PENDAHULUAN
1
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Mahasiswa mengetahui pengertian HIV/AIDS, penyebab, dan patofisiologinya.
2. Mahasiswa mengetahui gejala klinis HIV/AIDS, komplikasinya, serta
penatalaksanaan medis dari HIV/AIDS.
3. Mahasiswa mengetahui asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami
HIV/AIDS.
BAB II
2
TINJAUAN TEORI
2.1. Pengertian
HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang
menyerang system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif
lama dapat menyebabkan AIDS, sedangkan AIDS sendiri adalah suatu sindroma
penyakit yang muncul secara kompleks dalam waktu relatif lama karena penurunan
sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV.
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sindroma yang
menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab
yang diketahui untuk dapat menerangkan terjadinya defisiensi tersebut sepertii
keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal dan
sebagainya (Laurentz ,1997 ).
AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak sistem
kekebalan tubuh manusia (Wartono, 1999).
AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem
kekebalan tubuh ( Syahlan, 1997).
Infeksi pada kehamilan adalah penyebab morbiditas ibu dan neonatal yang
sudah diketahui. Banyak kasus dapat dicegah, dan dalam makalah ini akan dibahas
mengenai penyakit infeksi yang sering ditemukan yang dapat terjadi dalam
kehamilan (Kuswayan, 2009).
2.2. Etiologi
Penyebab infeksi adalah golongan virus retro yang disebut human
immunodeficiency virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983
sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi
retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang
pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan keduanya
disebut HIV.
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
3
1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada
gejala.
2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes
illness.
3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam
hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.
5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali
ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system
tubuh, dan manifestasi neurologist.
Cara penularan HIV:
1. Melakukan penetrasi seks yang tidak aman dengan seseorang yang telah
terinfeksi. Kondom adalah satusatunya cara dimana penularan HIV dapat
dicegah.
2. Melalui darah yang terinfeksi yang diterima selama transfusi darah dimana
darah tersebut belum dideteksi virusnya atau pengunaan jarum suntik yang
tidak steril.
3. Dengan mengunakan bersama jarum untuk menyuntik obat bius dengan
seseorang yang telah terinfeksi.
4. Wanita hamil dapat juga menularkan virus ke bayi mereka selama masa
kehamilan atau persalinan dan juga melalui menyusui.
4
4. Ibu dengan HIV dianjurkan untuk PASI
5
2.4. Patofisiologi
HIV masuk kedalam darah dan mendekati sel Thelper dengan melekatkan
dirinya pada protein CD4. Sekali ia berada di dalam, materi viral (jumlah virus
dalam tubuh penderita) turunan yang disebut RNA (ribonucleic acid) berubah
menjadi viral DNA (deoxyribonucleic acid) dengan suatu enzim yang disebut
reverse transcriptase. Viral DNA tersebut menjadi bagian dari DNA manusia,
yang mana, daripada menghasilkan lebih banyak sel jenisnya, benda tersebut
mulai menghasilkan virusvirus HI.
Enzim lainnya, protease, mengatur viral kimia untuk membentuk virusvirus
yang baru. Virusvirus baru tersebut keluar dari sel tubuh dan bergerak bebas
dalam aliran darah, dan berhasil menulari lebih banyak sel. Ini adalah sebuah
proses yang sedikit demi sedikit dimana akhirnya merusak sistem kekebalan
tubuh dan meninggalkan tubuh menjadi mudah diserang oleh infeksi dan
penyakitpenyakit yang lain. Dibutuhkan waktu untuk menularkan virus tersebut
dari orang ke orang.
Respons tubuh secara alamiah terhadap suatu infeksi adalah untuk melawan sel
sel yang terinfeksi dan mengantikan selsel yang telah hilang. Respons tersebut
mendorong virus untuk menghasilkan kembali dirinya.
Jumlah normal dari selsel CD4+T pada seseorang yang sehat adalah 8001200
sel/ml kubik darah. Ketika seorang pengidap HIV yang selsel CD4+ Tnya
terhitung dibawah 200, dia menjadi semakin mudah diserang oleh infeksiinfeksi
oportunistik.
Infeksiinfeksi oportunistik adalah infeksiinfeksi yang timbul ketika sistem
kekebalan tertekan. Pada seseorang dengan sistem kekebalan yang sehat infeksi
infeksi tersebut tidak biasanya mengancam hidup mereka tetapi bagi seorang
pengidap HIV hal tersebut dapat menjadi fatal (Wirya, 2003).
