
Akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang dengannya lahirlah
macam-macam perbuatan, baik buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan
pertimbangan.4
(Akhlaq) adalah nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, yang
dengan sorotan dan timbangannya seseorang dapat menilai perbuatannya baik
atau buruk, untuk kemudian memilih untuk melakukan atau
meninggalkannya5
3 Abu Hamid Muhammad al-Ghazali, Ihya Ulum ad-Din, (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), Jilid III, hlm. 58.
5 Abdul Karim Zaidan, Ushul ad-Dawah (Baghdad: Jamiyyah al-Amani, 1976), hlm. 75.
5
Ketiga definisi yang dikutip diatas sepakat menyatakan bahwa akhlaq
atau khuluq itu adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia, sehingga dia
akan muncul secara sepontan bila mana diperlukan, tanpa memerlukan
pemikiran atau pertimbangan lebih dahulu, serta tidak memerlukan dorongan
dari luar.
6
Ukuran Baik dan Buruk
A. Adat kebiasaan
Karena tiap suku atau bangsa mempunyai adatistiadat tertentu
yang di wariskan dari nenek moyang mereka. Walaupun itu di pandang
baik atau pun tidak mereka tetap melakukan kebiasaan adat mereka ini.
Walaupun mereka tau baik dan buruk tetapi mereka tidak ingin adat
kebiasaan dari nenek moyang mereka hilang. Pada masa sekarang ini ini
kita tidak dapat membenarkan adanya perbuatan (adat-istiadat) semacam
itu dan bahkan mengingkarinya, apabila ada-istiadat itu banyak salahnya,
maka tidak tepat dijadikan sebagai ukuran baik dan buruk suatu
perbuatan.
B. Kebahagiaan(Hedoism)
Seorang Muslim harus dapat berhubungan baik dengan masyarakat yang lebih
luas, baik di lingkungan pendidikan, kerja, sosial dan lingkungan lainnya. Baik
dengan orang-orang yang seagama, maupun dengan pemeluk agama lainnya.
Hubungan baik dengan masyarakat diperlukan, karena tidak ada seorangpun
yang dapat hidup tanpa bantuan masyarakat. Lagipula hidup bermasyarakat
sudah merupakan fitrah manusia. Dalam Surat Al-Hujarat ayat 13 dinyatakan
7
bahwa manusia diciptakan dari lelaki dan perempuan, bersuku-suku, dan
berbangsa-bangsa, agar mereka saling mengenal. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa, menurut Al-Quran, manusia secara fitri adalah makhluk sosial
dan hidup bermasyarakat merupakan suatu keniscayaan bagi mereka.7
7 Lihat M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran (Bandung: Mizan, 1996), hlm. 320
8
Dalam surat Al-Mumtahanah: 8 9, yang artinya :
Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-
orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak pula mengusir kamu
dari negerimu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.
Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-
orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu
dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa yang
menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang
zalim."
Maka demikian dapat disimpulkan bahwa akhlak terhadap tetangga ada 3 macam
yaitu :
Tetapi apa akhlak terpuji dan tercela terhadap non muslim dan non family?
A. Akhlak Terpuji
a) Saling tolong menolong dalam hal kebaikan, asalkan tidak dalam hal
peribadaaan.
9
Kita harus menghormati sesama manusia dalam agama, kita harus
menghormati aga non muslim lain dan mereka juga harus menghormati agama
kita. Sehingga ada hubungan timbal balik yang terjadi dalam saling
menghornati agama lain.
c) Tidak saling mendiskriminasi dalam hal pekerjaan, hal pergaulan, dan hal
hal lainnya diluar masalah agama.
Ini merupakan yang paling penting jika tidak ingin terjadi peperangan
antar agama. Karena kita harus tidak saling mendiskriminasi dalam apapun
dalam lingkungan, sehingga terjadi keharmonisan dalam pekerjaan ataupun
dalam lingkungan.9
B. Akhlak Tercela
10
4. Pentingnya Beretika Kepada Agama Lain
Kita harus beretika kepada agama lain, karena kita harus saling
menghormati dan tidak ada yang melanggar hak-hak dari agama lain. Maka
demi itu baiklah kita mengetahui bagaimana berinteraksi kepada agama non
muslim dan mengetahui macam-macam orang kafir, orang kafir itu ada empat
macam:
1. Kafir muahid yaitu orang kafir yang tinggal di negeri mereka sendiri dan
di antara mereka dan kaum muslimin memiliki perjanjian.
2. Kafir dzimmi yaitu orang kafir yang tinggal di negeri kaum muslimin dan
sebagai gantinya mereka mengeluarkan jizyah (semacam upeti) sebagai
kompensasi perlindungan kaum muslimin terhadap mereka.
3. Kafir mustaman yaitu orang kafir masuk ke negeri kaum muslimin dan
diberi jaminan keamanan oleh penguasa muslim atau dari salah seorang
muslim.
