1
BAB I
PENDAHULUAN
2
Produksi batu bara saat ini telah mencapai 73,8 juta
ton per tahun. Dari produksi batu bara tersebut , sebagian
besar 74 % atau sekitar 54,5 juta ton dieksport dan sisanya 26
% atau sekitar 19,3 juta ton untuk kebutuhan di dalam negeri.
Batubara berfungsi untuk bahan bakar pembangkit
listrik tenaga uap (PLTU) hingga coke untuk pembuatan baja.
Menurut Mashud Toarik dari majalah Investor bulan April
2011, batubara menjadi bahan baku bagi industri nasional
maupun mancanegara. Batubara bisa diperoleh dengan
pertambangan. Menurut management batubara indonesia.com
(www.batubara-indonesia.com) perusahaan sedang atau
menengah yang memiliki modal antara US$10 juta hingga
US$50 juta bisa terjun ke bisnis pertambangan batubara.
Permintaan batubara ke depan akan mengalami
peningkatan yang cukup besar. Menurut Makmun dari Peneliti
Utama Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan
(www.majalahtambang.com) permintaan batubara dapat
diukur berdasarkan kebutuhan impor batubara dari beberapa
negara maju maupun negara berkembang.
Batubara memberikan kontribusi terhadap pergerakan
ekonomi di Indonesia. Menurut Mashud Toarik dari majalah
Investor bulan April 2011, pertambangan batubara punya arti
sangat penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia.
Bukan hanya sebagai salah satu sumber penerimaan negara
dalam bentuk pajak maupun royalti, tetapi juga sebagai
3
pemasok energi primer. Tingkat ketergantungan terhadap
batubara semakin hari semakin besar, diikuti dengan harga
minyak yang semakin melambung, karena batubara berperan
besar menjadi energi pengganti yang effisien dan ekonomis.
Perusahaan juga perlu menilai kualitas batubara di
daerah pertambangan. Kualitas batubara adalah hal yang perlu
diperhatikan oleh perusahaan yang ingin terjun ke
pertambangan batubara dengan tujuan untuk menentukan
apakah batubara tersebut menguntungkan untuk ditambang
selain dilihat dari besarnya cadangan batubara di daerah
penelitian yang akan ditambang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Batubara
4
Batubara adalah batuan sedimen (padatan) yang dapat
terbakar, terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan purba, berwarna coklat
sampai hitam, yang sejak pengendapannya mengalami proses fisika
dan kimia yang mengakibatkan pengayaan pada kandungan karbonnya
(Anggayana, 2002).
Endapan batubara adalah endapan yang mengandung hasil
akumulasi material organic yang berasal dari sisa-sisa tumbuhan yang
telah melalui proses litifikasi untuk membentuk lapisan batubara.
Material tersebut telah mengalami kompaksi, ubahan kimia dan proses
metamorphosis oleh peningkatan panas dan tekanan selama periode
geologis. Bahan-bahan organic yang terkandung dalam lapisan
batubara mempunyai berat lebih dari 50% atau volume bahan organic
tersebut, termasuk kandungan lengas bawaan (inherent moisture),
lebih dari 70% (BSN, 1998).
Menurut Fariz Tirasonjaya yang dikutip di batubara
Indonesia.com (www.batubara-indonesia.com) batubara adalah batuan
yang mudah terbakar yang lebih dari 50% -70% berat volumenya
merupakan bahan organik yang merupakan material karbonan
termasuk inherent moisture. Bahan organic utamanya yaitu tumbuhan
yang dapat berupa jejak kulit pohon, daun, akar, struktur kayu, spora,
polen, damar, dan lainlain. Selanjutnya bahan organik tersebut
mengalami berbagai tingkat pembusukan (dekomposisi) sehingga
menyebabkan perubahan sifat-sifat fisik maupun kimia baik sebelum
ataupun sesudah tertutup oleh endapan lainnya.
