Anda di halaman 1dari 14

1

ANABOLISME
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM BIOLOGI

Disusun oleh:

Davita Margareta Zacharias

15.I1.0017

Kelompok G7

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS
KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG

2015
1. PENDAHULUAN

1.1. Tinjauan Pustaka


2

Reaksi anabolisme merupakan reaksi di mana terjadi sintesi dengan terbentuknya


molekul besar dari molekul sederhana/kecil. Proses dalam reaksi ini disebut reaksi
endogenic karena membutuhkan energi. Contoh dari reaksi anabolisme ialah reaksi
fotosintesis (Green et al, 1988).

Fotosintesis merupakan suatu proses pembentukan energi kimia melalui transformasi


energi radiasi. Dalam sinar matahari terdapat foton yaitu partikel-partikel yang
mengandung sejumlah energi. Setiap foton memiliki jumlah energi yang berbeda-beda.
Jumlah energi tersebut tergantung dari panjang gelombang sinar di mana panjang
gelombang sinar dengan energi dalam foton berbanding terbalik. Energi foton yang
berasal dari sinar biru lebih tinggi dibandingkan dengan energi foton yang berasal dari
sinar merah (Fardiaz, 1992).

Klorofil
6CO2 + H2O C6H12O6 + 6O2
Energi Cahaya (glukosa)
(Harjadi, 1979).

Daun merupakan organ terpenting yang berperan dalam fotosintesis. Salah satu bagian
pada daun adalah epidermis yang dapat dijumpai pada bagian atas dan bawah. Pada
epidermis terdapat stomata, yairu pori-pori kecil dengan jumlah pada epidermis bawah
lebih banyak dibandingkan dengan pada epidermis bawah. Stomata memiliki peran
penting, yaitu dalam pertukaran gas (O2 dan CO2) serta untuk mengatur hilangnya air
dari daun (Audesirk & Audesirk, 1983).

Dalam proses fotosintesi, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi agar fotosintesis
dapat berjalan dengan lancar, yaitu cahaya, klorofil, organisasi plastida, karbon
dioksida, dan air (Ritchie & Carola, 1983).

Robert Hill mengemukakan bahwa kloroplas dapat membebaskan oksigen dengan


diisolasi dan adanya peran pengoksidasi (penerima elektron). Dengan menggunakan
larutan DCPIP, laju reaksi Hill dapat diukur dengan melihat perubahan warna yang
terjadi. DCPIP akan berwarna biru jika mengalami oksidasi dan akan kehilangan
warnanya jika dalam keadaan reduksi. Reaksi Hill :

H2O + NADP NADPH + O2 + H+


3

Cahaya dan kloroplas


DCPIP (Biru) + H2O DCPIP H2 (tidak berwarna) + O2
Cahaya dan kloroplas
( Green, et al, 1988 ).

1.2. Tujuan Praktikum


Tujuan praktikum kali ini adalah untuk memahami proses fotosintesis pada tumbuhan,
mengetahui fungsi stomata dan cara penghitungan stomata, membandingkan jumlah
stomata pada berbagai jenis daun, dan mengetahui pengaruh cahaya terhadap proses
fotosintesis.

2. MATERI METODE
3.
3.1. Pengamatan Fotosintesis
3.1.1. Materi
3.1.1.1. Alat
4. 3 toples bening besar beserta tutupnya dan stopwatch.
5.
5.1.1.1. Bahan
6. 3 lilin kecil, 2 jangkrik, dan tumbuhan soka kecil.
7.

7.1.1. Metode

8. Toples 1 diisi lilin menyala dan ditutup. Toples 2 diisi lilin menyala dan jangkrik
kemudian ditutup. Toples 3 diisi tumbuhan, lilin menyala, jangkrik, kemudian
ditutup. Ditunggu dan diapadam selama beberapa menit sampai terjadi
perubahan dan sampai lilin padam.
9.
9.1. Perhitungan Jumlah Stomata
9.1.1. Materi
9.1.1.1. Alat
10. Gunting, kaca preparat, dan mikroskop.
11.
11.1.1.1. Bahan
4

