5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium
Dilakukan anmnesis yang teliti dan bila keadaan umum penderita lemah atau
kesadaran menurun maka dapat diambil aloanamnesis. Perlu ditanyakan riwayat
penyakit dahulu, misalnya hepatitis, penyakit hati menahun, alkoholisme, penyakit
lambung, pemakaian obat-obat ulserogenik dan penyakit darah seperti: leukemia dan
lain-lain. Biasanya pada perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan
pecahnya varises esofagus tidak dijumpai adanya keluhan rasa nyeri atau pedih di
daerah epigastrium dan gejala hematemesis timbul secara mendadak. Dari hasil
anamnesis sudah dapat diperkirakan jumlah perdarahan yang keluar dengan
memakai takara yang praktis seperti berapa gelas, berapa kaleng dan lain-lain.
Pemeriksaan fisik penderita perdarahan saluran makan bagian atas yang
perlu diperhatikan adalah keadaan umum, kesadaran, nadi, tekanan darah, tanda-
tanda anemia dan gejala-gejala hipovolemik agar dengan segera diketahui keadaan
yang lebih serius seperti adanya rejatan atau kegagalan fungsi hati. Disamping itu
dicari tanda-tanda hipertensi portal dan sirosis hepatis, seperti spider naevi,
ginekomasti, eritema palmaris, caput medusae, adanya kolateral, asites,
hepatosplenomegali dan edema tungkai.
Langkah awal adalah menentukan berat perdarahan dengan fokus pada
status hemodinamik, pemeriksaannya meliputi :
Tekanan darah dan nadi posisi baring
Perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi
Ada tidaknya vasokonstriksi perifer (akral dingin)
Kelayakan napas dan tingkat kesadaran
Produksi urin
Perdarahan akut dalam jumlah besar (> 20% volume intravaskuler)
mengakibatkan kondisi hemodinamik tidak stabil, dengan tanda : (Adi, 2006)
Hipotensi (<90/60 mmHg atau MAP <70 mmHg) dengan frekuensi nadi > 100
x/menit
Tekanan diastole ortostatik turun >10 mmHg, sistole turun >20 mmHg.
Frekuensi nadi ortostatik meningkat >15 x/menit
Akral dingin
Kesadaran turun
Anuria atau oligouria (produksi urin <30 ml/jam)
Selain itu pada perdarahan akut jumlah besar ditemukan hal-hal berikut
Hematemesis
Hematokezia
Darah segar pada aspirasi nasogastrik, dengan lavase tidak segera jernih
Hipotensi persisten
Tranfusi darah > 800 1000 ml dalam 24 jam
Khusus untuk penilaian hemodinamik (keadaan sirkulasi) perlu dilakukan
evaluasi jumlah perdarahan, dengan criteria(10) :
Perdarahan (%) Keadaan hemodinamik
<8 Hemodinamik stabil
8 15 Hipotensi ortostatik
15 25 Renjatan (syok)
25 40 Renjatan + penurunan kesadaran
>40 Moribund (physiology futility)
6. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan Klien perdarahan saluran makan bagian atas harus sedini mungkin dan
sebaiknya diraat di rumah sakit untuk mendapatkan pengawasan yang teliti dan
pertolongan yang lebih baik. Pengobatan Klien perdarahan saluran makan bagian atas
meliputi :
6.1. Pengawasan dan pengobatan umum
a. Klien harus diistirahatkan mutlak, obat-obat yang menimbulkan efek sedatif morfin,
meperidin dan paraldehid sebaiknya dihindarkan.
b. Klien dipuasakan selama perdarahan masih berlangsung dan bila perdarahan
berhenti dapat diberikan makanan cair.
c. Infus cairan langsung dipasang & diberilan larutan garam fisiologis slama belum ada
darah.
d. Pengawasan tekanan darah, nadi, kesadaran Klien dan bila perlu dipasang CVP
monitor.
e. Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu dilakukan untuk mengikuti
keadaan perdarahan.
f. Transfusi darah diperlukan untuk menggati darah yang hilang dan mempertahankan
kadar hemoglobin 50-70 % harga normal.
g. Pemberian obat hemostatik seperti vitamin K, 4 x 10 mg/hari, karbasokrom (Adona
AC), antasida dan golongan H2 reseptor antagonis (simetidin atau ranitidin) berguna
untuk menanggulangi perdarahan.
h. Dilakukan klisma atau lavemen dgn air biasa disertai pemberian antibiotika yg tidak
diserap oleh usus, sebagai tindadakan sterilisasi usus. Tindakan ini dilakukan untuk
mencegah terjadinya peningkatan produksi amoniak oleh bakteri usus, dan dapat
menimbulkan ensefalopati hepatik.