5
Proses pembentukan batubara terdiri dari dua tahap, yaitu
tahap biokimia (penggambutan) dan tahap geokimia (pembatubaraan).
Tahap penggambutan (peatification) adalah tahap dimana sisa-sisa
tumbuhan yang terakumulasi tersimpan dalam kondisi reduksi di
daerah rawa dengan sistem pengeringan yang buruk dan selalu
tergenang air pada kedalaman 0,5-10 meter. Material tumbuhan yang
busuk ini melepaskan H, N, O, dan C dalam bentuk senyawa CO 2,
H2O, dan NH3 untuk menjadi humus. Selanjutnya oleh bakteri
anaerobik dan fungi diubah menjadi gambut.
Tahap pembatubaraan (coalification) merupakan gabungan
proses biologi, kimia, dan fisika yang terjadi karena pengaruh
pembebanan dari sedimen yang menutupinya, temperatur, tekanan,
dan waktu terhadap komponen organik dari gambut. Pada tahap ini
prosentase karbon akan meningkat, sedangkan prosentase hidrogen
dan oksigen akan berkurang. Proses ini akan menghasilkan batubara
dalam berbagai tingkat.
Cadangan batu bara di Indoensia tersebar di darah Sumatra,
Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Menurut
management batubara-indonesia.com (www.batubara-indonesia.com),
World Energy Council memperkirakan cadangan batubara dunia
terbukti mencapai 847.488 juta ton pada akhir 2007 yang tersebar di
lebih dari 50 negara.
Di Indonesia sendiri, menurut Dirjen Minerba Kementrian
ESDM Bambang Setiawan yang dikutip di majalah Investor bulan
6
April 2011, sumber daya dan cadangan batubara nasional sebesar
105,2 miliar ton. Sedangkan nilai cadangan sebesar 21,13 miliar ton.
Besarnya cadangan batubara nasional menyebabkan peningkatan
produksi batubara setiap tahunnya. Menurut data ESDM, produksi
batubara Indonesia meningkat dari 132,352,025 ton per 2004, hingga
275,164,196 ton pada tahun 2010. Sementara total ekspor meningkat
dari 93,758,806 ton per 2004 hingga 208,000,000 ton per 2010.
Menurut Singgih dari Masyarakat Batubara Indonesia yang
dikutip di majalah Investor bulan April 2011, batubara tak sekedar
komoditas ekonomi, tetapi juga economic booster. Selain itu, menurut
data dari Ditjen Minerba, saat ini batubara juga sudah merupakan
revenue driver di Indonesia. Hal tersebut disebabkan karena setiap
kenaikan US$1 per ton batubara, akan memberikan kenaikan
pendapatan negara bukan pajak (PNBP) batubara sebesar Rp361
miliar. Sementara PNBP dari mineral dan batubara tahun 2010 tercatat
sebesar Rp18,7 triliun, naik 22% dari tahun 2009 yang sebesar Rp15,3
triliun. Kenaikan komoditas batubara mengikuti kenaikan harga
minyak dunia, karena batubara adalah komoditas subtitusi minyak.
Berdasarkan data yang dirilis oleh Merrill Lynch 8 Juni 2010,
kebutuhan impor batubara pada tahun 2009 mencapai 591 metrik ton
(Mt), tahun 2010 diperkirakan naik menjadi 635 Mt dan pada tahun
2015 diperkirakan akan naik menjadi 803 Mt. International Energy
Agency (IEA) memprediksi pada 1990 total konsumsi batubara dunia
baru mencapai 3.461 juta ton, pada 2007 meningkat menjadi 5.522
7
juta ton atau meningkat sebesar 59,5%, atau rata-rata 3,5% per tahun.
Kontribusi batubara untuk pembangkit listrik dunia diperkirakan akan
meningkat dari 41% pada 2006 menjadi 46% pada 2030.