12. Kuteks bening, selotip, daun dari percobaan Pengamatan Fotosintesis, dan
daun jeruk.
13.

13.1.1. Metode

14. Mula-mula dipilih salah satu daun, lalu pada bagian bawah dan atas daun dicat
dengan kuteks berwarna bening 1 cm2. Kuteks dibiarkan mengering beberapa
menit. Selotip bening ditempelkan pada kuteks tersebut kemudian dikelupas
secara hati-hati mulai dari bagian pojok. Setelah itu potongan selotip tersebut
diapadam di bawah mikroskop dengan perbesaran 10x40. Dicari daetah yang
bersih dan banyak mengandung stomata. Stomata dihitung pada 2 sisi yang
berbeda. Percobaan diulangi dengan menggunakan jenis daun yang berbeda.
15.
15.1. Reaksi Hill
15.1.1. Materi
15.1.1.1. Alat
16. Gunting, mortar, kain saring (kain mori), funnel (corong), sentrifuge,
erlenmeyer, pompa pilleus, pipet volume,d an glass rod (batang pengaduk).
17.
17.1.1.1. Bahan
18. Beberapa daun, medium isolasi dingin, dan larutan DCPIP dingin.
19.

19.1.1. Metode
19.1.1.1. Isolasi Kloroplas

20. Pertama-tama sebanyak 3 daun tampa tangkai dipotong kecil-kecil dan ditumbuk
dengan mortar sampai halus, kemudian sebanyak 2,5 gram ditimbang dan
dilarutkan dengan 20 ml medium isolasi. Dengan kain mori disaring dan
dimasukkan ke dalam tabung sentrifuge dengan penggunaan sentrifuge yang
benar diapadam. Sentrifuge dengan kecepatan 1000 rpm selama 1 2 menit dan
supernatant (bagian jernih) di sentrifuge kembali dengan kecepatan 1000 rpm
selama 5 menit. Supernatant dibuang dan endapan di dasar tabung dilarutkan
dengan 2 ml medium isolasi dalam tabung reaksi.

20.1.1.1. Reaksi Hill


5

i. Sebanyak 0,5 ml larutan kloroplas ditambah dengan 5 ml air distilasi (blanko).


ii. Sebanyak 0,5 ml larutan kloroplas ditambah dengan 5 ml larutan DCPIP.
iii. Sebanyak 0,5 ml larutan kloroplas ditambah dengan 5 ml larutan DCPIP dan diletakkan
di ruang terang.
iv. Sebanyak 0,5 ml larutan kloroplas ditambah dengan 5 ml larutan DCPIP dan diletakkan
di ruang gelap.
21. Semua perlakuan tersebut didiamkan selama 15 menit dan absorbansi diukur
dengan menggunakan spektrofotometer 600 nm.
22. HASIL PENGAMATAN
23.
23.1. Pengamatan Fotosintesis

24. Hasil pengamatan fotosintesis dapat dilihat pada Tabel 1.


25.
26. Tabel 1. Hasil Pengamatan Fotosintesis
27. Perlakuan 28. Gambar 29. Keterangan
31.
32.

30. Toples 1 (lilin


34. 163 s
menyala+ditutup)

33.
36.

35. Toples 2 (lilin


38. 128 s
menyala+jangkrik)

37.
6

40.

39. Toples 3 (lilin


menyala+jangkrik+ 41. 103 s
tanaman soka)

42. Pada tabel 1 dapat dilihat bahwa setiap toples dengan 3 perlakuan yang berbeda
menghasilkan hasil data. Pada perlakukan ketiga, waktu yang dibutuhkan api
untuk padam adalah 103 s. Dan waktu yang dibutuhkan api untuk padam yang
paling lama pada perlakukan satu yaitu 163 s.
43.

43.1. Perhitungan Jumlah Stomata

44. Hasil perhitungan jumlah stomata dapat dilihat pada Tabel 2.


45.
46. Tabel 2. Hasil Perhitungan Jumlah Stomata
47. 48. Daun I 49. Daun II
50. Nama
51. Daun Jeruk 52. Daun Soka
Tanaman
54.
55.
56.

53. Gambar
bagian atas
daun

57.

58. Jumlah
Stomata 59. 46 60. 0
bagian atas
7

62.

