PENDAHULUAN
ke arah yang lebih baik, antara lain dalam hal pembentukan kepribadian,
reproduksi sistem nilai dan budaya ini dilakukan terutama dengan mediasi proses
pembelajaran sejumlah mata pelajaran di kelas salah satu mata pelajaran yang
turut berperan penting dalam pendidikan wawasan, keterampilan dan sikap ilmiah
objektif tentang alam semesta dan segala isinya. IPA membahas tentang gejala-
gejala alam yang disusun secara sistematis oleh manusia yang didasarkan pada
kecerdasan dan pemahamannya tentang alam seisinya yang penuh rahasia dan tak
siswa untuk memupuk rasa ingin tahu secara alamiah. Proses pembentukan
pemahaman murid dan pemupukan rasa ingin tahu murid secara alamiah tidak
terlepas dari proses pembelajaran yang diciptakan oleh tenaga pendidik itu sendiri,
berorientasi pada murid (student centered). Tidak terlepas dari hal di atas lahirlah
konstruktivisme.
awal siswa. Pengetahuan tersebut tidak dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran
guru ke siswa, namun dibangun sendiri oleh siswa melalui pengalaman nyata, hal
ini sesuai dengan apa yang dilakukan oleh Piaget (Dharma, 2008 : 163) yaitu
struktur kognitif yang ada menjadi bertambah kompleks membantu anak dalam
proses belajar selanjutnya. Dengan demikian jelas bahwa tahapan berpikir anak
SD harus dikaitkan dengan hal-hal nyata dan pengetahuan awal yang mereka telah
bangun sendiri.
1
Saat pembelajaran IPA di Kelas V SDN Kaccia Makassar berlangsung, guru
papan tulis, kemudian siswa disuruh mencatat materi tersebut, setelah itu guru
langsung menjelaskan materi. Spontan siswa terlihat jenuh, bosan dan tidak
menjadi pasif dan tertekan, dalam proses pembelajaran IPA selanjutnya tetap
keterampilan intelektual dan motorik secara optimal. Hal ini dapat menurunkan
sebelumnya.
Sebagai akibat rendahnya prestasi belajar yang dihasilkan dan lebih jauh
lagi rendahya mutu keluaran ( low output quality) hal semacam ini ditemui dalam
lingkungan SDN Kaccia Makassar tepatnya di Kelas V. Nilai ulangan umum Mata
rombongan belajar tersebut, 55,88% dinyatakan tidak lulus atau belum mencapai
nilai 65 sebagai standar Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Berarti 44,12% saja
Rendahnya hasil yang dicapai di atas sebagai akibat dari kekeliruan peletak
kebijakan pendidikan dalam hal ini guru, yang telah memilih strategi
pembelajaran yang tidak tepat, tidak mengacu pada strategi pembelajaran yang
ceramah yang membuat siswa merasa jenuh dan bosan saat belajar. Sebab siswa
menjadi pasif, padahal hakekat pembelajaran IPA adalah belajar aktif menemukan,
relevansi epistimologis.
namun kegagalan yang terjadi dalam narasi fakta di atas setidaknya dapat diatasi
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi
Kota Makassar
C. Tujuan Penelitian
Makassar .
D. Pemecahan Masalah
Agar suasana perbaikan dapat dicapai maka dalam penelitian ini, akan
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
konstruktivisme.
2. Manfaat praktis
motivasi dan rasa ingin tahu yang tinggi serta senang dalam belajar
IPA.
b. Bagi guru, akan membantu dalam mencapai hasil belajar siswa lebih
baik .
