PENDAHULUAN
Teh hijau merupakan teh yang tidak mengalami proses fermentasi dan banyak
dikonsumsi orang karena nilai medisnya. Teh hijau kerap digunakan untuk
membantu proses pencernaan dan juga karena kemampuannya dalam membunuh
bakteri. Kandungan polifenol yang tinggi dalam teh hijau dimanfaatkan untuk
membunuh bakteri-bakteri perusak dan juga bakteri yang menyebabkan penyakit di
rongga mulut (penyakit periodontal) (Kushiyama et al., 2009). Konsumsi teh hijau
juga dipercayai memiliki efek untuk menurunkan angka mortalitas pasienpasien
dengan penyakit pneumonia (Watanabe et al., 2009)
teh hijau diperoleh tanpa proses fermentasi (oksidasi enzimatis) artinya yaitu
dibuat dengan cara menginaktifkan enzim fenolase yang ada dalam pucuk daun teh
segar, melalui pemanasan sehingga oksidasi terhadap katekin (zat antioksidan) dapat
dicegah. Teh hijau dapat diperoleh melalui pemanasan (udara panas) dan penguapan.
Pemanasan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan udara kering
(pemanggangan atau sangrai) dan udara basah dengan uap panas (steam).
Pemanggangan daun teh akan memberikan aroma dan rasa yang lebih kuat
dibandingkan dengan pemberian uap panas. Kedua metode tersebut berguna untuk
mencegah terjadinya oksidasi enzimatis katekin. Keuntungan dengan cara
pemberian uap panas, adalah warna teh dan seduhannya akan lebih hijau terang.
Pada kedua metode tersebut, daun teh sama- sama menjadi layu, tetapi karena daun
teh ini segera dipanaskan setelah pemetikan, maka hasil tehnya tetap berwarna hijau
(Bambang, 2012 dalam Saraswati, 2015).
Senyawa polifenol yang bersifat antioksidan dan terkandung dalam teh hijau
dipercaya oleh masyarakat memiliki berbagai khasiat seperti menurunkan risiko
terkena penyakit jantung, mencegah berbagai macam tipe kanker, membantu
memperkuat sel darah merah untuk mengirimkan oksigen ke jantung dan otak, serta
membantu mengurangi berat badan (Felix, 2010).
Menurut Pujar dkk (2011) dan Archana (2011) Teh hijau terdiri atas
kandungan kimia yang kompleks. Teh mengandung alkaloid, saponin, tanin,
katekin polifenol 15-20%, protein dan 1-4% asam amino seperti tanin, asam
glutamat, triptopan, glycine, serin, tirosin, valin, leucine, threonin dan arginin.
Selain itu, terdapat unsur karbohidrat seperti selulose, glukosa, pektin dan fruktosa
(Amelia dkk, 2012; Cabrera dkk, 2006). Senyawa golongan katekin teh mampu
menangkap radikal bebas seperti radikal DPPH, anion superoksid, radikal bebas
lipid, dan radikal hidroksil (Sang dkk., 2003 dalam Irianti dkk, 2011).
Kandungan kimiawi teh hijau sama seperti yang terkandung dalam daun teh
segar, yaitu senyawa polifenol (flavonol, flavanol, flavone, flavavone, isoflavone,
antocyanin), teofilin, teobromin, vitamin C, vitamin E, vitamin B kompleks, serta
sejumlah mineral seperti fluor, fosfor, kalsium, stronsium, Fe, Zn, Mg, dan
Mo. Zat kimia yang terkandung dalam teh hijau adalah polifenol 30%, kafein
(thenin) 4%, gula dan getah 3%, asam amino 7%, mineral 4%, protein 16%, lemak
8%, klorofil dan pigmen lain 1,5%, pati 0,5%, serat kasar, lignin, dan lain-lain
22%. Kandungan zat kimia yang paling banyak dalam daun teh hijau adalah
polifenol atau cathecins sekitar 30% (Anwar dkk, 2007).
Teh hitam adalah teh yang diolah dengan cara difermentasi sempurna.
