Anda di halaman 1dari 8

Analisa Wacana Kritis

ANALISA WACANA KRITIS ( CRITICAL DISCOURSE ANALYSIS)

PENDAHULUAN

Sekarang ini kita menikmati kelimpahan informasi yang luar biasa. Hal ini
tentu berkait dengan makin banyak, beragam, dan canggihnya industry media
informasi dan komunikasi, mulai cetak hingga elektronik, menawarkan berita,
dan sensasi. Disisi lain, kita juga meyaksikan kebebasan yang dimiliki oleh
penggiat media dalam berbagai pemberitaanya, beriring dengan gagasan
reformasi dan demokrasi politik setelah tumbangnya rezim lama.

Kita tentu saja dibuat bingung oleh banyaknya berita yang diproduksi.
Selain itu kita juga kerap bertanya tanya karena seringkali antara berita
berita itu saling berbeda dan bahkan berlawanan. Selanjutnya tak jarang kita
dibuat kaget oleh kemunculan sebuah berita yang tampak tiba tiba, asing,
dan berani

Dengan hanya terpancang pada materi materi berita yang ditawarkan,


kita jelas bisa pusing tujuh keliling. Tetapi, dengan mencoba menelisik lebih jauh
bagaimana dan mengapa berita berita itu dihadirkan, kita akan segera tahu
bahwa terdapat motif motif politik ideologis tertentu yang tersembunyi atau
bersembunyi dibalik teks teks berita tersebut. Secara sederhana, cara
membaca yang lebih mendalam dan jauh ini disebut sebagai analisis wacana.

Tulisan ini akan menyajikan pemahaman mengenai analisa wacana kritis


atau critical discourse analysis, sebagai wacana yang akhir akhir ini berfokus
pada kekuasaan dan kualitas bahasa. Analisa Wacana Kritis diusung oleh pada
akhir 1980an sebagai program pengembangan studi wacana diEropa dan di
pelopori oleh Norman Fairclough, Ruth Wodak, Teun Van Dijk dan lainnya. Sejak
itu, analisa wacana kritis menjadi salah satu analisa wacana yang paling
berpengaruh.

PENDAPAT PARA AHLI MENGENAI ANALISA WACANA KRITIS

1
Saya menganalisa dari jurnal yang ditulis oleh J. Bloomaert dan C. Bulcaen dalam
Annual Review of Anthropology, edisi ke 29 tahun 2000, hal 447 -466. Setelah
membaca dengan seksama akhirnya saya hanya mendapatkan dua pendapat
ahli mengenai analisa wacana ini dan saya akan jelaskan sebagai berikut:

Seperti dikatakan oleh Wodak ( 1995: 204) the purpose of Critical Discourse
Analysis is to Analyze opaque as well as transparent structural relationship of
dominance, discrimination, power and control as manifested in language. More
specifically, critical discourse analysis studies real, and often extended ,
instances of social interaction which take (partially) linguistic form. The critical
approach is distinctive in its view of (a ) the relationship between language and
society, and (b) the relationship between analysis and the practices analysed.

Maksudnya adalah bahwa tujuan dari analisis wacana adalah untuk


menganalisa hubungan terstruktur yang tidak jelas atau hubungan terstruktur
yang jelas dari dominansi, diskriminasi, kekuasaan dan pengendalian seperti
diwujudkan dalam teks. Lebih khusus lagi, Analisa wacana kritis mempelajari
contoh contoh interaksi sosial yang sebenarnya dan kebanyakan lebih luas,
yang sebagian besar berbentuk bahasa. Pendekatan kritis berbeda dalam
pandangannya mengenai (a) hubungan antara bahasa dan lingkungan, dan (b)
hubungan antara analisa dan praktek praktek yang dianalisa tersebut.