HIPOTESIS TINDAKAN
A. Kajian Pustaka
Menurut Joyce dan Weil (Marini, 2008 : 889), istilah lain yang sama artinya
belajar tertentu.
pembelajaran. Model pembelajaran merupakan suatu rencana atau pola yang dapat
dengan terjadinya konflik kognitif. Konflik kognitif ini hanya dapat diatasi
sebagai proses mental yang meliputi pembentukan skemata baru yang cocok
dengan rangsangan baru atau memodifikasi skemata yang sudah ada sehingga
yang dihadapinya.
dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui
atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusialah dalam hal ini siswa
untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya dan
bergelut dengan ide-ide. Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan
Esensi dan teori konstruktivisme adalah ide, bahwa siswa harus menemukan
bahwa :
Dalam proses pembelajaran siswa membangun sendiri
pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses
belajar mengajar, peranan guru dalam pembelajaran merupakan
faktor penting untuk dapat memobilisasi segala faktor lain,
sehingga terjadi proses pembelajaran intensif, dinamis, dan
optimal, bukan hanya sebagai penyaji pengetahuan jadi dan
direct instruction.
dipelajarinya dan hasilnya bisa lebih efisien atau mungkin bisa lebih sulit, namun
keuntungan dalam proses pembelajaran tersebut, yaitu mereka lebih senang, lebih
berpikir, lebih paham, lebih ingat, lebih yakin dan lebih kooperatif.
sebagai berikut:
Pembelajaran berorientasi konstruktivisme, di samping
mengembangkan kompetensi disiplin ilmu ( disciplinebased
competencies) juga mengembangkan kompetensi interpersonal
(interpersonal competence) dan kompetensi intrapersonal
(intrapersonal competencies) di dalam diri siswa.
menangani konflik, bekerja sama, membantu orang lain dan menjalin hubungan
diselenggarakan di kelas.
Hal ini dapat diamati dari proses pembelajaran yang memberikan kepada
children centered .
Sering kita mendengar dan melihat ada guru yang saat mengajar, siswanya
pelajaran, itu adalah anggapan sebagian besar guru namun jika kondisi
bahwa mengajar itu adalah yang seperti itu padahal tidaklah demikian,
tidak terlepas dari proses yang ada. Namun hal seperti ini memang
dengan siswa yaitu guru. Tak dapat dipungkiri, penilaian terhadap aspek
dengan istilah KBK di awal tahun 2000 dan mulai diperkenalkan tahun
penilaian hasil dengan penilaian proses belajar siswa. Seiring dengan itu
KTSP pun lahir sebagai lanjutan KBK di tahun 2006 dan diberlakukan
secara nasional, muatan kurikulum tersebut sudah sangat bagus, namun
kembali lagi kepada pihak guru, sampai sejauh mana membuat perangkat
Prinsip yang terakhir ini terkadang memang sangat sulit untuk dicapai dan
peserta didik secara penuh. Guru dalam hal ini termasuk pendidik
sebaiknya berusaha untuk memenuhi kebutuhan belajar anak baik dari segi
diri).
pembelajaran di kelas.
terpisahkan satu sama lain dan memiliki kedudukan yang sama penting.
bereksperimen.
mempunyai sikap dan kepercayaan terhadap hasil yang didapatkan. Hal ini
siswa lain dan guru sehingga tumbuh sikap kooperatif. Hal ini merupakan
upaya dalam pembentukan sikap yang lebih positif dan lebih bermakna
2. Situasi dan kondisi setiap sekolah tidak sama, karena tidak semua
proses tersebut.
2) Rekonstruksi ide
3) Aplikasi ide
Untuk lebih jelasnya keempat hal di atas dapat diuraikan lebih jelas sebagai
berikut :
Dalam tahap ini murid di arahkan untuk memasuki kesiapan belajar sebagai
dengan materi tanpa melihat sisi kebenaran jawaban maupun penjelasan siswa.
2) Rekonstruksi ide
Dalam tahap ini mengandung makna membangun kembali ide-ide yang ada
dan bertujuan untuk perbaikan konsep yang diakhiri dengan menilai apakah
ide-ide itu sudah mendekati konsep ilmiah yang sesungguhnya atau belum.
3) Aplikasi ide
Dalam tahap ini murid diarahkan untuk mencoba mengaplikasikan idea atau
menerapkan ide yang ada untuk memecahkan masalah, sehingga dengan cara
ini maka konsep atau ide yang dibangun oleh murid dapat lebih mantap dan
dipahaminya.
