Anda di halaman 1dari 7

Lima Penyakit Menular yang Memiliki Insiden Tertinggi di Indonesia

1. TBC
Indonesia masih masuk dalam 10 negara dengan beban Tuberkulosis (TB)
terbanyak di dunia. Total kasus baru TB dilaporkan sebanyak 450 ribu per tahun dan
prevalensi sekitar 690 ribu per tahun, seperti dilaporkan oleh Organisasi PBB untuk
Kesehatan Dunia (WHO) dalam Global Report 2011.

"Sejak tahun 2010, WHO tidak lagi menyebutkan ranking negara, tetapi Indonesia
memang masih termasuk 10 besar negara dengan beban permasalahan TB terbesar
dari total 22 negara dengan beban TB terbesar," kata Direktur Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian
Kesehatan, Tjandra Yoga Aditama dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (24/5).

Sejak tahun 2010, ia menambahkan, pemerintah telah mencanangkan strategi


nasional pengendalian TB yang bertujuan untuk memberi akses universal layanan
TB berkualitas, untuk menjamin agar semua kasus TB yang ditemukan dapat
didiagnosa dan diobati dengan benar.

Salah satu hambatan dalam memerangi TB, lanjut Tjandra, adalah belum semua
kasus berhasil ditemukan, terutama di RS swasta dan dokter praktik. "Saat ini
Kementerian Kesehatan bekerjasama dengan Ikatan Dokter Indonesia (ID) untuk
meningkatkan upaya pelayanan TB sesuai dengan standar internasional pada dokter
praktik," imbuhnya.

Sementara upaya pengendalian TB yang sudah dicapai antara lain, 300 ribu kasus
yang terlaporkan setiap tahun, angka kesembuhan meningkat menjadi sekitar 91
persen, dan angka kematian akibat TB sudah jauh menurun yaitu sebesar
27/100.000, dibandingkan dengan data dasar perhitungan target MDG tahun 1990
sebesar 92/100.000.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat, penurunan insiden TB sebesar 45


persen pada tahun 2010, dibandingkan tahun 1990 atau dari 343 per 100.000
penduduk menjadi 189 per 100.000 penduduk. Di samping itu, Kemenkes juga
mencatat penurunan prevalensi TB sebesar 35 persen, yaitu dari 443 per 100.000
penduduk menjadi 289 per 100.000 penduduk.

Tahun 2011, Indonesia telah mencapai angka penemuan kasus 82.69 persen dan
melampaui target global sebesar 70 persen. Sedangkan angka keberhasilan
pengobatan juga mencapai 90,29 persen dan melampaui target RPJMN sebesar 86
persen.

Tjandra mengungkapkan permasalahan lain yang muncul dalam eliminasi TB adalah


munculnya kasus resistensi obat lini pertama, meskipun jumlahnya masih sangat
sedikit. "WHO Global Report melaporkan tingkat resistensi yang masih cukup rendah
di antara kasus baru sekitar 2 persen dan kasus re-treatment 17 persen, yang
hasilnya hampir sama dengan survei resistensi obat yang dilaksanakan Kemenkes
di Jawa Tengah (2007) dan Jawa Timur (2009)," sambungnya.
Kasus TB yang tidak diobati dengan baik sesuai dengan standar mulai diagnosis,
pengobatan, kepatuhan dan ketuntasan pengobatan serta terlaporkan agar bisa
dipantau kesembuhannya, dikatakan Tjandra merupakan pemicu terjadinya TB-MDR
(multidrugs resistence).

Pengobatan untuk TB-MDR di Indonesia saat ini dibantu oleh dana dari Global Fund,
meskipun secara bertahap pemerintah Indonesia diharapkan dapat menggunakan
dana APBN, karena Global Fund secara berangsur-berangsur mengurangi jumlah
bantuan itu.

Tjandra mengatakan, untuk mencegah terjadinya TB-MDR, pemerintah melakukan


upaya dalam tiga hal. Pertama, peningkatan akses universal untuk layanan TB
berkualitas. Kedua, meningkatkan deteksi suspek TB-MDR sedini mungkin. Ketiga,
melaksanakan pengobatan yang tepat untuk memutus mata rantai kuman resisten
dan meningkatkan kegiatan pengawasan untuk memantau kecenderungan
peningkatan epidemi TB-MDR.

