Penyusun:
Aang Setiawan
Marsha Marvella
Mega Amanda Putri
Nurul Uyun
Perceptor:
Suwarman, dr., Sp.An-KIC., M.Kes
I. PENDAHULUAN
Syok merupakan suatu keadaan dimana sistem sirkulasi tidak dapat memenuhi
kebutuhan perfusi jaringan, sehingga mengakibatkan terjadinya hipoksia jaringan dan sel.
Karena hipoksia, pada syok terjadi gangguan metabolisme sel, sehingga dapat timbul
kerusakan ireversibel pada jaringan organ vital. Berdasarkan hemodinamik dan
mekanisme terjadinya, syok dibagi menjadi syok kardiogenik, syok hipovolemik, syok
obstruktif dan syok distributif.
Secara patologis, apapun penyebabnya, syok menyebabkan penurunan curah
jantung. Penurunan curah jantung akan menyebabkan penurunan aliran darah sistemik,
penurunan nutrisi jaringan (otak, jantung, ginjal dan jaringan tubuh lainnya), penurunan
nutrisi vaskuler, peningkatan permeabilitas kapiler, penurunan volume darah yang
kembali ke jantung dan akhirnya akan lebih memperberat curah jantung.
Penanggulangan syok pada dasarnya bertujuan untuk mengembalikan perfusi
jaringan kembali ke keadaan normal. Untuk itu selain menemukan penyebab syok, sangat
penting menstabilkan aliran darah sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki. Terapi
cairan seringkali merupakan terapi inisial pada pasien syok yang bertujuan untuk
meningkatkan volume darah, sehingga diharapkan dapat mengoreksi sistem sirkulasi
tubuh.
2
Penyebab:
Kehilangan darah, misalnya perdarahan;
Kehilangan plasma, misalnya luka bakar
Dehidrasi: cairan yang masuk kurang (misalnya puasa lama), cairan keluar yang
banyak (misalnya diare, muntah-muntah, fistula, obstruksi usus dengan
penumpukan cairan di lumen usus).
3
Syok kardiogenik didefinisikan sebagai kegagalan pompa jantung (pump
failure). Syok ini diakibatkan oleh terjadinya penurunan daya kerja jantung yang
berat, misalnya pada:
Penyakit jantung iskemik, seperti infark
Obat-obat yang mendepresi jantung
Gangguan irama jantung
Patofisiologi :
Syok anafilaktik merupakan bagian dari reaksi anafilaktik sistemik berat.
Terjadinya syok dapat berlangsung dengan cepat. Kematian terjadi pada penderita
berusia di atas 20 tahun. Sedangkan kematian pada anak biasanya disebabkan
oleh edema laring. Kematian pada usia dewasa biasanya merupakan kombinasi
syok, edema laring, dan aritmia jantung. Syok anafilaktik dapat kambuh 2-24 jam
setelah kejadian pertama.
4
Obat-obat yang sering memberikan reaksi anafilaktik adalah golongan
antibiotik penisilin, ampisilin, sefalosporin, neomisin, tetrasiklin, kloramfenikol,
sulfanamid, kanamisin, serum antitetanus, serum antidifteri, dan antirabies.
Alergi terhadap gigitan serangga, kuman-kuman, insulin, ACTH, zat
radiodiagnostik, enzim-enzim, bahan darah, obat bius (prokain, lidokain),
vitamin, heparin, makan telur, susu, coklat, kacang, ikan laut, mangga, kentang,
dll., juga dapat menyebabkan reaksi anafilaktik.
Gejala Klinis :
1. Reaksi lokal: biasanya hanya urtikaria dan edema setempat, tidak fatal.
2. Reaksi sistemik: biasanya mengenai saluran napas bagian atas, system kardiovaskuler,
gastrointestinal, dan kulit. Reaksi tersebut dapat timbul segera atau 30 menit setelah
terpapar antigen.
a. Ringan: mata bengkak, hidung tersumbat, gatal-gatal di kulit dan mukosa,
bersin-bersin, biasanya timbul 2 jam setelah terpapar alergen.
b. Sedang: gejalanya lebih berat, selain gejala di atas, dapat pula terjadi
bronkospasme, edema laring, mual, muntah, biasanya terjadi dalam 2 jam setelah
terpapar antigen.
c. Berat: terjadi langsung setelah terpapar dengan alergen, gejala seperti reaksi
tersebut di atas hanya lebih berat yaitu bronkospasme, edema laring, stridor,
napas sesak, sianosis, henti jantung, disfagia, nyeri perut, diare, muntah-muntah,
kejang, hipotensi, aritmia jantung, syok, dan koma. Kematian disebabkan oleh
edema laring dan aritmia jantung.
5
1. Pada stadium awal curah jantung meningkat, denyut jantung lebih cepat dan
tekanan arteri rata-rata turun. Kemudian perjalanannya bertambah progresif
dengan penurunan curah jantung , karena darah balik berkurang (terjadi
bendungan darah dalam mikrosirkulasi dan keluarnya cairan dari ruangan
intravaskular karena permeabilitas kapiler bertambah), yang ditandai dengan
turunnya tekanan vena sentral.
2. Hipertensi paru-paru oleh karena tahanan pembuluh darah meningkat
disebabkan oleh sumbatan leukosit pada kapiler paru-paru. Pada pasien yang
sudah syok paru-paru ditandai dengan gejala gagal paru-paru progresif, PO 2
arterial turun, hiperventilasi, dispneu, batuk dan asidosis.
3. Koagulasi intravaskular diseminata (D.I.C.) terjadi karena pemacuan proses
pembekuan akibat kerusakan endotelium kapiler oleh infeksi bakteri.
III. PENATALAKSANAAN
6
dengan pemberian cairan intravena dan bila perlu pemberian obat-obatan inotropik untuk
mempertahankan fungsi jantung atau obat vasokonstriktor untuk mengatasi vasodilatasi
perifer. Segera menghentikan perdarahan yang terlihat dan mengatasi nyeri yang hebat,
yang juga bisa merupakan penyebab syok. Pada syok septik, sumber sepsis harus dicari
dan ditanggulangi. Pada penanggulangan infark miokard, harus dicegah pemberian cairan
berlebih yang akan membebani jantung. Selain itu harus diperhatikan juga oksigenasi
darah yang memadai dan tindakan untuk menghilangkan nyeri.
7
Termasuk dalam prioritas adalah mengendalikan perdarahan yang jelas
terlihat, memperoleh akses intravena yang cukup, dan menilai perfusi
jaringan. Perdarahan dari luka luar biasanya dapat dikendalikan dengan
tekanan langsung pada tempat perdarahan. Cukupnya perfusi jaringan
menentukan jumlah cairan resusitasi yang diperlukan. Mungkin
diperlukan operasi untuk dapat mengendalikan perdarahan internal.
