Anda di halaman 1dari 51

HEPATITIS B

DALAM KEHAMILAN
MASITA FUJIKO
Infeksi virus hepatitis B (HBV) saat ini telah
dikenal sebagai salah satu masalah utama
masyarakat di seluruh dunia.
Prevalensi infeksi virus ini bervariasi di
seluruh dunia, dengan perkiraan setengah dari
populasi tersebut hidup di daerah dimana
infeksi virus hepatitis B menrupakan suatu
endemik
termasuk di sebagian besar Asia, pulau-pulau
di Pasifik, Afrika dan Timur Tengah.2
Diperkirakan 350-400 juta individu diseluruh
dunia mengalami infeksi kronik akibat virus
ini.3 lebih dari 50% individu tersebut
mendapatkan infeksi virus hepatitis B nya
selama masa perinatal.4
Data yang dihimpun dalam suatu penjaringan
terhadap 140.000 wanita hamil yang
berlangsung dari tahun 2005-2007 di Denmark
menunjukan sebanyak 36.400 (0,26%) dari
antara wanita tersebut memiliki HBsAg positif
dalam darahnya. T
Tanpa suatu bentuk intervensi seperti pemberian
imunoprofilaksis maka ibu dengan HBsAg positif
memiliki resiko 20% untuk mentransmisikan infeksi
tersebut ke anaknya saat melahirkan.
Resiko tersebut akan meningkat menjadi lebih dari
90% pada ibu dengan HBeAg positif.
Transmisi secara vertical tersebut diatas diketahui
sebagai penyebab terjadinya infeksi perinatal yang
berkaitan dengan angka kroniksitas yang sangat
tinggi (>95%).
Lebih dari 40 % individu yang menderita infeksi
kronis virus hepatitis B atau sekitar 600.000
individu di seluruh dunia meninggal tiap
tahunnya karena gangguan hati, sirosis dan
hepatoseluler karsinoma (HCC). 4,6 oleh karena
itu pencegahan transmisi perinatal merupakan
sasaran penting dalam mengurangi angka
kematian dan penularan serta eradikasi global
terhadap infeksi virus hepatitis B
. ETIOLOGI

Gambar 1. Morfologi virus hepatitis B.21


Virus Hepatitis B merupakan virus berkapsul,
berdiameter 42 nm yang termasuk dalam keluarga
Hepadinaviridae dan memiliki genom yang tersusun
melingkar dengan panjang molekul 3,2 kb terdiri
dari molekul DNA Ganda.
Molekul tersebut mengandung 4 rangkaian yang
saling tumpang tindih yaituprotein permukaan
(HBsAg), Protein inti/core (HBc/HBeAg), polymerase
virUS serta transaktivator transkripsi HBx.
Telah ditemukan beberapa bentuk antigen yang penting
secara klinis dalam mengkonfirmasi perkembangan
infeksi virus hepatitis B, yaitu HepatitisVirus B s antigen
(HBsAg) yang menandakan adanya infeksi virus hepatitis
B, Hepatitis B e Antigen (HBeAg) yang menandakan
adanya replikasi virus, serta transaktivator HBx yang
berkaitan dengan kemampuan virus tersebut dalam
menyatukan genomnya dengan genom host serta
kemampuan nya dalam menyebabkan suatu bentuk
penyakit keganasan (onkogenisitas). 15
PERJALANAN PENYAKIT
Secara alamiah, perjalanan penyakit virus
hepatitis B dapat dikelompokkan dalam 5 fase
yang terjadi walau tidak selalu harus terjadi
secara berurutan yaitu :
Fase toleransi Imun
Dalam darah pasien pada fase ini akan
ditemukan HBeAg positif dengan kadar HBV-
DNA yang tinggi (108 kopi/ml) sedangkan kadar
ALT normal atau hanya sedikit tinggi (< 35 IU/ml
wanita). Pada pemeriksaan Histologi sel hati
tidak akan ditemukan adanya peradangan atau
fibrosis.
Fase imun aktif
Pada fase ini akan ditemukan HBeAg positif dengan kadar HBV-
DNA yang tinggi (106-107 kopi/ml) sedangkan kadar ALT meningkat
diatas normal dan berfluktuasi . Pada pemeriksaan Histologi sel hati
akan ditemukan adanya peradangan sedang hingga berat.