Fairclough (1992) menggambarkkan 3 dimensi kerangka pemikiran dan


salah satu diantaranya yang menguatkan pernyataan Wodak diatas adalah
sebagai berikut

The third dimension is discourse as social practice, i.e the ideological effect
and hegemonic processes in which discourse is a feature .Hegemony concerns
power that is achieved through constructing alliances and integrating classes
and groups through consent, so that the articulation and rearticulation of
orders of discourse is correspondingly one stake in hegemonic struggle
( Fairclough 1992)

Maksudnya adalah bahwa Fairclough (1992) menggambarkkan 3 dimensi


kerangka pemikiran dan salah satu diantaranya adalah sebagai berikut :
dimensi ketiga adalah wacana sebagai praktek praktek sosial , dalam contoh
efek ideology dan proses hegemoni dimana wacana adalah salah satu
tampilannya. Hegemoni menitik beratkan kekuasaan yang didapatkan melalui
konstruksi gabungan - gabungan dan menyatukan kelas kelas dan kelompok

2
kelompok lewat kesepakatan atau pembolehan, dengan demikian kegiatan
menyalurkan ide atau penyaluran ide- ide yang telah disetujui lewat wacana
merupakan satu tonggak dalam pertarungan yang bersifat hegemoni.

KARAKTERISTIK ANALISA WACANA KRITIS

Saya akan memberikan pemahaman yang lebih komplit tentang Analisa


Wacana Kritis ini sesuai dengan buku yang saya baca yaitu Analisis Wacana :
Pengantar Analisis Teks Media karya Eriyanto, edisi 2011 dan diterbitkan oleh
LKIS , Yogyakarta. Dari buku ini saya mendapatkan pemahaman yang lebih luas
dan bermakna, bahwa ternyata apa yang saya baca dimedia memiliki kandungan
tertentu dan menyadarkan saya bahwa saya tidak boleh hanyut dan kemudian
mengiyakan saja apa yang disampaikan oleh media. Intinya saya harus menjadi
lebih kritis terhadap media. Marilah kita ikuti paparan berikut.

Dalam analisis wacana kritis (Critical Discourse Analysis/ CDA), wacana


disini tidak dipahami semata sebagai studi bahasa . pada akhirnya, analisis
wacana juga menggunakan bahasa dalam teks untuk dianalisis, tetapi bahasa
yang dianalisis disini agak berbeda dengan studi bahasa dalam pengertian
linguistic tradisional. Bahasa dianalisis bukan dengan menggambarkan semata
dari aspek kebahasaan tetapi juga menghubungkan dengan konteks. Konteks
disini berarti bahasa itu dipakai untuk tujuan dan praktik tertentu, termasuk
didalamnya praktik kekuasaan.

Menurut Fairclough dan Wodak, analisis wacana kritis melihat wacana


pemakaian bahasa dalam tuturan dan tulisan sebagai bentuk dari praktik
sosial. Menggambarkan wacana sebagai praktik sosial menyebabkan sebuah
hubungan dialektis diantara peristiwa diskursif tertentu dengan situasi, institusi,
dan struktur sosial yang membentuknya. Praktik wacana bisa jadi
menyampaikan efek ideology: ia dapat memproduksi dan mereproduksi
hubungan kekuasaan yang tidak imbang antara kelas sosial , laki laki dan
wanita, kelompok mayoritas dan minoritas melalui mana perbedaan itu
direpresentasikan dalam posisi sosial yang ditampilkan. Melalui wacana, sebagai
contoh keadaan yang rasis, seksis atau ketimpangan dari kehidupan sosial
dipandang sebagai suatu common sense, suatu kewajaran/ alamiah, dan
memang seperti itu kenyataannya. Analisis wacana kritis melihat bahasa sebagai
faktor penting, yakni bagaimana bahasa digunakan untuk melihat ketimpangan

3
kekuasaan dalam masyarakat terjadi. Mengutip Fairclough dan Wodak, analisis
wacana kritis menyelidiki bagaimana melalui bahasa kelompok sosial yang ada
saling bertarung dan mengajukan versinya masing masing. Berikut ini disajikan
karakteristik penting dari analisa wacana kritis :

1. Tindakan

Prinsip pertama, wacana dipahami sebagai sebuah tindakan ( action).