8
lambung. Namun, walaupun penempatan pipa sudah baik, masih
mungkin terjadi aspirasi.
Harus segera dapat akses ke sistem pembuluh darah. Ini paling baik
dilakukan dengan memasukkan dua kateter intravena ukuran besar (minimal 16
Gauge) sebelum dipertimbangkan jalur vena sentral. Kecepatan aliran berbanding
lurus dengan empat kali radius kanul, dan berbanding terbalik dengan panjangnya
(Hukum Poiseuille). Karena itu maka lebih baik kateter pendek dan kaliber besar
agar dapat memasukkan cairan dalam jumlah besar dengan cepat.
Tempat yang terbaik untuk jalur intravena bagi orang dewasa adalah
lengan bawah atau pembuluh darah lengan bawah. Kalau keadaan tidak
memungkinkan penggunaan pembuluh darah perifer, maka digunakan akses
pembuluh sentral (vena-vena femoralis, jugularis atau vena subclavia dengan
kateter besar) dengan menggunakan teknik Seldinger atau melakukan vena seksi
pada vena safena di kaki, tergantung tingkat ketrampilan dan pengalaman
dokternya. Seringkali akses vena sentral di dalam situasi gawat darurat ditak
dapat dilaksanakan dengan sempurna ataupun tidak seratus persen steril, karena
itu bila keadaan penderita sudah memungkinkan, maka jalur vena sentral ini
harus diubah atau diperbaiki.
9
penting untuk memilih prosedur atau caranya adalah pengalaman dan tingkat
ketrampilan dokternya.
Kalau kateter intravena telah terpasang, diambil contoh darah untuk jenis
dan crossmatch, pemeriksaan laboratorium yang sesuai, pemeriksaan toksikologi,
dan tes kehamilan pada wanita usia subur. Analisis gas darah arteri juga harus
dilakukan pada saat ini. Foto toraks harus diambil setelah pemasangan CVP pada
vena subklavia atau vena jugularis interna untuk mengetahui posisinya dan
penilaian kemungkinan terjadinya pneumotoraks atau hemotoraks.
10
3.2 Terapi Kausal
Pada syok hipovolemik, jantung akan tetap sehat dan kuat, kecuali jika miokard
sudah mengalami hipoksia karena perfusi yang sangat berkurang. Respons tubuh terhadap
perdarahan bergantung pada volume, kecepatan, dan lama perdarahan. Bila volume
intravaskular berkurang, tubuh akan selalu berusaha untuk mempertahankan perfusi
organ-organ vital (jantung dan otak) dengan mengorbankan perfusi organ lain seperti
ginjal, hati, dan kulit. Akan terjadi perubahan-perubahan hormonal melalui sistem renin-
angiotensin-aldosteron, sistem ADH, dan sistem saraf simpatis. Cairan interstitial akan
masuk ke dalam pembuluh darah untuk mengembalikan volume intravaskular, dengan
akibat terjadi hemodilusi (dilusi plasma protein dan hematokrit) dan dehidrasi interstitial.
11
Tanda-tanda dan gejala-gejala perfusi yang tidak memadai, yang digunakan
untuk diagnosis syok, dapat juga digunakan untuk menentukan respon penderita.
Pulihnya tekanan darah ke normal, tekanan nadi dan denyut nadi merupakan tanda positif
yang menandakan bahwa perfusi sedang kembali ke normal. Walaupun begitu,
pengamatan tersebut tidak memberi informasi tentang perfusi organ. Perbaikan pada
status sistem saraf sentral dan peredaran kulit adalah bukti penting mengenai peningkatan
perfusi, tetapi kuantitasnya sukar ditentukan.
Jumlah produksi urin merupakan indikator yang cukup sensitif untuk perfusi
ginjal. Produksi urin yang normal pada umumnya menandakan aliran darah ginjal yan
cukup, bila tidak dimodifikasi oleh pemberian obat diuretik. Sebab itu, keluaran urin
merupakan salah satu dari pemantau utama resusitasi dan respon penderita. Perubahan
pada tekanan vena sentral dapat memberikan informasi yang berguna, dan risiko
pemasangan jalur vena sentral harus diambil bila kasusnya rumit. Bila diperlukan indeks
tekanan pengisian jantung, maka pengukuran tekanan vena sentral cukup baik untuk
kebanyakan kasus.
b. Produksi Urin
Dalam batas tertentu, produksi urin dapat digunakan sebagai pemantau aliran
darah ginjal. Penggantian volume yang memadai seharusnya menghasilkan keluaran urin
sekitar 0,5 ml/kg/jam pada orang dewasa, 1 ml/kg/ jam pada anak-anak dan 2 ml/kg/jam
untuk bayi (dibawah umur 1 tahun). Bila kurang, atau makin turunnya produksi urin
dengan berat jenis yang naik, maka ini menandakan resusitasi yang tidak cukup. Keadaan
ini menuntut ditambahnya penggantian volume dan usaha diagnostik.
12
memperkirakan beratnya defisit perfusi yang akut. Jangan gunakan sodium bikarbonat
secara rutin untuk mengobati asidosis metabolik sekunder pada syok hipovolemik.
13
diwaspadai kemungkinan syok non-hemoragik seperti tamponade jantung atau kontusio
miokard.
Kemungkinan adanya syok non-hemoragik harus selalu diingat pada kelompok
ini. Pemasangan CVP atau echocardiografi emergensi dapat membantu membedakan
kedua kelompok ini.
Merupakan syok yang disertai adanya infeksi (sumber infeksi). Pada pasien
trauma, syok septik bisa terjadi bila pasien datang terlambat beberapa jam ke rumah sakit.
Syok septik terutama terjadi pada pasien-pasien dengan luka tembus abdomen dan
kontaminasi rongga peritonium dengan isi usus.