6.2. Pemasangan NGT
Tujuan pemasangan pipa naso gastrik adalah untuk aspirasi cairan lambung, lavage
(kumbah lambung) dengan air , dan pemberian obat-obatan. Pemberian air pada kumbah
lambung akan menyebabkan vasokontriksi lokal sehingga diharapkan terjadi penurunan
aliran darah di mukosa lambung, dengan demikian perdarahan akan berhenti. Kumbah
lambung ini akan dilakukan berulang kali memakai air sebanyak 100- 150 ml sampai cairan
aspirasi berwarna jernih dan bila perlu tindakan ini dapat diulang setiap 1-2 jam.
Pemeriksaan endoskopi dapat segera dilakukan setelah cairan aspirasi lambung sudah
jernih.
6.3. Pemberian pitresin (vasopresin)
Pitresin mempunyai efek vasokoktriksi, pada pemberian pitresin per infus akan
mengakibatkan kontriksi pembuluh darah dan splanknikus sehingga menurunkan tekanan
vena porta, dengan demikian diharapkan perdarahan varises dapat berhenti. Perlu diingat
bahwa pitresin dapat menrangsang otot polos sehingga dapat terjadi vasokontriksi koroner,
karena itu harus berhati-hati dengan pemakaian obat tersebut terutama pada Klien penyakit
jantung iskemik. Karena itu perlu pemeriksaan elektrokardiogram dan anamnesis terhadap
kemungkinan adanya penyakit jantung koroner/iskemik.
6. 4. Pemasangan balon SB Tube
Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk Klien perdarahan akibat pecahnya
varises. Sebaiknya pemasangan SB tube dilakukan sesudah Klien tenang dan kooperatif,
sehingga Klien dapat diberitahu dan dijelaskan makna pemakaian alat tersebut, cara
pemasangannya dan kemungkinan kerja ikutan yang dapat timbul pada waktu dan selama
pemasangan.
Beberapa peneliti mendapatkan hasil yang baik dengan pemakaian SB tube ini
dalam menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas akibat pecahnya varises
esofagus. Komplikasi pemasangan SB tube yang berat seperti laserasi dan ruptur esofagus,
obstruksi jalan napas tidak pernah dijumpai.
6.5. Pemakaian bahan sklerotik
Bahan sklerotik sodium morrhuate 5 % sebanyak 5 ml atau sotrdecol 3 % sebanyak
3 ml dengan bantuan fiberendoskop yang fleksibel disuntikan dipermukaan varises
kemudian ditekan dengan balon SB tube. Tindakan ini tidak memerlukan narkose umum dan
dapat diulang beberapa kali. Cara pengobatan ini sudah mulai populer dan merupakan
salah satu pengobatan yang baru dalam menanggulangi perdarahan saluran makan bagian
atas yang disebabkan pecahnya varises esofagus.
6.6. Tindakan operasi
Bila usaha-usaha penanggulangan perdarahan diatas mengalami kegagalan dan
perdarahan tetap berlangsung, maka dapat dipikirkan tindakan operasi . Tindakan operasi
yang basa dilakukan adalah : ligasi varises esofagus, transeksi esofagus, pintasan porto-
kaval. Operasi efektif dianjurkan setelah 6 minggu perdarahan berhenti dan fungsi hari
membaik.
Selain cara-cara tersebut diatas, adapula metode lain untuk menghentikan
perdarahan varises esophagus, antara lain :
a. Cyanoacrylate glue injection, memakai semacam lem jaringan (His-toacryl R) yang
langsung disuntikkan intravena.