6
PATHWAY Menyerang T Limfosit,
sel saraf, makrofag,
Virus HIV Merusak seluler monosit, limfosit B Immunocompromise
HIV- positif ?
Invasi kuman patogen Flora normal patogen
Lesi mulut Kompleks Ensepalopati akut Diare Hepatitis Disfungsi Penyakit Infek Gatal, sepsis, Gangguan
demensia biliari anorektal si nyeri penglihatan
dan
pendengaran
Gangguan rasa nyaman :
Gangguan sensori
Cairan berkurang
Nutrisi inadekuat
Cairan berkurang
Nutrisi inadekuat
jalan napas
hipertermi
nyeri
nyeri
7
2.5. Gejala HIV AIDS
1. Gejala mayor
a. BB menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
b. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 1 bulan
c. Penurunan kesadaran dan adanya gangguan neurologis
d. Demensia / HIV Ensefalopati
2. Gejala minor
a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan
b. Dermatitis generalist
c. Adanya herpes zoster yang berulang
d. Kandidiasis orofaringeal
e. Herpes simplex kronik progresif
f. Limfadenopati generalist
g. Infeksi jamur berulang pada kelamin wanita
Retinitis Cytomegalovirus (Djausi, 2001).
8
2.7. Pengobatan
Obatobatan Antiretroviral (ARV) bukanlah suatu pengobatan untuk HIV/AIDS
tetapi cukup memperpanjang hidup dari mereka yang mengidap HIV. Pada tempat
yang kurang baik pengaturannya permulaan dari pengobatan ARV biasanya secara
medis direkomendasikan ketika jumlah sel CD4 dari orang yang mengidap
HIV/AIDS adalah 200 atau lebih rendah. Untuk lebih efektif, maka suatu
kombinasi dari tiga atau lebih ARV dikonsumsi, secara umum ini adalah mengenai
terapi Antiretroviral yang sangat aktif (HAART). Kombinasi dari ARV berikut ini
dapat mengunakan:
1. Nucleoside Analogue Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI'), mentargetkan
pencegahan protein reverse transcriptase HIV dalam mencegah perpindahan
dari viral RNA menjadi viral DNA (contohnya AZT, ddl, ddC & 3TC).
2. Nonnucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI's) memperlambat
reproduksi dari HIV dengan bercampur dengan reverse transcriptase, suatu
enzim viral yang penting. Enzim tersebut sangat esensial untuk HIV dalam
memasukan materi turunan kedalam selsel. Obatobatan NNRTI termasuk:
Nevirapine, delavirdine (Rescripta), efavirenza (Sustiva).
3. Protease Inhibitors (PI) mengtargetkan protein protease HIV dan menahannya
sehingga suatu virus baru tidak dapat berkumpul pada sel tuan rumah dan
dilepaskan.
Pencegahan perpindahan dari ibu ke anak (PMTCT): seorang wanita yang
mengidap HIV(+) dapat menularkan HIV kepada bayinya selama masa kehamilan,
persalinan dan masa menyusui. Dalam ketidakhadiran dari intervensi pencegahan,
kemungkinan bahwa bayi dari seorang wanita yang mengidap HIV(+) akan
terinfeksi kirakira 25%35%. Dua pilihan pengobatan tersedia untuk mengurangi
penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak. Obatobatan tersebut adalah:
1. Ziduvidine (AZT) dapat diberikan sebagai suatu rangkaian panjang dari 1428
minggu selama masa kehamilan. Studi menunjukkan bahwa hal ini
menurunkan angka penularan mendekati 67%. Suatu rangkaian pendek dimulai
9
pada kehamilan terlambat sekitar 36 minggu menjadi 50% penurunan. Suatu
rangkaian pendek dimulai pada masa persalinan sekitas 38%. Beberapa studi
telah menyelidiki pengunaan dari Ziduvidine (AZT) dalam kombinasi dengan
Lamivudine (3TC)
2. Nevirapine: diberikan dalam dosis tunggal kepada ibu dalam masa persalinan
dan satu dosis tunggal kepada bayi pada sekitar 23 hari. Diperkirakan bahwa
dosis tersebut dapat menurunkan penularan HIV sekitar 47%. Nevirapine hanya
digunakan pada ibu dengan membawa satu tablet kerumah ketika masa
persalinan tiba, sementara bayi tersebut harus diberikan satu dosis dalam 3 hari.
