7 Tips OHO PDF

eBook version
7
TIPS MEMILIH KOMBINASI
OBAT DIABETES ORAL
UNTUK PASIEN KLINIK RAWAT JALAN

DAFTAR ISI
COVER..............................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................ii
EPIDEMIOLOGI DIABETES MELITUS TIPE 2.......................1
PATOGENESISI DIABETES MELITUS TIPE 2.......................6
DIAGNOSIS DIABETES MELITUS TIPE 2...........................15
TATALAKSANA DIABETES MELITUS TIPE 2.......................22
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
7 TIPS MEMILIH KOMBINASI OBAT DIABETES ORAL 2016
EPIDEMIOLOGI
DIABETES MELITUS TIPE 2
Jumlah penderita Diabetes
Melitus tipe 2 di seluruh dunia
mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun. Pada tahun 1980 tercatat 108
juta pasien mengidap Diabetes Melitus
di seluruh Dunia, meningkat hampir 4
kali lipat menjadi 422 juta pada tahun
2014.
DokterPost.com Page 1
WHO memperkirakan, Diabetes
Melitus akan menjadi 7 penyakit paling
mematikan di seluruh dunia. Data
menyebutkan, pada tahun 2012
tercatat 1,5 juta kematian disebabkan
oleh Diabetes Melitus.
Diabetes Melitus juga ditengarai
sebagai penyakit utama penyebab
kebutaan, stroke, penyakit jantung
dan amputasi kaki di seluruh dunia.

Upaya prevensi Diabetes Melitus terus
digalakkan meliputi: diet sehat,
aktivitas fisik yang cukup dan
menghindari merokok.
Pengendalian gula darah adalah
upaya terbaik untuk mencegah
komplikasi Diabetes Melitus. Penelitian
UKPDS (UK Prospektif Diabetes Study)
melaporkan efektivitas kontrol gula
darah dalam menurunkan risiko
komplikasi Diabetes Melitus hingga
19%.
Sumber Gambar: diabetesreducer.com
Dokter umum sebagai garda
terdepan pelayanan kesehatan di
fasilitas kesehatan primer, seyogyanya
memahami prinsip-prinsip terapi Obat
Hipoglikemik Oral (Oral) dalam
pengendalian gula darah pasien.
Hal tersebut penting sehingga
masyarakat penderita Diabetes Melitus
dapat terhindar dari komplikasi
Diabetes Melitus.
PATOGENESIS
(sumber gambar: https://goo.gl/cGdjFd)
Patogenesis Diabetes Melitus tipe
2 terus berkembang dari waktu ke
waktu. Namun sebuah skema
sederhana dapat digambarkan dari
penjelasan De Fronzo (1992).
Secara sederhana Diabetes
Melitus Tipe 2 dapat terjadi karena
1. Resistensi Insulin
2. Gangguan Sekesi Insulin
Resistensi insulin akan
berdampak pada jaringan hepar, otot
dan adiposa. Pada jaringan hepar
resistensi insulin akan menyebabkan

