Anda di halaman 1dari 6

Nama anggota kelompok :

Dimas Ariyadi 150341601768


Ira Hayani 150341601970
Nadia Puji 1503417298
RESUME 1 GENETIKA 1

PERCOBAAN GRIFFITH
Gen terletak pada kromosom. Komponen kimiawi kromosom, DNA dan
protein, perlu pembuktian yang mana yang merupakan materi genetik. Pada tahun
1928, Griffith mempelajari penyebab penyakit pneumonia (Pneumococcus) pada
mamalia, dengan menggunakan mutagen kimia untuk mengisolasi sifat bakteri
virulen yang dapat menyebabkan pneumonia (Diplococcus pneumoniae). Sifat
virulen memerlukan adanya kapsul polisakarida di sekitar bakteri. Mutan yang
jinak mengurangi kapsul tersebut. Griffith mempunyai 2 strain bakteri, yaitu yang
dapat menyebabkan penyakit dan lainnya tidak. Bakteri penyebab penyakit, ada 3
tipe, tipe I, II dan III, mempunyai ciri spesifik, yaitu adanya kapsul yang
menyelubungi seluruh sel. Strain R sebagai suatu mutan yang tidak memiliki
kapsul dan bersifat non-patogen. Strain S sebagai bakteri Diplococcus
pneumoniae yang bersifat patogen dan terlindung oleh kapsul kekebalan tubuh
Eksperimen yang dilakukan :
1. Injeksi tikus dengan strain S, hasilnya yaitu tikus mati.
2. Injeksi tikus dengan strain R, hasilnya yaitu tikus hidup.
3. Injeksi tikus dengan strain S yang sudah dibunuh dengan panas, hasilnya
yaitu tikus hidup.
4. Injeksi tikus dengan mencampurkan strain S yang sudah dibunuh dengan
strain R hidup, hasilnya yaitu tikus mati, diperoleh strain S yang hidup
Griffith menyimpulkan bahwa molekul dari sel-sel S yang mati secara
genetika telah mentransformasi beberapa bakteri R yang hidup menjadi bakteri S.
Eksperimen Griffith ini kemudian dijadikan bukti awal adanya materi genetik
yang terkandung di dalam sel
PERCOBAAN HERSHEY DAN CHASE
Pada tahun 1952, Hershey dan M. Chase mempublikasikan hasil
percobaaannya yang membuktikan bahwa DNA merupakan materi genetik.
Percobaan tersebut menunjukkan bahwa informasi genetik dari virus bakteri
tertentu (bakteriofage T2) terdapat dalam DNA. Hershey dan Chase menggunakan
bakteri E.Coli sebagai sel inang. Dasar dari percobaan Hershey dan Chase yaitu
bahwa DNA mengandung fosfor tetapi tidak mengandung sulfur, sedangkan
protein mengandung sulfur tetapi tidak mengandung fosfor. Jadi Hershey dan
Chase melakukan dua tahap percobaan, yaitu dengan memberi label yang spesifik
pada: 1) DNA fage yang ditumbuhkan dalam medium yang mengandung isotop
radioactive dari fosfor (32P), didalam isotop normal 31P atau 2) Mantel protein fage
ditumbuhkan dalam medium yang mengandung sulfur radioactive (35S), didalam
isotop normal yaitu 32S.
Kedua partikel T2 tersebut masing-masing dicampur dengan sel E.Coli
35
kemudian untuk partikel T2 fage yang berlabel S, sel E.Coli yang terinfeksi
ditemukan bahwa sebagian besar dari protein yang mengandung radioactivity
sulfur masuk ke sel E.Coli tanpa mempengaruhi produksi progeny fage.
Sedangkan pada T2 fage yang berlabel 32P pada pokoknya semua radioaktif fosfor
yang ditemukan di dalam sel E.Coli dan merusak kerja dari DNA E.Coli.
Kemudiaan kedua campuran tersebut dipisahkan dari bakteri E.Coli yang telah
terinfeksi dengan sentrifus. Pada label 35S endapannya berupa sel inang. Sebagian
besar radioaktivitasnya ditemukan didalam supernatan yang mengandung partikel-
partikel virus bukan bakteri.
Sebaliknya, pada percobaan dengan isotop radioaktif fosfor ditemukan paling
banyak radioaktif adalah materi bakterial.Hasil ini mengindikasikan bahwa DNA
dari virus memasuki sel inang, sedangkan mantel protein tetap diluar sel.