Postexposure prophylaxis (PEP) adalah sebuah program dari beberapa obat
antiviral, yang dikonsumsi beberapa kali setiap harinya, paling kurang 30 hari,
untuk mencegah seseorang menjadi terinfeksi dengan HIV sesudah terinfeksi, baik
melalui serangan seksual maupun terinfeksi occupational. Dihubungankan dengan
permulaan pengunaan dari PEP, maka suatu pengujian HIV harus dijalani untuk
menetapkan status orang yang bersangkutan. Informasi dan bimbingan perlu
diberikan untuk memungkinkan orang tersebut mengerti obatobatan, keperluan
untuk mentaati, kebutuhan untuk mempraktekan hubungan seks yang aman dan
memperbaharui pengujian HIV. Antiretrovirals direkomendasikan untuk PEP
termasuk AZT dan 3TC yang digunakan dalam kombinasi. CDC telah
memperingatkan mengenai pengunaan dari Nevirapine sebagai bagian dari PEP
yang berhutang pada bahaya akan kerusakan pada hati. Sesudah terkena infeksi
yang potensial ke HIV, pengobatan PEP perlu dimulai sekurangnya selama 72 jam,
sekalipun terdapat bukti untuk mengusulkan bahwa lebih awal seseorang memulai
pengobatan, maka keuntungannya pun akan menjadi lebih besar. PEP tidak
merekomen dasikan proses terinfeksi secara biasa ke HIV/AIDS sebagaimana hal
ini tidak efektif 100%; hal tersebut dapat memberikan efek samping yang hebat
dan mendorong perilaku seksual yang tidak aman
10
2.8. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
1. Biodata Klien
2. Riwayat Penyakit
Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat kelainan
imun. Umur kronologis pasien juga mempengaruhi imunokompetens. Respon
imun sangat tertekan pada orang yang sangat muda karena belum
berkembangnya kelenjar timus. Pada lansia, atropi kelenjar timus dapat
meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Banyak penyakit kronik yang
berhubungan dengan melemahnya fungsi imun. Diabetes meilitus, anemia
aplastik, kanker adalah beberapa penyakit yang kronis, keberadaan penyakit
seperti ini harus dianggap sebagai factor penunjang saat mengkaji status
imunokompetens pasien. Berikut bentuk kelainan hospes dan penyakit serta
terapi yang berhubungan dengan kelainan hospes :
Kerusakan respon imun seluler (Limfosit T )
Terapi radiasi, defisiensi nutrisi, penuaan, aplasia timik, limfoma,
kortikosteroid, globulin anti limfosit, disfungsi timik congenital.
Kerusakan imunitas humoral (Antibodi)
Limfositik leukemia kronis, mieloma, hipogamaglobulemia congenital,
protein liosing enteropati (peradangan usus)
3. Pemeriksaan Fisik (Objektif) dan Keluhan (Subyektif)
a) Aktifitas / Istirahat
- Gejala : Mudah lelah,intoleran activity,progresi malaise,perubahan pola
tidur.
- Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi
aktifitas ( Perubahan TD, frekuensi Jantun dan pernafasan ).
b) Sirkulasi
- Gejala : Penyembuhan yang lambat (anemia), perdarahan lama pada
cedera.
11
- Tanda : Perubahan TD postural,menurunnya volume nadi perifer,
pucat / sianosis, perpanjangan pengisian kapiler.
c) Integritas dan Ego
- Gejala : Stress berhubungan dengan kehilangan,mengkuatirkan
penampilan, mengingkari doagnosa, putus asa,dan sebagainya.
- Tanda : Mengingkari,cemas,depresi,takut,menarik diri, marah.
d) Eliminasi
- Gejala : Diare intermitten, terus menerus, sering dengan atau tanpa
kram abdominal, nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi
- Tanda : Feces encer dengan atau tanpa mucus atau darah, diare pekat
dan sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rectal, perianal,
perubahan jumlah, warna dan karakteristik urine.
e) Makanan / Cairan
- Gejala : Anoreksia, mual muntah, disfagia
- Tanda : Turgor kulit buruk, lesi rongga mulut, kesehatan gigi dan gusi
yang buruk, edema
f) Hygiene
- Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS
- Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.
g) Neurosensoro
- Gejala : Pusing, sakit kepala, perubahan status mental,kerusakan status
indera,kelemahan otot,tremor,perubahan penglihatan.