peningkatan produksi glukosa hati
(glukoneogenesis). Pada jaringan otot
resistensi insulin akan menyebabkan
penurunan uptake glukosa. Sedangkan
pada jaringan adiposa resistensi
insulin akan berdampak pada
peningkatan lipolisis. Hasil akhir dari
kombinasi berbagai kelainan di atas
adalah peningkatan kadar gula darah
dan kelainan profil lipid.
Beberapa penelitian terbaru
mengaitkan resistensi insulin dengan
kumpulan gejala gangguan fungsi
metabolik tubuh yang populer disebut
sebagai SINDROMA METABOLIK.
Sindroma Metabolik menjadi topik
penting yang banyak dibicarakan
karena diduga mendasari terjadinya
banyak komplikasi Diabetes Melitus
tipe 2.
Dasar patogenesis lain yang
penting adalah penurunan sekresi
insulin oleh sel beta pankreas.
Beberapa ahli menduga bahwa
penurunan sekresi insulin diakibatkan
oleh proses kronik Diabetes Melitus
tipe 2.
Pada pasien dengan resistensi
insulin, gula darah akan meningkat.
Hal ini selanjutnya akan memicu
pankreas untuk memproduksi insulin
dalam jumlah besar. Teori itu
menjelaskan mengapa pada pasien
pre-diabetes dan Diabetes Melitus tipe
2 sering ditemukan kondisi
hiperinsulinemia relatif bersamaan
dengan hipergilekmia, sebuah
paradoks.
Sekresi insulin yang meningkat
dalam jangka waktu yang lama akan
menyebabkan sel beta mengalami
kelelahan (exhausted) sehingga terjadi
kerusakan sel beta pankreas.
Kerusakan sel beta pankreas akan
menyebabkan produksi insulin
menurun dan kadar gula darah akan
semakin tidak terkontrol.
Perkembangan ilmu pengetahun
terbaru membawa kita pada
penemuan-penemuan baru tentang
dasar patogenesis penyakit Diabetes
Melitus Tipe 2. Beberapa hasil
penemuan tersebut akhirnya
berkembang menjadi landasan
penemuan berbagai obat hipoglikemik
oral baru.
Misalnya, pengetahun baru
tentang PPAR reseptor dalam
mekanisme kontrol gula darah
menunutun penemuan obat OHO
golongan thiazolinediones. Begitupun
pengetahuan terbaru tentang enzim
DPP-4 menuntun pada penemuan obat
DPP-4 inhibitor.
Memahami patogenesis Diabetes
Melitus dan mekanisme kerja obat
Diabetes Oral adalah kunci memahami
strategi kombinasi OHO yang aman
dan efektif untuk pasien.
Namun, sebelum kita membahas
lebih lanjut tentang strategi memilih
kombinasi OHO, pemahaman tentang
Diagnosis Diabetes Mellitus perlu
dipahami dengan baik.
DIAGNOSIS
Pasien Diabetes Melitus tipe 2
dapat datang ke tempat praktek
dokter dengan keluhan khas dan
keluhan tidak khas.
Keluhan khas Diabetes Melitus
tipe 2 meliputi: polifagia, poliuri,
polidipsi, penurunan berat badan yang
tidak jelas sebabnya.
Keluhan Diabetes Melitus tipe 2
yang tidak khas meliputi: lemah,
kesemutan, gatal, mata kabur,
disfungsi ereksi pada pria, pruritus
vulvae pada wanita, luka yang sulit
sembuh.
Beberapa faktor predisposisi
penting yang meningkatkan risiko
seseorang menderita Diabetes Melitus
tipe 2 meliputi:
- Usia > 45 tahun
- Diet tinggi kalori dan lemak
- Aktifitas fisik yang kurang
- Hipertensi (TD 140/90 mmHg)
- Riwayat toleransi glukosa terganggu
(TGT) atau glukosa darah puasa
terganggu (GDPT)
- Penderita penyakit jantung koroner,
tuberkulosis, hipertiroidisme
- Dislipidemia
Kriteria Diagnostik Diabetes Melitus:
1. Gejala klasik DM (poliuria, polidipsia,
polifagi) + glukosa plasma sewaktu
200 mg/dL (11.1 mmol/L).
Glukosa plasma sewaktu merupakan
hasil pemeriksaan sesaat pada suatu
hari tanpa memperhatikan waktu
makan terakhir. ATAU
2. Gejala Klasik DM+ Kadar glukosa
plasma puasa 126 mg/dl. Puasa
diartikan pasien tidak mendapat
kalori tambahan sedikitnya 8 jam.
ATAU
3. Kadar glukosa plasma 2 jam tes
toleransi glukosa terganggu
(TTGO)> 200 mg/dL (11.1 mmol/L)
TTGO dilakukan dengan standard
WHO, menggunakan beban glukosa
anhidrus 75 gram yang dilarutkan
dalam air.
Kriteria gangguan toleransi glukosa:
1. GDPT ditegakkan bila setelah
pemeriksaan glukosa plasma puasa
didapatkan antara 100125 mg/dl
(5.66.9 mmol/l)
2. TGT ditegakkan bila setelah
pemeriksaan TTGO kadar glukosa
plasma140199 mg/dl pada 2 jam
sesudah beban glukosa 75 gram
(7.8 -11.1 mmol/L).
TATALAKSANA
Tatalaksana Diabetes Melitus tipe
2 dilakukan secara komprehensif.
Artinya, penatalaksanaan tidak hanya
fokus pada terapi farmakologis saja,
terapi non-farmakologis memiliki
kontribusi keberhasilan terapi yang
tidak kalah signifikan.
Salah satu tatalaksana non-
farmakologis Diabetes Melitus tipe 2
yang memiliki dampak penting dalam
keberhasilan terapi Diabetes tipe 2
adalah optimalisasi gaya hidup yang
sehat dan edukasi pada semua
penyandang Diabetes Melitus tipe 2.
Edukasi yang diberikan misalnya
tentang diet sehat dan kampanye
aktivitas fisik berupa modifikasi gaya
hidup yang bertujuan menurunkan
berat badan.
Setelah manajemen diet dan
aktivitas fisik dilakukan dengan baik,
jika target A1C belum juga tercapai,
maka selanjutnya perlu dipikirkan
tatalaksana farmakologis yang tepat.
Dalam membuat rencana terapi
farmakologis, penting untuk
menetapkan target A1C harus
ditetapkan spesifik individu
(individualized).
Target A1C yang ditetapkan
harus didasarkan pada usia, penyakit
ko-morbid, lama menderita diabetes,
resiko hipoglikemia, motivasi pasien,
ketaatan pasien, harapan hidup dan
lain-lain. Target A1C tidak harus
dilakukan secara gebyah uyah alias
dipukul rata.
Seperti kita ketahui, target A1C
< 6.5% merupakan target optimal
jika dapat dicapai secara aman,
terjangkau. Namun, perlu diingat