Infeksi sistemik yang terjadi biasanya karena kuman Gram negatif yang
menyebabkan kolaps kardiovaskuler. Endotoksin basil Gram negatif ini menyebabkan
vasodilatasi kapiler dan terbukanya hubungan pintas arteriovena perifer. Selain itu, terjadi
peningkatan permeabilitas kapiler. Peningkatan kapasitas vaskuler karena vasodilatasi
perifer menyebabkan terjadinya hipovolemia relatif, sedangkan peningkatan peningkatan
permeabilitas kapiler menyebabkan kehilangan cairan intravaskuler ke intertisial yang
terlihat sebagai udem. Pada syok septik hipoksia, sel yang terjadi tidak disebabkan oleh
14
penurunan perfusi jaringan melainkan karena ketidakmampuan sel untuk menggunakan
oksigen karena toksin kuman. Gejala syok septik yang mengalami hipovolemia sukar
dibedakan dengan syok hipovolemia (takikardia, vasokonstriksi perifer, produksi urin <
0.5 cc/kg/jam, tekanan darah sistolik turun dan menyempitnya tekanan nadi). Pasien-
pasien sepsis dengan volume intravaskuler normal atau hampir normal, mempunyai
gejala takikaridia, kulit hangat, tekanan sistolik hampir normal, dan tekanan nadi yang
melebar.
Penanggulangan
15
Semua pasien syok kardiogenik akibat infark miokard akut sebaiknya dikirim
segera ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas untuk kateterisasi, angioplasty, dan
operasi kardiovaskuler. Tindakan resusitasi dan suportif harus segera diberikan
bersamaan pada saat evaluasi diagnosis.
- Pastikan jalan napas tetap adekuat, bila tidak sadar sebaiknya dilakukan intubasi.
- Berikan oksigen 8-15 liter/menit dengan menggunakan masker untuk
mempertahankan PO2 70 120 mmHg.
- Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperberat syok yang ada harus diatasi
dengan pemberian morfin.
- Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan elektrolit yang terjadi.
- Bila terjadi takiaritmia, harus segera diatasi :
- Takiaritmia supraventrikular dan fibrilasi atrium dapat diatasi dengan pemberian
digitalis.
- Sinus bradikardi dengan frekuensi jantung < 50 x / menit harus diatasi dengan
pemberian sulfas atropine.
- Pastikan tekanan pengisian ventrikel kiri adekuat. Prioritas pertama dalam penanganan
syok kardiogenik adalah pemberian cairan yang adekuat secara parenteral dengan
menggunakan pedoman dasar PCWP atau pulmonary artery end diastolic pressure
(PAEDP) atau CVP. Jenis cairan yang digunakan tergantung keadaan klinisnya,
tetapi dianjurkan untuk memakai cairan salin isotonic. Intravenous fluid tolerance
test merupakan suatu cara sederhana untuk menentukan apakah pemberian cairan
infuse bermanfaat dalam penanganan syok kardiogenik. Caranya :
- Bila PCWP atau PAEDP < 15 mmHg (atau CVP < 12 mmH 2O), sulit untuk
mengatakan adanya pump failure dan sebelum penanganan lebih lanjut, volume
cairan intravaskular harus ditingkatkan hingga LVEDP mencapai 18 mmHg.
Pada keadaan ini, diberikan initial test volume sebanyak 100 ml cairan melalui
infus dalam waktu 5 menit. Bila ada respons, berupa peningkatan tekanan darah,
peningkatan diuresis, perbaikan syok secara klinis, tanda-tanda kongesti paru
tidak ada atau tidak semakin berat, dan bila PCWP atau PAEDP tidak berubah
atau tidak meningkat > 2-3 cmH 2O di atas nilai awal), maka diberikan cairan
tambahan sebanyak 200 ml dalam waktu 10 menit.
- Bila selanjutnya PCWP atau PAEDP tetap stabil atau meningkat > 2 mmHg atau
tidak melebihi 16 mmHg (atau jika CVP tetap < 15 cmH 2O), tekanan darah tetap
stabil atau meningkat, atau tanda-tanda kongesti paru tidak timbul atau semakin
bertambah, maka infus dilanjutkan dengan memberikan cairan 500-1000 ml/jam
16
sampai tekanan darah dan gejala klinis syok lain menghilang. Periksa PCWP
atau PAEDP (atau CVP), tekanan darah, dan paru setiap 15 menit. Diharapkan
PCWP atau PAEDP akan meningkat sampai 15-18 mmHg (atau CVP meningkat
sampai 15 cmH2O).
- Jika pada awal pemeriksaan didapatkan nilai PCWP atau PAEDP antara 15-18
mmHg (atau nilai CVP awal 12-18 cmH 2O), maka diberikan infus cairan 100 ml
dalam waktu 10 menit. Pemberian cairan selanjutnya tergantung dari peningkata
PCWP atau PAEDP (atau CVP), perubahan tekanan darah, dan ada tidaknya
gejala klinis kongesti paru.
- Jika nilai PCWP atau PAEDP pada awalnya 20 mmHg atau lebih (atau jika nilai
awal CVP 20 cmH2O atau lebih), maka tidak boleh dilakukan tes toleransi cairan
intravena, dan pengobatan dimulai dengan pemberian vasodilator.
- Jika PCWP atau PAEDP menunjukkan nilai yang rendah ( < 5 mmHg ), atau jika
nilai CVP < 5 cmH2O , infus cairan dapat diberikan walau didapatkan edema
paru akut.
- Jika pasien menunjukkan adanya edema paru dengan nilai PCWP atau PAEDP
yang rendah dan dalam penanganan dengan pemberian infus cairan menyebabkan
peningkatan kongesti paru serta perburukan keadaan klinis, maka infus cairan
harus dihentikan dan keadaan pasien dievaluasi kembali.
- Pada pasien dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat dan volume intravaskular
yang adekuat harus dicari kemungkinan adanya tamponade jantung sebelum
pemberian obat-obat inotropik atau vasopresor dimlai . Tamponade jantung akibat
infark miokard memerlukan tindakan volume expansion untuk mempertahankan
preload yang adekuat dan dilakukan perikardiosentesis segera.
- Penenganan pump failure dibagi berdasarkan subset hemodinamik dan pasien dapat
berpindah dari satu subset ke subset lainnya dan memerlukan perubahan dalam
regimen terapi.
- Subset 1 : LVEDP > 15 mmHg, tekanan sistolik arteri > 100 mmHg, dan indeks
jantung < 2,5 liter/menit/m2. keadaan ini menunjukkan adanya gagal jantung kiri
dengan tekanan arteri cukup tinggi, sehingga pengurangan afterload dapat
dilakukan sebagai terapi pertama.
- Ada dua vasodilator yang sering digunakan, yaitu nitrogliserin dan nitroprusid.
