Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

HEMOROID

Disusun oleh
Ayang Rashelda Maulidinia, S.Ked
030.12.042

Pembimbing
dr. Ade Sigit, SpB

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG
PERIODE 19 DESEMBER 2016 25 FEBRUARI 2017
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya haturkan kepada Allah SWT karena atas berkat rahmat-Nya saya
dapat menyelesaikan dan mempresentasikan referat dengan judul Hemoroid.
Referat ini disusun untuk memenuhi sebagian tugas dan sebagai syarat mengikuti
ujian akhir Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Bedah RSUD Karawang. Dalam kesempatan
ini, saya mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah berkontribusi dalam
penyusunan dan penyelesaian referat ini sehingga dapat selesai tepat pada waktunya.
Saya menyadari dalam penyelesaian referat ini masih banyak terdapat kekurangan.
Oleh karena itu, segala kritik dan saran guna penyempurnaan referat ini sangat saya
harapkan.
Akhir kata, semoga referat ini dapat bermanfaat bagi kita semua, terutama dalam
bidang ilmu bedah umum.

Karawang, Januari 2017


Penyusun

ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

HEMOROID

Presentasi Kasus

Diajukan untuk memenuhi Persyaratan Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik SMF Bedah

Periode 19 Desember 2016 25 Februari 2017

Oleh:

Ayang Rashelda Maulidinia, S.Ked

NIM: 030.12.042

Pembimbing

dr. Ade Sigit, SpB

KEPANITERAAN KLINIK SMF BEDAH RSUD KARAWANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN

HALAMAN JUDUL .................................................................................................. i


KATA PENGANTAR ................................................................................................ ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................ iii
DAFTAR ISI.............................................................................................................. iv

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 2


2.1. Definisi.......................................................................................................... 2
2.2. Anatomi dan fisiologi ................................................................................... 2
2.3. Epidemiologi ................................................................................................. 4
2.4. Etiologi.......................................................................................................... 4
2.5. Patogenesis.................................................................................................... 5
2.6. Klasifikasi hemoroid ..................................................................................... 7
2.7. Manifestasi klinis .......................................................................................... 8
2.8. Diagnosis ...................................................................................................... 8
2.9. Tatalaksana .................................................................................................. 11
2.10. Komplikasi ................................................................................................. 16

BAB III KESIMPULAN.......................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 18

iv
BAB 1
PENDAHULUAN

Hemoroid adalah pelebaran jaringan vaskular submukosa pada daerah distal anus yang
sering disertai komplikasi seperti inflamasi, thrombosis, dan perdarahan.1,2 Hemoroid terjadi
pada jutaan oang di dunia dan menjadi masalah, baik dalam bidang kesehatan maupun
sosioekonomi.
Terdapat beberapa faktor risiko yang diduga menjadi etiologi dari terbentuknya
hemoroid, misalnya konstipasi dan mengejan dalam waktu lama. Dilatasi abnormal dan
distorsi dari pembuluh darah, bersamaan dengan destruksi jaringan penyokong pada bantalan
anus memicu terbentuknya hemoroid.
Secara epidemiologi, 10 juta orang di Amerika serikat yang mengeluhkan hemoroid
memiliki prevalensi 4,4%. Pada kedua jenis kelamin, prevalensi puncak terjadinya hemoroid
adalah 45 dan 65 tahun dan terjadinya hemoroid di bawah 20 tahun jarang terjadi. 2,3
Hemoroid sering ditemukan pada kalangan sosioekonomi. Sedangkan di Inggris, hemoroid
dilaporkan mempengaruhi 13%-36% dalam populasi umum.3 Pekerjaan yang duduk terlalu
lama (supir, dll), berdiri lama (petugas keamanan, dll) atau yang mengangkat beban berat
(kuli, dll) memiliki risiko tinggi mengalami hemoroid.4
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang adekuat penting untuk mendiagnosis hemoroid
karena terdapat beberapa penyakit yang memiliki keluhan yang hampir serupa dengan
hemoroid. Pemeriksaan penunjang lebih lanjut seperti barium enema dan kolonoskopi
dilakukan apabila memenuhi indikasi tertentu.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Hemoroid, berasal dari bahasa Yunani haema yang berarti darah dan rhoos yang berarti
mengalir, sudah digunakan oleh Hippocrates untuk mendiskripsikan aliran darah dari vena
yang berada di anus.1 Secara klinis, hemoroid adalah pelebaran jaringan vaskular submukosa
pada daerah distal anus yang sering disertai komplikasi seperti inflamasi, thrombosis, dan
perdarahan.1,2 Hemoroid biasanya terjadi pada posisi jam 3, 7, dan 11.2 Istilah hemoroid
harus dibatasi pada situasi klinis di mana terjadi abnormalitas pada bantalan vaskular dan
menimbulkan gejala.5