b. Endoscopic band ligator
Sedangkan pada perdarahan non variceal, dapat dilakukan tindakan-tindakan sebagai
berikut:
a. Laser photo coagulation
b. Diathermy coagulation
c. Adrenalin injection
d. Sclerotheraphy injection
Menurut Djumhana,2011 penatalaksanaan hematemesis melena yaitu :
1. Tatalaksana Umum
Tindakan umum terhadap pasien diutamakan airway-breathing-circulation
(ABC). Terhadap pasien yang stabil setelah pemeriksaan memadai, segera dirawat
untuk terapi lanjutan atau persiapan endoskopi. Untuk pasien risiko tinggi perlu
tindakan lebih agresif seperti :
a. Pemasangan iv-line minimal 2 dengan jarum (kateter) besar minimal no 18. Ini
penting untuk transfuse, dianjurkan pemasangan CVP
b. Oksigen sungkup/ kanula. Bila gangguan airway-breathing perlu ETT
c. Mencatat intake- output, harus dipasang kateter urine
d. Monitor tekanan darah, nadi, saturasi O2, keadaan lain sesuai komorbid
e. Melakukan bilas lambung agar mempermudah tindakan endoskopi
Dalam melaksanakan tindakan umum ini, pasien dapat diberikan terapi :
a. Transfusi untuk mempertahankan hematokrit > 25%
b. Pemberian vitamin K 3x1 amp
c. Obat penekan sintesa asam lambung (PPI)
d. Terapi lainnya sesuai dengan komorbid
2. Tatalaksana Khusus
a. Varises gastroesofageal
1) Terapi medikamentosa dengan obat vasoaktif
a) Glipressin (Vasopressin) : Menghentikan perdarahan lewat efek
vasokonstriksi pembuluh darah splanknik, menyebabkan aliran darah dan
tekanan vena porta menurun. Pemberian dengan mengencerkan
vasopressin 50 unit dalam 100 ml Dextrose 5%, diberikan 0,51
mg/menit/iv selama 2060 menit dan dapat diulang tiap 36 jam; atau
setelah pemberian pertama dilanjutkan per infuse 0,10,5 U/menit
b) Somatostatin : Menurunkan aliran darah splanknik, lebih selektif daripada
vasopressin. Untuk perdarahan varises atau nonvarises. Dosis pemberian
awal dengan bolus 250 mcg/iv, lanjut per infus 250 mcg/jam selama 12
24 jam atau sampai perdarahan berhenti.
2) Terapi mekanik dengan balon Sengstaken Blackmore atau Minesota
3) Terapi endoskopi
a) Ligasi : Mulai distal mendekati cardia bergerak spiral setiap 12 cm.
Dilakukan pada varises yang sedang berdarah atau ditemukan tanda baru
saja mengalami perdarahan (bekuan darah melekat, bilur merah, noda
hematokistik). Efek samping sklerosan dapat dihindari, mengurangi
frekuensi ulserasi dan striktur.
b) Skleroterapi : alternatif bila ligasi sulit dilakukan karena perdarahan masif,
terus berlangsung atau teknik tidak memungkinkan. Yang digunakan
campuran yang sama banyak antara polidokanol 3%, NaCl 0,9% dan
alcohol absolute; dibuat sesaat sebelum skleroterapi. Penyuntikan dari
bagian paling distal mendekati cardia, lanjut ke proksimal bergerak spiral
sejauh 5cm.
4) Terapi radiologi : pemasangan transjugular intrahepatic portosystemic
shunting (TIPS)& perkutaneus obliterasi spleno-porta (Adi, 2006)
5) Terapi pembedahan
a) Shunting
b) Transeksi esofagus + devaskularisasi + splenektomi
c) Devaskularisasi + splenektomi (Djumhana, 2011)
b. Tukak peptic
1) Terapi medikamentosa
a) PPI (proton pump inhibitor) : obat anti sekresi asam untuk mencegah
perdarahan ulang. Diawali dosis bolus Omeprazol 80 mg/iv lalu per infuse
8 mg/kgBB/jam selama 72 jam. Antasida, sukralfat, dan antagonis
reseptor H2 masih boleh diberikan untuk tujuan penyembuhan lesi
mukosa perdarahan (Adi, 2006).
b) Obat vasoaktif
2) Terapi endoskopi (Djumahana, 2011).
a) Injeksi (Adi, 2006) : penyuntikan submukosa sekitar titik perdarahan
dengan adrenalin (1:10000) sebanyak 0,51 ml/suntik dengan batas 10
ml atau alcohol absolute (98%) tidak melebihi 1 ml
b) Termal : koagulasi, heatprobe, laser
c) Mekanik : hemoklip, stapler
3) Terapi bedah
3. Memulangkan pasien
Sebagian besar pasien umumnya pulang pada hari ke 14 perawatan.
Perdarahan ulang (komorbid) sering memperpanjang masa perawatan. Bila tidak ada
komplikasi, perdarahan telah berhenti, hemodinamik stabil serta risiko perdarahan
ulang rendah pasien dapat dipulangkan . Pasien biasanya pulang dalam keadaan
anemis, karena itu selain obat pencegah perdarahan ulang perlu ditambahkan
preparat Fe (Djumahana, 2011).
7. Komplikasi
Komplikasi yang bisa terjadi pada pasien Hematemesis Melena adalah koma hepatik (suatu
sindrom neuropsikiatrik yang ditandai dengan perubahan kesadaran, penurunan intelektual,
dan kelainan neurologis yang menyertai kelainan parenkim hati), syok hipovolemik
(kehilangan volume darah sirkulasi sehingga curah jantung dan tekanan darah menurun),
aspirasi pneumoni (infeksi paru yang terjadi akibat cairan yang masuk saluran napas),
anemi posthemoragik (kehilangan darah yang mendadak dan tidak disadari).