Tahap ini berarti konsep awal yang dibangun dan dimiliki oleh murid akan
akomodasi. Namun pembentukan itu sendiri dapat dihambat oleh faktor dari si
anak maupun dari pihak guru atau pendidik. Agar pembentukan pengetahuan
dapat berjalan dengan baik, maka seorang pendidik dalam hal ini guru senantiasa
Faktor dari luar peserta didik yang paling dominan adalah lingkungan
(Dharma, 2008 : 160). Sedangkan faktor lainnya yang juga berperan sangat kuat
menurut Lukas dkk (2005 : 66) adalah (a) pengalaman panca indera, (b)
pengalaman bahasa, (c) latar belakang budaya, (d) media massa, dan (e) bacaan
media lain yang menyesatkan. Beberapa faktor mungkin sulit untuk diperbaiki
misalnya pengalaman pancera indra dan latar belakang budaya akan tetapi semua
faktor ini pada dasarnya dapat diatasi dengan metode mengajar yang baik.
Faktor lingkungan merupakan faktor yang berinteraksi secara langsung
dukungan orang tua dan teman pergaulan. Jelas kalau orang tua tidak mendukung
proses pembentukan pengetahuan pada peserta didik hal yang sama juga berlaku
pengalaman panca indra seseorang yang tangannya ke air hangat lalu ke air dingin
berbeda satu dengan lainnya. Pada dasarnya pengalaman panca indra adalah
sama.
Faktor latar belakang budaya adalah faktor lainnya yang juga sangat sulit
untuk diperbaiki karena mencakup banyak aspek kehidupan. Akan tetapi, ini pun
pengetahuan diciptakan.
pengetahuan. Banyak berita atau informasi yang disajikan media massa baik cetak
pengetahuan ini akan sangat baik apabila benar dan akan sangat berdampak buruk
apabila salah.
Faktor bacaan ilmiah yang menyesatkan. Apabila hal ini terjadi dan peserta
pembentukan pengetahuan adalah pada pendidik. Hal ini diperkuat oleh pendapat
dari Duit, Treagus dan Mansfield (Samuel Lukas dkk, 2005: 70) yang mengatakan
dan peserta didik tidak mengerti satu dengan lainnya. Apabila pendidik kurang
menangani kendala ini maka proses pembentukan pengetahuan peserta didik akan
terganggu.
dari sisi pendidik menurut Lukas dkk (2005:70) adalah sebagai berikut:
(1)Anggapan pendidik bahwa ia hanyalah seorang penyaji atau
ia adalah pembawa berita tentang pengetahuan, (2)
Menyalahkan murid atau siswa karena ketidakmengertiannya,
(3) Menyalahkan peserta didik apabila mereka tidak belajar (4)
Pengabaian perbedaan proses pembentukan pengetahuan secara
individu, (5) Pendidik tidak mengajarkan bagian-bagian yang
sulit dari materi pengetahuan, (6) Melakukan tes yang tidak
mendeteksi adanya kekurangan pengertian murid, (7) Pendidik
lebih mementingkan target bahan yang diajarkan dari pada
pengertiannya, (8) Ketidakpercayaan pendidik bahwa
pengalaman atas pengetahuan peserta didik akan sangat
membantu untuk mereka mengerti lebih baik
peserta didik sudah menerima pengetahuan yang disajikan dan apakah mereka
3. Kendala ini bukan berarti pendidik tidak boleh menyalahkan peserta didik
dan peserta didik menjadi sesuatu yang tidak bisa dipersalahkan melainkan
membuktikan bahwa setiap saat seseorang selalu belajar dan kalau mereka
belajar bahwa pengetahuan tersebut tidak berdampak atas dirinya. Kalau hal
ini terjadi maka pendidik sebaiknya mengerti keadaan peserta didik demikian
tidaklah sama. Jadi kunci penyelesaian ini kembali adalah sebaiknya mengerti
5. Hal ini disebabkan pendidik mengetahui bahwa bagian tersebut memang sulit
dan menganggap tidak mampu diserap oleh peserta didik. Ini akan berdampak
6. Hal ini akan berdampak walaupun peserta didik dapat mengerjakan tes yang
analisis akan memerlukan waktu yang lebih banyak dan akan mengakibatkan
bahan tak tercukupi. Kasus ini banyak sekali dijumpai dan penyelesaiannya
matang.