bahwa beberapa pasien mungkin
membutuhkan target yang lebih tinggi
dan dapat berubah dari waktu ke
waktu.
Jika memang dalam
perkembangannya target A1C sulit
dipenuhi atau sering mengalami
kejadian yang tidak diinginkan dalam
perawatannya, jangan ragu untuk
mengkonsultasikan pasien ke dokter
Spesialis Penyakit Dalam. Beberapa
pasien memiliki tingkat kesulitan yang

lebih tinggi, misalnya pasien Diabetes
Melitus tipe 2 dengan tuberkulosis
atau riwayat hipoglikemia berulang.
Pada pasien dengan penyulit seperti
itu, lebih baik dirujuk ke Dokter
Spesialis Penyakit Dalam.
Upaya meminimalkan resiko
hipoglikemia adalah prioritas dalam
tatalaksana Diabetes Melitus tipe 2.
Hal ini terkadang sulit dilakukan di
PPK 1 mengingat keterbatasan OHO
yang tersedia. Misalnya, di Puskesmas

hanya tersedia glibenklamid. Padahal
banyak pasien di Puskesmas tersebut
yang berusia > 60 tahun atau
memiliki penyakit ginjal kronik.
Pada kondisi tersebut, secara
logika kejadian hipoglikemia akan
lebih tinggi. Upaya pertama tentu
mengusahakan ketersediaan obat-
obatan yang lebih aman. Namun, bila
tidak dapat dicapai, upaya kedua
adalah memberikan edukasi kepada
pasien tentang tanda-tanda

hipoglikemia, pertolongan pertama
jika terjadi hipoglikemia (mis. minum
manis) dan akses pertolongan yang
lebih lanjut di IGD puskesmas atau
rumah sakit.
Selanjutnya, tidak kalah penting
untuk ditetapkan target kendali
glukosa darah non AIC, termasuk
glukosa darah puasa dan pos prandial
dengan pemantau kadar glukosa
darah mandiri. Pasien sebaiknya
dianjurkan untuk secara berkala

melakukan pemeriksaan kadar
glukosa darah secara mandiri.
A1C memang menjadi indikator
keberhasilan kontrol gula darah
dewasa ini, namun tidak
menggantikan posisi tes gula darah
puasa dan pos prandial. Di daerah
dengan akses fasilitas kesehatan yang
terbatas, pemeriksaan AIC juga sering
sulit ditemukan. Dalam kondisi
tersebut, tes gula darah puasa dan
pos prandial dapat dilakukan untuk