Syok hipovolemik
Anemia
Gagal ginjal akut
Sindrom hepatorenal koma hepatikum
Anemia karena perdarahan (PB PAPDI,2005)
8. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelahan.
Tanda : Takikardia, takipnea/hiperventilasi (respons terhadap aktivitas).
b. Sirkulasi
Gejala: Hipotensi (termasuk postural), takikardia, disritmia (hipovolemia,
hipoksemia), kelemahan/nadi perifer lemah, pengisian kapiler lambat/perlahan
(vasokontriksi), warna kulit: Pucat, sianosis, (tergantung pada jumlah
kehilangan darah, kelembaban kulit/membrane mukosa: berkeringat
(menunjukkan status syok, nyeri akut, respon psikologik).
c. Integritas Ego
Gejala: Faktor stress akut atau kronis (keuangan, keluarga, kerja), perasaan tidak
berdaya.
Tanda :Tanda ansietas, misalnya gelisah, pucat, berkeringat, perhatian
menyempit, gemetar, suara gemetar.
d. Eliminasi
Gejala : Riwayat perawatan di rumah sakit sebelumnya karena perdarahan GI
atau masalah yang berhubungan dengan GI,
misalnya luka peptic/gaster, gastritis, bedah gaster, radiasi area gaster,
perubahan pola defekasi/ karakteristik feses.
Tanda: Nyeri tekan abdomen; distensi, bunyi usus: sering hiperaktif selama
perdarahan, hipoaktif setelah perdarahan, karakter feses: diare, darah warna
gelap, kecoklatan, atau kadang-kadang merah cerah; berbusa, bau busu
k (steatore), konstipasi dapat terjadi (perubahan diet, penggunaan antasida),
haluaran urine: menurun, pekat.
e. Makanan/Cairan
Gejala: Anoreksia, mual, muntah (muntah yang memanjang diduga
obstruksi pilorik bagian luar sehubungan dengan luka duodenal), masalah
menelan; cegukan, nyeri ulu hati, sendawa bau asam, mual/muntah,
tidak toleran terhadap makanan, contoh makanan pedas, coklat; diet khusus
untuk penyakit ulkus sebelumnya, penurunan berat badan.
Tanda: Muntah: Warna kopi gelap atau merah cerah, dengan atau tanpa bekuan darah,
membran mukosa kering, penurunan produksi mukosa, turgor kulit buruk
(perdarahan kronis), berat jenis urin meningkat.
f. Neurosensori
Gejala: Rasa berdenyut, pusing/sakit kepala karena sinar,
kelemahan, status mental: tingkat kesadaran dapat terganggu, rentang dari agak
cenderung tidur, disorientasi/bingung, sampai pingsan dan koma (tergantung pada
volume sirkulasi/oksigenasi).
g. Nyeri/Kenyamanan
Gejala: Nyeri, digambarkan sebagai tajam, dangkal, rasa terbakar, perih; nyeri hebat
tiba-tiba dapat disertai perforasi, rasa ketidaknyamanan/distress samar-samar
setelah makan banyak dan hilang dengan makan (gastritis akut),
nyeri epigastrium kiri sampai tengah/atau menyebar ke punggung terjadi 1-2
jam setelah makan dan hilang dengan antasida (ulkus gaster), nyeri epigastrium
terlokalisir di kanan terjadi kurang lebih 4 jam setelah makan bila lambung kosong
dan hilang dengan makanan atau antasida (ulkus duodenal), tak ada nyeri (varises
esophageal atau gastritis), faktor pencetus: makanan, rokok, alkohol, penggunaan
obat-obat tertentu (salisilat, reserpin, antibiotic, ibuprofen), stressor psikologis.
Tanda: Wajah berkerut, berhati-hati pada area yang sakit, pucat, berkeringat, perhatian
menyempit.
h. Keamanan
Gejala: Alergi terhadap obat/sensitive, misalnya ASA.
Tanda:
Peningkatan suhu,spider angioma, eritema palmar (menunjukkan sirosis/hipertensi
portal).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Defisit volume cairan b/d dehidrasi, syok hipovolemik, dan perdarahan berlebihan
b. Pola napas tidak efektif b/d penurunan curah jantung akibat dari kehilangan darah
secara tiba-tiba.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake nutrisi tidak
adekuat
d. Nyeri Akut b/d syok kardiogenik. Ditandai dengan Ds : pasien mengatakan nyeri dada
e. Hipertermi b/d peningkatan suhu tubuh. Ditandai dengan Do : suhu 37 Cf.
f. Ansietas b/d ancaman kematian