- Tanda : Perubahan status mental, ide paranoid, ansietas, refleks tidak
normal,tremor,kejang,hemiparesis,kejang.
h) Nyeri / Kenyamanan
- Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala,nyeri dada
pleuritis.
- Tanda : Bengkak sendi, nyeri kelenjar,nyeri tekan,penurunan rentan
gerak,pincang.
12
i) Pernafasan
- Gejala : ISK sering atau menetap, napas pendek progresif, batuk, sesak
pada dada.
- Tanda : Takipnea, distress pernapasan, perubahan bunyi napas, adanya
sputum.
j) Keamanan
- Gejala : Riwayat jatuh, terbakar,pingsan,luka,transfuse darah,penyakit
defisiensi imun, demam berulang,berkeringat malam.
- Tanda : Perubahan integritas kulit,luka perianal / abses, timbulnya
nodul, pelebaran kelenjar limfe, menurunya kekuatan umum, tekanan
umum.
k) Seksualitas
- Gejala : Riwayat berprilaku seks dengan resiko tinggi, menurunnya
libido, penggunaan pil pencegah kehamilan.
- Tanda : Kehamilan,herpes genetalia.
l) Interaksi Sosial
- Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, isolasi, kesepian,
adanya trauma AIDS.
- Tanda : Perubahan interaksi.
4. Pemeriksaan Diagnostik
a) Tes Laboratorium
Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian masih
bersifat penelitian. Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk
mendiagnosis Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memantau
perkembangan penyakit serta responnya terhadap terapi Human
Immunodeficiency Virus (HIV)
Serologis
- Tes antibody serum
13
Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan ELISA. Hasil tes positif,
tapi bukan merupakan diagnosa
- Tes blot western
Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus (HIV)
- Sel T limfosit
Penurunan jumlah total
- Sel T4 helper
Indikator system imun (jumlah <200>
- T8 ( sel supresor sitopatik )
Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel helper ( T8
ke T4 ) mengindikasikan supresi imun.
- P24 ( Protein pembungkus HIV)
Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi
- Kadar Ig
Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau mendekati normal
- Reaksi rantai polimerase
Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer
monoseluler.
- Tes PHS
Kapsul hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin positif
Neurologis
- EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)
- Tes Lainnya
- Sinar X dada
- Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP tahap lanjut atau adanya
komplikasi lain
- Tes Fungsi Pulmonal
- Deteksi awal pneumonia interstisial
14
- Skan Gallium Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan bentuk pneumonia
lainnya.
- Biopsis
- Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi
- Bronkoskopi / pencucian trakeobronkial Dilakukan dengan biopsy pada waktu
PCP ataupun dugaan kerusakan paru-paru
Tes Antibodi
Jika seseorang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka
system imun akan bereaksi dengan memproduksi antibody terhadap virus
tersebut. Antibody terbentuk dalam 3 12 minggu setelah infeksi, atau bisa
sampai 6 12 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa orang yang terinfeksi
awalnya tidak memperlihatkan hasil tes positif. Tapi antibody ternyata tidak
efektif, kemampuan mendeteksi antibody Human Immunodeficiency Virus
(HIV) dalam darah memungkinkan skrining produk darah dan memudahkan
evaluasi diagnostic. Pada tahun 1985 Food and Drug Administration (FDA)
memberi lisensi tentang uji kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) bagi
semua pendonor darah atau plasma. Tes tersebut, yaitu :
- Tes Enzym Linked Immunosorbent Assay ( ELISA)
Mengidentifikasi antibody yang secara spesifik ditujukan kepada virus
Human Immunodeficiency Virus (HIV). ELISA tidak menegakan diagnosa
AIDS tapi hanya menunjukkan bahwa seseorang terinfeksi atau pernah
terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). Orang yang dalam darahnya
terdapat antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) disebut seropositif.
15
Mendeteksi protein dari pada antibody.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola
hidup yang beresiko.
2. Resiko tinggi penularan infeksi pada bayi berhubungan dengan adanya
kontak darah dengan bayi sekunder terhadap proses melahirkan.
3. Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan output cairan
berlebih sekunder terhadap diare
4. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen,
malnutrisi, kelelahan.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat
gizi.
6. Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan
yang orang dicintai.
16
3. Rencana Keperawatan
Tujuan dan Kriteria
No Diagnosa Intervensi Rasional
hasil
1 Resiko tinggi infeksi Pasien akan bebas 1. Monitor tanda-tanda 1. Untuk pengobatan dini
berhubungan dengan infeksi setelah infeksi baru.
imunosupresi, malnutrisi dilakukan tindakan 2. gunakan teknik aseptik 2. Mencegah pasien terpapar
dan pola hidup yang keperawatan selama pada setiap tindakan invasif. oleh kuman patogen yang
beresiko. 324 jam dengan Cuci tangan sebelum diperoleh di rumah sakit.
kriteria hasil: meberikan tindakan.
- Tidak ada luka atau 3. Anjurkan pasien metoda 3. Mencegah bertambahnya
eksudat. mencegah terpapar terhadap infeksi
- Tanda vital dalam lingkungan yang patogen.
batas normal 4. Kumpulkan spesimen 4. Meyakinkan diagnosis
(TD=110/70, RR=16- untuk tes lab sesuai order. akurat dan pengobatan
24, N=60-100, S=36- 5. Atur pemberian 5. Mempertahankan kadar
37) antiinfeksi sesuai order darah yang terapeutik
- Pemeriksaan leukosit
normal (6000-10000)
2 Resiko tinggi infeksi Infeksi HIV tidak 1. Anjurkan pasien atau 1. Pasien dan keluarga mau
(kontak pasien) ditransmisikan setelah orang penting lainnya dan memerlukan
berhubungan dengan infeksi dilakukan tindakan metode mencegah transmisi informasikan ini
17
HIV, adanya infeksi keperawatan selama HIV dan kuman patogen
nonopportunisitik yang 324 jam dengan lainnya. 2. Mencegah transimisi infeksi
dapat ditransmisikan. kriteria hasil: 2. Gunakan darah dan HIV ke orang lain
- kontak pasien dan tim cairan tubuh precaution bial
kesehatan tidak merawat pasien. Gunakan
terpapar HIV masker bila perlu.
- Tidak terinfeksi
patogen lain seperti
TBC.
3 Resiko tinggi defisit volume Defisit volume cairan 1. Kaji konsistensi dan 1. Mendeteksi adanya
cairan berhubungan dengan dapat teratasi setelah frekuensi feses dan adanya darah dalam feses
output cairan berlebih dilakukan tindakan darah.
sekunder terhadap diare keperawatan selama 2. Auskultasi bunyi usus 2. Hipermotiliti mumnya
124 jam dengan dengan diare
criteria hasil: 3. Atur agen antimotilitas 3. Mengurangi motilitas
- perut lunak dan psilium (Metamucil) usus, yang pelan,
- tidak tegang sesuai order emperburuk perforasi pada
- feses lunak, warna 4. Berikan ointment A dan intestinal
normal D, vaselin atau zinc oside 4. Untuk menghilangkan
- kram perut hilang, distensi
18
4. Implementasi
Didasarkan pada diagnosa yang muncul baik secara aktual, resiko, atau potensial. Kemudian dilakukan tindakan
keperawatan yang sesuai berdasarkan NCP.
5. Evaluasi
Disimpulkan berdasarkan pada sejauh mana keberhasilan mencapai kriteria hasil, sehingga dapat diputuskan apakah
intervensi tetap dilanjutkan, dihentikan, atau diganti jika tindakan yang sebelumnya tidak berhasil (Doengoes, 2000).
19
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
3.2. Saran
Dengan dibuatnya makalah HIV, diharapkan nantinya akan memberikan
manfaat bagi para pembaca terutama pemahaman yang berhubungan dengan
bagaimana melakukan sebuah proses asuhan keperawatan terutama pada penderita
HIV.
20
DAFTAR PUSTAKA
Djausi, Samsu Rizal. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi ketiga. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI.
Duarsa, N. Wirya. 2003. Penyakit Menular seksual Edisi kedua Jakarta :FKUI
Carpenito, Lynda Juall; 2001. Diagnosa Keperawatan Edisi tujuh. Jakarta, EGC
21
22