Pemerintah saat ini menyediakan sarana pemeriksaan dan pengobatan TB di


seluruh Indonesia, baik di Puskesmas maupun di Rumah Sakit. Dan seluruh biaya
pengobatan TB di fasilitas pelayanan kesehatan Pemerintah dijamin oleh
Pemerintah atau digratiskan. Data hasil Riset Kesehatan Dasar 2007 menempatkan
TB di urutan pertama penyakit menular penyebab kematian, baik di perkotaan
maupun di pedesaan. TB termasuk penyakit infeksi menular dengan transmisi
melalui udara dan menyerang penderita yang umumnya berada pada golongan usia
produktif, sehingga menimbulkan risiko tinggi dan menyebabkan dampak ekonomi
yang luas.

Cara penularan
Biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mikobakterium
tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada anak-anak
sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila sering
masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak
(terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar
melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC
dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal,
saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian
organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru.

2. HIV/AIDS
Jumlah kasus HIV/AIDS di Indonesia berdasarkan laporan Ditjen Pengendalian
Penyakit dan Pengendalian Lingkungan Departemen Kesehatan RI mengalami
peningkatan. Jumlah kasus HIV/AIDS tiap tahunnya mengalami peningkatan karena
banyak masyarakat yang tertular dan baru menyadari bahwa dirinya berpenyakit HIV
dan AIDS, kata Humas Palang Merah Indonesia Kota Jakarta Timur Dewi
Rahmadania, di Jakarta, Kamis.
Menurut data Ditjen PPM dan PL Depkes RI, lanjut dia, dalam triwulan pertama,
Januari hingga Maret 2011, dilaporkan tambahan kasus AIDS mencapai 351. Kasus
`acquired immune deficiency syndrome or acquired immunodeficiency syndrome
(AIDS)` dan `human immunodeficiency virus (HIV)` terbanyak dilaporkan di DKI
Jakarta sebanyak 3. 995 dan kasus HIV sebesar 15.769, katanya.
Ia menjelaskan, secara kumulatif kasus pengidap HIV/AIDS dari tanggal 1 Januari
1987 hingga Maret 2011 mencapai 24.482 kasus dengan angka kematian 4. 603
jiwa, kata Dewi. Berdasarkan jumlah kumulatif kasus AIDS menurut jenis kelamin,
yaitu laki-laki 17.840, akibat pengguna narkoba suntik (IDU) 8.553, perempuan
6.553, akibat IDU 665 dan tidak diketahui 89, akibat IDU 52.
Selanjutnya, kata dia, jumlah kumulatif kasus AIDS menurut faktor resiko, yaitu
akibat heteroseksual 13.000, homo-biseksual 734, IDU 9.274, transfusi darah 49,
transmisi pinatal 637 dan tidak diketahui 783. Menurut dia, daerah yang rawan di
Jakarta Timur atas penularan HIV, di sekitar Prumpung, Pulo Gadung, Jatinegara,
Cakung, Pulo Gebang dan lain-lain. Daerah tersebut menjadi rawan penularan HIV
karena terdapat area lokalisasi dan penginapan liar, dan yang paling rawan terkena
virus itu adalah kaum remaja, kata Dewi.
Dia menambahkan, penularan HIV yang cukup tinggi melalui hubungan seks yang
beresiko tanpa menggunakan kondom, menggunakan jarum suntik yang sudah
tercemar HIV secara bergantian, melalui transfusi darah yang tidak melalui uji saring
dan melalui ibu hamil yang terkena HIV Saat ini belum ditemukan vaksin untuk virus
HIV, namun orang yang terinfeksi HIV bisa mendapatkan terapi Anti-Retroviral (ARV)
, katanya.
ARV, kata dia, berfungsi sebagai penghambat perkembangan virus, mengurangi
kadar virus dalam Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) , menurunkan kadar viral load
dan menaikan kadar CD4 . Hal yang tidak menularkan HIV, yaitu berjabat tangan,
berpelukan, digigit nyamuk, bersentuhan, berenang bersama, tinggal serumah
dengan ODHA, menggunakan toilet yang sama, dan menggunakan alat makan dan
minum yang sama, ujar Dewi. (ANT-273/B/F002) Editor: Ella Syafputri
Peningkatan epidemiologi HIV-AIDS yang cenderung meningkat setiap tahunnya
dimana dua cara penularan utama melalui penularan melalui hubungan seksual dan
penularan penggunaan jarum suntik tak steril (terutama bagi pengguna narkoba
suntik).