Pada waktu pemberian nitroprusid harus dilakukan monitor terhadap tekanan
darah dan tekanan pengisian ventrikel kiri. Pemberian nitropusid dimulai
dengan dosis 0,4 mg/kgBB/ menit (dosis awal jangan lebih dari 10
17
mg/menit), kemudian dosis ditingkatkan 5 mg/menit setiap 10 menit sampai
tercapai efek hemodinamik yang diinginkan. Bila curah jantung meningkat
dan gejala syok berkurang, maka terapi diteruskan. Bila tekanan darah
menurun, terjadi takikardi, dan bila peningkatan curah jantung tidak
mencukupi, maka ditambahkan dobutamin dengan dosis awal 5
g/kgBB/menit dan ditingkatkan sampai maksimal 15 g/kgBB/menit. Bila
tekanan darah menurun lebih cepat, maka dobutamin diganti dengan
dopamin.
- Pemberian nitrogliserin mempunyai peranan lebih kecil dalam penanganan
syok kardiogenik ringan. Terutama diberikan bila proses iskemia masih
berlangsung dan didapatkan adanya kongesti paru yang berat. Nitrogliserin
diberikan dengan dosis awal 5 mg/menit dan ditingkatkan 5 mg/menit
setiap 10 menit. Bila ada perbaikan gejala syok dan pump failure, maka
nitroglisern dilanjutkan selama 24-28 jam. Bila tekanan darah menurun
dengan tekanan preload yang tinggi, maka dosis nitrogliserin diturunkan dan
ditambahkan dobutamin dengan dosis 2 -5 g/kgBB/menit. Bila tekanan
darah lebih cepat menurun, maka dobutamin diganti dengan dopamin.
- Selama periode ini, pemasangan intraaortic ballon pump (IABP)
counterpulsation harus dipertimbangkan.
- Bila hemodinamik pasien sudah stabil dan tanda-tanda kongesti paru masih
tetap, maka pemberian diuretik secara perlahan dapat dipertimbangkan.
- Subset 2 : Tekanan arteri sistolik < 90 mmHg, LVEDP > 15 mmHg, dan indeks
jantung < 2,5 liter/menit/m2. keadaan ini menunjukkan tanda klasik adanya syok
akibat hipotensi pada pasien infark miokard akut, dimana tim ballon perlu
digerakkan dan sarana untuk kateterisasi harus dipersiapkan untuk menerima
pasien ini.
- Jika pasien dalam keadaan hipotensi berat, norepinefrin merupakan pilihan
utama dengan dosis 2 15 g/menit sampai tekanan darah sistolik mencapai
80-90 mmHg. Kemudian diusahakan untuk mengganti dengan dopamin.
- Jika tekanan darah sistolik 7090 mmHg, dopamin dapat digunakan untuk
terapi awal dengan dosis 5 15 g/kg BB/menit. Bila untuk
mempertahankan tekanan darah diperlukan dosis dopamin hingga 20 30
g/kgBB/menit, di mana efek utamanya merangsang adrenergik perifer, lebih
baik digunakan norepinefrin.
18
- Bila tekanan darah pasien sudah stabil, maka terapi selanjutnya yang terbaik
adalah dobutamin yang dapat diberikan bersama-sama dopamin untuk
mengurangi kebutuhan dosis dopamin. Dobutamin tidak dapat digunakan
secara tunggal pada pasien dengan hipotensi berat.
- Subset 3 : Infark ventrikel kanan, peningkatan tekanan diastolik atrium kanan dan
ventrikel kanan (> 10 mmHg), indeks jantung < 2,5 liter/menit/m 2, tekanan
sistolik < 100 mmHg, LVEDP normal atau meningkat. Pasien dalam keadaan
ini sangat sensitif terhadap kekurangan volume cairan dan sering menunjukkan
respons dengan terapi cairan.
- Prinsip terapi : tekanan pengisian ventrikel kanan harus ditingkatkan dengan
pemberian cairan secara cepat sampai tekanan darah stabil, tekanan
pengisian ventrikel kiri > 20 mmHg, atau tekanan atrium kanan > 20
mmHg.
- Pemakaian vasodilator dan diuretik harus dihindarkan dan pada keadaan ini
pemberian dobutamin lebih dianjurkan daripada dopamin.
- Jika dengan terapi cairan dan obat inotropik tidak ada perubahan, maka
dianjurkan pemasangan IABP counterpulsation.
- Penggunaan trombolitik pada awal terapi infark miokard akan mengurangi jumlah
miokard yang mengalami nekrosis, sehingga insidens sindrom syok kardiogenik akan
berkurang.
- Sementara menunggu uji yang membandingkan angioplasti dan terapi medis, saat ini
dianggap bahwa angioplasti direk lebih superior daripada terapi suportif semata-mata
maupun terapi trombolitik. Keberhasilan percutaneus transluminal coronary
angioplasty (PTCA) terutama bila dilakukan pada 24 jam pertama setelah timbulnya
gejala syok kardiogenik, pada pasien berusia < 65 tahun, dan dengan single-vessel
disease. Kegagalan PTCA terutama dikaitkan dengan usia pasien yang lancut (> 70
tahun) dan riwayat infark sebelumnya.
- Harapan hidup jangka panjang yang mengecewakan dari penanganan syok
kardiogenik akibat infark miokard dengan terapi medis telah mendorong
dilakukannya tindakan bedah revaskularisasi dini pada pasien yang telah stabil
dengan terapi farmakologis dan IABP. Guyton menyimpulkan bahwa coronary-
artery bypass sugery (CABS) merupakan terapi pilihan pada semua pasien syok
kardiogenik akibat infark miokard, kecuali pada kelompok oktogenarian. CABS juga
dianjurkan pada pasien yang mengalami kegagalan dengan tindakan angioplasti.
Tindakan operasi dilakukan apabila didapatkan adanya kontraksi dari segmen yang
19
tidak mengalami infark dengan pembuluh darah yang stenosis. Bedah revaskularisasi
sebaiknya tidak dilakukan pada pasien oktogenarian, pasien dengan LVDEP>24
mmHg, skor kontraktilitas ventrikel kiri > 13, dan adanya kerusakan pada organ
sistemik yang ireversibel. Pada pasien dengan kerusakan mekanik, misalnya
robeknya otot papilaris, robeknya septum intraventrikel, maka tindakan operasi akan
efektif terutama bila revaskularisasi juga dapat dilaksanakan.
- Pada pasien syok kardiogenik dengan disfungsi miokard akibat kerusakan miokard
ireversibel, mungkin diperlukan tindakan transplantasi jantung.
20
IV. KESIMPULAN
Syok adalah kondisi mengancam jiwa yang terjadi saat tubuh tidak mendapatkan
aliran darah yang adekuat. Hal ini dapat merusak banyak organ. Syok membutuhkan
penanganan segera karena kondisi tubuh dapat memburuk dengan amat cepat.