Fase inaktif/carrier (Fase Laten)


Pada fase ini akan ditemukan HBeAg negative dan tergantikan
dengan munculnya anti-HBe . Kadar HBV-DNA rendah (10 3 kopi/ml)
atau bahkan tiak terdeteksi lagi, selain itu kadar ALT menjadi
normal. Pada pemeriksaan Histologi sel hati akan ditemukan
peradangan minimal namun disertai dengan fibrosis hingga sirosis.
Fase reaktif (Hepatitis B HBeAg (-) kronik Aktif)
Fase ini ditandai dengan meningkatnya ALT
disertai dengan kadar HBV-DNA yang tinggi
(104 kopi/ml), biasanya disertai juga dengan
ditemukan kembalinya HBeAg dalam darah
yang menggantikan anti-HBe yang ada
sebelumnya. Pada pemeriksaan Histologi sel
hati akan ditemukan peradangan aktif disertai
dengan fibrosis progresif.
Fase Resolusi
Pada fase ini, bentuk infeksi dari virus hepatitis B akan
sembuh yang ditandai dengan HBsAg negative dan kadar
HBV-DNA tidak ditemukan lagi, selain itu kadar ALT juga
dalam batas normal. Jika dalam perkembangan fase
sebelumnya telah terbentuk fibrotic atau sirosis hati,
maka hal tersebut akan menetap walaupun infeksinya
telah sembuh.

Pada kasus supresi imun yang berat, reaktifasi bias terjadi.


IV. PATOGENESIS

Virus Hepatitis B memiliki masa inkubasi antara 6 minggu sampai


dengan 6 bulan dengan rata-rata yaitu 90 hari (3 bulan).1 virus ini
menular secara perkutaneus (luka pada kulit) atau mukosa yang
terpapar oleh darah, cairan tubuh seperti serum, semen dan air
liur yang telah tercemar oleh virus tersebut. Replikasi virus
Hepatitis B sebagian besar terjadi di sel hati. 16
Virus Hepatitis B yang menginfeksi manusia akan menyebabkan
terjadinya infeksi akut yang kemudian dapat berkembang menjadi
kronik sebanyak 10%, memberi gejala hepatitis akut sebanyak
25% yang kemudian sembuh, 65% akan tidak bergejala kemudian
sembuh dan < 1% yang akan menjadi hepatitis B fulminan
Secara umum tidak terdapat perbedaan cara
atau tahapan infeksi maupun gejala yang timbul
antara wanita hamil atau manusia lainnya.
Namun demikian adanya perubahan fisiologis
selama kehamilan dimana terjadi peningkatan
metabolism seperti peningkatan konsumsi nutrisi
yang diakibatkan oleh pertumbuhan janin maka
eksarsebasi kerusakan dan penyakit hati yang
telah ada sebelumnya akan lebih mudah terjadi.
V. TRANSMISI VIRUS HEPATITIS B

Pada daerah endemik, cara penting dalam penularan


hepatitis B dari individu ke individu yang lain
diperankan oleh kontak dengan pasien (bagi tenaga
kesehatan), kontak seksual serta penggunaan obat-
obatan melalui intravena.
Sedangkan pada daerah yang memiliki prevalensi
rendah, cara penularan yang sangat berperan adalah
melalui parenteral atau perkutaneus seperti saat
melakukan piercing, membuat tato atau saat berbagi
pisau cukur maupunpun sikat gigi.
Selain itu, tindakan operasi dan perawatan gigi
dapat menjadi sumber infeksi sedangkan penularan
infeksi melalui transfusi darah di negara berkembang
telah menurun angka kejadiannya oleh karena telah
diterapkannya pemeriksaan serologi serta molekuler
darah namun tetap menjadi suatu sumber infeksi di
Negara-negara miskin.
Cara penularan lainnya yang juga merupakan cara
penularan yang menyebabkan angka kroniksitas yang
tinggi adalah melalui transmisi ibu-anak.
Transmisi infeksi dari ibu ke anak secara
tradisional disebut sebagai infeksi
perinatal.Transmisi ini merupakan transmisi
yang terpenting diantara transmisi vertical
lainnya dalam hal penyebab terbentuknya
penyakit hepatitis B kronik.
Dari definisinya periode perinatal yang dimulai
dari usia gestasional 28 minggu-28 hari
postpartum maka infeksi diluar masa tersebut
tidak termasuk dalam infeksi perinatal
oleh karena itu saat ini istilah tersebut telah
berubah menjadi transmisi ibu-anak yang
mencakup keseluruhan infeksi yang terjadi
sebelum, saat dan sesudah kelahiran,
termasuk infeksi yang terjadi pada usia dini.
Transmisi ibu-anak secara garis besar dapat
dibagi atas :

Transmisi intrauterine/ prenatal


Transmisi intrapartum/ saat melahirkan
Transmisi Postpartum (selama perawatan
bayi )
VI. MANIFESTASI KLINIK
Gejala klinis pada pasien yang terinfeksi virus hepatitis B seperti pada
umumnya, tidak berbeda antara wanita hamil dengan wanita yang tidak
hamil.
Pada kasus infeksi akut akan timbul keluhan yang tidak spesifik, termasuk
kelemahan, kelelahan, anoreksia, mual, sakit kepala, nyeri otot dan demam
derajat rendah. seperti mual muntah pada stradium prodromal ini terkadang
membingungkan dengan gejala yang timbul pada wanita hamil muda tanpa
penyakit hepatitis B.
Jika penyakit ini sembuh sebelum terbentuknya kerusakan hati yang
menyebabkan disfungsi hati sekunder maka gejala prodromal seperti diatas
akan dianggap seperti suatu sindrom flu biasa akibat virus atau bahkan akan
dianggap sebagai bentuk efek fisiologis normal dari kehamilan itu sendiri.
Ikterus akan muncul sekitar 2-10 hari setelah gejala prodromal
muncul, pasien juga akan mengeluhkan rasa tidak nyaman di
region perut kanan atas dan pada pemeriksaan fisik bisa
ditemukan adanya hepatomegali. Namun pemeriksaan untuk
menemukan adanya hepatomegali tersebut akan sulit dilakukan
pada pasien dengan usia kehamilan lanjut.
Umumnya ikterus dan gejala penyakit hati lainnya akan sembuh
dalam 6 minggu, namun beberapa diantaranya dapat berlanjut
menjadi gagal hati yang fulminant yang ditandai dengan
kegagalan organ multiple, edema cerebri dan koagulopati. Ada
pula yang kemudian menetap lebih dari 6 bulan dan menjadi
hepatitis B kronik.
Pada sebagian besar individu yang mengalami
hepatitis B kronik tidak akan memberikan
gejala klinis hingga stadium akhir. Infeksi
kronik hepatitis B kadang kala diketahui secara
tidak sengaja saat pasien hamil tersebut
memeriksakan kehamilannya. Temuan
laboratorium lain umumnya normal kecuali
kadar ALT yang cenderung tidak normal.
Pemeriksaan fisik wanita hamil dengan infeksi kronik
hepatitis B terkadang tampak normal oleh karena tanda-
tanda sirosis dini seperti eritema Palmaris, splenomegali
dan ukuran hati yang kecil dapat tersamarkan dengan
perubahan kondisi fisik akibat kehamilan tersebut. 7
Efek infeksi hepatitis B pada ibu hamil umumnya tidak
bermakna. Namun bagi ibu yang telah mengalami sirosis
sebelum kehamilannya akan memiliki resiko lebih besar
untuk terjadinya rupture varises esophagus yang
menyebabkan perdarahan.
Penelitian lain menunjukkan infeksi kronik hepatitis B
berhubungan dengan terjadinya diabetes mellitus
gestasional, perdarahan antepartum, kelahiran
premature dan kondisi skor apgar yang rendah pada bayi
baru lahir. selain itu ibu hamil dengan gangguan hati yang
berat dapat menyebabkan terjadinya perdarahan
postpartum, distress hingga kematian janin, asfiksia
neonatorum dan berat badan lahir rendah. Perdarahan
postpartum dan intrapartum dapat terjadi oleh karena
kurangnya vitamin K yang terjadi akibat adanya gangguan
hati.
Adanya infeksi hepatitis B didalam uterus
selama kehamilan merupakan indikator yang
penting karena janin yang mengalami paparan
dini dengan antigen Hepatitis B saat
perkembangan embriogenik akan mengalami
toleransi imun terhadap antigen tersebut dan
memungkinkan terbentuknya infeksi kronik
pada janin oleh karena ketidak mampuan imun
janin dalam mengeliminasi virus tersebut.
VII. DIAGNOSIS

