PERFORASI GASTER
Pembimbing:
Dr.Yeppy A.N., Sp.B, FINaCS, MM
Penyusun:
HERU TRI PURWANTO
110.2010.122
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tidak seperti daerah saluran cerna lain, bagian muskularis tersusun atas
tiga lapis dan bukan dua lapis otot polos: lapisan longitudinal di bagian luar,
lapisan sirkular di tengah, dan lapisan oblik di bagian dalam. Susunan serabut otot
yang unik ini memungkinkan berbagai macam kombinasi kontraksi yang
diperlukan untuk memecah makanan menjadi partikel-partikel yang kecil,
mengaduk dan mencampur makanan tersebut dengan cairan lambung, dan
mendorongnya ke arah duodenum.
Seluruh suplai darah di lambung dan pankreas (serta hati, empedu, dan
limpa) terutama berasal dari arteri seliaka atau trunkus seliakus, yang
mempercabangkan cabang-cabang yang menyuplai kurvatura minor dan major.
Dua cabang arteri yang penting dalam klinis adalah arteria gastroduodenalis dan
arteria pankreatikoduodenalis (retroduodenalis) yang berjalan sepanjang bulbus
posterior duodenum. Ulkus pada dinding posterior duodenum dapat mengerosi
arteri ini dan menyebabkan terjadinya perdarahan. Darah vena dari lambung dan
duodenum, serta yang berasal dari pankreas, limpa, dan bagian lain saluran
gastrointestinal, berjalan ke hati melalui vena porta.
2. Fisiologi Lambung
Fungsi lambung:
1) Fungsi motorik
dasar.
Fungsi pengosongan lambung : Diatur oleh pembukaan sfingter pilorus
yang dipengaruhi oleh viskositas, volume, keasaman, aktivitas osmotik,
keadaan fisik, serta oleh emosi, obat-obatan, dan olahraga. Pengosongan
lambung diatur oleh faktor saraf dan hormonal, seperti kolesistokinin.
diperantarai seluruhnya oleh saraf vagus dan dihilangkan dengan vagotomi. Sinyal
neurogenik yang menyebabkan fase sefalik berasal dari korteks serebri atau pusat
nafsu makan. Impuls eferen kemudian dihantarkan melalui saraf vagus ke
lambung. Hal ini mengakibatkan kelenjar gastrik terangsang untuk menyekresi
HCL, pepsinogen, dan menambah mukus. Fase sefalik menghasilkan sekitar 10%
dari sekresi lambung normal yang berhubungan dengan makanan.
Fase gastrik dimulai saat makanan mencapai antrum pilorus. Distensi
antrum juga dapat menyebabkan terjadinya rangsangan mekanis dari resptorreseptor pada dinding lambung. Impuls tersebut berjalan menuju medula melalui
aferen vagus dan kembali ke lambung melalui eferen vagus; impuls ini
merangsang pelepasan hormon gastrin dan secara langsung juga merangsang
kelenjar-kelenjar lambung. Gastrin dilepas dari antrum dan kemudian dibawa oleh
aliran darah menuju kelenjar lambung, untuk merangsang sekresi. Pelepasan
gastrin juga dirangsang oleh PH alkali, garam empedu di antrum, dan terutama
oleh protein makanan dan alkohol. Membran sel parietal di fundus dan korpus
lambung mengandung reseptor untuk gastrin, histamin, dan asetilkolin, yang
merangsang sekresi asam. Setelah makan, gastrin dapat bereaksi pada sel parietal
secara langsung untuk sekresi asam dan juga dapat merangsang pelepasan
histamin dari mukosa untuk sekresi asam.
Fase sekresi gastrik menghasilkan lebih dari duapertiga sekresi lambung
total setelah makan, sehingga merupakan bagian terbesar dari total sekresi
lambung harian yang berjumlah sekitar 2000 ml. Fase gastrik dapat terpengaruh
oleh reseksi bedah pada antrum pilorus, sebab disinilah pembentukan gastrin.
Fase intestinal dimulai oleh gerakan kimus dari lambung ke duodenum.
Fase sekresi lambung diduga sebagian besar bersifat hormonal. Adanya protein
yang tercerna sebagian dalam duodenum tampaknya merangsang pelepasan
gastrin usus, suatu hormon yang menyebabkan lambung terus-menerus
menyekresikan sejumlah kecil cairan lambung. Meskipun demikian, peranan usus
kecil sebagai penghambat sekresi lambung jauh lebih besar.