Dengan pemahaman semacam ini mengasosiasikan wacana sebagai bentuk
interaksi. Wacana bukan ditempatkan dalam ruang tertutup dan internal. Orang
berbicara atau menulis bukan ditafsirkan sebagai ia menulis atau berbicara
untuk dirinya sendiri, seperti kalau orang sedang mengigau atau dibawah
hipnotis. Seseorang berbicara, menulis, dan menggunakan bahasa untuk
berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain. Dengan pemahaman seperti
ini, ada beberapa konsekuensi bagaimana wacana harus dipandang. Pertama,
wacana dipandang sebagai sesuatu yang bertujuan, apakah untuk
mempengaruhi, mendebat, membujuk, menyangga, bereaksi, dan sebagainya.
Seseorang berbicara atau menulis mempunyai maksud tertentu. Kedua, wacana
dipahami sebagai sesuatu yang diekspresikan secara sadar, terkontrol, bukan
sesuatu yang diluar kendali atau diekspresikan diluar kesadaran.

2. Konteks

Analisia Wacana Kritis mempertimbangkan konteks dari wacana, seperti


latar, situasi, peristiwa, dan kondisi. Wacana disini dipandang diproduksi,
dimengerti, dan dianalisis pada suatu konteks tertentu. Mengikuti Guy Cook,
analisis wacana juga memeriksa konteks dari komunikasi : siapa yang
mengkomunikasikan dengan siapa dan mengapa; dalam jenis khalayak dan
situasi apa; melalui medium apa; bagaimana perbedaan tipe dan perkembangan
komunikasi; dan hubungan untuk setiap masing masing pihak ( dalam Eriyanto,
2011: 8-9) titik

tolak dari analisis wacana disini, bahasa tidak bisa dimengerti sebagai
mekanisme internal, dari linguistic semata, bukan suatu objek yang diisolasi
dalam ruang tertutup. Bahasa disini dipahami dalam konteks secara
keseluruhan.

4
Ada beberapa konteks yang penting karena berpengaruh terhadap
produksi wacana. Pertama, partisipan wacana, latar siapa yang memproduksi
wacana. Jenis kelamin, umur, pendidikan, kelas sosial, etnis, agama, dalam
banyak hal relevan dalam menggambarkan wacana. Misalnya, seseorang
berbicara dalam pandangan tertentu karena ia laki laki, atau karena ia
berpendidikan. Kedua, setting sosial tertentu, seperti tempat, waktu, posisi
pembicara dan pendengar atau lingkungan fisik adalah konteks yang berguna
untuk mengerti suatu wacana. Misalnya, pembicaraan ditempat kuliah berbeda
dengan dijalan, pembicaraan dikantor berbeda dengan berbicara dikantin,
karena situasi sosial dan aturan yang melingkupinya berbeda, menyebabkan
partisipan komunikasi harus menyesuaikan diri dengan konteks yang ada.

3. Historis

Menempatkan wacana dalam konteks sosial tertentu, berarti wacana


diproduksi dalam konteks tertentu dan tidak dapat dimengerti tanpa
menyertakan konteks yang menyertainya. Salah satu aspek penting untuk bisa
mengerti teks adalah dengan menempatkan wacana itu dalam konteks historis
tertentu. Misalnya, kita melakukan analisis wacana teks selebaran mahasiswa
menentang Soeharto. Pemahaman mengenai wacana teks ini hanya akan
diperoleh kalau kita bisa memberikan konteks historis dimana teks itu diciptakan.
Bagaimana situasi sosial politik, suasana pada saat itu. Oleh karena itu, pada
waktu melakukan analisis perlu tinjauan untuk mengerti mengapa wacana yang
berkembang atau dikembangkan seperti itu, mengapa bahasa yang dipakai
seperti itu, dan seterusnya.

