Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

HUKUM DOA QUNUT


PENDAPAT PARA ULAMA dan TEKNIS PELAKSANAANNYA
Tujuan makalah ini adalah untuk menyelesaikan tugas kuliah dan menambah
wawasan kita semua

Disusun oleh :
M. Khoirul Umam 151250000131
Sistem Informasi

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI


UNNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA
Jl. Taman Siswa Pekeng Tahunan Jepara
2016/2017
JEPARA
BAB I
PENDAHULUAN

Latar belakang
Masalah furuiyah dalam agama Islam memang menjadi sebuah kajian
yang sangat menarik bila dicermati sehingga terkadang menjadi sebuah perbedaan
yang mencolok apabila difahami secara sepihak, terlebih menjadi ajang
perdebatan yang tak berujung sehingga terkadang dijumpai golongan yang tidak
sejalan diklaim tidak mengikuti aturan dalam agama Islam secara benar.
Hal seperti inilah yang seharusnya diluruskan dengan jalan menelaah kembali
dasar hokum yang benar sehingga bagi yang menjalankan merasa lebih mantap
mengamalkan, begitu juga bagi yang tidak mengamalkan tidak mengklaim sesat
atau pembidahan terhadap golongan lain.
Begitu juga dengan pelaksanaan doa Qunut dalam Shalat, terdapat perbedaan
dalam ummat Islam, ada sebagian golongan yang melakukan juga
meninggalkannya dalam rangkaian Shalat yang disunnahkan untuk membacanya.
Hal ini terjadi bukan tanpa alasan mengingat banyaknya literature Islam yang
dijadikan acuan masing-masing golongan yang memang berbeda antara golongan
satu dengan yang lain sedangkan perbedaan dalam Islam selama tidak keluar dari
koridor syariah apalagi aqidah adalah merupakan rahmat bagi ummat Islam itu
sendiri.

Rumusan masalah
Berdasarkan judul yang telah dipilihkan. Mengingat cakupan
permasalahan tentang pelaksanaan doa Qunut terjadi Khilafiyah oleh para ulama,
maka penulis perlu membatasi masalah-masalah pada makalah ini ke dalam
beberapa rumusan masalah, diantaranya:
1. Hukum membaca Qunut dalam shalat
2. Dalil-dalil Pelaksanaan Doa Qunut
3. Teknis pelaksanaan doa qunut

Tujuan penulisan
Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini adalah untuk menyelesaikan
tugas mata kulian Ahlussunnah Wal Jamaah 1 semester genap.
Adapun Tujuan khusus penyusunan makalah ini adalah :
1. Mengetahui Hukum doa Qunut
2. Mengetahui pendapat para ulama
3. Mengetahui teknis pelaksanaan doa qunut
BAB II
PEMBAHASAN

