LUKA BAKAR
I. Konsep Penyakit
1.1 Definisi / Deskripsi
Luka bakar adalah rusak atau hilangnya jaringan yang disebabkan
kontak dengan sumber panas seperti kobaran api di tubuh (flame), jilatan
api ke tubuh (flash), terkena air panas (scald), tersentuh benda panas
(kontak panas), akibat sengatan listrik, akibat bahan-bahan kimia,
serta sengatan matahari (sunburn) (Moenadjat, 2001).
Luka bakar adalah luka yang di sebakan oleh kontak dengan suhu
tinggi seperti api,air panas,listrik,bahan kimia dan radiasi; juga oleh sebab
kontak dengan suhu rendah,luka bakar ini bisa menyebabkan kematian
,atau akibat lain yang berkaitan dengan problem fungsi maupun estetika.
(Kapita Selekta kedokteran edisi 3 jilid 2)
1.2 Etiologi
Luka bakar pada kulit bisa disebabkan karena panas, dingin ataupun zat
kimia. Ketika kulit terkena panas, maka kedalaman luka akan dipengaruhi
oleh derajat panas, durasi kontak panas pada kulit dan ketebalan kulit
(Schwarts et al, 1999).
Tipe luka bakar:
a. Luka Bakar Termal (Thermal Burns)
Luka bakar termal biasanya disebabkan oleh air panas (scald) , jilatan
api ke tubuh (flash), kobaran apai di tubuh (flame) dan akibat terpapar
atau kontak dengan objek-objek panas lainnya (misalnya plastik logam
panas, dll.) (Schwarts et al, 1999).
b. Luka Bakar Kimia (Chemical Burns)
Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali yang
biasa digunakan dalam bidang industri, militer, ataupun bahan
pembersih yang sering dipergunakan untuk keperluan rumah tangga
(Schwarts et al, 1999).
c. Luka Bakar Listrik (Electrical Burns)
Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api dan
ledakan. Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang
memiliki resistensi paling rendah; dalam hal ini cairan. Kerusakan
terutama pada pembuluh darah, khususnya tunika intima, sehingga
menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal. Seringkali kerusakan
berada jauh dari lokasi kontak, baik kontak dengan sumber arus
maupun ground (Moenadjat, 2001).
d. Luka Bakar Radiasi (Radiation Exposure)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber
radioaktif. Tipe injuri ini sering disebabkan oleh penggunaan radioaktif
untuk keperluan terapeutik dalam dunia kedokteran dan industri.
Akibat terpapar sinar matahari yang terlalu lama juga dapat
menyebabkan luka bakar radiasi (Gillespie, 2009).
1.4 Patofisiologi
Luka bakar suhu pada tubuh terjadi baik karena konduksi panas
langsung atau radiasi elektromagnetik. Sel-sel dapat menahan temperatur
sampai 44C tanpa kerusakan bermakna, kecepatan kerusakan jaringan
berlipat ganda untuk tiap derajat kenaikan temperatur. Saraf dan pembuluh
darah merupakan struktur yang kurang tahan terhadap konduksi panas
(Sabiston,1995). Kerusakan pembuluh darah ini mengakibatkan cairan
intravaskuler keluar dari lumen pembuluh darah; dalam hal ini bukan
hanya cairan tetapi juga plasma (protein) dan elektrolit. Pada luka bakar
ekstensif dengan perubahan permeabilitas yang hampir menyeluruh,
penimbunan jaringan masif di intersisiel menyebabkan kondisi
hipovolemik. Volume cairan intravaskuler mengalami defisit, timbul
ketidakmampuan menyelenggarakan proses transportasi oksigen ke
jaringan. Kondisi ini dikenal dengan sebutan syok (Moenadjat, 2001).
Luka bakar secara klasik dibagi atas derajat I, II, dan III.
Penggunaan sistem klasifikasi ini dapat memberikan gambaran klinik
tentang apakah luka dapat sembuh secara spontan ataukah membutuhkan
cangkokan. Kedalaman luka tidak hanya bergantung pada tipe agen bakar
dan saat kontaknya, tetapi juga terhadap ketebalan kulit di daerah luka
(Sabiston, 1995).