2.2. Anatomi dan fisiologi

Gambar 1. Kanalis analis5

Kanalis analis berada sepanjang 2-4 cm dari bagian terluar anus. Otot-otot kanalis
analis merupakan saluran otot terminal dari traktus gastrointestinal dan dapat
dikonseptualisasikan sebagai dua struktur tubular yang saling berlapis satu sama lain. Lapisan
paling dalam merupakan kelanjutan dari otot polos sirkuler rektum yang membentuk sfingter
ani internus, yang berakhir kira-kira 1,5 cm di bawah linea dentate. Lapisan terluar

2
merupakan kelanjutan dari otot lurik yang menyusun dasar panggul, yang terdiri dari otot
levator ani, otot puborektal, dan sfingter ani eksternus. Sfingter ani internus dipersarafi oleh
persarafan otonom, sedangkan sfingter ani eksternus mendapat persarafan cabang rektal
inferior dari nervus pudendus internus dan cabang perineal dari nervus S4, berada dalam
kontrol volunter.
Epitel yang melapisi kanalis analis mengalami transisi dari epitel skuamosa menjadi
epitel kolumnar seperti pada saluran cerna. Di antara anus hingga linea dentate, area tersebut
dinamakan anoderm sedangkan area di atas linea dentate disebut zona transisional.5
Hemoroid adalah bantalan jaringan submukosa yang mengandung venula, arteriol dan
seratotot polos.6 Hemoroid ditemukan di sekitar kanalis analis, biasanya ditemukan di tiga
lokasi, yaitu pada lateral kiri (arah jam 3), anterior kanan (arah jam 11), dan posterior kanan
(arah jam 7), tetapi dapat pula ditemukan di tempat lain. Hemoroid sebenarnya adalah bagian
normal dari anorektum. Bantalan ini berada di bawah lapisan epitel kanalis analis dan
menerima pendarahan dari arteri hemoroidalis superior dan media. Vena hemoroidalis
superior, media, dan inferior berfungsi sebagai drainase vena. Pada bantalan vaskular ini
terdapat komunikasi arteriovena. Selain itu, bantalan hemoroid kaya akan serat otot, berasal
dari sfingter ani internus. Serat otot ini berfungsi untuk menyangga bantalan hemoroid dan
kerusakan yang terjadi pada jaringan penyangga ini dapat menimbulkan keluhan.4,7

Gambar 2. A. Diagram lokasi umum bantalan anus yang utama. B. Lokasi umum
hemoroid interna.3

Lapisan epitel dari anorektum terdiri dari epitel kolumnar, yang melapisi bantalan
hemoroid interna (mukosa), dan epitel skuamosa, yang melanjutkan diri sampai ke anus
(anoderm). Pertemuan dari kedua jenis lapisan epitel ini dikenal sebagai linea dentate (linea
pektinati) dan biasanya berada sekitar 3 cm di dalam anus.4 Linea dentate ini menjadi batas
antara area tersebut dan membedakan drainase vaskular dan persarafannya. Area distal dari

3
linea dentate dipersarafi oleh saraf somatik dan sensitif terhadap nyeri dibandingkan area
proksimal karena dipersarafi oleh persarafan viseral, baik simpatik maupun parasimpatik.7
Fungsi dari bantalan vaskular ini belum sepenuhnya dipahami tetapi memiliki peranan
penting dalam mengatur kontinensia rektum dan mengatur sensasi seperti tekanan dan
persepsi isi anus karena berkontribusi sekitar 15-20% dalam tekanan anal istirahat sehingga
bantalan ini meningkatkan kerja dari sfingter ani interna.6 Selain itu juga bantalan vaskular
ini melindungi kanalis analis dan sfingter ani dari cedera selama proses evakuasi dengan cara
meningkatkan pengisian aliran darah dan menyediakan bantalan ekstra.4,7

2.3. Epidemiologi

Walaupun hemoroid dikenal sebagai penyebab tersering terjadinya perdarahan rektal,


epidemiologi penyakit ini tidak diketahui karena pasien cenderung mengobati sendiri. Studi
epidemiologi oleh Johanson et al pada tahun 1990 menunjukkan bahwa 10 juta orang di
Amerika serikat yang mengeluhkan hemoroid memiliki prevalensi 4,4%. Pada kedua jenis
kelamin, prevalensi puncak terjadinya hemoroid adalah 45 dan 65 tahun dan terjadinya
hemoroid di bawah 20 tahun jarang terjadi.2,4Hemoroid sering ditemukan pada kalangan
sosioekonomi rendah. Sedangkan di Inggris, hemoroid dilaporkan mempengaruhi 13%-36%
dalam populasi umum.4 Pekerjaan yang duduk terlalu lama (supir, dll), berdiri lama (petugas
keamanan, dll) atau yang mengangkat beban berat (kuli, dll) memiliki risiko tinggi
mengalami hemoroid.4

2.4. Etiologi

Menurut literatur, ada beberapa teori yang mendeskripsikan penyebab hemoroid.