Secara klinis syok ditandai dengan pucat, dingin, berkeringat, nadi lemah,
hipotensi, bertambahnya kecepatan pernafasan dan takikardi dengan penurunan tekanan
darah sistemik dengan tekanan sistole di bawah 70 mmHg, penurunan volume urine dan
terjadinya iskemia yang mengakibatkan turunnya perfusi jaringan
Syok dapat diklasifikasikan menjadi syok kardiogenik, syok hipovolemik yang
dapat disebabkan karena perdarahan dan dehidrasi, syok obstruktif, dan syok distributif
yang diantaranya terdiri dari syok anafilaktik dan syok septik.
Secara umum penanganan syok adalah dengan cara mencari penyebab, mengatasi
penyebab, mengatasi komplikasi dan mempertimbangkan terapi lanjutan. Pada syok yang
penting diatasi adalah hipoksemia, penurunan curah jantung dan hipoperfusi.
TERAPI CAIRAN
I. PENDAHULUAN
Cairan merupakan hal terpenting dalam kehidupan. Cairan membantu
mempertahankan suhu tubuh dan bentuk sel. Cairan juga membantu transpor nutrisi, gas,
dan zat sisa. Menjaga agar volum cairan tubuh tetap relatif konstan dan komposisinya
stabil adalah penting untuk homeostasis.
Terapi cairan dibutuhkan, bila tubuh tidak dapat memasukkan air, elektrolit, dan
zat-zat makanan secara oral misalnya pada keadaan pasien harus puasa lama sebelum
pembedahan, karena pembedahan saluran cerna, perdarahan banyak, syok hipovolemik,
anoksia berat, mual muntah terus-menerus, dan lain-lain. Selain itu dalam keadaan
tertentu adanya terapi cairan dapat digunakan sebagai tambahan untuk memasukkan obat
dan zat makanan secara rutin atau dapat juga digunakan untuk menjaga keseimbangan
asam basa. Terapi dinilai berhasil apabila pada penderita tidak ditemukan tanda-tanda
hipovolemik dan hipoperfusi atau tanda-tanda kelebihan cairan berupa oedem paru dan
gagal nafas.
21
Air merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia, dimana laki-laki dewasa
mengandung air 50-60% berat badan, wanita dewasa 50% berat badan, bayi usia >1
tahun 70-75% berat badan dan bayi usia <1 tahun 80-85% berat badan.
Cairan interseluler
(40% BB) : 28 L
Cairan
intravaskular
(5% BB)
Gbr 1. Distribusi total cairan tubuh yang berhubungan dengan berat :3L
badan.
Cairan Ekstraseluler
Endotel kapiler memiliki sifat permeabel terhadap air, kation, anion dan zat
terlarut lainnya seperti glukosa dan urea (tetapi tidak untuk protein). Sebagai akibatnya,
komposisi zat terlarut dalam cairan interstitial dan plasma adalah sama. Natrium adalah
anion utama dan klorida adalah kation utama dalam cairan interstitial. Protein bersifat
anion yang tidak dapat berdifusi dan konsentrasinya lebih tinggi pada cairan plasma.
Konsentrasi Cl- sedikit lebih tinggi didalam interstitial dengan tujuan untuk menjaga
electrical neutrality (kesetaraan Donnan).
a) Komponen intravaskuler :
Volume darah normal kira-kira 70ml/kgbb pada dewasa dan 85-90ml/kgbb pada
neonatus. Selain darah, komponen intravaskuler juga terdiri dari protein plasma
dan ion, terutama natrium, klorida, dan ion bikarbonat. Hanya sebagian kecil
kalium tubuh berada di dalam plasma, tetapi konsentrasi kalium ini mempunyai
pengaruh besar terhadap fungsi jantung dan neuromuskuler.
b) Komponen interstitial :
Komponen interstitial lebih besar daripada komponen intravaskuler, secara
anatomis, berhubungan secara kasar dengan ruang interstitial dari tubuh. Jumlah
total cairan ekstraseluler (intravaskuler dan interstitial) bervariasi antara 20-35%
dari berat badan dewasa dan 40-50% pada neonatus. Air dan elektrolit dapat
bergerak bebas di antara darah dan ruang interstitial, yang mempunyai komposisi
ion yang sama, tetapi protein plasma tidak dapat bergerak bebas keluar dari ruang
intravaskuler kecuali bila terdapat cedera kapiler misalnya pada luka bakar atau
syok septik. Jika terdapat kekurangan cairan dalam darah atau volume darah yang
menurun dengan cepat, maka air dan elektrolit akan ditarik dari komponen
22
interstitial ke dalam darah untuk mengatasi kekurangan volume intravaskuler,
yang diprioritaskan secara fisiologis.
Cairan Intraseluler
Perbedaan utama komposisi cairan intraseluler adalah pada cairan ini kation
utama adalah kalium dan anion utamanya adalah fosfat. Berbeda dengan endotel kapiler,
membran sel adalah selektif permeabel untuk beberapa ion tertentu, dan permeabel bebas
untuk air. Jadi, persamaan tekanan osmotik berlangsung secara kontinyu dan hal tersebut
tercapai melalui pergerakan air melalui membran sel. Osmolalitas antara cairan ekstra dan
intrasel harus selalu setara dimana air bergerak secara cepat antara intraseluler dan
ekstraseluler untuk mengurangi perbedaan osmolalitas.
Solute Solute
WATER
WATER
ICFV ECFV
23
nasogastrik, pemberian laksatif, dan obstruksi pada lumen usus. Walaupun komposisi
cairan hasil sekresi gastrointestinal bervariasi, tetapi penggantian cairan tetap
menggunakan saline 0,9% dengan 13-26 mmol L -1 kalium dalam KCl. Jika kehilangan
cairan banyak (>1000 ml perhari), maka harus diambil sampel cairan yang cukup untuk
kemudian dikirim ke laboratorium untuk dilakukan analisis biokimia sehingga
penggantian cairan dan elektrolit dapat menjadi lebih rasional. Peningkatan insesible
losses dari kulit dan paru-paru mungkin akan menimbulkan manifestasi klinis berupa
demam atau hiperventilasi. Normal insesibel losses adalah 0,5/kg/jam untuk peningkatan
satu derajat temperatur.
Kehilangan cairan dari tempat dilakukannya operasi merupakan penyebab
tersering pasien bedah. Cairan seperti plasma banyak terdapat disekitar daerah luka,yang
volumenya sesuai dengan tingkat keparahan trauma. Cairan ini biasanya disebut third
space loss karena cairan merembes kedaerah yang proses metabolismenya masih normal.
Walaupun demikian kehilangan cairan ini tidak mudah untuk dikenali, karena rembesan
cairan ini akan direabsorbsi dalam 48-72 jam.