C. Etiologi
Cedera tembus yang mengenai dada bagian bawah atau perut (contoh:
membaik.
Penyakit inflamasi usus : perforasi usus dapat muncul pada paien dengan
colitis ulceratif akut, dan perforasi ileum terminal dapat muncul pada
limphoma
Radiotherapi dari keganasan cervik dan keganasan intra abdominal lainnya
dapat berhubungan dengan komplikasi lanjut, termasuk obstruksi usus dan
perforasi usus.
Benda asing ( misalnya tusuk gigi atau jarum pentul) dapat menyebabkan
perforasi oesophagus, gaster, atau usus kecil dengan infeksi intra abdomen,
peritonitis, dan sepsis.
10
D. Patofisologi
Secara fisiologis, gaster relatif bebas dari bakteri dan mikroorganisme
lainnya karena kadar asam intraluminalnya yang tinggi. Kebanyakan orang yang
mengalami trauma abdominal memiliki fungsi gaster yang normal dan tidak
berada pada resiko kontaminasi bakteri yang mengikuti perforasi gaster.
Bagaimana pun juga mereka yang memiliki maslah gaster sebelumnya berada
pada resiko kontaminasi peritoneal pada perforasi gaster. Kebocoran asam
lambung kedalam rongga peritoneum sering menimbulkan peritonitis kimia. Bila
kebocoran tidak ditutup dan partikel makanan mengenai rongga peritoneum,
peritonitis kimia akan diperparah oleh perkembangan yang bertahap dari
peritonitis bakterial. Pasien dapat asimptomatik untuk beberapa jam antara
peritonitis kimia awal dan peritonitis bakterial lanjut.
Mikrobiologi dari usus kecil berubah dari proksimal samapi ke distalnya.
Beberapa bakteri menempati bagian proksimal dari usus kecil dimana, pada
bagian distal dari usus kecil (jejunum dan ileum) ditempati oleh bakteri aerob
(E.Coli) dan anaerob ( Bacteriodes fragilis (lebih banyak)). Kecenderungan
infeksi intra abdominal atau luka meningkat pada perforasi usus bagian distal.
Adanya bakteri di rongga peritoneal merangsang masuknya sel-sel
inflamasi akut. Omentum dan organ-organ visceral cenderung melokalisir proses
peradangan, mengahasilkan phlegmon (ini biasanya terjadi pada perforasi kolon).
Hypoksia yang diakibatkannya didaerah itu memfasilisasi tumbuhnya bakteri
anaerob dan menggangu aktifitas bakterisidal dari granulosit, yang mana
mengarah pada peningkatan aktifitas fagosit daripada granulosit, degradasi sel-sel,
dan pengentalan cairan sehingga membentuk abscess, efek osmotik, dan
pergeseran cairan yang lebih banyak ke lokasi abscess, dan diikuti pembesaran
absces pada perut. Jika tidak ditangani terjadi bakteriemia, sepsis, multiple organ
failure dan shock.
11
E. Gejala klinik
Nyeri perut hebat yang makin meningkat dengan adanya pergerakan disertai
nausea, vomitus, pada keadaan lanjut disertai demam dan mengigil.
F. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan pada area perut: periksa apakah ada tanda-tanda eksternal
seperti luka, abrasi, dan atau ekimosis. Amati pasien: lihat pola pernafasan
dan pergerakan perut saat bernafas, periksa adanya distensi dan perubahan
warna kulit abdomen. Pada perforasi ulkus peptikum pasien tidak mau
bergerak, biasanya dengan posisi flexi pada lutut, dan abdomen seperti
papan.
Palpasi dengan halus, perhatikan ada tidaknya massa atau nyeri tekan. Bila
ditemukan tachycardi, febris, dan nyeri tekan seluruh abdomen
mengindikasikan suatu peritonitis. rasa kembung dan konsistensi sperti
peritonitis difusa.
Pemeriksaan rektal dan bimanual vagina dan pelvis : pemeriksaan ini
dapat membantu menilai kondisi seperti appendicitis acuta, abscess tuba
ovarian yang ruptur dan divertikulitis acuta yang perforasi.
G. Pemeriksaan Penunjang
Sejalan dengan penemuan klinis, metode tambahan yang dapat dilakukan
adalah : foto polos abdomen pada posisi berdiri, ultrasonografi dengan vesika
urinaria penuh, CT-scan murni dan CT-scan dengan kontras. Jika temuan foto
Rontgen dan ultrasonografi tidak jelas, sebaiknya jangan ragu untuk
menggunakan CT-scan, dengan pertimbangan metode ini dapat mendeteksi cairan
12
dan jumlah udara yang sangat sedikit sekali pun yang tidak terdeteksi oleh metode
yang disebutkan sebelumnya.