Hukum Doa Qunut Subuh


Di dalam madzab Syafii sudah disepakati bahwa membaca doa Qunut
dalam shalat subuh pada Itidal rekaat kedua adalah Sunnah Abadl(sebagian).
artinya diberi pahala bagi yang mengerjakannya dan bagi yang lupa
mengerjakannya disunnahkan menambalnya dengan sujud syahwi. Hal ini
sebagaimana dikutip oleh KH. Muhyiddin Abdusshomad dari kitab Al-Majmu
oleh Imam Nawawi:
Dalam madzab Syafii disunnatkan Qunut pada waktu shalat subuh baik ketika
turun bencana atau tidak. Dengan hukum inilah berpegang mayoritas ulama salaf
dan orang-orang yang sesudah mereka. Dan diantara yang berpendapat demikian
adalah Abu Bakar as-shidiq, Umar bin Khattab, Utsman bin affan, Ali bin abi
thalib, Ibnu abbas, Barra bin Azib semoga Allah meridhoi mereka semua.(Al-
Majmu Al Majmu Syarh Al Muhadzdzab Juz 1 Hal. 504)
Pada dasarnya persoalan membaca Qunut atau tidak dalam shalat shubuh telah
menjadi perselisihan di kalangan ulama sejak generasi salaf yang shaleh. Menurut
Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad bin Hanbal, membaca Qunut tidak
disunnahkan dalam shalat shubuh. Sementara menurut Imam Malik dan Imam al-
Syafii, membaca Qunut disunnahkan dalam shalat shubuh. Kedua pendapat
tersebut, baik yang mengatakan sunnah atau tidak, sama-sama berdalil dengan
hadits-hadits Rasulullah SAW. Hanya saja pendapat yang satunya berpandangan
bahwa riwayat yang menerangkan bahwa Rasulullah SAW tidak membaca Qunut
itu lebih kuat. Sementara pendapat yang satunya lagi berpendapat bahwa riwayat
yang menerangkan bahwa Rasulullah SAW membaca Qunut justru yang lebih
kuat. Jadi pandangan kaum Salafi-Wahabi dan golongan lainya yang sependapat
dengan mereka yang mengatakan bahwa membaca Qunut itu tidak ikut Rasulullah
SAW adalah salah dan tidak benar.
Berikut ini adalah perbedaan pendapat para Imam Madzahib al-Arbaah tentang
pelaksanaan doa Qunut dalam shalat:
1. Madzab Hanafi :
Disunatkan Qunut pada shalat witir dan tempatnya sebelum ruku. Adapun Qunut
pada shalat subuh tidak disunatkan . Sedangkan Qunut Nazilah disunatkan tetapi
ada shalat jahriyah saja.
2. Madzab Maliki :
Disunnatkan Qunut pada shalat subuh dan tempatnya yang lebih utama adalah
sebelum ruku, tetapi boleh juga dilakukan setelah ruku. Adapun Qunut selain
subuh yakni Qunut witir dan Nazilah, maka keduanya dimakruhkan.
3. Madzab Syafii
Disunnatkan Qunut pada waktu subuh dan tempatnya sesudah ruku . Begitu juga
disunnatkan Qunut nazilah dan Qunut witir pada pertengahan bulan ramadhan.
4. Madzab Hambali
Disunnatkan Qunut pada shalat witir dan tempatnya sesudah ruku . Adapun Qunut
subuh tidak disunnahkan.Sedangkan Qunut nazilah disunatkan dan dilakukan
diwaktu subuh saja.
Dalil-dalil Pelaksanaan Doa Qunut
Perbedaan pendapat oleh para ulama diatas semuanya bukan tanpa alasan, semua
melalui proses ijtihad dengan beistinbat dari sumber hokum utama yaitu al-Quran
dan as-Sunah. Diantara dalil yang menjadi umber hokum mereka antara lain:
1. Riwayat dari Anas bin Malik RA. :




Rasulullah SAW tidak henti membaca Qunut dalam shalat Fajar hingga beliau
meninggal dunia (Musnad Ahmad bin Hambal)
Melihat dari hadits diatas terlihat jelas bahwa Rasulullah melaksanakan doa Qunut
dalam shalat Subuh sampai beliau wafat.
2. Riwayat dari Anas bin Malik RA . :

) (






:
Bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad SAW. Melakukan Qunut selama sebulan
setelah ruku mendoakan atas segolongan orang Arab kemudian
meninggalkannya (MuttafaqAlaih) Imam Daruquthni menambahkan : adapun
didalam shalat Shubuh maka beliau tidak henti-hentinya melakukan Qunut sampai
beliau meninggal dunia

Hadits ini yang dijadikan rujukan oleh para ulama tentang disunnahkannya Qunut
Nazilah disetiap shalat ketika terjadi bencana taupun serangan musuh. Alwi Abbas
al-Maliki mengomentari pada lafadz ini bahwa setelah sebulan Rasul
melakukan Qunut beliau meninggalkan di empat Shalat Fardlu kecuali Shubuh.
Adapun dalam shalat Shubuh beliau lakukan secara terus menerus sebagaimana
hadits nomer 1 diatas.

3. Riwayat dari Anas bin Malik RA . :







Bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad SAW. Tidak Melakukan Qunut kecuali
ketika beliau mendoakan kebaikan suatu kaum atau keburukan suatu kaum

Hadits ini juga yang dijadikan rujukan oleh para ulama tentang disunnahkannya
Qunut Nazilah. Dengan ini dpat diketahui bahwa doa Qunut dilakukan ketika
terjadi hal-hal yang genting dikalangan umat Islam.

4. Riwayat Said bin Thariq al-Asyjai RA. :





,



.
Aku berkata kepada bapakku: wahai bapakku, sesungguhnya engkau telah shalat
dibelakang Rasulullah SAW., Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali, apakah mereka
melakukan Qunut di Shalat Fajar? Beliau menjawab, wahai anakku, itu sesuatu
yang baru (diada-akan).