Meningkatnya peran batubara sebagai pemasok energi di masa-masa
mendatang membuat industri ini memiliki daya tarik yang sangat
besar bagi para investor tak terkecuali di Indonesia.
8
Total moisture adalah jumlah keseluruhan kadar air
yang terkandung didalam batubara sebagaimana adanya
dialam. Parameter ini sangat penting karena selain dapat
mempengaruhi jumlah total eargo juga dipergunakan sebagai
salah satu pertimbangan dan proses penanganan selama
produksi. Dalam penetapannya dapat dipergunakan metode
langsung (direct method) ataupun metode tidak langsung
(indirect method) dengan melakukan determinasi nilai free
moisture dan residual moisture.
2. Free Moisture
Dalam ISO, BS dan AS free moisture adalah istilah
yang dipergunakan untuk menggambarkan persentase jumlah
air yang menguap dari contoh batubara yang dikeringkan pada
kondisi ruangan (suhu dan kelembaban ruangan), yang
dilakukan sampai bobot konstan. Penetapan free moisture ini
merupakan bagian dari penetapan total moisture dengan two
stage determination. Didalam ASTM prosedur ini dikenal
dengan Air Dry Loss, sedangkan istilah free moisture sendiri
dalam ASTM adalah moisture yang terdapat pada permukaan
batubara pada kondisi tertentu yang ada pada ISO, BS dan AS
dikenal dengan nama surface moisture.
3. Residual Moisture
Residual moisture adalah jumlah air yang menguap
dari sampel batubara yang sudah kering (setelah free
9
moisturenya menguap) apabila dipanaskan kembali pada suhu
105o-110oC.
Penentuan kandungan air dalam batubara penting
artinya dalam penentuan kualitas batubara, dimana
a. Kandungan air yang tinggi dapat mengurangi nilai kalori
dari batubara akibat adanya panas yang terbuang dalam
penguapan air.
b. Kadar air yang tinggi dapat menambah berat batubara
sehingga akan menambah biaya dalam transportasi.
c. Kadar air yang tinggi apabila digunakan sebagai bahan
bakar untuk boiler terutama bila butir batubara lebig halus
dari 0,5 mm, maka akan menyulitkan dalam handling,
dapat merendahkan titik penyalaan batubara dan
mengakibatkan masalah penyumbatan dalam aliran
batubara.
4. Ash Content (Kandungan Abu)
Ash content adalah sisa atau residu pembakaran yang
tinggal apabila batubara dipijarkan. Sisa ini merupakan hasil
perubahan kimia ketika proses pengabuan terjadi. Residu
pembakaran yang tinggal adalah senyawa dari material
anorganik, seperti :SiO2, Al2O3, Fe2O3, MgO, Na2O, K2O, P2O3
dan material organic lainnya dalam jumlah kecil seperti : Cd,
As, Pb, Zn, Hg dan Ni.
Kadar abu dalam batubara penting untuk diketahui
karena kadar abu memberikan indikasi besar terhadap
batubara, mencerminkan nilai kalor yang terdapat dalam
10
batubara (makin tinggi kadar abu maka nilai kalorinya akan
berkurang).
Nilai kandungan ash suatu batubara selalu lebih kecil
daripadanilai kandungan mineralnya. Hal ini terjadi karena
selama pembakaran telah terjadi perubahan kimiawi pada
batubara tersebut, seperti : menguapnya air Kristal,
karbondioksida dan oksida sulfur.
5. Volatile Matter (Zat Terbang)
Volatile matter adalah parameter yang mengatakan
jumlah kandungan zat terbang. Zat yang mudah menguap
dalam batubara yang umunya berupa senyawa karbon
berbentuk gas. Volatile matter merupakan salah satu parameter
yang digunakan dalam mengklasifikasi rank dari batubara.
Kadar zat terbang berpengaruh pada pembakaran
batubara karena dengan kadar zat terbang yang tinggi relatif
mudah terbakar sehingga proses pembakaran berjalan cepat.