Tercatat di Indonesia terdapat 195.000 ODHA, namun yang telah mendapatkan


pengobatan terapi ARV diperkirakan sekitar 5.000 ODHA. Hal ini yang perlu dilihat
bahwa perlu lebih banyak kegiatan sosialisasi guna mengurangi penderita HIV-AIDS.
Dalam rangka penangulanggan HIV-AIDS di Indonesia pula, IDI menyusun rencana
kegiatan dalam jangka waktu 3 tahun yaitu mulai tahun 2006 hingga 2008. Rencana
kegiatan ini akan disosialisasikan kesegala instansi pemerintah maupun IDI cabang
dan dinas kesehatan guna penyebaran penangulanggan HIVAIDS di plosok
Indonesia.

HIV menular melalui:


Bersenggama yang membiarkan darah, air mani, atau cairan vagina dari orang HIV-
positif masuk ke aliran darah orang yang belum terinfeksi (yaitu senggama yang
dilakukan tanpa kondom melalui vagina atau dubur; juga melalui mulut, walau
dengan kemungkinan kecil). Memakai jarum suntik yang bekas pakai orang lain, dan
yang mengandung darah yang terinfeksi HIV. Menerima transfusi darah yang
terinfeksi HIV. Dari ibu HIV-positif ke bayi dalam kandungan, waktu melahirkan, dan
jika menyusui sendiri. Biasakan mempunyai sikat gigi dan pisau cukur sendiri,
karena selain untuk kebersihan pribadi, jika terdapat darah akan ada risiko
penularan dengan virus lain yang diangkut aliran darah (seperti hepatitis), bukan
hanya HIV.

3. CAMPAK
Campak merupakan penyakit endemis, terutama di Negara yang sedang
berkembang seperti Indonesia. Karena hampir semua anak Indonesia yang
mencapai usia 5 tahun pernah terserang penyakit campak, walaupun yang
dilaporkan hanya sekitar 30.000 kasus pertahun.

Mortalitas/kematian kasus campak yang dirawat inap di Rumah Sakit pada tahun
1982 adalah sebesar 73 kasus kematian dengan angka fatalitas kasus atau case
fatality rate (CFR) sebesar 4,8%. Kemudian pada tahun 1984-1988 berdasarkan
studi kasus di rawat inap di rumah sakit terjadi peningkatan kasus pada bulan
maret,dan mencapai puncak pada bulan mei,agustus,September dan oktober.
Dengan menunjukkan proporsi yang terbesar dalam golongan umur balita dengan
perincian 17,6% berumur<1 tahun, 15,2% berumur 1 tahun, 20,3% berumur 2 tahun,
12,3% berumur 3 tahun dan 8,2% berumur 4 tahun.

Wabah terjadi pada kelompok anak yang rentan terhadap campak,yaitu daerah
dengan populasi balita banyak mengidap gizi buruk dan daya tahan tubuh yang
lemah serta daerah dengan cakupan imunisasi yang rendah.

Distribusi kelompok umur pada KLB umumnya terjadi pada kelompok umur 1-4
tahun dan 5-9 tahun, dan pada beherapa daerah dengan cakupan imunisasi tinggi
dan merata cenderung bergeser pada kelompok umur yang lebih tua (10-I4 tahun)
Selanjutnya kasus campak mengalami penurunan sebesar 80% pada tahun 1996
(16 kematian,CFR 0,6%).

Cara penularan

Penyakit ini adalah melalui droplet dan kontak, yakni karena menghirup
Percikan ludah (droplet) dari hidung, mulut maupun tenggorokan penderita morbili
atau campak. Artinya seseorang dapat tertular campak bila menghirup virus morbili,
bisa di tempat umum, di kendaraan atau dimana saja. Penderita bisa menularkan
infeksi ini dalam waktu 2-4 hari sebelum timbulnya ruam kulit dan selama ruam kulit
ada.