V. PENILAIAN DEHIDRASI
Anamnesis. Sudah berapa lama pasien mengalami kehilangan cairan yang
abnormal? Berapa banyak kehilangannya? Misalnya berapakah frekuensi muntahnya.
Pemeriksaan fisik. Dari pemeriksaan luar didapatkan pasien terlihat haus,
mukosa kering, penurunan turgor kulit, hipotensi ortostatik atau takikardia, penurunan
JVP atau CVP dan penurunan diuresis. Pada ginjal dengan fungsi normal, dehidrasi
berhubungan dengan pengeluaran urin 0,5 ml/kgBB/hari. Tingkat keparahan dari
dehidrasi dibagi mejadi ringan,sedang,berat. Kriteria yang dipakai untuk menentukan
tingkat keparahan dehidrasi adalah:
- Mild : Kehilangan 4% berat badan (rata-rata 3 L pada 70 kg BB)
terdapat penurunan turgor kulit,mata cekung, mukosa kering.
- Moderate : Kehilangan 5-8% dari berat badan (rata-rata 4-6 L pada 70
kgBB) terdapat oliguria,hipotensi orthostatik dan takikardia.
- Severe : kehilangan cairan 8-10% (rata-rata 7 ml pada 70 kgBB)
ditemukan oliguria dan sudah terdapat gangguan fungsi
kardiovaskuler.
24
Laboratorium
Derajat hemokonsentrasi dan peningkatan konsentrasi albumin mungkin
bermanfaat pada pasien yang tidak memiliki anemia dan hipoproteinemia.
Peningkatan kadar urea darah dan osmolalitas urin (>650 mmol./kgBB) kemudian
rujuk ke sarana yang lebih lengkap.
25
Kehilangan cairan prabedah ini sebaiknya harus segera diganti sebelum dilakukan
pembedahan.
26
parenteral lebih dini lagi. Penderita dewasa yang dipuasakan karena akan mengalami
pembedahan (elektif) harus mendapat penggantian cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam lama
puasa.
Usia Jumlah Kebutuhan (ml/Kg/Jam)
Dewasa 1,5 2
Anak 24
Bayi 46
Neonatus 3
Tabel 2. Kebutuhan Cairan Rata-rata untuk Rumatan
27
Kehilangan darah sekitar 20% taksiran volume darah akan menibulkan gejala
hipotensi, takikardi dan penurunan tekanan vena sentral Kompensasi tubuh ini akan
menurun pada seseorang yang mengalami pembiusan sehingga gejala-gejala tersebut
sering kali tidak begitu tampak karena depresi komponen vasoaktif serta pengaruh
obat dan teknik anestesi yang diberikan. Darah yang hilang dapat diganti dengan
cairan kristaloid 3 kali atau cairan koloid sebanyak darah yang hilang.
28
Defisit ini mutlak harus diganti bertahap sebelum pembedahan. Bila ada tanda-
tanda kehilangan cairan lewat rongga ketiga maka penggantian sekitar 10ml/kgBB/jam
dengan Ringer Laktat atau NaCl fisiologis. Untuk cairan rumatan umumnya dipilih N4
(NaCl 0,225% dalam Dextrose 5%).
Untuk pembedahan singkat (kurang dari 1 jam), pada bayi/anak sehat, klinis tidak
ada defisit cairan dan perdarahan minimal, maka terapi cairan dan elektrolit tidak perlu
diberikan karena bayi/anak segera minum (pasca bedah).
Untuk pembedahan yang besar/lama atau bila puasa lama, maka :
Diberikan cairan/rumatan dengan N4
Bila perdarahan lebih dari 10% diberikan Ringer Laktat, Normosol R, dan
transfusi darah
Perkiraan volume darah (EBV = Estimate Blood Volume) :
- Neonatus = 90ml/kgBB
- Bayi-anak 1 tahun = 80ml/kgBB
- Anak >1 tahun = 70ml/kgBB
Perkiraan jumlah sel darah merah (ERCM = Extimated Red Cell Mass)
ERCM = EBV x Hematokrit
100
Acceptable Red Cell Loss(ARCL)
= ERCM-ERCM30 pada hematokrit 30%
Acceptable Blood Loss (ABL)
= ARCL x 3
29
lain selain memperhatikan keadaan umum juga perlu mengukur pemeriksaan
hematokrit agar pemberian tranfusi darah tepat pada waktunya.
30
Cairan krostaloid jika diberikan dalam jumlah cukup (3-4x jumlah cairan koloid)
ternyata sama efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk mengatasi deficit volume
intravaskuler, masa paruh cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar 20-30 menit.
Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak digunakan
untuk resusitasi cairan, walau agak hipotonis namun memiliki susunan yang hampir
menyerupai cairan intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan tersebut akan
dimetabolisme dihati menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid lainnya yang sering digunakan
adalah NaCl 0,9% tetapi jika diberikan terlalu banyak dapat mengakibatkan asidosis
hiperkloremik dan menurunkan kadar bikarbonat plasma akibat peningkatan kadar
klorida.
b. Cairan Koloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut plasma
substitute atau plasma ekspander. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang
mempunyaiberat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini
cenderung bertahan agak lama (masa paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler sehingga
koloid sering digunakan untuk resusitasi cairan secara cepat terutama pada syok
hipovolemik/hemorrhagik atau pada penderita dengan hipoalbuminemia berat dan
kehilangan protein yang banyak (misalnya luka bakar).
Kerugian dari plasma ekspander selain mahal juga dapat menimbulkan reaksi
anafilaktik (walau jarang) dan dapat menyebabkan gangguan pada cross match.
Berdasarkan pembuatannya dibedakan 2 jenis larutan koloid, yaitu :
1. Koloid alami, dan
2. Koloid sintesa
Koloid Alami
Yaitu fraksi protein plasma 5 % dan human albumin (5% dan 2,5%). Dibuat
dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60C selama 10 jam untuk membunuh
virus hepatitis dan virus lainnya.
Fraksi protein plasma selain mengandung albumin (83%) juga mengandung -
globulin dan -globulin. Prekalikrein activators (Hagemans factor fragments) seringkali
terdapat dalam fraksi protein plasma dibandingkan dalam albumin. Oleh sebab itu
pemberian infus dengan fraksi protein plasma seringkali menimbulkan hipotensi dan
kolaps kardiovaskuler.