Beberapa memperkirakan hemoroid merupakan penyakit primer dari vena. Kegagalan
fungsional dan morfologikal mekanisme sfingter berkaitan dengan pengisian dan drainase
bantalan vaskular anorektal. Hipotesis lainnya adalah hemoroid disebabkan karena
melemahnya jaringan penyokong kolagen karena terjadi degenerasi. Hipotesis ketiga
terjadinya hemoroid adalah meningkatnya aliran arterial pada pleksus vaskular.8
Konstipasi dan mengejan lama diperkirakan menjadi penyebab hemoroid karena
konsistensi feses yang keras dan peningkatan tekanan intraabdominal dapat menyebabkan
obstruksi pada aliran balik vena, menyebabkan pelebaran pleksus hemoroid. Selain itu feses
yang keras juga akan melukai daerah sekitar bantalan hemoroid. Diare juga diperkirakan
menjadi faktor risiko terjadinya hemoroid.4
4
Kehamilan dapat menyebabkan hemoroid yang dapat mengalami resolusi spontan
setelah melahirkan.4,6 Hemoroid juga dapat terjadi postpartum akibat mengejan selama proses
persalinan sehingga menyebabkan edema, thrombosis, dan/ strangulasi.6
Hipertensi portal dahulu diperkirakan meningkatkan risiko terjadinya perdarahan pada
hemoroid karena anastomosis antara sistem vena porta (pleksus hemoroid superior dan
media) dan sistem vena sistemik (pleksus hemoroid inferior). Kini dipahami bahwa hemoroid
tidak umum pada pasien dengan hipertensi portal. Varises rektal dapat terjadi pada pasien
hipertensi portal dan dapat menyebabkan perdarahan. Secara umum, tatalaksana varises rektal
adalah dengan cara menurunkan tekanan vena porta.6

2.5. Patofisiologi

Patofisiologi pasti terjadinya hemoroid hingga saat ini belum diketahui secara pasti.
Beberapa tahun lamanya teori varises vena, yang dipostulasikan bahwa hemoroid disebabkan
oleh varises vena pada kanalis analis, mulai ditinggalkan karena hemoroid dan varises
anorektal adalah dua kondisi yang berbeda. Faktanya, pasien dengan hipertensi portal dan
varises tidak memiliki peningkatan insiden terjadinya hemoroid.4
Saat ini teori pergeseran lapisan kanalis analis banyak disetujui. Menurut teori ini
hemoroid terjadi ketika jaringan penyokong bantalan pada anus mengalami kerusakan
sehingga menyebabkan dilatasi vena. Bantalan anus pada orang dengan hemoroid
menunjukkan perubahan patologi yang signifikan. Perubahan tersebut mencakup dilatasi vena
abnormal, thrombosis vaskular, proses degeneratif pada serat kolagen dan jaringan
fibroelastik. Beberapa enzim diketahui berperan terjadinya degradasi pada jaringan
penyokong tersebut, salah satunya adalah matrix metalloproteinase (MMP). Selain itu terjadi
reaksi inflamasi pada dinding vaskular dan jaringan ikan sekitar terjadinya hemoroid dan
berkaitan dengan terjadinya ulserasi, iskemia, dan thrombosis.4
Hipervaskulariasi juga dikaitkan dengan terjadinya hemoroid. Berdasarkan studi yang
dilakukan oleh Aigner et al, menemukan bahwa cabang terminal dari arteri rektal superior
yang menyuplai pendarahan pada bantalan anus pasien dengan hemoroid menunjukkan
diameter yang lebih besar, aliran darah yang lebih deras. Abnormalitas tersebut tetap terjadi
walaupun telah dilakukan operasi.
Selain itu, gangguan pada tonus otot vaskular memiliki peranan terhadap terjadinya
hemoroid. Pada dasarnya tonus vaskular diatur oleh sistem saraf otonom, hormon, sitokin,
dan zat-zat yang dilepaskan oleh endotel vaskular. Ketidakseimbangan antara faktor dilatasi