61. Gambar
Bagian
bawah daun

63.
64. Jumlah
Stomata
65. 61 66. 160
bagian
bawah
67. Pada Tabel 2. Dapat dilihat bahwa pada pengamatan daun puring, jumlah
stomata pada bagian atas berjumlah 2 dan dibagian bawah 2. Sedangkan pada
daun soka didapatkan stomata sebanyak 0 pada bagian atas dan 160 pada bagian
bawah.
8

68.

68.1. Reaksi Hill

69. Hasil pengamatan pengaruh perlakuan reaksi Hill terhadap nilai absorbansi
dapat dilihat pada Tabel 3.
70.
71. Tabel 3. Pengaruh Perlakuan Reaksi Hill terhadap Nilai Absorbansi
74. Nilai Absorbansi
72. Perl 73. 77. 86. 87. 88.
aku M 1 78. 79. 80. 81. 82. 83. 84. 85.
1 1 1
an 2 3 4 5 6 7 8 9

90. 91. 92. 93. 94. 95. 96. 97. 98. 99. 100. 101. 102.
- - - - - - - - - - -
0 -
89. Bla
104. 105. 106. 107.
nko 0 108. 109. 110. 111. 112. 113. 114. 115. 116.
1 0 0
- - - - - - - - -

117. 118. 119. 120. 121. 122. 123. 124. 125. 126. 127. 128. 129. 130.
Kloropl 0 - - - - - - - - - - - -
as+ 132. 133. 136. 137. 138.
- 134. 135. 139. 140. 141. 142. 143. 144.
DC 1 - -
1 1 1
- - - - - -
PIP
146. 147. 148. 149. 150. 151. 152. 153. 154. 155. 156. 157. 158.
145. 0 - - - - - - - - - - - -
R.Teran 160. 161. 167. 168. 169.
- 162. 163. 164. 165. 166. 170. 171. 172.
g 1 - - - - -
1 1 1
- - -

174. 175. 176. 177. 178. 179. 180. 181. 182. 183. 184. 185. 186.
0 - - - - - - - - - - - -
173. 189.
188. 198. 199. 200.
R.Gelap - 190. 191. 192. 193. 194. 195. 196. 197.
1 - - - - - - - -
1 1 1

201. Pada Tabel 3., dapat dilihat bahwa hasil pengamatan reaksi Hill
menunjukkan bahwa nilai absorbansi kelompok G4, G5, G6, dan G7 lebih besar
1. Sedangkan pada selama 15 menit kelompok G1, G2, dan G3 memiliki nilai
absorbansi kurang dari 1. Dengan menggunakan larutan yang berbeda beda
maka nilai absorbansinya pun juga berbeda.
202. PEMBAHASAN

203.

204. Pada percobaan pengamatan fotosintesis digunakan jangkrik, lilin, toples,


dan tanaman soka sebagai tumbuhan hijau. Pada toples pertama, diletakkan lilin
9

menyala kemudian ditutup. Pada topels kedua, diletakkan lilin mnyala dengan
jangkrik. Pada toples ketiga, diletakkan lilin menyala, jangkrik, dan tanaman
soka. Dari percobaan ini didapatkan hasil pada toples pertama lilin padam pada
saat detik ke 163, pada toples kedua lilin padam pada saat detik ke 128,
sedangkan pada toples ketiga lilin padam pada saat detik ke 103.

205. Lilin memerlukan udara yan cukup agar terjadi pembakaran dan api
dapat menyala. Udara yang dimaksud merupakan oksigen sebagai suplai panas
agar penyalaan bahan bakar yang sulit terbakar dapat terjadi (Saharjo, 2007).
Lilin yang padam lebih dulu, lilin pada toples ketiga dimana lilin padam pada
detik ke 103. Sedangkan lilin yang paling lama menyala, lilin pada toples
pertama.

206. Menurut teori Saharjo (2007), lilin yang seharusnya padam terlebih
dahulu ialah lilin pada toples kedua. Karena pada toples kedua terdapat lilin
menyala dan jangkrik, di mana keduanya membutuhkan oksigen. Pada lilin
membutuhkan oksigen agar dapat menyala, sedangkan pada jangkrik untuk
respirasi, sehingga suplai udara tidak cukup untuk membuat lilin dapat bertahan
lebih lama. Sedangkan pada toples ketiga terdapat lilin yang menyala, jangkrik,
dan tanaman hijau. Tanaman hijau akan menghasilkan oksigen (Harjadi, 1979).
Di mana oksigen tersebut akan akan digunakan jangkrik dan lilin, sehingga
seharusnya lilin pada toples ketiga dapat bertahan menyala lebih lama
dibandingkan dengan lilin pada toples kedua.