Sebaliknya batubara dengan kandungan zat terbang rendah
relatif sulit terbakar sehingga proses pembakaran berjalan
lama.
Kandungan zat mudah menguap (volatile matter
content) dijadikan sebagai indeks klasifikasi oleh ASTM
batubara bituminous diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Batubara dengan kandungan volatile matter
rendah : 14%-22%
b. Batubara dengan kandungan volatile matter
sedang : 22%-31%
11
c. Batubara dengan kandungan volatile matter tinggi
: diatas 31%
6. Fixed Carbon (Karbon Padat)
Fixed carbon merupakan kandungan karbon padat
yang terdapat pada batubara. Pada dasarnya karbon padat
inilah yang dapat dibakar dan menghasilkan panas. Semakin
tinggi kandungan karbon padat, maka semakin besar energy
yang dihasilkan dan sebaliknya. Fixed carbon tidak dianalisa
di laboratorium melainkan diperoleh dari perhitungan.
7. Total Sulfur
Didalam batubara, sulfur dapat merupakan bagian dari
mamterual carbonaceous atau bagian dari mineral sulfat dan
sulfid. Dengan sifatnya yang mudah bersenyawa dengan unsur
hydrogen dan oksigen dan membentuk senyawa asam, maka
keberadaan sulfur diharapkan dapat seminimal mungkin
karena sifat tersebut yang merupakan pemicu polusi, maka
beberapa negara penggunaan batubara menerapkan batas
kandungan 1% maksimum untuk batubara yang dimanfaatkan
untuk keperluan industri.
Sulfur dalam batubara terdapat dalam 3 bentuk, yaitu
pirit sulfur, sulfat sulfur dan organik sulfur. Sulfur dalam
bentuk pirit dan sulfat merupakan bagian dari mineral matter
yang terdapat dalam batubara yang jumlahnya masih dapat
dikurangi dengan teknik pencuci, sedangkan organik sulfur
terdapat pada seluruh material carbonacenous dalam batubara
dan jumlahnya tidak dapat dikurangi degan teknik pencuci.
12
Terdapatnya sulfat sulfur dalam batubara sering
dipergunakan sebagai petunjuk bahwa batubara telah
mengalami oksidasi, sedangkan pirit sulfur dianggap sebagai
salah satu penyebab timbulnya spontaneous combustion.
8. Spesific Energi (calorivic value)
Secara umum, istilah calorivic value lebih
serigdipergunakan daripada specific energy, namun
sebenarnya istilah spesific energy lebih tepat digunakan.
Specific energy adalah jumlah panas yang dihasilkan apabila
sejumlah tertentu batubara dibakar.
Nilai specific energy didapat dari analisis di
laboratorium yang dihasilkan pada kodisi standar yaitu pada
volume tetap dan dalam rungan yang berisi gas oksigen
dengan tekanan 450 psi. nilai specific energy yang didapat
pada kondisi tersebut diatas dikenal dengan istilah Gross
Spesific Energy. Satuan untuk specific energy adalah
Kcal/Kg.MJ/Kg.
9. Ash Analysis (Analisis Kandungan Sodium)
Salah satu sifat penting pada pemakaian batubara
dalam industry mineralnya pada proses pembakaran. Dengan
mengetahui sifat dasar tersebut proses pemakaian batubara
dapat dirancang sedemikian rupa sehingga masalah yang
timbul dapat diantisipasi, missal pembuangan abu, fly ash dan
cairan kerak (slag).
Slaging adalah masalah yang timbul pada proses
pembakaran batubara dimana abu batubara meleleh dan
13
membentuk kerak yang menempel pada dinding dalam ruang
pembakaran dan pipa-pipa superheater yang berjarak
renggang dan sulit untuk dipisahkan.