PERTANYAAN HERSHEY DAN CHASE

1. Mengapa pada percobaan Hershey dan Chase menggunakan bakteri E.Coli


sebagai sel inang?
Jawab: karena di dalam bakteri E.Coli, virus yang digunakan oleh Hershey
dan Chase yaitu bakteriofage T2 dapat bereproduksi dengan baik didalam
bakteri E.Coli setelah menginfeksi

Protein (bukan DNA) mengandung unsur belerang dan unsure-unsur radioaktif


yang digunakan dalam percobaan ini hanya masuk kedalam protein dari faga
tersebut. Pada DNA dapat ditemukan unsur fosfor, dan unsur ini tidak ditemukan
pada asam amino yang merupakan komponen dasar protein.

Hasil percobaan menunjukkan bahwa virus Fag T2 menyuntikkan bahan genetik


berupa DNA kedalam tubuh inangnya dengan selubung proteinnya tetap berada
diluar. Selanjutnya, DNA yang merupakan bahan genetik dari virus akan merusak
kerja dari DNA bakteri E. Coli, sehingga DNA virus dapat mengendalikan kerja
tubuh bakteri. Pengalihan perintah kerja oleh bahan genetik ini digunakan untuk
memperbanyak jumlah DNA virus.

Para saintis dapat menemukan (pada percobaan dengan isotop radioaktif belerang)
bahwa yang masuk kedalam tubuh inang hanyalah materi genetiknya (DNA) saja
didasari pada pellet dan supernatant larutan tadi. Sebagian besar radioaktivitasnya
ditemukan didalam supernatan yang mengandung partikel-partikel virus bukan
bakteri.
Sebaliknya, pada percobaan dengan isotop radioaktif fosfor ditemukan paling
banyak radioaktif adalah materi bakterial. Pada saat bakteri yang terinfeksi
dilepasakan kembali kedalam medium kultur, tetap saja infeksi oleh virus terus
terjadi dan E. Coli melepaskan Fag-fag yang mengandung sejumlah fosfor
radioaktif.
Kesimpulannya, percobaan yang dilakukan oleh Hershey dan Chase membuktikan
bahwa DNA virus masuk kedalam tubuh bakteri E. Coli, sedangkan sebagian
besar protein virus tetap berada diluar. Masuknya materi genetik kedalam tubuh
bakteri akan menyebabkan terjadinya kerusakan program genetik bakteri karena
diambil alih oleh DNA virus. Hal ini menyebabkan virus dapat dengan mudah
memperbanyak diri selama didalam tubuh bakteri. Percobaan Hershey dan Chase
memberikan bukti kuat bahwa asam nukleat (bukan protein) merupakan materi
hereditas.
RNA sebagai Materi Genetik pada Virus-Virus Kecil

Karena telah banyak virus yang diidentifikasi dan dipelajari, menjadi jelas
bahwa banyak dari mereka mengandung RNA dan protein tetapi tidak punya
DNA. Penemuan pertama yang menyatakan mengenai RNA bahwa materi genetik
ada di dalam RNA virus yang disebut percobaan rekonstitusi oleh H. Fraenkel-
Conrat dan B.Singer yang dipublikasikan tahun 1957. Telah dilakukan percobaan
oleh Fraenkel-Conrat dan Singer dengan Tobacco Mosaic Virus (TMV), sebuah
virus kecil yang terdiri dari molekul tunggal RNA yang tidak dibungkus di dalam
mantel protein. Perbedaan strain dari TMV dapat diidentifikasi atas dasar
perbedaan komposisi kimia pada mantel protein. Dengan menggunakan perlakuan
kimia yang sesuai, dapat memisahkan mantel protein TMV dari RNA.