4. Kafir harbi yaitu orang kafir selain tiga jenis di atas. Kaum muslimin
disyariatkan untuk memerangi orang kafir semacam ini sesuai dengan
kemampuan mereka.
Sikap apa yang seharusnya kita lakukan terhadap orang non muslim?
11
kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu
disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui. (Qs. At Taubah: 6)
Kedua: Berlaku adil dalam memutuskan hukum antara orang kafir dan
kaum muslimin, jika mereka berada di tengah-tengah penerapan hukum Islam.
Hal tersebut telah dijelaskan dalam firman Allah yang artinya, Hai orang-
orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu
untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada
takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan. (Qs. Al Maidah: 8)
Ketiga: Mendakwahi orang kafir untuk masuk Islam. Ini hukumnya fardhu
kifayah, artinya jika sebagian sudah mendakwahi mereka maka yang lain gugur
kewajibannya. Karena mendakwahi mereka berarti telah mengeluarkan mereka
dari kegelapan menuju cahaya. Hal ini bisa dilakukan dengan menjenguk
mereka ketika sakit, sebagaimana pernah dilakukan oleh Nabi shallallahu
alaihi wa sallam ketika menjenguk anak kecil yang beragama Yahudi untuk
diajak masuk Islam. Akhirnya ia pun masuk Islam.
Anas bin Malik radhiyallahu anhu-, ia berkata, Dulu pernah ada
seorang anak kecil Yahudi yang mengabdi pada Nabi shallallahu alaihi wa
sallam, lalu suatu saat ia sakit. Nabi shallallahu alaihi wa sallam lantas
menjenguknya. Beliau duduk di dekat kepalanya, lalu beliau mengatakan,
Masuklah Islam. Kemudian anak kecil itu melihat ayahnya yang berada di
sisinya. Lalu ayahnya mengatakan, Taatilah Abal Qosim (yaitu Rasulullah)
shallallahu alaihi wa sallam-. Akhirnya anak Yahudi tersebut masuk Islam.
Kemudian Nabi shallallahu alaihi wa sallam keluar dari rumahnya dan
berkata, Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan anak tersebut dari
siksa neraka.
12
Keempat: Diharamkan memaksa orang Yahudi, Nashrani dan kafir lainnya
untuk masuk Islam. Karena Allah Taala berfirman, Tidak ada paksaan untuk
(memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada
jalan yang sesat. (Qs. Al Baqarah: 256). Ibnu Katsir mengatakan, Janganlah
memaksa seorang pun untuk masuk ke dalam Islam. Karena kebenaran Islam
sudah begitu jelas dan gamblang. Oleh karenanya tidak perlu ada paksaan
untuk memasuki Islam. Namun barangsiapa yang Allah beri hidayah untuk
menerima Islam, hatinya semakin terbuka dan mendapatkan cahaya Islam,
maka ia berarti telah memasuki Islam lewat petunjuk yang jelas. Akan tetapi,
barangsiapa yang masih tetap Allah butakan hati, pendengaran dan
penglihatannya, maka tidak perlu ia dipaksa-paksa untuk masuk Islam. Cukup
dengan sikap baik (ihsan) yang kita perbuat pada mereka membuat mereka
tertarik pada Islam, tanpa harus dipaksa.
Keenam: Tidak boleh bagi seorang muslim pun menipu orang kafir (selain
kafir harbi) ketika melakukan transaksi jual beli, mengambil harta mereka
tanpa jalan yang benar, dan wajib selalu memegang amanat di hadapan mereka.
Karena Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda, Ingatlah!
Barangsiapa berlaku zholim terhadap kafir Muahid, mengurangi haknya,
membebani mereka beban (jizyah) di luar kemampuannya atau mengambil
harta mereka tanpa keridhoan mereka, maka akulah nantinya yang akan sebagai
hujah mematahkan orang semacam itu.
13
muslim selama tidak menampakkan rasa cinta pada mereka. Allah Taala
berfirman, Ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia. (Qs. Al
Baqarah: 83). Berkata yang baik di sini umum kepada siapa saja.
Kedelapan: Berbuat baik kepada tetangga yang kafir (selain kafir harbi)
dan tidak mengganggu mereka. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
Jibril terus menerus memberi wasiat kepadaku mengenai tetangga sampai-
sampai aku kira tetangga tersebut akan mendapat warisan.
14
maksud diundang. Namun jika seorang muslim diundang orang kafir
dalam acara mereka, maka undangan tersebut tidak perlu dipenuhi karena
ini bisa menimbulkan rasa cinta pada mereka.
6. Boleh bermuamalah dengan orang kafir dalam urusan dunia seperti
melakukan transaksi jual beli yang mubah dengan mereka atau
mengambil ilmu dunia yang bernilai mubah yang mereka miliki (tanpa
harus pergi ke negeri kafir).