Fouling adalah masalah yang timbul pada proses
pembakaran dimana abu halus yang mengandung sodium
menguap bersama-sama sulfur dan bereaksi membentuk kerak
keras yang menempel pada pipa superheater yang berjarak
rapat.
14
Sisa air yang terdapat dalam batubara setelah
dihilangkan Free moisturenya. Moisture ini hanya dapat
dihilangkan bila batubara dipanaskan pada suhu 110 oC
kurun waktu tertentu.
- Total Moisture
Total moisture adalah total kandungan air yang
terdapat pada Batubara yang berasal dari Free Moisture
dan Residual Moisture.
- Water of Hydrotation (Inherent Moisture/Moisture in the
Analysis sample)
Water of Hydrotation adalah air yang terikat secara
kimiawi didalam Batubara itu sendiri, pada kondisi
humuditi dan temperature tertentu. Air ini juga dapat
dihilangkan dengan cara pemanasan pada suhu 110oC.
5. Organic Matter
a. Volatile Matter / Zat Terbang
Terdiri dari Hidrogen, Oksigen, Nitrogen, Belerang,
Karbon Monoksida dan Metana. Senyawa ini akan keluar
dari senyawa batubara jika dipanaskan pada suhu tertentu.
b. Fixed Carbon
Merupakan sisa carbon padat dari hasil pemanasan
batubara pada suhu tertentu, setelah seluruh zat
terbangnya habis keluar.
6. Zat Mineral (Inorganic Matter)
- Ash
Sisa pembakaran dari batubara yang tidak habis
dibakar pada suhu tertentu yang terdiri dari unsur Asam,
15
Basa dan Mineral. Unsur Asam, Basa dan Mineral yang
terbanyak dalam batubara umumnya kaolin, lempung,
pirit dan kalcit serta silicon oksida. Oksida-oksida
Aluminium, Besi dan Kalsium, kemudian menusul
senyawa-senyawa Magnesium, Natrum, Kalium, Mangan
dan Fosfor serta Totanium.
16
mineral yang dikandung abu dan juga kekompakan
porositasnya. Berat jenis yang rendah menyebabkan sifat
pembakaran yang baik.
b. Kekerasan
Kekerasan batubara berkaitan dengan struktur
batubara yang ada. Keras atau lemahnya batubara juga
tergantung pada komposisi dan jenis batubaranya.
c. Warna
Warna batubara bervariasi dari coklat pada lignit
menjadi hitam sampai hitam legam pada antrasit. Hamper
seluruh batubara berbitumin merupakan perselingan antara
batubara yang terang dan kusam.
d. Goresan
Goresan batubara warnamya berkisar antara terang
sampai coklat tua. Lignit mempunyai goresan hitam keabu-
abuan. Batubara berbitumin mempunyai warna goresan hitam.
e. Pecahan
Pecahan memperlihatkan bentuk dari potongan
batubara dari sifat memecahnya dan juga mutu dari batubara.
Batubara dengan kadar zat terbang tinggi cenderung memecah
dalam bentuk persegi, balok atau kubus.
B. Sifat Kimia
Sifat kimia dari batubara sangat berhubungan langsung dengan
senyawa penyusun batubara tersebut, baik senyawa organic maupun
17
anorganik. Sifat kimia dari batubara dapat digambarkan sebagai
berikut:
a. Karbon
Karbon yang terdapat pada batubara bertambah sesuai
dengan peningkatan derajat rank batubaranya. Unsur karbon
yang ada mempunyai peranan yang penting guna
menghasilkan panas.
b. Hidrogen
Hidrogen yang terdapat pada batubara berupa
kombinasi alifatik dan aromatic dan berangsur habis akibat
evolusi metan. Kandungan hidrogen dalam lignit berkisar
antara 5%-6% pada kondisi dry basis yang mempunyai sifat
mudah bersenyawa membentuk asam.