31
Koloid Sintesa
1. Dextran :
Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran 70
(Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh bakteri Leuco-
nostoc mesenteroides B yang tumbuh dalam media sukresa. Dextran mempunyai
efek trombotik yang dapat mengurangi platelet adhesiveness, menekan aktifitas
faktor VIII, meningkatkan fibrinolisis dan melancarkan aliran darah.
2. Hydroxylethyl Strach (Heta Strach) :
Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000-1.000.000 rata-rata
71.000 osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan onkotik 30 mmHg.
Pemberian 500 ml larutan ini pada orang normal akan dikeluarkan 46% lewat
urine dalam waktu 2 hari dan sisanya 64% dalam waktu 8 hari. Larutan koloid ini
juga dapat menimbulkan reaksi anafilaktik dan dapat meningkatkan kadar amylase
serum (walau jarang)
Low-mollecular-Weight Hydroxyethyl Strach (Penta-strach) mirip heta-strach
mampu mengembangkan volume plasma sampai 1,5 kali volume yang diberikan dan
berlangsung sampai 12 jam. Karena potensinya sebagai plasma volume expander
yang besar dengan toksisitas yang rendah dan tidak mengganggu koagulasi penta-
strach banyak dipilih sebagai koloid untuk resusitasi cairan pada penderita gawat.
3. Gelatin :
Larutan koloid 3,5-4% dalam balance electrolyt dengan berat mlekul rata-rata
35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang. Ada 3 macam gelatin, yaitu:
Modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemaccel)
Urea linked gelatin
Oxypoly gelatin
Merupakan plasma expanders dan banyak digunakan pada penderita gawat.
Walaupun dapat menimbulkan reaksi anafilaktik (jarang) terutama dari golongan
urea linked gelatin.
Kristaloid Koloid
Keuntungan Murah Bertahan lebih lama di
32
Mengisi volume Edema perifer minimal
intravascular dengan cepat Menurunkan TIK
Mengisi kekosongan ruang
ke3
Kerugian Menurunkan tekanan Mahal
osmotic Dapat menimbulkan
Menimbulkan edema koagulopati
perifer Pada kebocoran kapiler, cairan
Kejadian edema pulmonal pindah ke interstitium
meningkat Mengencerkan factor
Memerlukan volume yang pembekuan dan trombosit
lebih banyak adhesive trombosit
Efeknya sementara
biasa menimbulkan reaksi
anafilaktik dengan dextran
dapat menyumbat tubulus
renal dan RES di hepar
Tabel 5. Keuntungan dan Kerugian Kristaloid dan Koloid
b. Kehilangan darah
33
Pada bayi angka dengan kadar Hb normal, kehilangan darah sebanyak 10-15%
volume arah, karena tidak memberatkan kompensasi badan, maka cukup diberikan cairan
kristaloid dan koloid, sedangkan diatas 15% perlu transfusi darah, karena ada gangguan
pengangkutan oksigen. Sedangkan untuk orang dewasa dengan kadar Hb normal, angka
patokannya ialah 20%. Kehilangan darah sampai 20% ada ganggan faktopr pembekuan.
Cairan kristaloid (RL, Asering,) untuk mengisi ruang intravaskuler diberikan sebanyak
3x lipat jumlah darah yang hilang, sedangkan koloid diberikan dengan jumlah sama.
34
Keputusan transfusi atas dasar pertimbanan nilai hemoglobin. Pertimbangan
keputusan atas nilai dasar Hb harus dipertimbangkan bersamaan dengan faktor lain
seperti laju kehilangan darah:
Tranfusi sel darah merah tidak diindikasikan bila nilai aktual atau estimasi
konsentrasi Hb > 10gr/dl kecuali bila ada indikasi tertentu, misalnya penyakit yang
membutuhkan kapisitas transport oksigen lebih tinggi (PPOK dan jantung iskemik
berat).
Transfusi sel darah merah selalu diindikasikan bila nilai Hb<7gr/dl. Transfusi
harus diberikan dalam hubungnannya dalam laju kehilangan darah. Jika pasien
stabil, 2 unit darah harus diberikan pada dewasa dan kemudian klinis dan nilai Hb
harus dinilai ulang. Transfusi dapat ditunda jika pasien asimptomatik dan / atau
penyakitnya memiliki terapi spesifik lain, maka batas kadar Hb yang lebih rendah
dapat diterima.
Bila Hb berkisar 7-10 gr/dl, strategi pemberian tranfusi kurang tepat. Para
klinisi sering memberikan transfusi walaupun bukti yang ada tidak menyarankan.
Tranfusi dapat diberikan bila ditemukan hipoksia atau hipoksemia yang bermakna
secara klinis dan laboratorium.
Pada pasien dengan toleransi anemia yang jelek misalnya pasien usia lanjut
lebih dari 65 tahun dan pasien dengan penyakit kardiovaskuler dan respirasi, nilai Hb
yang lebih tinggi dipertimbangkan bila Hb<8 gr/dl.
35
Darah lengkap diindikasikan untuk mengatasi syok hipovolemik akibat
kehilangan darah akut (hebat)atau untuk pengantian kehilangan darah akibat
pembedahan yang melebihi 1500 ml. Dengan trasfusi darah lengkap resusitasi defisit
volume intravaskular pun ikut teratasi. Penyulit yang mungkin timbul adalah faktor V
dan VII bisa menurun demikian jumlah trombosit akibat pengenceran. Untuk
mengatasi penyulit ini sebaiknya diberikan juga trombosit atau fresh frozen plasma.
2. Sel darah merah (SDM)
Keuntungan secara umum :
a. Sebagian besar plasma tidak ikut diberikan sehingga beban sirkulasi pada
penderita berkurang. Hal ini sangat menguntungkan pada usia lanjut,kelainan
jantung dan payah ginjal.
b. Hematokrit dapat diatur
c. Mengurangi penularan penyakit ,seperti hepatitis.
d. Bermanfaat pada penderita gangguan ginjal dimana diperlukan
pembatasan protein.
e. Mengurangi reaksi alergi terhadap protein plasma
f. Mengurangi kemungkinan pembekuan badan-badan penangkis ( anti
leukosit,anti trombosit)
g. Bebas dari zat anti pembekuan.
Kerugian :
a. Bahaya infeksi sekunder dapat terjadi saat pembuatan
b. Masa simpan pendek, 4 6 jam untuk Washed red cells dan 12 jam untuk
Packed red cells pada temperatur 2 6 o C.
Jenis jenisnya :
1) Packed red cells (PRC)
Didapat dari darah lengkap yang diambil/dipisahkan sebagian plasmanya melalui
metoda pemutaran atau sedimentasi/pengendapan. PRC yang dibuat khusus jauh lebih
baik dan relatif tahan lama dalam penyimpanan daripada yang dibuat dengan cara
sedimentasi. 1 Unit PRC berisi 240-340 ml dengan Ht 75-80% dan Hb 24 gr/dl.