1.6 Komplikasi
a. Infeksi
Infeksi merupakan masalah utama. Bila infeksi berat, maka penderita
dapat mengalami sepsis. Berikan antibiotika berspektrum luas, bila
perlu dalam bentuk kombinasi. Kortikosteroid jangan diberikan karena
bersifat imunosupresif (menekan daya tahan), kecuali pada keadaan
tertentu, misalnya pda edema larings berat demi kepentingan
penyelamatan jiwa penderita.
b. Curlings ulcer (ulkus Curling)
Ini merupakan komplikasi serius, biasanya muncul pada hari ke 510.
Terjadi ulkus pada duodenum atau lambung, kadang-kadang dijumpai
hematemesis. Antasida harus diberikan secara rutin pada penderita luka
bakar sedang hingga berat. Pada endoskopi 75% penderita luka bakar
menunjukkan ulkus di duodenum.
c. Gangguan Jalan nafas
Paling dini muncul dibandingkan komplikasi lainnya, muncul pada
hari pertama. Terjadi karena inhalasi, aspirasi, edema paru dan infeksi.
Penanganan dengan jalan membersihkan jalan nafas, memberikan
oksigen, trakeostomi, pemberian kortikosteroid dosis tinggi dan
antibiotika.
d. Konvulsi
Komplikasi yang sering terjadi pada anak-anak adalah konvulsi. Hal
ini disebabkan oleh ketidakseimbangan elektrolit, hipoksia, infeksi,
obat-obatan (penisilin, aminofilin, difenhidramin) dan 33% oleh sebab
yang tak diketahui.
e. Kontraktur
Merupakan gangguan fungsi pergerakan
f. Ganguan Kosmetik akibat jaringan parut
1.7 Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan Konservatif
a. Pre Hospital
Seorang yang sedang terbakar akan merasa panik, dan akan belari
untuk mencari air. Hal ini akan sebaliknya akan memperbesar
kobaran api karena tertiup oleh angin. Oleh karena itu, segeralah
hentikan (stop), jatuhkan (drop), dan gulingkan (roll) orang itu agar
api segera padam. Bila memiliki karung basah, segera gunakan air
atau bahan kain basah untuk memadamkan apinya. Sedanguntuk
kasus luka bakar karena bahan kimia atau benda dingin, segera
basuh dan jauhkan bahan kimia atau benda dingin. Matikan sumber
listrik dan bawa orang yang mengalami luka bakar dengan
menggunakan selimut basah pada daerah luka bakar. Jangan
membawa orang dengan luka bakar dalam keadaan terbuka karena
dapat menyebabkan evaporasi cairan tubuh yang terekspose udara
luar dan menyebabkan dehidrasi. Orang dengan luka bakar
biasanya diberikan obat-obatan penahan rasa sakit jenis analgetik :
Antalgin, aspirin, asam mefenamat samapai penggunaan morfin
oleh tenaga medis
b. Hospital
1. Resusitasi A, B, C.
Setiap pasien luka bakar harus dianggap sebagai pasien trauma,
karenanya harus dicek Airway, breathing dan circulation-nya
terlebih dahulu.
a) Airway - apabila terdapat kecurigaan adanya trauma
inhalasi, maka segera pasang Endotracheal Tube (ET).
Tanda-tanda adanya trauma inhalasi antara lain adalah:
riwayat terkurung dalam api, luka bakar pada wajah, bulu
hidung yang terbakar, dan sputum yang hitam.
b) Breathing - eschar yang melingkari dada dapat menghambat
gerakan dada untuk bernapas, segera lakukan escharotomi.
Periksa juga apakah ada trauma-trauma lain yang dapat
menghambat gerakan pernapasan, misalnya pneumothorax,
hematothorax, dan fraktur costae
c) Circulation - luka bakar menimbulkan kerusakan jaringan
sehingga menimbulkan edema. pada luka bakar yang luas
dapat terjadi syok hipovolumik karena kebocoran plasma
yang luas. Manajemen cairan pada pasien luka bakar, ada 2
cara yang lazim dapat diberikan yaitu dengan Formula
Baxter dan Evans
2. Resusitasi Cairan
Dua cara yang lazim digunakan untuk menghitung kebutuhan
cairan pada penderita luka bakar yaitu :
a) cara Evans
Untuk menghitung kebutuhan pada hari pertama hitunglah :
Berat badan (kg) X % luka bakar X 1cc Nacl
Berat badan (kg) X % luka bakar X 1cc larutan koloid
3.2000cc glukosa 5%
Separuh dari jumlah (1). (2), (3) diberikan dalam 8 jam
pertama. Sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada
hari kedua diberikan setengah jumlah cairn hari pertama.
Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan yang
diberikan hari kedua. Sebagai monitoring pemberian
lakukan penghitungan diuresis.
b) cara Baxter
Merupakan cara lain yang lebih sederhana dan banyak
dipakai. Jumlah kebutuhan cairan pada hari pertama
dihitung dengan rumus :
2) Penatalaksanaan Pembedahan
Eskaratomi dilakukan juga pada luka bakar derajat III yang
melingkar pada ekstremitas atau tubuh. Hal ini dilakukan untuk
sirkulasi bagian distal akibat pengerutan dan penjepitan dari eskar.
Tanda dini penjepitan berupa nyeri, kemudian kehilangan daya rasa
menjadi kebal pada ujung-ujung distal. Tindakan yang dilakukan
yaitu membuat irisan memanjang yang membuka eskar sampai
penjepitan bebas.
Debirdemen diusahakan sedini mungkin untuk membuang
jaringan mati dengan jalan eksisi tangensial. (Arif, 2000)
1.8 Pathway
II. Rencana Asuhan Klien Dengan Gangguan
2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat Keperawatan
A. Keluhan utama/alasan masuk RS
Keluhan utama yang perlu ditanyakan adalah keluhan atau
gejala apa yang menyebabkan klien berobat atau keluhan apa
atau gejala saat awal dilakukan pengkajian pertama kali.
(Alimut, Aziz. 2004)
Pada kasus kegawatdaruratan akronim PQRST ini digunakan
untuk mengkaji keluhan nyeri pada pasien yang meliputi :
1. Provokes/palliates : apa yang menyebabkan nyeri apakah
karna luka bakar karna kimia, radiasi, termal atau listrik?
Apa yang membuat nyerinya lebih baik? apa yang
menyebabkan nyerinya lebih buruk? apa yang anda
lakukan saat nyeri? apakah rasa nyeri itu membuat anda
terbangun saat tidur?
2. Quality : bisakah anda menggambarkan rasa nyerinya?
apakah seperti diiris, tajam, ditekan, ditusuk tusuk, rasa
terbakar, kram, kolik, diremas? (biarkan pasien
mengatakan dengan kata-katanya sendiri.
3. Radiates : apakah nyerinya menyebar ? Menyebar
kemana ? Apakah nyeri terlokalisasi di satu titik atau
bergerak ?
4. Severity : seberapa parah nyerinya? Dari rentang skala
0-10 dengan 0 tidak ada nyeri dan 10 adalah nyeri hebat
5. Time : kapan nyeri itu timbul?, apakah onsetnya cepat
atau lambat? Berapa lama nyeri itu timbul? Apakah terus
menerus atau hilang timbul?apakah pernah merasakan
nyeri ini sebelumnya?apakah nyerinya sama dengan
nyeri sebelumnya atau berbeda
B. Pengkajian primer
1. Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa
responsivitas pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk
memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas. Seorang
pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafas
pasien terbuka (Thygerson, 2011). Pasien yang tidak sadar
mungkin memerlukan bantuan airway dan ventilasi. Tulang
belakang leher harus dilindungi selama intubasi endotrakeal
jika dicurigai terjadi cedera pada kepala, leher atau dada.
Obstruksi jalan nafas paling sering disebabkan oleh obstruksi
lidah pada kondisi pasien tidak sadar (Wilkinson & Skinner,
2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien
antara lain :
a. Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat
berbicara atau bernafas dengan bebas? Pada kasus luka
bakar kaji jalan pernafasan apakah terdapat cilia pada
saluran pernafasan mengalami kerusakan yang disebabkan
oleh asap atau inhalasi.
b. Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien
antara lain:
Adanya snoring atau gurgling
Stridor atau suara napas tidak normal
Agitasi (hipoksia)
Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest
movements
Sianosis
c. Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas
bagian atas dan potensial penyebab obstruksi :
Muntahan
Perdarahan
Gigi lepas atau hilang
Gigi palsu
Trauma wajah
d. Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas
pasien terbuka.
e. Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu
pada pasien yang berisiko untuk mengalami cedera tulang
belakang.
f. Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan
nafas pasien sesuai indikasi :
Chin lift/jaw thrust
Lakukan suction (jika tersedia)
Oropharyngeal airway atau nasopharyngeal
airway, Laryngeal Mask Airway
Lakukan intubasi
2. Breathing (Pernafasan)
Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan
jalan nafas dan keadekuatan pernafasan pada pasien. Jika
pernafasan pada pasien tidak memadai, maka langkah-langkah
yang harus dipertimbangkan adalah: dekompresi dan drainase
tension pneumothorax/haemothorax,closure of open chest
injury dan ventilasi buatan (Wilkinson & Skinner, 2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada
pasien antara lain :
a. Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi
dan oksigenasi pasien.
Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting.
Apakah ada tanda-tanda sebagai berikut :
cyanosis, penetrating injury, flail chest, sucking chest
wounds, dan penggunaan otot bantu pernafasan yanbg
disebabkan karna trauma inhalasi.
Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur
ruling iga, subcutaneous emphysema, perkusi berguna
untuk diagnosis haemothorax dan pneumotoraks.
Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.
b. Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada
pasien jika perlu.
c. Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji
lebih lanjut mengenai karakter dan kualitas pernafasan
pasien.
d. Penilaian kembali status mental pasien.
e. Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
f. Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat
dan atau oksigenasi:
Pemberian terapi oksigen
Bag-Valve Masker
Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi
penempatan yang benar), jika diindikasikan
Catatan : defibrilasi tidak boleh ditunda
untuk advanced airway procedures
g. Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa
lainnya dan berikan terapi sesuai kebutuhan.
3. Circulation
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi
pasien, antara lain :
a. Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
b. CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk
digunakan.
c. Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan
dengan pemberian penekanan secara langsung.
d. Palpasi nadi radial jika diperlukan:
Menentukan ada atau tidaknya
Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
Regularity
e. Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi
atau hipoksia (capillary refill).
f. Lakukan treatment terhadap hipoperfusi
C. Pengkajian sekunder
Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang
dilakukan secara head to toe, dari depan hingga belakang.
Secondary survey hanya dilakukan setelah kondisi pasien mulai
stabil.
1. Anamnesis
Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis
riwayat pasien yang merupakan bagian penting dari pengkajian
pasien. Riwayat pasien meliputi keluhan utama, riwayat
masalah kesehatan sekarang, riwayat medis, riwayat keluarga,
sosial, dan sistem. (Emergency Nursing Association, 2007).
Pengkajian riwayat pasien secara optimal harus diperoleh
langsung dari pasien, jika berkaitan dengan bahasa,
budaya, usia, dan cacat atau kondisi pasien yang terganggu,
konsultasikan dengan anggota keluarga, orang terdekat, atau
orang yang pertama kali melihat kejadian. Anamnesis yang
dilakukan harus lengkap karena akan memberikan gambaran
mengenai cedera yang mungkin diderita, seperti terbakar dalam
ruangan tertutup: cedera inhalasi, keracunan CO.
Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang
bisa didapat dari pasien dan keluarga (Emergency Nursing
Association, 2007):
A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan,
plester, makanan)
M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum
seperti sedang menjalani pengobatan hipertensi, kencing
manis, jantung, dosis, atau penyalahgunaan obat
P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti
penyakit yang pernah diderita, obatnya apa, berapa
dosisnya, penggunaan obat-obatan herbal)
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja
dikonsumsi, dikonsumsi berapa jam sebelum kejadian,
selain itu juga periode menstruasi termasuk dalam
komponen ini)
E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab
cedera (kejadian yang menyebabkan adanya keluhan utama)
2.3 Perencanaan
2.3.1 Diagnosa 1 : Nyeri Akut
Tujuan dan kriteria hasil : NOC
Pain level
Pain control
Comfort level
Kriteria hasil
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan tekhnik nonfarmakologi untuk mengurangi
nyeri, mencari bantuan)
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri
Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan
tanda nyeri)
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Intervensi keperawatan : NIC
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan factor
presipitasi
Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
Gunakan tekhnik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
dukungan
Ajarkan tentang tekhnik nonfarmakologi
Kolaborasi pemberian analgetik
DAFTAR PUSTAKA