5
yang dihasilkan oleh endotel (nitrit oksida, prostasiklin) dan faktor konstriksi (ROS,
endotelin) menyebabkan beberapa gangguan vaskular. Pada hemoroid, nitrit oksida
ditemukan meningkat signifikan.
Serat otot pada kanalis analis dan sfingter ani berada di antara matriks jaringan ikat.
Studi menunjukkan bahwa rasio otot dan matriks berubah seiring dengan bertambahnya usia,
dan matriks jaringan ikat jauh lebih banyak dibandingkan dengan otot. Hal tersebut
menyebabkan menurunnya elastisitas sehingga memudahkan terjadinya prolaps. Faktor risiko
lainnya adalah konstipasi, mengejan, dan juga diare. Mengejan ketika duduk dalam waktu
lama di toilet dapat menyebabkan pelebaran bantalan vaskular pada anus. Selain itu
berkurangnya rasio otot memudahkan terjadinya penonjolan hemoroid.9
Hemoroid umum terjadi pada kehamilan lanjut dan dapat disebabkan oleh uterus gravid
yang menekan sistem vena pelvis.

6
2.6. Klasifikasi hemoroid

Gambar 3. Derajat hemoroid interna.5,7

Berdasarkan letak anatomis, hemoroid dibagi menjadi dua, yaitu hemoroid interna dan
hemoroid eksterna. Hemoroid interna terjadi di atas linea dentate dan dipersarafi oleh
persarafan visceral sehingga jarang sekali menimbulkan keluhan nyeri. Hemoroid eksterna
terjadi di bawah linea dentate dan dipersarafi oleh persarafan somatis sehingga dapat
menimbulkan keluhan nyeri. Ada juga hemoroid yang merupakan gabungan dari hemoroid
interna dan eksterna.2
Hemoroid interna diklasifikasikan berdasarkan derajat prolapsnya2,7:
1. Hemoroid derajat 1 ditandai dengan perdarahan tetapi mengalami protrusi.
2. Hemoroid derajat 2 ditandai dengan protrusi pada saat defekasi tetapi dapat tereduksi
spontan.
3. Hemoroid derajat 3 ditandai dengan protrusi dan harus direduksi secara manual.
4. Hemoroid derajat 4 ditandai dengan prolaps permanen.

7
2.7. Manifestasi klinis

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, hemoroid eksterna dipersarafi oleh


persarafan somatik sehingga sering menimbulkan keluhan nyeri yang signifikan terutama bila
terjadi thrombosis. Trombosis terjadi ketika vena rupture dan/ terbentuk bekuan darah.4 Hal
tersebut juga menjadi alasan mengapa ligasi atau eksisi hemoroid eksterna memerlukan
anestesi lokal yang adekuat.7 Hemoroid eksterna juga menimbulkan keluhan rasa tidak
nyaman pada daerah anus akibat adanya benjolan di daerah tersebut.2 Rasa tidak puas setelah
defekasi juga dirasakan pada pasien dengan hemoroid yang besar.3 Skin tag adalah jaringan
kulit fibrotik yang berlebih pada daerah anus, sering bertahan sebagai residua dari hemoroid
eksterna yang mengalami thrombosis. Skin tag dan hemoroid eksterna dapat menimbulkan
keluha gatal. Terapi untuk hemoroid eksterna dan skin tag hanya diindikasikan untuk
menghilangkan gejala.6
Hemoroid interna menimbulkan keluhan berupa perdarahan atau prolaps, namun jarang
menimbulkan keluhan nyeri kecuali terjadi thrombosis dan nekrosis. Nekrosis dapat terjadi
pada hemoroid yang mengalami prolaps yang berat, inkarserasi, dan atau strangulasi.6
Perdarahan yang terjadi berwarna merah segar. Perdarahan yang terjadi bisa hanya berupa
tetesan hingga perdarahan yang cukup masif yang dilihat di toilet. Prolaps hingga melewati
linea dentate dapat terjadi, terutama bila mengejan.5
Hemoroid kombinasi menimbulkan gejala pada hemoroid interna dan hemoroid
eksterna.6

