Anda di halaman 1dari 3

DD DX

Gejala Miopi Hipermetropi Astigmatisma


Anak, usia 7 tahun - -

Tidak bisa melihat +/- +/-


tulisan dari papan jika
duduk dibelakang
(tidak bisa melihat
dari jauh)
Sering memincingkan
mata (penglihatan
kabur)
Suka membaca dan -
bermain game

Kedua orangtua - -
memakai kacamata
(genetik)

Diagnosis

Kelainan refraksi (Miopi)

Diagnosis dapat ditegakkan melalui hal ini () :

Gejala klinis

Objek dekat bisa terlihat, sedangkan objek jauh terlihat kabur


Mengecilkan mata ketika melihat objek jauh
Tidak dapat melihat papan hitam dengan jelas
Terlalu dekat dengan buku ketika membaca
Kepala nyeri berdenyut terutama bagian depan, bola mata perih dan berat,
terasa seperti mau keluar dan air mata meleleh berlebihan. Keadaan ini biasanya
membaik bila mata diistirahatkan atau dengan minum obat antinyeri. Tapi sering
kali kambuh beberapa waktu kemudian (Hartono, 2007)
Miopia memang bisa menyebabkan sakit kepala. Untuk seorang penderita
miopia, pada saat melihat miopia, pada saat melihat jauh, bayangan jatuh di depan
retina sehingga mengurangi kecembungan lensa. Perubahan kecembungan ini
dinamakan kemampuan akomodasi mata. Mata yang berakomodasi terus-menerus
dalam waktu yang lama akan menimbulkan kelelahan. Kelelahan mata inilah yang
mencetuskan nyeri kepala dan nyeri pada mata (Hartono, 2007)

Diagnosis Miopia
Diagnosis miopia dapat ditegakkan dengan cara refraksi subjektif dan objektif,
setelah diperiksa adanya visus yang kurang dari normal tanpa kelainan organik
(Sastrawiria, 1989).

A. Cara Subyektif
Cara subyektif ini penderita aktif menyatakan kabur terangnya saat di periksa.
Pemeriksaan dilakukan guns mengetahui derajat lensa negatif yang diperlukan
untuk memperbaiki tajam penglihatan sehingga menjadi normal atau tercapai
tajam penglihatan terbaik. Alat yang digunakan adalah kartu Snellen, bingkai
percobaan dan sebuah set lensa coba (Hartono, 2007).

Tehnik pemeriksaan :

1. Penderita duduk menghadap kartu Snellen pada jarak 6 meter.


2. Pada mata dipasang bingkai percobaan dan satu mata ditutup.
3. Penderita di suruh membaca kartu Snellen mulai huruf terbesar dan
diteruskan sampai huruf terkecil yang masih dapat dibaca.
4. Lensa negatif terkecil dipasang pada tempatnya dan bila tajam penglihatan
menjadi lebih baik ditambahkan kekuatannya perlahan-lahan hingga dapat
di baca huruf pada baris terbawah.
5. Sampai terbaca basis 6/6.
A. Mata yang lain dikerjakan dengan cara yang sama (Ilyas, 2005).
B. Cara Obyektif
Cara ini untuk anomali refraksi tanpa harus menanyakan bagaimana tambah atau
kurangnya kejelasan yang di periksa, dengan menggunakan alat-alat tertentu yaitu
retinoskop. Cara objektif ini dinilai keadaan refraksi mata dengan cara mengamati
gerakan bayangan cahaya dalam pupil yang dipantulkan kembali oleh retina. Pada
saat pemeriksaan retinoskop tanpa sikloplegik (untuk melumpuhkan akomodasi),
pasien harus menatap jauh. Mata kiri diperiksa dengan mata kiri, mata kanan
dengan mata kanan dan jangan terlalu jauh arahnya dengan poros visuil mata.
Jarak pemeriksaan biasanya meter dan dipakai sinar yang sejajar atau sedikit
divergen berkas cahayanya. Bila sinar yang terpantul dari mata dan tampak di
pupil bergerak searah dengan gerakan retinoskop, tambahkan lensa plus. Terus
tambah sampai tampak hampir diam atau hampir terbalik arahnya. Keadaan ini
dikatakan point of reversal (POR), sebaliknya bila terbalik tambahkan lensa minus
sampai diam. Nilai refraksi sama dengan nilai POR dikurangi dengan ekivalen
dioptri untuk jarak tersebut, misalnya untuk jarak meter dikurangi 2 dioptri
(Ilyas, 2005).
Cara pemeriksaan subyektif dan obyektif biasanya dilakukan pada setiap pasien.
Cara ini sering dilakukan pada anak kecil dan pada orang yang tidak kooperatif,
cukup dengan pemeriksaan objektif. Untuk yang tidak terbiasa, pemeriksaan
subjektif saja pada umumnya bisa dilakukan (Ilyas, 2005).

Hartono. (2007). Ilmu Kesehatan Mata. Yogyakarta: Gama Press.

Ilyas Sidarta, (2005). Ilmu Penyakit Mata. Jakarta. Fakultas Kedokteran Indonesia,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai