PENDAHULUAN
Sekarang ini kita menikmati kelimpahan informasi yang luar biasa. Hal ini
tentu berkait dengan makin banyak, beragam, dan canggihnya industry media
informasi dan komunikasi, mulai cetak hingga elektronik, menawarkan berita,
dan sensasi. Disisi lain, kita juga meyaksikan kebebasan yang dimiliki oleh
penggiat media dalam berbagai pemberitaanya, beriring dengan gagasan
reformasi dan demokrasi politik setelah tumbangnya rezim lama.
Kita tentu saja dibuat bingung oleh banyaknya berita yang diproduksi.
Selain itu kita juga kerap bertanya tanya karena seringkali antara berita
berita itu saling berbeda dan bahkan berlawanan. Selanjutnya tak jarang kita
dibuat kaget oleh kemunculan sebuah berita yang tampak tiba tiba, asing,
dan berani
1
Saya menganalisa dari jurnal yang ditulis oleh J. Bloomaert dan C. Bulcaen dalam
Annual Review of Anthropology, edisi ke 29 tahun 2000, hal 447 -466. Setelah
membaca dengan seksama akhirnya saya hanya mendapatkan dua pendapat
ahli mengenai analisa wacana ini dan saya akan jelaskan sebagai berikut:
Seperti dikatakan oleh Wodak ( 1995: 204) the purpose of Critical Discourse
Analysis is to Analyze opaque as well as transparent structural relationship of
dominance, discrimination, power and control as manifested in language. More
specifically, critical discourse analysis studies real, and often extended ,
instances of social interaction which take (partially) linguistic form. The critical
approach is distinctive in its view of (a ) the relationship between language and
society, and (b) the relationship between analysis and the practices analysed.
The third dimension is discourse as social practice, i.e the ideological effect
and hegemonic processes in which discourse is a feature .Hegemony concerns
power that is achieved through constructing alliances and integrating classes
and groups through consent, so that the articulation and rearticulation of
orders of discourse is correspondingly one stake in hegemonic struggle
( Fairclough 1992)
2
kelompok lewat kesepakatan atau pembolehan, dengan demikian kegiatan
menyalurkan ide atau penyaluran ide- ide yang telah disetujui lewat wacana
merupakan satu tonggak dalam pertarungan yang bersifat hegemoni.
3
kekuasaan dalam masyarakat terjadi. Mengutip Fairclough dan Wodak, analisis
wacana kritis menyelidiki bagaimana melalui bahasa kelompok sosial yang ada
saling bertarung dan mengajukan versinya masing masing. Berikut ini disajikan
karakteristik penting dari analisa wacana kritis :
1. Tindakan
2. Konteks
tolak dari analisis wacana disini, bahasa tidak bisa dimengerti sebagai
mekanisme internal, dari linguistic semata, bukan suatu objek yang diisolasi
dalam ruang tertutup. Bahasa disini dipahami dalam konteks secara
keseluruhan.
4
Ada beberapa konteks yang penting karena berpengaruh terhadap
produksi wacana. Pertama, partisipan wacana, latar siapa yang memproduksi
wacana. Jenis kelamin, umur, pendidikan, kelas sosial, etnis, agama, dalam
banyak hal relevan dalam menggambarkan wacana. Misalnya, seseorang
berbicara dalam pandangan tertentu karena ia laki laki, atau karena ia
berpendidikan. Kedua, setting sosial tertentu, seperti tempat, waktu, posisi
pembicara dan pendengar atau lingkungan fisik adalah konteks yang berguna
untuk mengerti suatu wacana. Misalnya, pembicaraan ditempat kuliah berbeda
dengan dijalan, pembicaraan dikantor berbeda dengan berbicara dikantin,
karena situasi sosial dan aturan yang melingkupinya berbeda, menyebabkan
partisipan komunikasi harus menyesuaikan diri dengan konteks yang ada.