2.8. Diagnosis
2.8.1. Anamnesis

Anamnesis yang lengkap sangat penting dalam proses penegakan diagnosis hemoroid
karena beberapa kondisi anorektal dapat menyebabkan keluhan yang sama seperti pada
hemoroid. Faktor yang mengindikasikan kondisi yang jauh lebih serius, misalnya kanker,
inflammatory bowel disease, dan memerlukan tindakan kolonoskopi, apabila ditemukan
gejala seperti perubahan pada pola defekasi (change in bowel habit), nyeri perut, penurunan
berat badan, perdarahan rektal dengan darah yang bercampur pada feses atau riwayat
keluarga dengan kanker kolon.2
Pasien biasanya mengeluhkan hematochezia (sekitar 60%), gatal (sekitar 55%), rasa
tidak nyaman pada anus (sekitar 20%), atau kombinasi beberapa gejala. Perdarahan rektal
biasanya terjadi segera setelah defekasi. Pasien harus ditanyakan mengenai asupan serat dan
8
cairannya, pola defekasi, kebiasaan di kamar mandi (misalnya membaca ketika sedang duduk
di toilet), dan kebutuhan reduksi manual jaringan prolaps.
Adanya keluhan nyeri yang hebat dapat mendukung kondisi lainnya, termasuk fisura
ani, infeksi perirektal atau perivaginal, abses, dan proses inflamasi lainnya walaupun nyeri
hebat juga dapat terjadi ketika terjadi komplikasi hemoroid (misalnya prolaps dengan
inkarserasi dan iskemi atau thrombosis).1,7 Perdarahan, iritasi atau nyeri dapat terjadi pada
pasien dengan perianal dermatitis, kanker kolorektal, inflammatory bowel disease,
divertikulitis, warts, polip ani atau ulserasi rektum.7

Tabel 1. Diagnosis banding hemoroid.2

2.8.2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik yang teliti pada anus dan area di sekitar regio pelvis penting untuk
menegakkan diagnosis akurat.7 Pemeriksaan fisik yang dilakukan yaitu pemeriksaan
abdomen, inspeksi perineum dan daerah sekitarnya, rectal toucher dan anoskopi pada posisi
lateral kiri. Area perianal harus dilakukan inspeksi apakah ditemukan skin tag, hemoroid
eksterna, fistula-in-ano, dan fisura ani. Walaupun hemoroid interna tidak dapat dipalpasi,
pemeriksaan rectal toucher digunakan untuk mendeteksi massa anorektal, stenosis anal dan
jaringan parut, mengevaluasi tonus sfingter ani, dan menentukan hipertrofi prostat yang dapat
menjadi penyebab hemoroid karena pasien akan cenderung mengejan selama miksi.3
Anoskopi dapat mengidentifikasi lebih dari 99% penyakit anorektal dan harus
dilakukan pada pasien yang diduga mengalami hemoroid.7 Pada anoskopi, hemoroid interna
tampak sebagai vena yang mengalami dilatasi dan berwarna biru keunguan, dan hemoroid

9
interna yang prolaps tampak sebagai massa lembut, berwarna merah muda gelap, berkilat di
daerah anus. Hemoroid eksterna tampak berwarna pucat dan bila mengalami thrombosis,
secara akut berwarna keunguan. Ukuran hemoroid, lokasi, keparahan inflamasi dan
perdarahan harus dicatat selama anoskopi.3

Gambar 4. Figur 1 menunjukkan hemoroid interna derajat 4, figur 2 menunjukkan


hemoroid eksterna yang thrombosis.2

2.8.3. Pemeriksaan penunjang

American Society of Colon and Rectal Surgeons merekomendasikan untuk melakukan


anamnesis dan pemeriksaan fisik lengkap dengan anoskopi dan evaluasi endoskopi bila
dicurigai adanya inflammatory bowel disease atau kanker.2
Pemeriksaan lengkap kolon direkomendasikan pada kelompok di bawah ini:
1. Pasien berusia 50 tahun dan belum pernah melakukan pemeriksaan lengkap pada
kolon dalam waktu 10 tahun.
2. Pasien berusia 40 tahun yang belum pernah melakukan pemeriksaan lengkap pada
kolon dalam waktu 10 tahun, dan memiliki seorang relatif tingkat pertama yang
terdiagnosis kanker kolorektal pada usia 60 tahun.
3. Pasien berusia 40 tahun yang belum pernah melakukan pemeriksaan lengkap pada
kolon dalam waktu 5 tahun, dan memiliki lebih dari seorang relatif tingkat pertama
yang terdiagnosis kanker kolorektal pada usia 60 tahun.
4. Pasien dengan anemia defisiensi besi.
5. Pasien yang memiliki hasil positif pada tes darah samar.

10
2.9. Tatalaksana

Tatalaksana pada hemoroid bervariasi, mulai dari pengaturan diet dan modifikasi gaya
hidup hingga pembedahan radikal yang bergantung pada derajat dan keparahan gejala.