Teknis pelaksanaan doa qunut


Semua doa memerlukan adab dan tata cara sesuai dengan ketantuan
masing-masing seperti halnya disunnahkan mengangkat kedua tangan ketika
berdoa, mengusapkan kedua telapak tangan sesudahnya dll. Dalam pelaksanaan
doa Qunut terjadi perbedaan pendapat oleh para ulama mengenai tata cara doa
sebagaimana umumnya. Pertama, yang paling shohih adalah disunnahkan
mengangkat kedua tangan dengan tidak mengusapkannya setelah selesai doa.
Kedua, disunnahkan mengangkat kedua tangan dan mengusapkannya setelah
selesai doa. Dan ketiga, tidak disunnahkan mengangkat kedua tangan dan tidak
pula mengusapkannya setelah selesai doa.
Syeikh Nawawi al-Bantani mengatakan, disunnahkan mengangkat kedua tangan
dengan sejajar kedua bahunya dan terbuka dalam doa Qunut sekalipun ketika
membaca Tsana (pujian) seperti halnya doa-doa yang lain karena itba, dan di
sunnahkan pula mengangkat bagian dalam telapak tangan kearah langit ketika
berdoa memohon keberhasilan sesuatu yang ingin diraih serta membalikkan
telapak tangan ketika memohon dijauhkan dari hal yang tidak di inginkan, .
Disunnahkan juga bagi imam membaca doa Qunut dengan keras baik dalam shalat
yang jahriyah maupun sirriyah sebatas dapat didengar oleh para jamaah walaupun
sebagaimana bacaan keras ketika membaca Surat al-Qur an. Bagi orang yang
shalat sendirian disunnahkan membaca pelan pada selain Qunut nazilah, adapaun
dalam Qunut nazilah maka disunnahkan membacanya dengan keras. Bagi
makmum disunnahkan mengamini dengan keras ketika mendengar bacaan
imamnya begitu juga ketika bacaan shalawat juga disunnahkan untuk diamini
seperti yang di ilhaq-kan oleh ath-Thabari menurut pendapat yang mutamad
(kuat).
BAB II
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa doa Qunut merupakan
bagian dari shalat subuh dan witir dipertengahan akhir Ramadhan dan bersifat
sunnah abadl yakni bagian dari Shalat yang ketka ditinggalkan baik karena lupa
ataupun disengaja maka disunnahkan pula untuk menggantinya dengan sujud
sahwi dan boleh diterapkan dalam beberapa shalat yang telah ditentukan sebagai
bentuk Qunut Nazilah karena hal-hal yang melatar belakanginya seperti terjadinya
bencana dll.

B. Saran
Seorang ahli hikmah berkata Idza tamma al-amru bada naqshuhu artinya ketika
sesuatu telah sempurna (selesai) maka akan terlhat kekurangannya begitu juga
dengan makalah yang penulis susun sudah pasti banyak kekurangan yang menanti
untuk disempurnakan oleh siapapun yang lebih tahu dan berkompeten
dibidangnya, maka dari itu apa yang tertuang dalam makalah ini masih sangat
perlu untuk dikaji dan diteliti secara lebih mendalam sehingga nantinya menjadi
suatu disiplin ilmu yang benar dan bermanfaat bagi semua.
BAB III
DAFTAR PUSTAKA

Abdusshomad, Muhyiddin, Fiqih Tradisionalis Surabaya: Pustaka Bayan


kerjasama dengan Khalista, 2006. Cet. 5
Al-Atsqalani, Ibnu Hajar, Bulugh al-Maram Surabaya: Dar al-Ihya, al-Kutub al-
Arabiyah, t.th
Al-Bantani, Abi Abdil Muthi, Muhammad Nawawi, Kasyifah Al-Syaja Syarh
Safinah Al-Naja Semarang : cv. Pustaka Al-Alawiyah. t.th
Al-Bantani, Muhammad Nawawi, al-Tsimar al-Yaniah Syarh a-Riyadl al-
Badiah, Semarang : cv. Pustaka Al-Alawiyah, t.th
Al-Maliki, Alwi Abbas dan Hasan Sulaiman al-Nuri, Ibanah al-Ahkam Syarh
Bulugh al-Maram, Surabaya: Al-Hidayah, t.th
An-Nawawi, Abi Zakariya Yahya bin Syarafuddin, , al-Adzkar (Surabaya: Al-
Hidayah, t.th
Munawwir, Ahmad Warson, Kamus Al_Munawwir , Surabaya : Pustaka
Progressif, 2002. Cet. 25

Anda mungkin juga menyukai