1. Radiologi
Perforasi gastrointestinal adalah penyebab umum dari akut abdomen.
Isi yang keluar dari perforasi dapat mengandung udara, cairan lambung
dan duodenum, empedu, makanan, dan bakteri. Udara bebas atau
pneumoperitoneum terbentuk jika udara keluar dari sistem gastrointestinal.
Hal ini terjadi setelah perforasi lambung, bagian oral duodenum, dan usus
besar. Pada kasus perforasi usus kecil, yang dalam keadaan normal tidak
mengandung udara, jumlah udara yang sangat kecil dilepaskan. Udara
bebas terjadi di rongga peritoneum 20 menit setelah perforasi.
Manfaat penemuan dini dan pasti dari perforasi gaster sangat penting,
karena keadaan ini biasanya memerlukan intervensi bedah. Radiologis
memiliki peran nyata dalam menolong ahli bedah dalam memilih prosedur
diagnostik dan untuk memutuskan apakah pasien perlu dioperasi. Deteksi
pneumoperitoneum minimal pada pasien dengan nyeri akut abdomen
karena perforasi gaster adalah tugas diagnostik yang paling penting dalam
status kegawatdaruratan abdomen. Seorang dokter yang berpengalaman,
dengan menggunakan teknik radiologi, dapat mendeteksi jumlah udara
sebanyak 1 ml. dalam melakukannya, ia menggunakan teknik foto
abdomen klasik dalam posisi berdiri dan posisi lateral decubitus kiri.
Untuk melihat udara bebas dan membuat interpretasi radiologi
dapat dipercaya, kualitas film pajanan dan posisi yang benar sangat
penting. Setiap pasien harus mengambil posisi adekuat 10 menit sebelum
pengambilan foto, maka, pada saat pengambilan udara bebas dapat
mencapai titik tertinggi di abdomen. Banyak peneliti menunjukkan
kehadiran udara bebas dapat terlihat pada 75-80% kasus. Udara bebas
tampak
pada
posisi
berdiri
atau
posisi
decubitus
lateral
kiri.
13
14
Jika kita menduga seseorang mengalami perforasi, dan udara bebas tidak
terlihat pada scan murni klasik, kita dapat menggunakan substansi kontras
nonionik untuk membuktikan keraguan kita. Salah satu caranya adalah
dengan menggunakan udara melalui pipa nasogastrik 10 menit sebelum
scanning. Cara kedua adalah dengan memberikan kontras yang dapat larut
secara oral minimal 250 ml 5 menit sebelum scanning, yang membantu
untuk menunjukkan kontras tapi bukan udara. Komponen barium tidak
dapat diberikan pada keadaan ini karena mereka dapat menyebabkan
pembentukkan granuloma dan adesi peritoneum. Beberapa penulis
menyatakan bahwa CT scan dapat memberi ketepatan sampai 95%.
H. Penatalaksanaan
Penderita yang lambungnya mengalami perforasi harus diperbaiki keadaan
umumnya sebelum operasi. Pemberian cairan dan koreksi elektrolit, pemasangan
pipa nasogastrik, dan pemberian antibiotik mutlak diberikan. Jika gejala dan
tanda-tanda peritonitis umum tidak ada, kebijakan nonoperatif mungkin
digunakan dengan terapi antibiotik langsung terhadap bakteri gram-negatif dan
anaerob.
Tujuan dari terapi bedah adalah :
1) Koreksi masalah anatomi yang mendasari
2) Koreksi penyebab peritonitis
3) Membuang setiap material asing di rongga peritoneum yang dapat
menghambat fungsi leukosit dan mendorong pertumbuhan bakteri (seperti darah,
makanan, sekresi lambung).
Laparotomi dilakukan segera setelah upaya suportif dikerjakan. Jahitan saja
setelah eksisi tukak yang perforasi belum mengatasi penyakit primernya, tetapi
tindakan ini dianjurkan bila keadaan umum kurang baik, penderita usia lanjut dan
terdapat peritonitis purulenta. Bila keadaan memungkinkan, tambahan tindakan
vagotomi dan antrektomi dianjurkan untuk mencegah kekambuhan.
Perforasi gaster pada periode neonatal
Meskipun perforasi gaster jarang terjadi, penyakit ini lebih sering terjadi pada
anak daripada dewasa, dan biasanya terjadi di ICU neonatal. Tiga mekanisme
15
telah diajukan untuk perforasi gaster pada neonatal: traumatik, iskemi dan
spontan. Etiologi spesifik dapat sulit ditentukan karena bayi biasanya sakit dan
patologi aktual menyediakan hanya sedikit petunjuk. Kebanyakan perforasi gaster
adalah akibat trauma iatrogenik.
Cedera paling umum adalah akibat pemasangan pipa orogastrik atau nasogastrik
yang terlalu bertenaga. Perforasi biasanya di sepanjang kurvatura mayor dan
tampak sebagai luka tusuk atau laserasi pendek. Perforasi gaster traumatik dapat
muncul sebagai akibat distensi gaster yang hebat selama ventilasi tekanan positif
selama resusitasi bag-mask atau ventilasi mekanik untuk gagal napas.
Mekanisme perforasi iskemik sulit diterangkan karena kasus ini dihubungkan
dengan kondisi stress fisiologis berat seperti prematuritas hebat, sepsis, dan
asfiksia neonatal. Perforasi gastrik iskemik telah dilaporkan dalam hubungan
dengan enterokolitis nekrotikans. Karena stress ulcer gaster telah dilaporkan pada
berbagai bayi yang sakit kritis, telah diajukan bahwa perforasi gaster sebagai
akibat dari nekrosis transmural.
Perforasi gaster spontan pernah dilaporkan terjadi pada bayi yang sehat, biasanya
dalam minggu pertama kehidupan terutama antara hari ke 2 sampai ke 7. Istilah
spontan menyatakan penyebab yang bukan akibat enterokolitis nekrotikan atau
iskemia, trauma dari intubasi gastrik, obstruksi intestinal atau insuflasi aksidental
selama bantuan ventilasi. Meskipun stress perinatal dan prematuritas tidak umum
dihubungkan, tidak ada faktor predisposisi yang dapat diidentifikasi pada
setidaknya20% kasus.
Satu hipotesis adalah bahwa perforasi spontan berkaitan dengan defek kongenital
dinding muskuler gaster. Namun penemuan patologis yang sama belum pernah
dilaporkan. Perforasi gastroduodenal telah dihubungkan dengan terapi steroid
postnatal untuk mencegah atau terapi BPD. Kebanyakan bayi diberi makan secara
normal sampai saat terjadi perforasi. Gambaran patologis dan klinis konsisten
dengan overdistensi mekanik daripada iskemia sebagai penyebab perforasi. Tanda
dan gejala perforasi gaster biasanya mereka dengan gejala akut abdomen disertai
sepsis dan gagal napas. Pemeriksaan abdominal adanya distensi abdominal yang
16
yang
dihubungkan
dengan
bahaya
kardiopulmoner.
Sebelum intervensi bedah, selama evaluasi dan resusitasi bayi, dekompresi jarum
abdomen dengan kateter intravena besar mungkin diperlukan. Pipa nasogastrik
sebaiknya dipasang ketika resusitasi cepat dikerjakan. Pada bayi dengan berat
lahir yang sangat rendah yang mengalami perforasi terisolasi, drainse peritoneal
saja dapat tercukupi. Udara bebas persisten atau asidosis berkelanjutan dan bukti
peritonitis mengamanatkan eksplorasi bedah. Perbaikan bedah kebanyakan
perforasi terdiri dari debrideman dan penutupan dua lapis gaster. Suatu
gastrostomi mungkin menjamin. Reseksi lambung signifikan sebaiknya dihindari.
kerusakan sering melibatkan dinding posterior lambung sepanjang kurvatura
mayor membuat pembagian omentum gastrokolik dan eksplorasi dinding lambung
posterior diperlukan bahkan jika gangguan ditemukan juga di dinding anterior.
Area multipel dari cedera harus dikecualikan. Terapi suportif yang baik post
operatif bersama dengan penggunaan antibiotik spektrum luas secara intravena
diperlukan.
Faktor yang paling penting yang mempengaruhi angka ketahanan hidup
tampaknya adalah interval antara onset gejala dan dimulainya terapi definitif, luas
kontaminasi peritonel, derajat prematuritas dan keparahan konsekuensi asfiksia.
Berkaitan dengan masalah-masalah yang berhubungan dengan sepsis dan gagal
napas sering ditemukan pada bayi prematur, angka mortalitas perforasi gaster
menjadi tinggi, berkisar antara 45% sampai 58%.
I. Komplikasi
17
18
19
DAFTAR PUSTAKA
20