Masa inkubasi adalah 10-14 hari sebelum gejala muncul. Sebelum vaksinasi
campak digunakan secara meluas, wabah campak terjadi setiap 2-3 tahun, terutama
pada anak usia pra- sekolah dan anak-anak SD. Jika seseorang pernah menderita
campak, maka seumur hidupnya dia akan kebal terhadap penyakit ini. Kekebalan
terhadap campak diperoleh setelah vaksinasi, infeksi aktif dan kekebalan pasif pada
seorang bayi yang lahirdari ibu yang telah kebal (berlangsung selama 1 tahun).
4. HEPATITIS
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, prevalensi nasional hepatitis klinis
sebesar 0,6 persen. Sebanyak 13 provinsi di Indonesia memiliki prevalensi di atas
nasional. Kasus penderita hepatitis tertinggi di provinsi Sulawesi Tengah dan Nusa
Tenggara Timur (NTT). Penyakit hepatitis kronik menduduki urutan kedua
berdasarkan penyebab kematian pada golongan semua umur dari kelompok
penyakit menular. Rata-rata penderita hepatitis antara umur 15 44 tahun untuk di
pedesaan. Penyakit hati ini menduduki urutan pertama sebagai penyebab kematian.
Sedangkan di daerah perkotaan menduduki urutan ketiga, kata Menteri Kesehatan
Endang Rahayu Sedyaningsih dalam peringatan di RS Dr Sardjito Yogyakarta, di
Jalan Kesehatan.
Hari Hepatitis sedunia yang dipusatkan di Yogyakarta. Kota Yogyakarta yang pernah
tercatat memiliki penderita hepatitis terbesar tercatat sebagai kota yang sukses
melakukan vaksinasi hepatitis yang melebihi target sebesar 104,5 persen. Menurut
Endang sebanyak 360 juta penduduk dunia mengidap hepatitis kronis. Sekitar 130-
170 juta penduduk dunia merupakan pengidap virus hepatitis C dengan angka
kematian lebih dari 350 ribu per tahun.
Di Indonesia sekitar 15 juta orang menderita hepatitis B dan C yang berpotensi
menderita Chronic Liver Deseases. Untuk mengurangi dan menanggulangi penyakit
tersebut kata Endang, pemerintah telah melakukan upaya di antaranya pilot project
imunisasihepatitis B di Pulau Lombok. Selain itu juga dilakukan program imunisasi?
integrasi, yakni imunisasi hepatitis B dan program imunisasi rutin secara nasional.
Ini dilakukan dengan menyederhanakan jadwal imunisasi dengan vaksin kombinasi
(vaksin hepatitis B digabung dengan DPT atau DPT/HB, katanya.
Endang mengaku penyakit hepatitis masih merupakan masalah yang besar. Sebab
masih rendahnya kesadaran pemahaman masyarakat dan petugas kesehatan
mengenai penyakit ini. Selain itu data dan informasi serta cakupan imunisasi yang
belum merata menjadi salah satu kendala. Semua harus sadar bahwa hepatitis
adalah masalah kesehatan masyarakat dunia yang perlu dicegah dan diobati secara
komprehensif, katanya.
Oleh karena itu lanjut Endang, Indonesia telah mengusulkan kepada WHO agar
hepatitis menjadi isu dunia dengan menetapkannya sebagai resolusi World Health
Assembly (WHA) tentang viral hepatitis. Usulan tersebut diterima WHO untuk
dibahas dalam sidang WHA atau majelis kesehatan sedunia ke-63 pada bulan Mei
2010 yang menetapkan tanggal 28 Juli sebagai harihepatitis sedunia.
Cara penularan
1.Hubungan seksual dengan penderita hepatitis B atau C
2.Kontak dengan darah dari penderita hepatitis B atau C misalnya jarum suntik
(pecandu narkoba), alat pencukur, sikat gigi, pakaian yang terkena darah, alat
akupuntur, alat manikur dan gunting kuku, alat tato atau body piercing (tindik) yang
tidak steril, bahkan pada saat berkelahi (jika terdapat luka terbuka pada kedua
pihak).