Tabel 2. Hemoroid interna dan tatalaksana.5

2.9.1. Pengaturan diet dan modifikasi gaya hidup

Feses yang keras dapat menyebabkan kerusakan pada bantalan anus dan menyebabkan
timbulnya keluhan hemoroid. Berdasarkan studi klinis, pemberian suplemen serat
menurunkan risiko timbulnya gejala dan perdarahan pada hemoroid sekitar 50% tetapi tidak
memperbaiki gejala prolaps, nyeri, dan gatal.3 Walaupun demikian semua pasien hemoroid
harus meningkatkan asupan serat (sekitar 25-35 gram per hari) dan cukup air untuk
menghindari konstipasi dan mengurangi waktu yang dihabiskan di toilet.7 Asupan serat dapat
berasal dari buah-buahan dan sayuran, gandum, psyillium, dan lain-lain. Ada beberapa
suplemen serat yang tersedia untuk pasien yang tidak dapat memenuhi kebutuhan serat dari
makanan, tersedia dalam bentuk tablet maupun bubuk. Perlu untuk mengedukasi pasien
bahwa asupan serat ini memerlukan waktu untuk menunjukkan hasil yang maksimal dan
tidak bekerja secara instan.4 Kira-kira diperlukan hingga 6 minggu untuk menunjukkan hasil
yang maksimal.3 Asupan serat dan cairan yang adekuat juga terus dilakukan walaupun telah
dilakukan pembedahan. Mengejan dan feses yang keras akan meningkatkan rasa nyeri,
terjadinya perdarahan, dan tertundanya penyembuhan luka.2

11
Salah satu mitos yang berkaitan dengan gejala hemoroid adalah konsumsi makanan
pedas. Berdasarkan satu randomized controlled double-blinded trial melaporkan tidak ada
bukti yang mendukung mitos tersebut.1
Modifikasi gaya hidup juga disarankan pada pasien pada berbagai derajat hemoroid
sebagai bagian dari terapi dan pencegahan. Perubahan yang haru dilakukan yaitu
meningkatkan asupan serat dan cairan, mengurangi konsumsi lemak, olahraga teratur,
menjaga kebersihan daerah anus, jangan mengejan dan membaca saat menggunakan toilet,
dan menghindari obat-obatan yang dapat menyebabkan diare atau konstipasi.3 Makanan yang
dapat memicu konstipasi misalnya keju atau produk susu, coklat, dan kafein. Rasa gatal pada
daerah anus juga dapat dikurangi dengan menghindari makanan yang meningkatkan pH feses
seperti kopi, teh, keju, coklat, buah dan jus sitrus, bir, tomat, bawang, dan kacang.4
Olahraga yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan tonus otot sehingga baik dalam
pencegahan hemoroid. Ada beberapa olahraga yang dapat dilakukan, misalnya berenang, lari,
berjalan, dan aerobik. Jenis olahraga yang disebutkan di atas fokus pada area abdomen.4

2.9.2. Medikamentosa
2.9.2.1. Oral

Flavonoid adalah agen venotonik yang digunakan pada terapi insufisiensi vena kronik
dan edema. Golongan ini dapat meningkatkan tonus vaskular, menurunkan kapasitas vena,
menurunkan permeabilitas kapiler, dan memfasilitasi drainase limfatik sebaik seperti
memiliki efek antiinflamasi. Walaupun mekanisme kerja secara pasti belum diketahui,
golongan ini digunakan sebagai medikasi oral untuk tatalaksana hemoroid, terutama di Eropa
dan Asia. Micronized purified flavonoid fraction (MPFF), terdiri dari 90% diosmin dan 10%
hesperidin, adalah flavonoid yang sering digunakan. Berdasarkan meta-analisis penggunaan
flavonoid untuk hemoroid, penggunaan flavonoid menurunkan risiko perdarahan hingga
67%, nyeri sekitar 65%, dan gatal sekitar 35%, serta menurunkan angka kekambuhan hingga
47%.
Kalsium dobesilat adalah agen venotonik lain yang biasanya digunakan pada retinopati
diabetik dan insufisiensi vena kronik, termasuk hemoroid. Kalsium dobesilat dapat
menurunkan permeabilitas kapiler, menghambat agregasi trombosit, dan memperbaiki
viskositas darah sehingga mengurangi edema pada jaringan. Clinical trial menunjukkan
bahwa penggunaan kalsium dobesilat dikombinasikan dengan suplemen serat meredakan
gejala seperti perdarahan akut dan berkaitan dengan perbaikan dari inflamasi hemoroid.