Teh hitam didapat dari hasil penggilingan yang menyebabkan daun terluka dan
mengeluarkan getah. Getah itu bersentuhan dengan udara sehingga menghasilkan
senyawa teaflavin dan tearubugin artinya, daun teh mengalami perubahan kimiawi
sempurna sehingga semua kandungan katekin terfermentasi menjadi tea flavin dan
tearubugin. Warna hijau akan berubah menjadi kecoklatan dan selama proses
pengeringan menjadi hitam. Teh hitam merupakan teh yang paling dikenal luas dan
bayak dikonsumsi (Sujayanto, 2008) , Kandungan polifenol dalam teh hitam dapat
pada tabel 2.
Tabel 2. Kandungan polifenol dalam teh hitam
Jenis Total Kandungan Kandungan Katekin Theaflavin
teh Polifenol katekin katekin terdegradasi
(% b/b) sebelum setelah dalam
(% b/b)
pengolahan pengolahan pengolahan
Teh 16,5 (%)
13,76% (%)
5,91 57,70 (%) 0,94
hitam
Sumber: Karori et al (2007), Hilal dan Engelhardt (2007).
3. Pelayuan
Pada tahap ini, daun yang telah dicuci ditiriskan dan dianginkan-anginkan.
Pembuatan teh daun sirsak didasarkan pada penelitian Tuminah (2004) dalam Adri
dan Wikanastri (2013). Daun teh dilayukan pada suhu 700C selama 4 menit. Kondisi
operasi pelayuan ini diacu sebagai kondisi optimum pelayuan daun sirsak.
4. Pengeringan
Secara tradisional, makanan dikeringkan dengan sinar matahari tetapi sekarang
beberapa makanan didehidrasi dibawah kondisi pengeringan yang terkendali dengan
menggunakan aneka ragam metoda pengeringan salah satunya dengan menggunakan
oven. Tahap pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air pada daun hingga
mencapai 4%. Sedangkan proses pengeringan daun sirsak dilakukan pada suhu <
600C. Perubahan zat gizi dalam makanan terjadi pada beberapa tahap selama
pemanenan, persiapan, pengolahan, distribusi, dan penyimpanan. Pengolahan dengan
panas mengakibatkan kehilangan beberapa zat gizi terutama zat-zat labil yang tidak
tahan suhu tinggi seperti asam askorbat, tetapi teknik dan peralatan pengolahan
dengan panas yang modern dapat memperkecil kehilangan zat gizi. Semua perlakuan
pemanasan harus di optimisasi untuk mempertahankan nilai gizi dan mutu produk
serta menghancurkan mikroba (Buckle at al,2013).
5. Penggilingan
Proses penggilingan bertujuan untuk memperkecil ukuran daun sirsak
kering sehingga mudah dalam proses pengemasan.
Teh herbal juga memiliki nilai jual yang sangat tinggi dan dipercaya akan
kegunaannya. Syarat mutu teh kering dalam kemasan berdasarkan SNI
3836:2013 dapat dilihat pada Tabel 4
Tabel 4. Syarat Mutu Teh Kering dalam Kemasan Menurut SNI 3836:2013
No Kriteria uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan air seduhan
1.1 Warna - Khas produk teh
1.2 Bau - Khas produk teh
1.3 Rasa - Khas produk teh
2 Kadar polifenol (b/b) % Min. 5.2
3 Kadar air (b/b) % Maks. 8,0
4 Kadar ekstrak dalam air (b/b) % Min. 32
5 Kadar abu total (b/b) % Maks. 8,0
6 Kadar abu larut dalam air dari abu total % Min. 45
(b/b)
7 Kadar abu tak larut dalam asam (b/b) % Maks. 1,0
8 Alkalinitas abu larut dalam air (sebagai % 1-3
KOH) (b/b)
9 Serat kasar % Maks. 16,5
10 Cemaran logam
10.1 Kadmium (Cd) Mg/kg Maks. 0,2
10.2 Timbal (Pb) Mg/kg Maks. 2,0
10.3 Timah (Sn) Mg/kg Maks. 40,0
10.4 Merkuri (Hg) Mg/kg Maks. 0,03
11 Cemaran arsen (As) Mg/kg Maks. 1,0
12 Cemaran mikroba:
12.1 Angka lempeng total (ALT) Koloni/g 3
Maks. 3x10
12.2 Bakteri Coliform APM/g <3
12.3 Kapang Koloni/g 2
Maks. 5x10
(BSN, 2013)