8. Hal ini jarang sekali disadari oleh pendidik yang mendidik dengan metode
satu arah. Pendidik tidak yakin apabila peserta didik saling membagi
pengetahuannya.
Hal mutlak yang harus terjadi di dalam sebuah kelas adalah terjadinya
melalui kegiatan atau prosedur baik latihan di dalam laboratorium maupun dalam
lingkungan alamiah.
kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak dia
masih bayi hingga ke liang lahat nanti. Salah satu pertanda bahwa seseorang telah
siswa dengan asas pendidikan dan teori belajar dengan komunikasi dua arah .
suatu proses yang terjadi di dalam maupun di luar kelas dengan tujuan
masing siswa. Untuk menentukan jenis dan tingkat kesulitan siswa serta faktor
eveluasi. Hal itu dilakukan agar guru dapat mengetahui seberapa banyak daya
serap yang diperoleh siswa setelah mempelajari materi pelajaran, sehingga pada
akhirnya guru dapat membuat kesimpulan mengenai hasil belajar siswa dan
yang tergolong hasil belajar kurang serta memberikan pengayaan bagi siswa yang
Dalam proses evaluasi digunakan tes sebagai tolok ukur yang mencakup
sebagainya.
konstruktivisme.
C. Kerangka Pikir
Penelitian ini berjudul Peningkatan Hasil Belajar IPA dengan
Makassar.
Faktor tersebut antara lain penggunaan alat peraga, lingkungan belajar dan
model pembelajaran ini, murid akan lebih mudah menemukan dan membangun
murid harus belajar dan bekerja tanpa bimbingan dan pengawasan dari guru,
dalam hal ini guru tetap memiliki posisi penting dalam mengarahkan untuk
mencapai kompetensi yang telah ditetapkan. Dari uraian ini dibuat skema
Proses Pembelajaran
Model Pembelajaran
Konstruksivisme
hasil belajar
IPA di kelas V meningkat
D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan uraian sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan adalah
sebagai berikut :
Jika menggunakan model pembelajaran konstruktivisme dalam
pembelajaran IPA di kelas V SDN Kaccia Kota Makassar, maka hasil belajar
murid meningkat.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
1. Pendekatan
2. Jenis Penelitian
masalah yang bersumber dari proses pembelajaran serta demi peningkatan hasil
yaitu :
1. Bersifat kolaboratif
2. Berfokus pada problem praktis
3. Penekanan pada pengembangan profesional, dan
4. Memerlukan adanya struktur proyek yang memungkinkan
partisipan untuk berkomunikasi.
B. Fokus Penelitian
pembelajaran dan hasil pembelajaran yang keduanya berkaitan dengan murid dan
guru.
1. Proses Pembelajaran
a. Murid
kelas V SDN Kaccia Kota Makassar yang terdiri dari 34 murid, laki-laki
b. Guru
2. Hasil Pembelajaran.
Hasil pembelajaran pada fokus penelitian ini adalah akan disajikan dalam
rendah yang sekelilingnya diominasi sawah tadah hujan. Secara geografis letak
SDN Kaccia berada di wilayah selatan Kota Makassar yang berbatasan dengan
proses pembelajaran.