mengevaluasi efektivitas terapi OHO
yang diberikan.
Pemilihan terapi OHO harus
diberikan individualisasi. Terapi OHO
yang diberikan didasarkan pada
gambaran klinis pasien dan profil
obat.
Profil obat yang mempengaruhi
pemilihan OHO antara lain
kemampuan OHO menginduksi
hipoglikemia, resiko kenaikan berat
badan, mudah penggunaannya, biaya,
dampak terhadap penyakit ginjal,
jantung dan hati.
Efektivitas terapi OHO harus
dievaluasi secara rutin (setiap 3
bulan) sampai stabil. Beberapa
indikator klinis dapat digunakan untuk
mengevaluasi keberhasilan terapi,
diantaranya target A1C, monitoring
glukosa darah mandiri, glukosa darah
puasa dan pos prandial, kejadian
hipoglikemia, kejadian potensial lain

misalnya berait badan, retensi cairan,
penyakit ginjal, hati atau jantung,
monitoring komorbiditas, data
laboratorium yang berkaitan,
pemberian obat yang bersamaan,
komplikasi diabetes, faktor
psikososial.
Sebelum mendalami secara
spesifik strategi memilih dan
mengkombinasi obat OAD, perlu
dipelajari lebih dulu prinsip-prinsip
penatalaksanaan diabetes melitus.

Beberapa prinsip penatalaksanaan
Diabetes Melitus adalah:
1. Kombinasi Obat
Kombinasi OHO (Obat Hipoglikemik
Oral) diperlukan untuk memperbaiki
berbagai defek patofisiologi.
2. Fokus Kelainan Patogenesis
Pengobatan Diabetes Melitus tipe 2
harus bertujuan pada defek
patogenesis pasien secara umum,
tidak hanya penurunan A1C saja.
3. Terapi Dimulai Sedini Mungkin
Segera rencanakan terapi OHO begitu
pasien terdiagnosis Diabetes Melitus
tipe 2. Strategi ini bertujuan untuk
mencegah atau menghambat
progresivitas kegagalan sel Beta
Pankreas yang sudah terjadi pada
penyandang gangguan toleransi
glukosa.
7 TIPS MEMILIH KOMBINASI
OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL
1. Metformin masih menjadi terapi
lini pertama Diabetes Melitus tipe
2 (monoterapi). Bila pasien
memiliki kontraindikasi
pengobatan dengan metformin,
maka dianjurkan mengganti
dengan sulfonilurea
(monoterapi).
2. Bila pasien gagal mencapai target
AIC (atau indikator lain) dalam
evaluasi per 3 bulan, dianjurkan
untuk menambahkan sulfonilurea
(dual terapi metformin +
sulfoniurea).
3. Bila pasien gagal mencapai target
terapi AIC dalam evaluasi 3 bulan
kemudian, dianjurkan
menambahkan OHO ke-3
(metformin + sulfonilurea + obat
ketiga). Penelitian membuktikan

bahwa penambahan obat ke-3
(kecuali meglitinide dan alfa
glukosidase inhibitor) pada
kombinasi dual terapi
(metformin+sulfonilurea) memilik
performa yang lebih baik dalam
mencapai target terapi A1C yang
lebih rendah.
4. Penggunaan obat ke-3 sebagai
triple terapi dilaporkan memiliki
resiko hipoglikemia yang lebih
tinggi dibandingkan dual terapi.

Penting bagi dokter untuk
memberikan edukasi yang cukup
kepada pasien tentang gejala
hipoglikemia dan pertolongan
pertama yang dapat diberikan
(mis. minum manis).
5. Pada pasien dengan obesitas
sebaiknya menghindari
penggunaan thiazolidinedione
sebagai obat ke-3. Hal ini
disebabkan efek thiazolidinedione
dalam meningkatkan berat badan

pasien. Pada pasien obesitas
lebih dianjurkan penggunaan
SGLT-2 inhibitor sebagai obat ke-
3.
6. Pada pasien dengan hipertensi
sistolik, direkomendasikan untuk
memilih obat golongan SGLT-2
inhibitor sebagai obat ke-3.
SGLT-2 inhibitor dilaporkan
Lozano-Ortega (2016) memiliki
efek yang baik dalam penurunan
tekanan darah sistolik dibanding
OHO yang lain.
7. DPP-4 inhibitor dilaporkan
memiliki frekuensi statistik yang
paling besar mengalami
kegagalan terapi (target A1C
tidak tercapai) jika dipilih sebagai
obat ke-3.
Prinsip terapi individualized penting
untuk dipegang dokter dalam memilih
kombinasi OHO untuk pasien.
Pemilihan yang tidak tepat akan
menyebabkan gagal terapi, atau
bahkan menimbulkan komplikasi yang
tidak diinginkan. Penting bagi dokter
untuk menguasai patogenesis
Diabetes Melitus dan penyakit terkait.
LAMPIRAN:
DAFTAR PUSTAKA
Alwi I, dkk. 2016. PANDUAN PRAKTIS