Untuk menaikkan Hb 1 gram/dl diperlukan PRC 4 ml/KgBB atau 1 unit dapat
menaikkan kadar Ht 3-5%.
Dengan PRC ini kita mendapatkan :
Hematokrit : 70 80 %
Volume plasma : 15 25 ml
Volune antikoagulan : 10 15 ml
36
Pemberian transfusi dengan PRC bertujuan untuk meningkatkan dan memperbaiki
oksigenasi jaringan dan keadaan itu tercapai bila kadar Hb lebih besar 8 gr%,
Keuntungan PRC :
Kemungkinan overload ciculation berkurang.
Reaksi transfusi akibat plasma komponen menjadi minimal
Akibat samping karena volume antikoagulan yang berlebihan
menjadi minimal.
Meningkatkan daya guna dari pemakaina darah karena sisa plasma
dapat dibuat komponen-komponen yang lain.
2) Washed Red Cells
Komponen ini didapat dengan mencuci PRC sebanyak 3 kali dengan
larutan garam fisiologis sama banyak. Sehingga akhirya didapat PRC yang bersih
dari plasma, tetapi masih mengandung sedikit lekosit dan trombosit. Karna
komponen ini tidak mengandung plasma maka komponen ini harus segera
ditransfusikan selambat-lambatnya tidak lebih dari 6 jam setelah pembuatan.
Keuntungan:
Pembentukan antibodi terhadap lekosit maupun trombosit dapat dicegah.
Reaksi Ig A dari plasma donor terhadap anti IgA dari plasmapenderita
tidak terjadi.
Semua allo amntibodi anti A, anti B dan komplement titdak ada.
Kemungkinan penularan hepatitis pasca transfusi minimal.
Hasilnya cukup baik untuk penderita yang sebelumnya ada reaksi
transfusi non hemolitik atau penderita yang membutuhkan transfusi
berulang-ulang.
Kerugian : Karena pembuatan komponen ini memakai proses terbuka maka
kemungkinan kontaminasi bakteri cukup besar.
3) Red Cell Suspension
Plasma
Komponen ini didapat dari pemisahan PRC dari darah lengkap
memalalui metode pemutaran atau sedimentasi. 1 unit plasma berisi 200 ml
diperoleh dari mengendapkan darah lengkap selama 72 jam. Semua faktor
pembekuan ada kecuali faktor V dan VIII. Pada plasma segar beku, faktor V dan
VIII tetap aktif.
Indikasi: - Untuk mengatsi keadaan syok ( sebelum darah datang )
- Memperbaiki volume intravaskuler
- Memperbaiki volume intravaskuler
37
- Menganti protein plasma yang hilang
- Menganti dan menambah jumlah faktor-faktor tertentu yang
hilang,misalnya fibrinogen atau albumin.
Dosis pemberian tergantung keadaan klinis, umumnya 10 15
ml/kg/hari. Hati-hati pada orang tua karena kemungkinan terjadinya payah
jantung atau kelebiahan volume.
Kerugian: -Resiko hepatitis pasca transfusi besar.
-Reaksi transfusi
Keuntungan: Tersedia dengan cepat
Fresh Frozen Plasma
Didapat dari pemisahan darah segar (darah donor kurang dari 6 jam )
o
dengan pemutaran, kemungkinan dibekukan dan disimpan pada tempratur -30
C.
Indikasi : - Penderita yang mengalami perdarahan dengan defisiensi faktor
pembekuan misal penyakit hati dengan hematemesis melena.
- Haemophilia.
- Defisisensi protrombin komplex
- Defisiensi faktor V
Efek samping : - Reaksi allergi
- Menggigil dan demam.
- Resiko Penularan hepatitis.
Cryorecipitate = AHF Concentrate.
Komponen ini didapat dengan cara pemisahan plasma segar atau fresh
frozen plasma yang dicairkan pada temperatur 4C melalui metoda pemutaran
dengan waktu dan kecepatan pemutaran tertentu.
Indikasi:- Haemophilia A
- von Willebrands disease
- Hipofibrinogenemia
- Defisiensi faktor XIII.
Trombosit
Transfusi Trombosit diberikan pada penderita dengan kekurangan
trombosit baik karena primer ataupun sekunder akibat perdarahan. Pemberian
trombosit yang berulang-ulang dapat menyebabkan terbentuknya antibodi
trombosit pada penderita. Jenis-jenisnya :
a. Platelet Rich Plasma
b. Platelet Concentrate
38
Leukosit Concentrate
Komponen ini dibuat dari seorang donor dengan metoda pemutaran
melalui hemonetic -30.
Indikasi:
- Penderita neutropenia dengan febris tinggi yang gagal dengan antibiotika
adekuat.
- Aplastik anemia dengan lekosit kurang dari 2000/ml
X. KESIMPULAN
Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti milieu interior dalam
batas-batas fisiologis dengan cairan kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma ekspander)
secara intervena. Prinsip dasar terapi cairan adalah cairan yang diberikan harus
mendekati jumlah dan komposisi cairan yang hilang. Terapi cairan dibutuhkan, kalau
tubuh tidak dapat memasukkan air, elektrolit dan zat-zat makanan secara oral misalnya
pada keadaan pasien harus puasa lama, karena pembedahan saluran cerna, pendarahan
banyak, syok hipovolemik, anoreksia berat, mual muntah tak berkesudahan dan lain-
lainnya. Dengan terapi cairan kebutuhan akan air dan elektrolit dapat dipenuhi. Selain itu
dalam keadaan tertentu adanya terapi cairan dapat digunakan sebagai tambahan untuk
memasukkan obat dan zat makanan secara rutin atau dapat juga digunakan untuk menjaga
keseimbangan asam-basa.
DAFTAR PUSTAKA
39
3. Wayne E. Wingfield, MS, DVM. Fluid and Electrolyte Therapy. 1998.
http://www.cvmbs.colostate.edu/clinsci/wing/fluids/fluids.htm
4. Kolecki, Paul.MD. Shock Hypovolemic. 2005. www.emedicine.com
en.erg/topic532.htm
5. Noer HMS, Waspadi, Rachman AM. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I. Edisi
ketiga. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
6. Advanced Trauma Life Support for Doctors. American College of Surgeons
Committee On Trauma. First Impression. 1998.
7. Michael B. Dobson, alih bahasa Adji Dharma. Penuntun Praktis Anestesi. EGC.
Penerbit Buku Kedokteran
40