c. Nitrogen
Nitrogen yang terdapat pada batubara berupa senyawa
organic. Nitrogen hampir seluruhnya terbentuk dari protein
bahan tanaman asalnya, jumlahnya sekitar 0.5%-3.0%.
d. Oksigen
Sebagaimana dengan hidrogen, kandungan unsure
oksigen akan berkurang selama evolusi atau pembentukan air
dan karbon dioksida. Kandungan oksigen dalam lignit sekitar
20% atau lebih, berbitumin sekitar 4%-10% dan 1.5%-2%
dalam antrasit.
e. Sulfur
Didalam batubara sulfur dapat merupakan bagian dari
material carbonaceous atau bagian dari material sulfat dan
sulfida. Sulfur dalam batubara terdapat dalam 3 bentuk, yaitu
18
pirit sulfur, sulfat sulfur dan organic sulfur. Keberadaan sulfur
diharapkan seminimal mungkin karena hal tersebut dapat
memicu terjadinya polusi.
19
tidak dapat dihilangkan dari batubara dengan cara
mekanis (pencucian).
b. Extraneous Mineral Matter berasal dari tanah penutup
atau lapisan-lapisan yang terdapat diantara lapisan
batubara, biasanya terdiri dari slate, shale, sandstone, elay
atau limestone. Mineral matter ini dapat dikurangi dalam
waktu pencucian.
c. Mineral Matter atau abu dalam batubara terutama
dikomposisikan dari senyawa Si, Al, Fe, Cr dan sedikit Ti,
Mn, Mg, Na, K dalam bentuk silikat, oksida, sulfida,
sulfat dan fosfat. Sedangkan unsur seperti As, Cu,
Pb,Ni,Zn dan Uranium terdapat sangat sedikit sekali
(Trace Element).
3. Organik Matter (Zat Organik)
Organic matter merupakan komponen batubara yang
menghasilkan kalori pada proses pembakaran. Komponen ini
terdiri dari unsur-unsur karbon, hidrogen, nitrogen, sulfur dan
oksigen yang disebut coal matter. Karbon padat atau fixed
carbon adalah karbon yang terdapat pada batubara. Karbon
padat inilah yang dapat dibakar dan menghasilkan panas.
20
a. Komposisi Kimia
Pada umumnya komposisi kimia batubara adalah
sebagian besar karbon (40%-80%) dan sebagian kecil unsur
lainnya seperti H, N, O, Na, K, Fe, Al, Mg dan Si. Unsur H,
N, O dan S biasanya berupa senyawa H 2O, CH4, SO2, NO2 dan
sebagainya. Sedangkan unsur lainnya berbentuk oksida.
b. Komposisi Fisik
Dua sifat fisik dasar batubara yang menyangkut dalam
preparasi batubara adalah ukuran butir dan berat jenis. Ukuran
partikel terkecil adalah submikrometer. Bagaimanapun bentuk
retakan menunjukkan tingkat dan jenis batubara yang
bergantung pada peralatan dan merupakan suatu standar yang
dapat diprediksi. Berat jenis batubara akan mempengaruhi
kualitas suatu batubara dalam penggunaannya. Berat jenis
yang rendah menyebabkan sifat pembakaran yang baik.
2.6 Analisa dan Parameter Batubara
2.6.1 Analisa Proximate
2.6.1.1 Kandungan Total Air (Total Moisture)
Penentuan Total Moisture biasanya dibagai menjadi dua tahap
penentuan yaitu :
- Penentuan Free Moistrue atau air dry loss
- Penentuan Residual moisture
TM = FM + RM(1-FM/100)
21
Gambar 1. Diagram Alir Penentuan Total Moisture
TM = ADL + RM(1-ADL/100)
22
b. Nilainya tergantung pada humuditas dan temperature
ruangan dimana moisture tersebut dianalisa.
c. Nilainya tergantung juga pada preparasi sample
sebelum ADM dianalisa (Standar preparasi)
23
Gambar 3. Penentuan Air Dry Moisture
MOISTURE
MOISTURE IN
IN THE
THE ANALYSIS
ANALYSIS SAMPLES
SAMPLES
24
Air Dried Moisture digunakan dalam mengkonversi
basis parameter analisa dari air dried basis ke basis lainnya.