12
Penggunaan obat-obatan topikal bertujuan untuk mengontrol gejala, bukan untuk
menyembuhkan penyakit. Preparat topikal tersedia dalam bentuk krim dan supositoria, dan
kebanyakan dapat dibeli tanpa resep dokter. Bukti yang menunjukkan efek pada obat-obatan
ini masih rendah.3
Obat-obatan topikal yang mengandung steroid, anestetik, astringets, dan/ antiseptik
sering direkomendasikan pada semua pasien hemoroid berbagai derajat. Tetapi, tidak ada
studi yang mendukung manfaatnya. Krim yang mengandung steroid sebaiknya tidak
digunakan dalam waktu lama karena efek atrofi pada kulit.2,3,9

2.9.3. Pembedahan
2.9.3.1. Rubber band ligation

Rubber band ligation adalah tatalaksana hemoroid interna dan sering direkomendasikan
sebagai tatalaksana pembedahan awal derajat 1, 2 dan beberapa derajat 3. Tindakan ini juga
merupakan baku emas.9 Prosedur yang dilakukan dengan meletakkan karet di sekitar mukosa
anorektal yang berlebih. Hal ini akan menyebabkan strangulasi pada suplai darah hemoroid
sehingga menyebabkan nekrosis dan luruhnya hemoroid dalam waktu 5-7 hari. Prosedur ini
dilakukan melalui anoskopi dan beberapa
peralatan tersedia untuk mengaplikasikan
karetnya. Karena karet diletakkan pada
area yang tidak memiliki sensasi, prosedur
ini dapat dilakukan tanpa anestesi. Tetapi
area tersebut harus diperiksa terlebih
dahulu untuk sensasinya karena variasi
anatomi dalam persarafan. Keberhasilan
tindakan ini, ditandai dengan meredanya
gejala selama berbulan-bulan sampai
bertahun-tahun, berkisar dari 70,5%
sampai 97%.(p204) Angka kekambuhan
rendah dibandingkan skleroterapi dan
9
koagulasi inframerah.
Komplikasi seperti respon vasovagal,
Gambar 5. Rubber band ligation.6 nyeri, abses, retensi urinm perdarahan, dan
sepsis terjadi <2% pasien. Karena risiko

13
perdarahan pasca bedah, tindakan ini sebaiknya tidak dilakukan pada pasien yang menerima
terapi antikoagulan, seperti warfarin. Aspirin dan agen antiplatelet lainnya harus dihentikan
5-7 hari sebelum dilakukan tindakan dan dimulai kembali 5-7 hari setelahnya.2

2.9.3.2. Koagulasi infra merah

Koagulasi inframerah dilakukan pada hemoroid derajat 1 dan derajat 2 yang kecil.6
Koagulasi inframerah dilakukan dengan memberikan radiasi pada dasar hemoroid. Tindakan
ini menciptakan ulserasi yang ketika sembuh akan membentuk sikatriks yang mengurangi
aliran darah pada hemoroid. Prosedur ini ditoleransi dengan baik, tetapi tingkat kesuksesan
lebih rendah dibandingkan dengan rubber band ligation. Tindakan ini dapat dipertimbangkan
untuk dilakukan pada pasien yang mendapat terapi antikoagulan.2
Studi menunjukkan angka kekambuhan lebih tinggi dibandingkan dengan rubber band
ligation, tetapi tindakan ini memiliki komplikasi yang lebih sedikit dan menyebabkan jauh
lebih sedikit rasa tidak nyaman setelah prosedur.7

2.9.3.3. Hemoroidektomi eksisional

Beberapa randomized controlled trials dan meta-analisis menunjukkan bahwa


hemoroidektomi eksisional adalah terapi efektif untuk mengurangi kekambuhan gejala pada
pasien dengan hemoroid derajat 3 dan derajat 4. Tindakan ini juga direkomendasikan pada
pasien dengan hemoroid campiran dan untuk pasien yang memiliki hemoroid berulang di
mana terapi yang lain tidak efektif.

2.9.3.4. Stapled hemorrhoidopexy

Stapled hemorrhoidopexy adalah terapi alternatif untuk hemoroid derajat 2 hingga


derajat 4. Dibandingkan dengan hemoroidektomi eksisional, tindakan ini lebih disukai
berkaitan dengan nyeri pasca bedah yang lebih sedikit, waktu untuk kembali bekerja lebih
cepat, komplikasi pruritus minimal. Tetapi tindakan ini memiliki angka rekurensi yang cukup
tinggi dan memerlukan tindakan tambahan. Berdasarkan meta-analisis yang membandingkan
kedua prosedur tersebut menunjukkan bahwa pasien dengan stapled hemorrhoidopexy dua
kali lebih banyak yang memerlukan tindakan lanjutan.2