3. Historis
4. Kekuasaan
5
alamiah, karena disana terdapat dominasi kekuasaan majikan terhadap buruh
tersebut. Aspek kekuasaan itu perlu dikritisi untuk melihat, misalnya jangan
jangan apa yang dikatakan oleh buruh tadi hanya untuk menyenangkan
atasannya. Bukan saja pada isi wacana yang dipakai tetapi bisa juga struktur
wacana, karena ucapan seorang buruh dibuat sedemikian rupa agar tidak
menyinggung atasan , atau supaya tampak sopan, hal yang tidak dilakukan
oleh majikan pada buruh.
Kekuasaan itu dalam hubungannya dengan wacana , penting untuk melihat
apa yang disebut sebagai control. Satu orang atau kelompok mengontrol orang
atau kelompok lain lewat wacana. Kontrol disini tidaklah harus selalu dalam
bentuk fisik dan langsung tetapi juga control secara mental atau psikis.
Kelompok yang dominan mungkin membuat kelompok lain berbicara dan
bertindak seperti yang diinginkan olehnya. Kenapa hanya bisa dilakukan
kelompok dominan?. Karena menurut Van Dijk ( Eriyanto 2011 : 12) mereka
lebih mempunyai akses seperti pengetahuan, uang,dan pendidikan dibandingkan
dengan kelompok yang tidak dominan.
Bentuk control terhadap wacana tersebut bisa bermacam macam , penting
untuk melihat apa yang disebut sebagai control. Bisa berupa kontrol atas
konteks, yang secara mudah dapat dilihat dari siapakah yang boleh dan harus
berbicara,sementara siapa pula yang hanya bisa mendengar dan mengiyakan.
Dalam lapangan berita, hal ini banyak ditemukan, pemilik atau politisi yang
posisinya kuat menentukan sumber mana atau bagian mana yang harus diliput
dan sumber mana atau bagian mana yang tidak perlu atau bahkan dilarang
untuk diberitakan. Selain konteks, control tersebut juga diwujudkan dalam
bentuk mengontrol struktur wacana. Seseorang yang mempunyai kekuasaan
lebih besar bukan hanya menentukan bagian mana yang perlu ditampilkan dan
mana yang tidak, tetapi juga bagaimana ia harus ditampilkan. Ini dapat dilihat
dari penonjolan atau pemakaian kata kata tertentu.
5. Ideology
Ideology juga konsep yang sentral dalam analisis wacana yang bersifat kritis. Hal
ini karena teks, percakapan dan lainnya adalah bentuk dari praktik ideology atau
pencerminan dari ideology tertentu. Teori teori klasik tentang ideology
diantaranya mengatakan bahwa ideology dibangun oleh kelompok yang dominan
dengan tujuan untuk mereproduksi dan meligitimasi dominasi mereka. Salah
satu strategi utamanya adalah dengan membuat kesadaran kepada khalayak
6
bahwa dominasi itu diterima secara taken for granted. Wacana dalam
pendekatan semacam ini dipandang sebagai medium melalui mana kelompok
yang dominan mempersuasi dan mengkomunikasikan kepada khalayak produksi
kekuasaan dan dominasi yang mereka miliki, sehingga tampak absah dan benar.
Ideology dari kelompok yang dominan hanya efektif jika didasarkan pada
kenyataan bahwa anggota komunitas termasuk yang didominasi menganggap
hal tersebut sebagai kebenaran dan kewajaran. Di sini, menurut Van Dijk ,
dapat menjelaskan fenomena apa yang disebut kesadaran palsu, bagaimana
kelompok dominan memanipulasi ideology kepada kelompok yang tidak dominan
melalui kampanye disinformasi (seperti agama tertentu yang menyebabkan
suatu kerusuhan, orang kulit hitam selalu bertindak criminal), melalui control
media, dan sebagainya.
7
berita misalnya , dapat dianalisis apakah teks yang muncul tersebut
pencerminan dari ideology seseorang, apakah dia feminis, antifeminis, kapitalis,
sosialis dan sebagainya.
KESIMPULAN