25
Kegunaan Kadar Abu
- Kadar abu didalam penambangan batubara dapat
dijadikan penentu apakah penambangan tersebut bersih
atau tidak, yaitu dengan membandingkan kadar abu dari
data geology atau planning, dengan kadar abu dari
batubara produksi.
- Kadar abu dalam komersial sering dijadikan sebagai
garansi spesifikasi atau bahkan sebagai rejection limit.
26
815oC
Aad
Aad = Ash in
the
M2 analysis
=
=
samples
Weight
M1= of
Weight
ashsamples
of (grams)
M2
(grams)
/
M1
x
100
Gambar 5. Penentuan Kadar Abu
Ash Content
27
Gambar 6. Pengujian Ash Content
28
- Semakin tinggi peringkat suatu batubara akan semakin
rendah kadar volatile matternya.
- Volatile matter memiliki korelasi dengan vitrinite
reflectance, semakin rendah volatile matter, semakin
tinggi vitrinite reflectancenya.
29
Pengujian Volatile Matter
900oC
VMad =
(M2
M1 = /
VM = Volatile
ad
Matter
M2 = in the
Loss
M1)
Weight
Mad =
analysis
of xin the
of
weight
Sample
Moisture
samples
(grams)
100
analysis -
(grams)
samples
Mad
Gambar 8. Proses Pengujian Volatile Matter
30
Gambar 9. Pengujian Volatile Matter
31
Sifat sifat Nilai Kalori Batubara
- Nilai Kalori batubara bergantung pada peringkat batubara.
Semakin tinggi peringkat batubara, semakin tinggi nilai
kalorinya.
- Pada batubara yang sama Nilai kalori dapat dipengaruhi
oleh moisture dan juga Abu. Semakin tinggi moisture atau
abu, semakin kecil nilai kalorinya.
Proses Pembakaran
32
Gambar 11. Proses Pembakaran Nilai Kalori Batubara
Calorific Value
33
Gambar 12. Pengujian Calorific Value
34
Berat Jenis
35
BAB III
PERTANYAAN
3.1 Soal
3.1.1 Jelaskan pengertian batubara menurut Fariz Tirasonjaya!
3.1.2 Apa pengaruh fixed karbon pada batubara?
3.1.3 Jelaskan bahan-bahan yang terkandung dalam batubara!
3.1.4 Bagaimana penentuan total moisture pada batubara?
3.1.5 Jelaskan apa saja sifat dan kegunaan kadar abu pada batubara!
3.2 Jawaban
3.2.1 Menurut Fariz Tirasonjaya yang dikutip di batubara
Indonesia.com batubara adalah batuan yang mudah terbakar
yang lebih dari 50% -70% berat volumenya merupakan bahan
organik yang merupakan material karbonan termasuk inherent
moisture.
36
3.2.2 Fixed carbon merupakan kandungan karbon padat yang
terdapat pada batubara. Pada dasarnya karbon padat inilah
yang dapat dibakar dan menghasilkan panas. Semakin tinggi
kandungan karbon padat, maka semakin besar energy yang
dihasilkan dan sebaliknya. Fixed carbon tidak dianalisa di
laboratorium melainkan diperoleh dari perhitungan.
37
- Kadar abu dalam batubara tergantung pada banyaknya dan
jenis mineral matter yang dikandung oleh batubara baik
yang berasal dari inherent atau dari extraneous.
- Kadar abu relatif lebih stabil pada batubara yang sama.
Oleh karena itu Ash sering dijadikan parameter penentu
dalam beberpa kalibrasi alat preparasi maupun alat
sampling.