207. Hal tersebut dapat terjadi karena, mungkin saja pada saat percobaan
dilakukan, tutup toples tidak ditutup dengan rapat, sehingga terjadi pertukaran
udara dengan udara luar yang menghasilkan lilin yang seharusnya sudah padam,
masih dapat menyala akibat dari mendapatnya udara dari luar. Selain itu kesalah
tersebut dapat terjadi karena jangkrik yang dipakai memiliki kemampuan
respirasi yang berbeda-beda, sehingga dapat mempengaruhi nyalanya lilin.

208. Dada percobaan perhitungan jumlah stomata digunakan daun jeruk dan
daun soka dengan bagian atas dan bawahnya dicat dengan kuteks bening dan
dibiarkan mengering beberapa menit. Kemudian ditempelkan dengan sepotong
selotip dan dikelupas secara hati-hati mulai dari bagian pojok. Potongan selotip
10

tersebut diamati dengan perbesaran 10 x 40 pada mikroskop dan dihitung jumlah


stomatanya.

209. Dari percobaan tersebut didapatkan hasil jumlah stomata pada daun jeruk
bagian atas berjumlah 46, sedangkan pada bagian bawah berjumlah 61. Jumlah
stomata pada daun soka bagian atas berjumlah 0, sedangkan pada bagian bawah
berjumlah 160. Hal ini dapat terjadi karena jumlah stomata pada bagian atas
lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah stomata di bagian bawah (Audesirk &
Audesirk, 1983). Pada daun soka, tidak terdapat stomata pada bagian atas daun,
hal ini terjadi kesalahan dalam pengecatan bagian daun menggunakan kuteks.
Mungkin saja terlalu tebal atau terlalu tipis pemberian kuteks pada daun,
sehingga stomata yang harusnya terlihat, tidak dapat terlihat.

210. Pada percobaan reaksi Hill sebanyak 2,5 gram tumbukkan daun yang
sudah halus dilarutkan menggunakan medium isolasi sebanyak 20 ml. Kemudian
disaring menggunakan kain mori sebelum di sentrifuge dengan kecepatan 1000
rpm dalam waktu 1 2 menit. Supernatant yang dihasilkan kemudian di
sentrifuge kembali dengan kecepatan 1000 rpm selama 5 menit. Supernatant
yang dihasilkan dibuang dan endapan yang dihasilakn dilarutkan dengan 2 ml
medium isolasi dalam tabung reaksi. Larutan tersebut dinamakan dengan larutan
kloroplas.

211. Dilakukan empat perlakuan yang berbeda. Pada perlakuan pertama,


sebanyak 0,5 ml larutan kloroplas ditambahkan dengan 5 ml air destilasi
(blanko). Pada perlakuan kedua, sebanyak 0,5 ml larutan kloroplas ditambahkan
dengan 5 ml larutan DCPIP. Pada perlakuan ketiga, sebanyak 0,5 ml larutan
kloroplas ditambahkan dengan 5 ml larutan DCPIP dan diletakkan di ruang
terang. Pada perlakuan keempat, sebanyak 0,5 ml larutan kloroplas ditambahkan
dengan 5 ml larutan DCPIP dan diletakkan di ruang gelap. Kemudian didiamkan
selama 15 menit dan absorbansinya diukur menggunakan spektrofotometer 600
nm.

212. Dari percobaan ini, didapatkan hasil pada perlakuan pertama pada
kelompok G1 menghasilkan nilai absorbansi sebesar 0,408; pada kelompok G2
nilai absorbansi sebesar 0,4275; pada kelompok G3 nilai absorbansi sebesar
11

0,1030. Pada perlakuan kedua pada kelompok G4 menghasilkan nilai absorbansi


sebesar 1,2853; pada kelompok G5 nilai absorbansi sebesar 1,2621; pada
kelompok G6 nilai absorbansi sebesar 1,3290; pada perlakuan ketiga pada
kelompok G7 mengasilkan nilai absorbansi sebesar 1,1477; pada kelompok G8
menghasilkan nilai absorbansi sebesar 1,0707; pada kelompok G9 menghasilka
nilai absorbansi sebesar 1,0945. Pada perlakuan keempat pada kelompok G10
menghasilkan nilai absorbansi sebesar 1,5651; pada kelompok G11
menghasilkan nilai absorbansi sebesar 1,0828; pada kelompok G12
menghasilkan nilai absorbansi sebesar 1,5137.