14
2.9.3.5. Hemoroid eksterna yang thrombosis

Hemoroid eksterna yang mengalami thrombosis menyebabkan nyeri akut yang berat.
Tanpa intervensi, nyeri biasanya membaik dalam 2 hingga 3 hari, dengan perbaikan lanjutan
seiring dengan thrombus yang diserap dalam beberapa minggu. Terapi topikal dengan krim
nifedipin dan lidokain lebih efektif untuk menghilangkan nyeri dibandingkan dengan lidokain
sendiri.
Pada pasien yang mengalami nyeri hebat akibat thrombosis hemoroid, eksisi atau insisi
dan evakuasi thrombus dalam waktu 72 jam onset gejala membuat nyeri reda lebih cepat
daripada terapi konservatif. Prosedur dilakukan di bawah anestesi lokal dan luka pasca bedah
tersebut dapat dibiarkan terbuka atau dijahit.2

2.9.3.6. Prosedur lainnya

Krioterapi, skleroterapi, dan dilatasi anal kurang efektif dibandingkan dengan


hemoroidektomi atau rubber band ligation. Skleroterapi kadnag digunakan untuk tatalaksana
hemoroid derajat 1 dan derajat 2 karena dapat dikerjakan secara cepat tetapi sekarang sudah
jarang dilakukan.2

Tabel 3. Prosedur bedah untuk hemoroid interna.2

15
Tabel 4. Prosedur bedah berdasarkan jenis hemoroid.2

2.10. Komplikasi

Komplikasi akut hemoroid dibedakan berdasarkan jenisnya. Hemoroid interna


inkarserata, di mana drainase vena terganggu, menyebabkan terjadinya edema, thrombosis
vena, dan nekrosis sekunder. Hemoroid eksterna yang mengalami thrombosis ditandai dengan
pembengkakan dan nyeri pada daerah perianal.8

16
BAB III
KESIMPULAN

Hemoroid adalah pelebaran jaringan vaskular submukosa pada daerah distal anus yang
sering disertai komplikasi seperti inflamasi, thrombosis, dan perdarahan. Beberapa kondisi
dapat meningkatkan risiko terjadinya hemoroid, di antaranya konstipasi, mengejan,
peningkatan tekanan intraabdomen, kehamilan, dan lain sebagainya.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang adekuat penting untuk mendiagnosis hemoroid
karena terdapat beberapa penyakit yang memiliki keluhan yang hampir serupa dengan
hemoroid. Pemeriksaan penunjang lebih lanjut seperti barium enema dan kolonoskopi
dilakukan apabila memenuhi indikasi tertentu.
Tatalaksana pada kasus hemoroid tergantung jenis dan derajat hemoroid tersebut.
Terdapat tatalaksana non-invasif dan invasif. Peningkatan asupan serat dan cairan serta
modifikasi gaya hidup penting dalam tatalaksana hemoroid berbagai derajat dan untuk
pencegahan. Tatalaksana pembedahan tersedia dalam berbagai cara dan efektifitasnya
tergantung dari derajat hemoroid.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Gami B. Hemorrhoids A common ailment among adults, causes & treatrment: a


review. Int J Pharm Pharm Sci. 2011;3(5):5-12.
2. Mounsey AL, Halladay J, Sadiq TS. Hemorrhoids. Am Fam Physic. 2011 Jul
15;84(2): 204-10.
3. Lohsiriwat V. Hemorrhoids: From basic pathophysiology to clinical management.
World J Gastroenterol. 2012 May 7;18(17):2009-17.
4. Khan RZ, Ansari AH, Itrat M, Zulkiflie M. A comprehensive review of
haemorrhoids with Unani and modern description. Int J Basic Med Clin Res.
2014;1(3):52-65.
5. Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Sabiston Textbook of
Surgery. 19th ed. Philadelphia: Elsevier; 2012.p.1381-2, 1387-91.
6. Brunicardi FC, Adersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Matthew JB et al.
Schwartzs Principles of Surgery. 10th ed. New York: McGraw-Hill; 2015.p.1222-5.
7. Jacobs D. Hemorrhoids. N Engl J Med. 2014 Sept 4; 371:944-51.
8. Buntzen S, Christensen P, Khalid A, Ljungmann K, Lindholt J, Lundby L et al.
Diagnosis and treatment of haemorrhoids. Dan Med J. 2013;60(12):C4754.
9. Chugh A, Singh R, Agarwal PN. Management of Hemorrhoids.Indian J Clin Pract.
2014 Nov;25(6):577-80.

18

Anda mungkin juga menyukai