Fraenkel Conrat dan Singer mengambil 2 strain TMV yang berbeda,


memisahkan RNAs dari mantel protein dan merekonstitusi virus-virus dengan
menggabungkan strain protein pertama dengan RNA strain kedua dan sebaliknya.
Ketika gabungan virus digunakan untuk menginfeksi daun tembakau, hasil
keturunan virus menunjukkan bahwa fenotip dan genotip identik dengan strain
induk asal dari mana RNA yang diperoleh, oleh karena itu, informasi genetik
TMV disimpan di dalam RNA bukan protein.

Pertanyaan !!!

1. Bagaimanakah prinsip percobaan Fraenkel-Conrat dan B.Singer ?

Jawab :

RNA TMV strain A digabungkan dengan mantel protein TMV strain B, begitu
pula sebaliknya, RNA TMV strain B digabungkan dengan mantel protein TMV
strain A. Kedua TMV hasil gabungan kemudian diinfeksikan ke daun tembakau
agar mengalami penggandaan yang akan menunjukkan gelaja pada daun
(keturunan) yaitu sama dengan indukan TMV strain A jika RNA berasal dari strain
A dan sebaliknya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa materi genetik TMV
disimpan di RNA bukan di dalam mantel protein.

2. Mengapa pada percobaan Fraenkel-Conrat dan B. Singer menggunakan TMV ?


Jawab :

Karena TMV adalah virus penyebab penyakit pada tanaman tembakau yang
memiliki RNA serta komponen lainnya yang menyusun yaitu protein yang akan
membentuk konfigurasi spiral. Berbeda dengan organisme pada umumnya yang
memiliki DNA sebagai materi genetiknya tetapi virus yang menginfeksi bakteri,
hewan atau tumbuhan memiliki RNA. Sehingga untuk mengetahui diantara kedua
makromolekul tersebut yang berperan sebagai materi genetik, maka dilakukan
percobaan dengan virus yang mempunyai RNA salah satunya adalah TMV.

PERTANYAAN DAN JAWABAN

1. Dari hasil otopsi pada percobaan keempat dimana Griffith mencampur bakteri
tipe S yang telah mati (pemanasan) dengan bakteri tipe R yang kemudian
disuntikan pada tikus, mengapa ditemukan banyak bakteri tipe S pada tikus
tersebut ? Jelaskan

Jawab: Pada hasil percobaan terakhir Griffith, terdapat substansi yang berasal
dari bakteri tipe S yang sudah mati, mengubah sel bakteri tipe R menjadi
bentuk bakteri virulen (tipe S). Sifat patogenitas yang dimiliki bakteri tipe R ini
ternyata diwariskan ke semua keturunannya. Dapat dikatakan bahwa bakteri
galur IIIS yang telah dimatikan memiliki peran dalam mengkonversi bakteri
avirulen IIR menjadi IIIS. Peristiwa konversi tersebut disebut dengan
transformasi, dimana terdapat beberapa bahan komponen kapsula polisakarida
atau beberapa senyawa yang dibutuhkan untuk sintesis kapsula yang menjadi
bahan utama untuk terjadinya transformasi meskipun kapsula itu sendiri tidak
dapat menyebabkan pneumonia. Bahan atau komponen kapsula polisakarida
yang ditransformasi ke sel IIR menimbulkan reaksi enzimatis yang berakhir
dengan sintesis kapsula polisakarida tipe IIIS sehingga menjadi bersifat
virulen.
2. Bagaiamankah Griffith mempelajari mengenai perbedaan strain Diplococcus
pneumoniae dan mengapa terdapat jenis yang ganas (penyebab penyakit) dan
ada yang tidak ganas ? Jelaskan!

Jawab: Dalam percobaannya, Griffith telah berhasil mengisolasi beberapa


strain yang berbeda dari Diplococcus pneumoniae (tipe I, II, III, dan
sebagainya). Strain yang virulen (dapat menyebabkan penyakit) memiliki
polisakarida coat atau kapsul yang ketika dibiakkan pada medium agar
lempeng muncul koloni bakteri halus (S) sedangkan strain yang avirulen tidak
memiliki kapsul yang ketika dibiakkan pada medium agar lempeng akan
muncul koloni bakteri kasar (R). Masing-masing strain memiliki lusinan tipe
berdasar reaksi serologinya, atau disebut serotype. Griffith menggunakan tipe
IIR (avirulen) dan tipe IIIS (virulent).

Anda mungkin juga menyukai