4. Kepala sekolah dan guru bidang studi yang bersangkutan bersedia untuk
D. Unit Analisis
Unit analisis dalam penelitian ini adalah SDN Kaccia Kecamatan Tamalate
Kota Makassar, dengan subjek penelitian adalah murid kelas V SDN Kaccia yang
berjumlah 34 orang, terdiri dari 17 orang laki laki dan 17 orang perempuan
dengan latar belakang ekonomi keluarga menengah ke bawah dan latar pendidikan
orang tua siswa yang sebagian besar hanya lulusan sekolah dasar.
evaluasi.
instrumen yang utama dan instrumen penunjang. Instrumen utama penelitian ini
dilengkapi dengan pedoman pengamatan dan catatan lapangan. Hal ini berarti,
peneliti berfungsi sebagai instrumen utama karena merupakan orang yang paling
penelitian ini adalah (1) format observasi, (2) catatan lapangan, (3) dokumentasi,
F. Prosedur Penelitian
Salah satu desain rencana penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah penelitian tindakan kelas. Desain tindakan dipilih karena masalah yang
akan dipecahkan berasal dari praktik pembelajaran di kelas sebagai upaya untuk
pembelajaran IPA.
beberapa tahap. Seperti yang diajukan oleh Hopkins (Muslich, 2008:26), yang
menyatakan bahwa prosedur kegiatan penelitian ini terdiri dari 3 tahap, yaitu:
1. Perencanaan (plan)
3. Refleksi (reflective)
Plan
Reflective
Action and
Observation
Revised
Plan
Reflective
Action and
Observation
Revised
Plan
Reflective
Action and
Observation
Next on
(siklus) ulang. Apabila pada tindakan I sudah bisa mencapai tujuan yang
diinginkan maka langsung dapat ditarik kesimpulan, tetapi jika masih ada
kegiatan namun jika belum ada perubahan yang lebih baik, maka dapat ditambah
Tiap siklus terdiri dari beberapa tahap kegiatan sesuai hakekat penelitian.
a. Tahap perencanaan
Berdasarkan hasil studi pendahuluan, yaitu :
pembelajaran IPA
(2) Dari hasil wawancara dan hasil pengamatan proses pembelajaran IPA
dalam belajar.
(2) kompetensi dasar, (3) indikator, (4) tujuan, (5) materi pokok, (6)
(8) alat dan sumber belajar, (9) penilaian. Rancangan tindakan ini
pembelajaran Konstruktivisme.
pembelajaran Konstruktivisme.
3. Peneliti menyiapkan alat perekam data berupa pedoman observasi,
pengalaman murid.
Pelaksanaan Tindakan
yang telah disusun oleh peneliti dan guru, yaitu: (1) guru
Pelaksanaan observasi
selanjutnya.
siklus III.
materi dari berbagai sumber baik dari buku paket maupun dari buku
penunjang yang lainnya serta data hasil observasi direkam dalam format
c. Tahap refleksi
Pada tahap refleksi umumnya sama dengan apa yang dilakukan pada
Data hasil pengamatan dan tanggapan murid dianalisis secara kualitatif, data
sebagai berikut:
n
P = N x 100%
Keterangan : P : persentase
H. Kriteria Keberhasilan
minimal (KKM) yang ditetapkan adalah 65 untuk mata pelajaran IPA di Kelas V.
ini berarti jika murid telah mencapai nilai 65 dari skor ideal maka murid tersebut
dinyatakan telah lulus atau tuntas. Adapun kategori keberhasilan belajar murid
terdiri dari criteria tuntas dan tidak tuntas dapat dilihat dari tabel berikut:
64 Tidak tuntas
65 100 Tuntas
yang langsung diamati dengan menggunakan bantuan format observasi pada saat
lembar kerja murid dan pemberian tes pada setiap akhir pembelajaran.
Adapun skor atau nilai yang dapat diberikan untuk penilaian
kompetensi belajar murid menurut Nur Alim (2009 : 58) sebagai berikut :
A. 95 - 100 = istimewa
B. 75 - 94 = baik
C. 50 - 74 = cukup baik
D. 25 - 49 = kurang
E. 24 = kurang sekali
Tabel 3.2 Tingkat Kemampuan Murid
24 E Kurang sekali
25 49 D Kurang
50 74 C Cukup baik
75 94 B Baik
95 100 A Istimewa