4. Kekuasaan

Analisis wacana kritis juga mempertimbangkan elemen kekuasaan ( power)


dalam analisisnya. Disini setiap wacana yang muncul, dalam bentuk teks,
percakapan, atau apapun, tidak dipandang sebagai sesuatu yang alamiah, wajar
dan netral tetapi merupakan bentuk pertarungan kekuasaan. Konsep kekuasaan
adalah salah satu kunci hubungan antara wacana dengan masyarakat. Seperti:
kekuasaan laki laki dalam wacana mengenai seksisme, kekuasaan kulit putih
terhadap kulit hitam dalam wacana mengenai rasisme, kekuasaan perusahaan
berbentuk dominasi pengusaha kelas atas kepada bawahan, dan sebagainya.
Dalam contoh percakapan antara buruh dan majikan bukanlah percakapan yang

5
alamiah, karena disana terdapat dominasi kekuasaan majikan terhadap buruh
tersebut. Aspek kekuasaan itu perlu dikritisi untuk melihat, misalnya jangan
jangan apa yang dikatakan oleh buruh tadi hanya untuk menyenangkan
atasannya. Bukan saja pada isi wacana yang dipakai tetapi bisa juga struktur
wacana, karena ucapan seorang buruh dibuat sedemikian rupa agar tidak
menyinggung atasan , atau supaya tampak sopan, hal yang tidak dilakukan
oleh majikan pada buruh.
Kekuasaan itu dalam hubungannya dengan wacana , penting untuk melihat
apa yang disebut sebagai control. Satu orang atau kelompok mengontrol orang
atau kelompok lain lewat wacana. Kontrol disini tidaklah harus selalu dalam
bentuk fisik dan langsung tetapi juga control secara mental atau psikis.
Kelompok yang dominan mungkin membuat kelompok lain berbicara dan
bertindak seperti yang diinginkan olehnya. Kenapa hanya bisa dilakukan
kelompok dominan?. Karena menurut Van Dijk ( Eriyanto 2011 : 12) mereka
lebih mempunyai akses seperti pengetahuan, uang,dan pendidikan dibandingkan
dengan kelompok yang tidak dominan.
Bentuk control terhadap wacana tersebut bisa bermacam macam , penting
untuk melihat apa yang disebut sebagai control. Bisa berupa kontrol atas
konteks, yang secara mudah dapat dilihat dari siapakah yang boleh dan harus
berbicara,sementara siapa pula yang hanya bisa mendengar dan mengiyakan.
Dalam lapangan berita, hal ini banyak ditemukan, pemilik atau politisi yang
posisinya kuat menentukan sumber mana atau bagian mana yang harus diliput
dan sumber mana atau bagian mana yang tidak perlu atau bahkan dilarang
untuk diberitakan. Selain konteks, control tersebut juga diwujudkan dalam
bentuk mengontrol struktur wacana. Seseorang yang mempunyai kekuasaan
lebih besar bukan hanya menentukan bagian mana yang perlu ditampilkan dan
mana yang tidak, tetapi juga bagaimana ia harus ditampilkan. Ini dapat dilihat
dari penonjolan atau pemakaian kata kata tertentu.