- Semakin tinggi kadar abu pada jenis batubara yang sama,
semakin rendah nilai kalorinya.
- Kadar abu juga sering mempengaruhi nilai HGI batubara.
Kegunaan Kadar Abu
- Kadar abu didalam penambangan batubara dapat
dijadikan penentu apakah penambangan tersebut bersih
atau tidak, yaitu dengan membandingkan kadar abu dari
data geology atau planning, dengan kadar abu dari
batubara produksi.
- Kadar abu dalam komersial sering dijadikan sebagai
garansi spesifikasi atau bahkan sebagai rejection limit.
38
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Analisa Proximate terdiri atas Kandungan Total Air (Total
Moisture), Kandungan Abu (Ash Content), Kandungan Zat Terbang
(Volatile Matter), dan Kandungan Karbon (Fixed Carbon). Sedangkan
Analisa Ultimate terdiri atas Kandungan Unsur Karbon (C),
Kandungan Unsur Nitrogen (N), Kandungan Unsur Hidrogen (H),
Kandungan Unsur Sulfur (S), Kandungan Unsur Oksigen (O),
Kandungan Unsur Khlorin (Cl).
Analisa Kandungan Panas terdiri dari Net Calorie value, yaitu
nilai kalor pembakaran dimana semua air dihitung dalam keadaan
wujud gas dan Wet Calorie value, nilai kalor pembakaran dimana
semua air dihitung dalam keadaan wujud cair.
39
Analisa Titik Leleh Abu terdiri atas Initial Deformation
Temperature, Softening Temperature, Hemipherical Temperature,
Fluida Temperature dan Analisa Fisik Batubara yaitu Berat Jenis.
Ada beberapa macam dasar perhitungan yang dipakai untuk
menyatakan hasil analisa batubara, antara lain Air Dry Basis (ADB),
As Received (AR), Dry Basis (DB), Dry Ash Free Basis (DAFB).
4.2 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna,
kedepannya penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan
tentang makalah diatas dengan sumber-sumber yang lebih banyak
tentunya dapat di pertanggung jawabkan. Untuk itu penulis membuka
diri terhadap kritik maupun saran yang sifatnya membangun.
40
Rangkuman
Batubara adalah batuan sedimen (padatan) yang dapat
terbakar, terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan purba, berwarna coklat
sampai hitam, yang sejak pengendapannya mengalami proses fisika
dan kimia yang mengakibatkan pengayaan pada kandungan karbonnya
(Anggayana, 2002).
Analisa Proximate terdiri atas Kandungan Total Air (Total
Moisture), Kandungan Abu (Ash Content), Kandungan Zat Terbang
(Volatile Matter), dan Kandungan Karbon (Fixed Carbon). Sedangkan
Analisa Ultimate terdiri atas Kandungan Unsur Karbon (C),
Kandungan Unsur Nitrogen (N), Kandungan Unsur Hidrogen (H),
Kandungan Unsur Sulfur (S), Kandungan Unsur Oksigen (O),
Kandungan Unsur Khlorin (Cl).
Analisa Kandungan Panas terdiri dari Net Calorie value, yaitu
nilai kalor pembakaran dimana semua air dihitung dalam keadaan
41
wujud gas dan Wet Calorie value, nilai kalor pembakaran dimana
semua air dihitung dalam keadaan wujud cair.
Analisa Titik Leleh Abu terdiri atas Initial Deformation
Temperature, Softening Temperature, Hemipherical Temperature,
Fluida Temperature dan Analisa Fisik Batubara yaitu Berat Jenis.
Ada beberapa macam dasar perhitungan yang dipakai untuk
menyatakan hasil analisa batubara, antara lain Air Dry Basis (ADB),
As Received (AR), Dry Basis (DB), Dry Ash Free Basis (DAFB).
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, (2006), Penyusunan Neraca Batubara dan Gambut
http://www.dim.esdm.go.id
42
43