213. Pada kelompok G1, G2, dan G3 memilliki nilai absorbani di bawah 1,
hal ini dapat terjadi kerena larutan pada kelompok tersebut ditambahakan
dengan blanko yang tidak memiliki warna, sehingga sulit untuk dibaca
spektrofotometer dan menghasilkan nilai absorbansi yang dibawah 0. Sedangkan
pada kelompok G4, G5, G6 ,G7, G8, G9, G10, G11, dan G12 yang melakukan
percobaan dengan perlakuan kedua, ketiga dan keempat, larutan ditambahkan
dengan DCPIP. Sehingga nilai absorbansi pada spektrofotometer lebih dari 1.
Larutan DCPIP dapat mengukur laju reaksi Hill, semakin pudarnya warna
DCPIP, semakin besar nilai absorbansinya yang mengartikan bahwa besarnya
proses reduksi DCPIP (Green, et al, 1988).

214. Dapat dilihat pula nilai absorbansi pada perlakuan di ruang terang lebih
kecil dibandingkn dengan nilai absorbansi di ruang gelap. Hal ini dapat terjadi
karena cahaya merupakan bagian yang penting dalam reaksi Hill.

215.
H2O + NADP NADPH + O2 + H+
216. Cahaya dan kloroplas
217. (Green, et al, 1988).
218. Sehingga semakin gelap ruangan, semakin tinggi nilai absorbansi.
219.

220.

221.

222.
12

223.

224.

225.

226. KESIMPULAN
227.
Lamanya nyala lilin bergantung pada jumlah udara di sekitarnya.
Jangkrik memerlukan oksigen untuk respirasi.
Tumbuhan hijau dapat menghasilkan oksigen melalui fotosintesis.
Jumlah stomata di bagian bawah daun lebih banyak dibandingkan dengan jumlah
stomata di bagian atas daun.
Pemberian larutan blanko menghasilkan nilai absorbansi pada spektrofotometer
dibawah 1.
Penggunaan larutan DCPIP digunakan untuk mengukur laju reaksi Hill.
Pemberian larutan DCPIP menghasilkan nilai absorbanis pada spektrofotometer lebih
dari 1.
Nilai absorbansi pada larutan di ruang terang lebih kecil dibandingkan dengan
larutan pada ruangan gelap.
Semakin tinggi nilai absorbansi, semakin besar proses reduksi DCDPI.
Warna DCPIP yang mengalami reduksi akan berubah menjadi tidak berwarna.
Cahaya merupakan elemen penting dalam reaksi Hill.

228.

229. Semarang, 17 November 2015


230. Praktikan : Asisten Dosen:
231.
232.
233.
234. Nama : Davita Margareta Zacharias Nama : Bernadeta
Pingkan Larasati
235. NIM : 15.I1.0017
236.

237.

238.
13

239.

240. DAFTAR PUSTAKA

241.

242. Audesirk, P. dan G. Audesirk. (1989). Biology.Lifes on earth. New


Jersey:Prentiche Hall, Inc.

243. Fardiaz, S., 1992. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

244. Green, N.P.O.; G.W Stout & D.J Taylor. (1988). Biological Science 1.
Cambridge University Press. New York.

245. Harjadi, S. S. M. M. ( 1979 ). Pengantar Agronomi. Gramedia. Jakarta.

246. Ritchie, Donald D. & Robert Carola. ( 1983 ). Biology Second Edition.
Addison Wesley Publishing Company. Canada.

247. Saharjo, Bambang. (2007). Kebakaran dan Asap. Diakses di


www.unisosdem.org pada tanggal 16 November 2015.

248.

249.

250.

251.
252.

253.

254.

255.

256.

257.

258.

259.
14

260.

261. LAMPIRAN

262.

262.1. Laporan Sementara

263.

264.

265.

Anda mungkin juga menyukai