5. Ideology

Ideology juga konsep yang sentral dalam analisis wacana yang bersifat kritis. Hal
ini karena teks, percakapan dan lainnya adalah bentuk dari praktik ideology atau
pencerminan dari ideology tertentu. Teori teori klasik tentang ideology
diantaranya mengatakan bahwa ideology dibangun oleh kelompok yang dominan
dengan tujuan untuk mereproduksi dan meligitimasi dominasi mereka. Salah
satu strategi utamanya adalah dengan membuat kesadaran kepada khalayak

6
bahwa dominasi itu diterima secara taken for granted. Wacana dalam
pendekatan semacam ini dipandang sebagai medium melalui mana kelompok
yang dominan mempersuasi dan mengkomunikasikan kepada khalayak produksi
kekuasaan dan dominasi yang mereka miliki, sehingga tampak absah dan benar.
Ideology dari kelompok yang dominan hanya efektif jika didasarkan pada
kenyataan bahwa anggota komunitas termasuk yang didominasi menganggap
hal tersebut sebagai kebenaran dan kewajaran. Di sini, menurut Van Dijk ,
dapat menjelaskan fenomena apa yang disebut kesadaran palsu, bagaimana
kelompok dominan memanipulasi ideology kepada kelompok yang tidak dominan
melalui kampanye disinformasi (seperti agama tertentu yang menyebabkan
suatu kerusuhan, orang kulit hitam selalu bertindak criminal), melalui control
media, dan sebagainya.

Pertanyaan yang akan muncul adalah bagaimana peranan wacana dalam


ideology?. Seperti dikatakan oleh Teun A. van Dijk, ideology terutama
dimaksudkan untuk mengatur masalah tindakan dan praktik individu atau
anggota kelompok. Ideology membuat anggota dari suatu kelompok akan
bertindak dalam situasi yang sama, dapat menghubungkan masalah mereka,
dan memberikan kontribusi dalam membentuk solidaritas dan kohesi didalam
kelompok. Ada dua implikasi penting dari ideology dilihat dari perspektif ini,
pertama, ideology secara inheren bersifat sosial, tidak personal atau individual:
ia membutuhkan share diantara anggota kelompok, organisasi atau kolektivitas
dengan orang lainnya. Hal yang di sharekan tersebut bagi anggota kelompok
digunakan untuk membentuk solidaritas dan kesatuan langkah dalam bertindak
dan bersikap. Katakanlah, kelompok yang mempunyai ideology feminis, antirasis,
dan prolingkungan. Kedua, ideology meskipun bersifat sosial, ia digunakan
secara internal diantara anggota kelompok atau komunitas. Oleh karena itu
ideology tidak hanya menyediakan fungsi koordianatif dan kohesi tetapi juga
membentuk identitas diri kelompok, membedakan dengan kelompok lain.
Ideology disini bersifat umum, abstrak, dan nilai nilai yang terbagi antar
anggota kelompok menyediakan dasar bagaimana masalah harus dilihat.
Dengan pandangan semacam ini , wacana lalu tidak dipahami sebagai sesuatu
yang netral, dan berlangsung secara alamiah, karena dalam setiap wacana
selalu terkandung ideology untuk mendominasi dan berebut pengaruh. Oleh
karena itu analisa wacana tidak bisa menempatkan bahasa secara tertutup,
tetapi harus melihat konteks terutama bagaimana ideology dari kelompok
kelompok yang ada tersebut berperan dalam membentuk wacana. Dalam teks

7
berita misalnya , dapat dianalisis apakah teks yang muncul tersebut
pencerminan dari ideology seseorang, apakah dia feminis, antifeminis, kapitalis,
sosialis dan sebagainya.

KESIMPULAN

Analisis wacana terpancang pada pertanyaan bagaimana dari sebuah


pesan atau teks komunikasi. Lewat analisa wacana, kita akan tahu bukan hanya
bagaimana isi teks berita , tetapi bagaimana dan mengapa pesan itu dihadirkan.
Bahkan kita bisa lebih jauh membongkar penyalah gunaan kekuasaan , dominasi,
dan ketidakadilan yang dijalankan dan diproduksi secara samar melalui teks
teks berita itu. Akhirnya saya kembalikan kepada Anda yang akan memutuskan
apakah kita akan menerima saja apa yang disampaikan oleh media ataukah kita
mulai menjadi kritis terhadap media dengan menggunakan analisa wacana kritis
ini.

Anda mungkin juga menyukai