7. Diperbolehkan seorang pria muslim menikahi wanita ahli kitab (Yahudi
dan Nashrani) selama wanita tersebut adalah wanita yang selalu menjaga
kehormatannya serta tidak merusak agama si suami dan anak-anaknya.
Sedangkan selain ahli kitab (seperti Hindu, Budha, Konghucu) haram
untuk dinikahi. Dalilnya adalah firman Allah Taala, Pada hari ini
dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang
yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi
mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga
kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita
yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab
sebelum kamu. (Qs. Al Maidah: 5). Ingat, seorang pria muslim menikahi
wanita ahli kitab hanyalah dibolehkan dan bukan diwajibkan atau
dianjurkan. Dan sebaik-baik wanita yang dinikahi oleh pria muslim
tetaplah seorang wanita muslimah.
Adapun wanita muslimah tidak boleh menikah dengan orang kafir
mana pun baik ahlul kitab (Yahudi dan Nashrani) dan selain ahlul kitab
karena Allah Taala berfirman,
Mereka (wanita muslimah) tiada halal bagi orang-orang kafir itu
dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. (Qs. Al
Mumtahanah: 10)
8. Boleh bagi kaum muslimin meminta pertolongan pada orang kafir untuk
menghalangi musuh yang akan memerangi kaum muslimin. Namun di
sini dilakukan dengan dua syarat:
15
Ini adalah keadaan darurat sehingga terpaksa meminta tolong pada
orang kafir. Orang kafir tidak membuat bahaya dan makar pada kaum
muslimin yang dibantu.
9. Dibolehkan berobat dalam keadaan darurat ke negeri kafir.
10. Dibolehkan menyalurkan zakat kepada orang kafir yang ingin
dilembutkan hatinya agar tertarik pada Islam, sebagaimana firman Allah
Taala,
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir,
orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, orang-orang yang ingin
dibujuk hatinya. (Qs. At Taubah: 60)
11. Dibolehkan menerima hadiah dari orang kafir selama tidak sampai timbul
perendahan diri pada orang kafir atau wala (loyal pada mereka).
Sebagaimana Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah menerima hadiah
dari beberapa orang musyrik. Namun ingat, jika hadiah yang diberikan
tersebut berkenaan dengan hari raya orang kafir, maka sudah sepantasnya
tidak diterima.
Inti dari pembahasan ini adalah tidak selamanya berbuat baik pada
orang kafir berarti harus loyal dengan mereka, bahkan tidak mesti sampai
mengorbankan agama. Kita bisa berbuat baik dengan hal-hal yang
dibolehkan bahkan dianjurkan atau diwajibkan sebagaimana yang telah
kami sebutkan di atas. [Muhammad Abduh Tuasikal, Mengucapkan
Selamat Natal Dianggap Amalan Baik,muslim.or.id.19 December 2009].
Hubungan muamalah dengan non muslim dibenarkan dalam islam
selama tidak memasuki wilayah aqidah dan ibadah, makna toleransi
dalam Islam sangat kita jaga, artinya kita tidak boleh memaksakan agama
kita kepada orang, kita biarkan mereka beribadah dengan doktrin
agamanya dan janganlah kita ikut campur atau mengganggu mereka dan
sebaliknya, kita bebas untuk beribadah menurut agama ktia, jangan
16
mereka campuri dan tidak boleh mereka ganggu, maka itulah makna
toleransi, tapi bila kita mencampuri agama mereka maka itu bukan lagi
wilayah toleransi tapi campr aduk terhadap agama.
Interaksi muslim dengan ummat lain tidaklah dilarang selama tetap
mempertahankan aqidah dan kemurnian tauhid, tidak mencampuri urusan
agama mereka yang dapat mempengaruhi jiwa kita, jangan sampai karena
hadiah dan kebaikan mereka lalu kita terbuai akhir mengikuti bahkan
masuk keagama mereka, namun seharusnya interaksi muslim dengan non
muslim dalam rangka menebarkan rahmat melalui akhlakul karimah
sekaligus sebagai media dakwah, menjadikan mereka sebagai madu,
dengan perantara kita semoga mereka mendapat hidayah Allah untuk
tunduk hatinya kepada kebenaran Islam, wallahu a'lam11
11 Abdullah Nashin Ulwan, Sikap Islam Terhadap Non Muslim, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta Timur,
1993, 86-104
17
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat kami peroleh dari makalah kami di atas akhlak ialah sifat-sifat
yang dibawa manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwanya dan selalu ada padanya, Sifat itu
lahir berupa perbuatan baik disebut akhlak mulia, atau pernbuatan buruk, di sebut akhlak tercela
sesuai pembinaanya. Akhlak terhadap non muslim harus kita ketahui sehingga tidak adanya
peperangan yang melibatkan agama, sehingga terjadi keharmonisan dalam lingkungan.
18
DAFTAR PUSTAKA
19