5. DIARE
Penyakit diare masih merupakan salah satu penyebab utama masalah kesehatan
masyarakat Indonesia, baik ditinjau dari segi angka kesakitan maupun angka
kematiannya. Penyakit ini dapat menyerang semua golongan umur dengan angka
kesakitan berkisar 280 per 1000 penduduk dan untuk balita menderita satu sampai
satu setengah kali episode diare setiap tahunnya atau 53% dari semua kesakitan
diare.(Dep.Kes.RI,1998).
Angka kematian diare pada semua umur selama dasawarsa terakhir dapat
diturunkan dari 110,1 per 100.000 penduduk (1985) rnenjadi 56 per 100.000
penduduk ( 1995). Sedangkan kematian karena diare pada kelompok balita
diturunkan dari 5,7 per seribu balita menjadi 2,5 per seribu balita pada episode yang
sama. (Dep. Kes.RI,1998)

Bedasarkan UU No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan yang ditetapkan bahwa


pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi seiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang optimal. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi
masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan
kesehatan yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.

Diare dapat timbul dalam bentuk KLB dengan jumlah penderita dan kematian yang
besar. Fasilitas kasus (CFR) terjadi penurunan yang cukup bermakna dari 35 %
(awal Repelita I) menjadi dibawah 3 % pada akhir Repelita VI. Penurunan CFR yang
nyata dikarenakan makin meningkatnya manajemen penanggulangan KLB.
(Dep.Kes. RI, 1998).

Menurut hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 proporsi
penyakit infeksi dan parasit sebagai penyebab kematian adalah 22,7%. Kematian
bayi dibawah umur 1 tahun 33,5% disebabkan oleh gangguan prenatal dan 32,1%
oleh penyakit sistem pernapasan. Diare sebagai bagian dari kelompok penyakit
infeksi dan parasit, proporsinya sebesar 9,6 % sebagai penyebab kematian pada
bayi dibawah 1 tahun.

Pada kematian anak balita golongan umur 1-4 tahun, proporsi penyebab kematian
paling tinggi adalah penyakit sistem pernapasan yaitu sebesar 38,8%, kemudian
penyakit diare serta infeksi/parasit lain masing-masing sebesar 14,3%. Kematian
anak pada kelompok umur 1-4 tahun terutama disebabkan oleh penyakit infeksi dan
parasit dengan proporsi sebesar 44,7%, pernapasan 13%. Sedangkan pada
kelompok umur 15-34 tahun, penyakit infeksi dan parasit menduduki peringkat
pertama sebagai penyebab kematian yaitu sebesar 36,5%, berturut-turut infeksi dan
parasit lain 16,8%, kemudian TBC 13,9%.

Tingginya angka kesakitan dan kematian akibat diare disebabkan oleh beberapa
faktor yaitu antara lain kesehatan lingkungan yang belum memadai, keadaan gizi,
kependudukan, pendidikan, faktor musim dan geografi daerah, keadaan sosial
pencegahan pemberantasan penyakit diare tidak akan berhasil baik tanpa adanya
kesadaran yang tinggi dari masyarakat untuk ikut berpartisipasi didalamnya serta
kesiapan petugas kesehatan dilapangan. yang ditandai oleh penduduknya hidup
dalam lingkungan perilaku Gambaran Epidemiologi Penyakit Diare di Pulau laut
RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta pusat pada tahun 2004 menunjukkan bahwa angka
kesakitan diare sebanyak 1.066 kasus.

Dengan melihat data di atas maka sangat penting sekali untuk dilakukan penelitian
tentang Gambaran Epidemiologi Penyakit Diare berdasarkan tempat, orang dan
waktu pemberantasan penyakit diare di Pulau laut RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta
pusat.
Cara Penularan
Agen infeksius yang menyebabkan penyakit diare biasanya ditularkan melalui jalur
fecal-oral, terutama karena (Depkes RI, 1990):
1. Menelan makanan yang terkontaminasi atau air.
2. Kontak dengan tangan yang terkontaminasi.
4. Tidak memadainya penyediaan air bersih (jumlah tidak cukup).
5. Air tercemar oleh tinja.
6. Kekurangan sarana kebersihan (pembuangan tinja yang tidak higienis).
7. Kebersihan perorangan dan lingkungan yang jelek
Diposkan oleh Setiawati Salem di 07.43
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest

Anda mungkin juga menyukai