Diagnosis sering didasarkan pada riwayat klinik,


meningkatnya kadar ALT serta ditemukannya
antigen hepatitis B virus (HBsAg) di serum
pasien. Pemeriksaan tambahan seperti anti-HBe
IgM kadang kala dibutuhkan pada beberapa
kasus dimana pasien diduga mengalami infeksi
akut dengan kadar HBsAg negatif, pasien pada
kasus ini harus dicurigai sedang berada pada
fase jendela (window phase).17
Pada pasien dengan dugaan hepatitis B kronik harus
dilakukan pemeriksaan HBsAg dan HBV DNA guna
diagnosis, indikasi terapi dan untuk mengamati
perkembangan dari pasien tersebut.
Beberapa tes serologi penting antara lain HBeAg
yang menunjukkan kondisi pasien yang sangat
infeksius, HBV DNA menunjukkan jumlah virus dalam
tubuh pasien, anti HBe atau HBeAg yang
mengindikasikan bahwa pasien tersebut lebih kurang
menular dibandingkan dengan HBeAg positif.
VIII. PENATALAKSANAAN

Beberapa faktor yang mempengaruhi pilihan terapi bagi


wanita usia reproduktif yang terinfeksi virus hepatitis B
diantaranya adalah keamanan saat bersalin dan menyusui
efektivitas agen terapi, lama masa terapi dan yang paling
penting adalah akibat dari terapi tersebut bagi ibu dan
janin.
Keputusan untuk memulai terapi selama kehamilan harus
mempertimbangkan beberapa hal mengenai resiko dan
keuntungan bagi ibu serta janin yang dikandungnya,
bahkan harus pula dipikirkan mengenai kapan atau pada
trimester berapa terapi harus dimulai.19
Pada kasus hepatitis B akut, Tidak diberikan penanganan khusus,
penanganan hanya berupa tira baring (bedrest) dan tinggi protein,
diet rendah lemak. Sedangkan indikasi untuk rawat inap seperti
anemia berat, diabetes, mual muntah hebat, gangguan protrombin
time, kadar serum albumin yang rendah, kadar bilirubin >15mg/dl.
Bagi wanita hamil yang merasa dirinya telah terpapar dengan virus
hepatitis B dapat diberikan immunoglobulin hepatitis B (HBIG) guna
melawan virus tersebut, idealnya diberikan dalam 72 jam pertama
setelah paparan. Selain itu guna meningkatkan profilaksis, pasien
tersebut dapat diberikan vaksin hepatitis B dalam 7 hari pertama
setelah terpapar, dilanjutkan dengan 1 dosis pada bulan berikutnya
(vaksin yang kedua) dan 1 dosis (vaksin yang ketiga) lagi setelah 5
bulan dari vaksin ke dua atau 6 bulan dari saat terpapar. 27
Pada kasus tertentu, obat-obatan antiviral
harus digunakan. Terdapat 7 pengobatan
antivirus yang telah diterima oleh Food &
Drugs Administration (FDA) sebagai terapi
untuk hepatitis B.
Namun tidak satu pun dari obat-obat tersebut
yang diterima untuk digunakan pada ibu
hamil.
Obat-obatan antiviral memiliki kemampuan
dalam menghambat nukleotida maupun
polimerasenya, walaupun targetnya adalah
RNA-dependent DNA polymerase virus
hepatitis B, namun karena obat ini mampu
dengan bebas melalui plasenta, mereka juga
dapat mengganggu replikasi DNA dalam
mitokondria, jika hal ini terjadi maka akan
menganggu organogenesis janin.
oleh karena itu pasien yang sedang dalam terapi obat
antivirus yang kemudian menjadi hamil harus
menghentikan pengobatan tersebut khususnya bagi
pasien yang tidak memiliki penyakit hati yang berat,
selain itu pengobatan saat kehamilan muda juga tidak
disarankan untuk diterapkan pada wanita hamil yang
infeksinya masih berada dalam fase toleransi imun
(serum HBV-DNA tinggi namun kadar ALT normal serta
hasil biopsy hani normal). Hal tersebut diterapkan guna
mengurangi paparan antiviral pada fetus selama
trimester pertama.
Sedangkan bagi mereka yang ingin hamil,
harus mengatur rencana kehamilannya.
sebagai contoh, pasien yang sebelumnya
menggunakan terapi interferon harus
menghentikan terapi tersebut selama minimal
6 bulan sebelum merencanakan
kehamilannya, oleh karena interferon
merupakan obat antipolimerase yang menjadi
kontraindikasi bagi kehamilan.13,19
Penggunaan antiviral selama kehamilan didasarkan
pada data keamanan penggunaan antiviral virus
hepatitis B yang berasal dari 2 sumber utama yaitu
Antiviral Pregnancy Registry (APR) dan Development
of Antiretroviral Therapy Study (DART).
Data dari APR yang dilaporkan pada tahun 2010
menunjukkan bahwa lamivudine dan tenovovir
merupakan 2 obat dengan pengalaman penggunaan
secara in vivo di trimester pertama kehamilan yang
paling aman.
Bagi ibu dengan HBsAg negative, pemberian
vaksinasi sangat dianjurkan, sama halnya
dengan pemberian vaksinasi bagi bayi yang
dilahirkannya. Selanjutnya pemberian
vaksinasi pada bayi mengikuti jadwal yang
telah ada
IX. PENCEGAHAN