KLINIS PENATALAKSANAAN. Jakarta:
Interna Publishing
Lozano-Ortega G, dkk. Network Meta-

Analysis of Treatments for Type 2
Diabetes Melitus Following Failure
with Metformin Plus Sulfonylurea. Curr
Med Res Opin. 2016;20(March): 1-10.
SPONSORED
BUKU RUJUKAN RESMI DIAGNOSIS DAN

TERAPI BIDANG PENYAKIT DALAM,
PULMONOLOGI DAN KARDIOLOGI.
PESAN SEKARANG!
Klik http://event.dokterpost.com/pesan-ppk
ATAU SMS/WA ANISA 0857-3130-6999

7 Tips OHO PDF

Diunggah oleh

Informasi Dokumen

Judul Asli

Hak Cipta

Format Tersedia

Bagikan dokumen Ini

Bagikan atau Tanam Dokumen

Opsi Berbagi

Apakah menurut Anda dokumen ini bermanfaat?

Apakah konten ini tidak pantas?

Hak Cipta:

Format Tersedia

7 Tips OHO PDF

Diunggah oleh

Hak Cipta:

Format Tersedia

eBook version

UNTUK PASIEN KLINIK RAWAT JALAN

EPIDEMIOLOGI DIABETES MELITUS TIPE 2.......................1

PATOGENESISI DIABETES MELITUS TIPE 2.......................6

DIAGNOSIS DIABETES MELITUS TIPE 2...........................15

TATALAKSANA DIABETES MELITUS TIPE 2.......................22

DIABETES MELITUS TIPE 2

Jumlah penderita Diabetes

Melitus tipe 2 di seluruh dunia

mengalami peningkatan dari tahun ke

tahun. Pada tahun 1980 tercatat 108

juta pasien mengidap Diabetes Melitus

di seluruh Dunia, meningkat hampir 4

kali lipat menjadi 422 juta pada tahun

WHO memperkirakan, Diabetes

Melitus akan menjadi 7 penyakit paling

mematikan di seluruh dunia. Data

menyebutkan, pada tahun 2012

tercatat 1,5 juta kematian disebabkan

oleh Diabetes Melitus.

Diabetes Melitus juga ditengarai

sebagai penyakit utama penyebab

kebutaan, stroke, penyakit jantung

dan amputasi kaki di seluruh dunia.

Upaya prevensi Diabetes Melitus terus

digalakkan meliputi: diet sehat,

aktivitas fisik yang cukup dan

Pengendalian gula darah adalah

upaya terbaik untuk mencegah

komplikasi Diabetes Melitus. Penelitian

UKPDS (UK Prospektif Diabetes Study)

melaporkan efektivitas kontrol gula

darah dalam menurunkan risiko

komplikasi Diabetes Melitus hingga

Sumber Gambar: diabetesreducer.com

Dokter umum sebagai garda

terdepan pelayanan kesehatan di

fasilitas kesehatan primer, seyogyanya

memahami prinsip-prinsip terapi Obat

Hipoglikemik Oral (Oral) dalam

pengendalian gula darah pasien.

Hal tersebut penting sehingga

masyarakat penderita Diabetes Melitus

dapat terhindar dari komplikasi

DIABETES MELITUS TIPE 2

(sumber gambar: https://goo.gl/cGdjFd)

Patogenesis Diabetes Melitus tipe

2 terus berkembang dari waktu ke

waktu. Namun sebuah skema

sederhana dapat digambarkan dari

penjelasan De Fronzo (1992).

Secara sederhana Diabetes

Melitus Tipe 2 dapat terjadi karena

2. Gangguan Sekesi Insulin

Resistensi insulin akan

berdampak pada jaringan hepar, otot

dan adiposa. Pada jaringan hepar

resistensi insulin akan menyebabkan

peningkatan produksi glukosa hati

(glukoneogenesis). Pada jaringan otot

resistensi insulin akan menyebabkan

penurunan uptake glukosa. Sedangkan

pada jaringan adiposa resistensi