Penjaringan merupakan teknik yang tepat untuk pencegahan


dan penataksanaan lanjutan bagi pasien hamil yang terinfeksi
hepatitis B serta pasien resiko tinggi. Sehingga penjaringan
hepatitis B menjadi standar pada saat asuhan antenatal.
penjaringan ini juga memungkinkan tenaga kesehatan menilai
janin yang memerlukan imunoprofilaksis baik dengan vaksin
maupun immunoglobulin hepatitis B (HBIG), mengetahui
indikasi terapi antiviral pada pasien carier, serta berguna dalam
konseling aktivitas seksual. The American Association Study of
Liver Disease (AASLD), merekomendasikan penjaringan untuk
HBsAg pada semua wanita hamil selama trimester pertama
kehamilan.
Vaksinasi merupakan salah satu cara pencegahan
penularan penularan virus hepatitis B dari ibu ke
anak. Dengan pemberian vaksinasi pada ibu yang
hamil akan memungkinkan terjadinya penyaluran
pasif antibodi ke janin yang memungkinkan suatu
bentuk perlindungan dari infeksi horizontal hingga
bayi tersebut mendapatkan imunisasi aktif, vaksinasi
juga terbukti aman bagi ibu dan janin, efeksamping
yang paling sering muncul adalah nyeri ditempat
suntikan dan demam ringan sampai dengan sedang. 15
Vaksin pertama tersedia tahun 1981, vaksin tersebut dibuat
dari antigen permukaan hepatitis B dari pasien HBsAg karrier,
yang berisi 22 nm HBsAg partikel inaktif digabungkan dengan
urea , pepsin, formaldehid dan pemanasan. Vaksin ini telah
sukses digunakan pada lebih dari ratusan juta individu dan
dikenal dengan istilah plasma derived vaccine . Pada tahun
1982, dikembangkan vaksin rekombinan yang di ekstrak dari
DNA yeast atau sel mamalia yang dibuat terinfeksi virus
hepatitis B. Teknologi baru ini telah memungkinkan dibuatnya
vaksin dengan produksi tidak terbatas sehingga vaksin dapat
digunakan secara luas di seluruh dunia. 20
JADWAL PEMBERIAN VAKSIN
Penelitian Beasley dkk menunjukkan
pemberian HBIG dapat menurunkan transmisi
dari ibu HBsAg positif yang mencapai lebih
dari 90% menjadi kurang lebih 26% sedangkan
ketika diganbungkan dengan vaksin, laju
transmisi ibu-anak menurun hingga hanya 2-
7%.
Cara pemberian vaksin adalah via injeksi
intramuscular, dimana pada bayi usia > 1 tahun
dapat diberikan di region deltoid, sedangkan pada
bayi usia < 1 tahun diberikan di region lateral paha.
Vaksin hepatitis B dapat ditoleransi dengan sangat
baik, efek samping yang biasa ditemukan adalah
bengkak dan kemerahan di tempat suntikan
sedangkan efek yang lebih sistemik seperti demam,
nyeri kepala, mual dan nyeri perut sangat jarang
ditemukan.
Satu-satunya kontraindikasi pemberian vaksin
adalah riwayat hipersensitivitas terhadap
faksin tersebut atau riwayat syok anafilaktik
pada pemberian vaksin sebelumnya.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai