2.EPIDEMIOLOGI
Kasus HIV/AIDS di Indonesia pertama kali ditemukan pada tahun 1987 di Bali, akan
tetapi penyebaran HIV di Indonesia meningkat setelah tahun 1995. Hal ini dapat dilihat
pada tes penapisan darah donor yang positif HIV meningkat dari 3 per 100.000 kantong
pada tahun 1994 menjadi 4 per 100.000 kantong pada tahun 1998, kemudian menjadi 16
per 100.000 kantong pada tahun 2000. Peningkatan 5 kali lebih tinggi dalam waktu 6
tahun, dimana pada tahun 2000 terjadi peningkatan penyebaran epidemik secara nyata
melalui pekerja seks seperti data dari Tanjung Balai Karimun Riau menunjukan pada tahun
1995 hanya ditemukan 1% pekerja seks yang HIV positif, akan tetapi pada tahun 2000
angka itu meningkat menjadi 8,38%. Di Merauke prevalensi HIV pada pekerja seks amat
tinggi yaitu 26,5% sedangkan di Jawa Barat 5,5% dan di DKI Jakarta 3,36%. Sejak tahun
1999 terjadi fenomena baru penyebaran HIV/AIDS yaitu infeksi HIV mulai terlihat pada
para pengguna narkoba suntik (IDU/Injecting Drug User).Penularan pada kelompok IDU
terjadi secara cepat karena penggunaan jarum suntik bersama, sebagai contoh pada tahun
1999 hanya 18% IDU yang dirawat di RSKO Jakarta terinfeksi HIV, akan tetapi tahun 2000
angka tersebut meningkat dengan cepat menjadi 40% dan pada tahun 2001 menjadi 48%.
Hampir semua propinsi di Indonesia telah melaporkan infeksi HIV, dan fakta baru pada
tahun 2002 menunjukan bahwa penularan infeksi HIV telah meluas ke rumah tangga.
Dalam laporan Eksekutif Menkes RI tentang ancaman HIV/AIDS di Indonesia (KPA
Nasional 2002) dinyatakan bahwa pada tahun 2002 jumlah orang rawan tertular HIV di
Indonesia diperkirakan 13 juta sampai 20 juta orang dan jumlah orang dengan HIV/AIDS
diperkirakan antara 90.000-130.000 orang. Pada dasarnya pemahaman tentang epidemik
HIV/AIDS di Indonesia dapat diikuti secara lebih mendalam melalui hasil pengamatan
maupun surveilans HIV/AIDS yang dilakukan pada kelompok penduduk dengan risiko
tertular seperti pada pekerja seks, pengguna IDU, narapidana, donor darah, ibu hamil dan
sebagainya dan kasus HIV/AIDS ibarat gunung es yang semakin hari meningkat yang
dapat dilihat pada data berikut:
3. ETIOLOGI
AIDS disebabkan oleh HIV yang terdiri dari dua jenis yaitu HIV-1 dan HIV-2, dimana
pada HIV tipe -1 paling banyak ditemukan di daerah barat, Eropa, Asia, Afrika Tengah,
Selatan dan Timur dan HIV-2 terutama ditemukan di Afrika barat .
4. PATOFISIOLOGI
HIV sebagai retrovirus membawa materi genetik dalam asam ribonukleat (RNA),
dimana virion HIV (partikel virus yang lengkap di bungkus oleh selubung pelindung)
mengandung RNA dalam inti berbentuk peluru yang terpancung dan p24 merupakan
komponen struktural yang utama. Tombol yang menonjol lewat dinding virus terdiri atas
protein gp120 yang terkait pada protein gp41. Bagian yang secara selektif berikatan dengan
sel-sel CD4+ adalah gp120 dari HIV. Sel-sel CD4+ mencakup monosit, makrofag dan
limfosit T4 helper (sel yang paling banyak).Virus masuk ke dalam sel limposit (T4 helper)
dan mengikat membran sel T4 helper kemudian menginjeksikan dua utas benang RNA
yang identik ke dalam sel T4 helper. Dengan enzim reverse transcriptase, HIV akan
melakukan pemrograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat
double standed DNA dan disatukan ke dalam nukleus sel T4 sebagai provirus kemudian
terjadi infeksi yang permanent. Di dalam sel virus berkembang biak dan pada akhirnya
menghancurkan sel serta melepaskan partikel virus yang baru. Partikel virus yang baru
kemudian menginfeksi limfosit lainnya dan menghancurkannya dengan menempel pada
limfosit yang memiliki suatu reseptor protein yang disebut CD4 yang terdapat di selaput
bagian luar. Sel-sel yang memiliki reseptor CD4 disebut sel CD4+ atau limposit T penolong
yang berfungsi mengaktifkan dan mengatur sel-sel lainnya pada sistem kekebalan
(Limposit B, Makrofag, Limposit T sitotoksik ) yang kesemuanya membantu
menghancurkan sel-sel ganas dan organisme asing.Infeksi HIV menyebabkan hancurnya
limfosit T penolong sehingga terjadi kelemahan sistem tubuh dalam melindungi dirinya
terhadap infeksi dan kanker, dimana infeksi pada sel helper T4 mengakibatkan limfofenia
berlebihan dengan penurunan fungsi termasuk penurunan respon terhadap antigen dan
kehilangan stimulus untuk aktivasi sel T dan B. Selain itu aktivitas sitotoksik sel pembunuh
T8 juga rusak dan kemampuan fungsi makrofag terganggu dengan penurunan fagositosis
dan hilangnya kemoktasis dan pada imunitas humoral terjadi penurunan respon antibodi
terhadap antigen dimana antibodi serum meningkat tetapi kemampuan fungsinya menurun
sehingga rentan terhadap infeksi oportunistik. Seseorang yang terinfeksi oleh HIV akan
kehilangan limfosit T penolong melalui 3 tahap selama beberapa bulan atau tahun :
a. Seseorang yang sehat memiliki limfosit CD4 sebanyak 800-1300 sel/mL darah.
Pada beberapa bulan pertama setelah terinfeksi HIV jumlahnya menurun sebanyak
40-50% dan selama bulan-bulan ini penderita bisa menularkan HIV kepada orang lain
karena banyak partikel virus yang terdapat di dalam darah. Meskipun tubuh berusaha
melawan virus tetapi tubuh tidak mampu meredakan infeksi.
b. Setelah sekitar 6 bulan kadar partikel virus yang tinggi dan kadar limfosit CD4+ yang
rendah membantu dalam menentukan orang-orang beresiko tinggi menderita AIDS.
c. 1-2 tahun sebelum terjadinya AIDS jumlah limfosit CD4+ biasanya menurun drastis, jika
kadarnya mencapai 200sel/ml darah maka penderita menjadi rentan terhadap infeksi dan
timbul penyakit baru yang menyebabkan virus berproliferasi dan menjadi infeksi yang
parah dimana terjadi infeksi oportunistik yang didiagnosis sebagai AIDS yang dapat
menyerang berbagai sistem organ seperti paru, gastrointestinal, kulit, dan sensori saraf.
Pada paru dapat terjadi peradangan dan terjadi peningkatan produksi mukus yang
menimbulkan masalah bersihan jalan nafas tidak efektif, perubahan pola nafas, gangguan
pola tidur dan nyeri. Pada peradangan dapat muncul masalah hipertermi. Pada
gastrointestinal terjadi diare dan jamur pada mulut yang memunculkan masalah diare,
kekurangan volume cairan dan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan. Pada neuro terjadi
penurunan fungsi transmiter sehingga timbul masalah perubahan proses pikir. Di kulit
terjadi lesi yang dapat memunculkan masalah nyeri dan kerusakan integritas kulit, pada
sistem sensori karena CMV yang dapat menurunkan fungsi penglihatan dan pada telinga
terjadi infeksi yang dapat menimbulkan pendengaran menurun sehingga dapat dimunculkan
masalah risiko cedera yang dapat dilihat pada WOC AIDS.
5. GEJALA KLINIS
Gejala klinis pasien dengan HIV AIDS sesuai dengan fase- fase infeksi sebagai berikut :
Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit pada infeksi HIV
primer akut yang lamanya 1-2 minggu, pasien akan merasakan sakit seperti flu. Dan di saat
fase supresi imun simtomatik (3 tahun) pasien akan mengalami demam,keringat malam hari,
penurunan BB, diare, neuropati, keletihan, ruam kulit, limpadenopati, perlambatan kognitif
dan lesi oral. Pada saat fase infeksi HIV menjadi AIDS (bervariasi 1-5 tahun) dari pertama
penentuan kondisi AIDS akan terdapat gejala infeksi oportunistik dengan manifestasi klinik
yang dapat mengenai setiap sistem organ seperti :
a..Manifestasi respitori :
* Infeksi karena PCP dengan gejala nafas pendek,sesak nafas, (dispnea), batuk-batuk, nyeri
dada dan demam.
* Kompleks mycobacreium avium yaitu infeksi oleh M.Avium intracellular,
M.scrofulaceum dengan keadaan umum yang buruk.
* Infeksi M.tuberculosis yaitu TB
b..Manifestasi gastrointestinal :
* Diare kronis,hepatitis,disfungsi biliari,penyakit anorektal mencakup hilangnya selera
makan,mual,vomitus,ekskoriasi kulit perianal,kelemahan dan ketidakmampuan untuk
melaksanakan kegiatan sehari-hari
* Kandidiasis oral
Terdapat lesi karena kandida yang ditandai oleh bercak-bercak putih seperti krim dalam
rongga mulut yang bila tidak diobati akan berlanjut mengenai esophagus dan lambung
dengan keluhan sulit menelan serta nyeri dan rasa sakit di balik sternum( nyeri
retrosternal)
* Sindrom pelisutan ( wasting syndrome ) yaitu penurunan BB yang tidak dikehendaki
melampui 10% dari BB dasar,diare yang kronis selama lebih dari 30 hari atau
kelemahan kronis dan demam kambuhan atau menetap tanpa adanya penyakit lain yang
dapat menjelaskan gejala ini.
c. Kanker :
* Sarcoma kaposi dengan tanda lesi kutaneus yang dapat timbul pada setiap bagian tubuh
biasanya berwarna merah muda kecoklatan hingga ungu gelap, lesinya dapat datar,atau
menonjol dan dikelilingi oleh ekimosis ( bercak-bercak perdarahan ) serta edema.
* Limfoma sel B sering dijumpai pada otak ,sum-sum tulang dan traktus
gastrointestinal.
d.. Manifestasi neururologik :
Komplikasi neurologik meliputi fungsi saraf sentral,perifer dan autonum dimana
gangguan ini dapat terjadi akibat efek langsung HIV pada jaringan saraf ,IO,neoplasma
primer atau metastatik,perubahan serebrovaskuler,ensefalopati metabolik atau
komplikasi skunder karena terapi.kompleks berupa:
* Ensefalopati HIV (kompleks dimensia AIDS) berupa sindrom klinis yang ditandai
penurunan progesif pada fungsi kognitif,perilaku dan motorik.Manifestasi dini
mencakup gangguan daya ingat,sakit kepala, kesulitan konsentrasi,konfusi
progesif,pelambatan psikomotorik,apatis dan ataksi.Stadium lanjut mencakup gangguan
kognitif global,kelambatan dalam respon verbal,gangguan afektif seperti pandangan
yang kosong, hiperrefleksi paraparesis spatik, psikosis,halusinasi, tremor,inkontinensia,
serangan kejang,mutisme .
* Meningitis kriptokokus yaitu infeksi jamur Cryptococcus neoform dengan gejala
demam, sakit kepala, malaise,kaku kuduk, mual,vomitus,perubahan status mental dan
kejang.
* Leukoensefalopati multifokal progresiva (PML) merupakan kelainan sistem saraf pusat
dengan demielinisasi yang disebabkan virus J.C manifestasi klinis dimulai dengan
konfusi mental dan mengalami perkembangan cepat yang pada akhirnya mencakup
gejala kebutaan,afasia,paresis .
* Mielopati vaskuler merupakan kelainan degeneratif yang mengenai kolumna lateralis dan
posterior medulla spinalis sehingga terjadi paraparesis spastik progresiva,ataksia serta
inkontinensia.
* Neuropati perifer yang berhubungan dengan HIV diperkirakan merupakan kelainan
demielisasi dengan disertai rasa nyei serta patirasa pada
ekstrimitas,kelemahan,penurunan reflkes tendon yang dalam ,hipotensi ortostik
g.. Manifestasi dermatologic :
* IO seperti herpes zoster dan herpes simpleks akan disertai dengan pembentukan vesikel
yang nyeri yang merusak integritas kulit
* Moluskum kontaiosum merupakan infeksi virus ditandai oleh pembentukan plak yang
disertai deformitas.
* Dermatitis seboroika akan disertai ruam yang difus,bersisik dengan indurasi yang
mengenai kulit kepala serta wajah.
* Folikulitis menyeluruh yang disertai dengan kulit kering dan mengelupas atau dengan
dermatitis atopik seperti eczema atau psoriasis.
h.. Sistem sensorik ;
* Pandangan : sarcoma Kaposi pada konjungtiva atau kelopak mata,retinitis sitomegalovitus
* Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media ,kehilangan pendengaran yang
berhubungan dengan mielopati,meningitis,sitomegalovirus dan reaksi reaksi obat.
6. CARA PENULARAN
HIV terjadi melalui kontak dengan cairan tubuh yang mengandung partikel virus,
yang ditularkan melalui cara:
a. Hubungan sex dengan penderita HIV (+)
b. Tranfusi darah yang terkontaminasi
c. Penggunaan jarum suntik bersama pada IDU
d. Ibu hamil yang HIV (+) ke bayi yang dikandung
e. Memberi ASI dari ibu yang HIV (+) ke bayi.
7. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik mencakup inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi dimana pada
pasien AIDS diterapkan universal precaution. Pemeriksaan fisik lengkap
harus dilakukan termasuk keadaan umum : kurus, sakit akut/kronis, lemah.
* Pemeriksaan funduskop, terutama pada pasien dengan penyakit HIV lanjut (mis. CD4
<100) sebagai skrining untuk retinitis CMV.
* Pemeriksaan mulut untuk mencari kandidiasis, oral hairy leukoplakia, penyakit gusi.
* Kelenjar getah bening: limfadenopati generalisata , kelenjar yang asimetris (kiri-kanan
tidak sama) atau yang cepat membesar dapat menunjukkan infeksi atau kanker yang
mendasari.
* Pemeriksaan kelamin dan dubur untuk mencari luka dalam atau luar misalnya herpes
atau kondilomata
* Pemeriksaan neurologis termasuk penilaian fungsi saraf perifer.
* Pemeriksaan kulit untuk mencari lesi kulit terkait HIV yang bermakna, termasuk
dermatitis seborea, psoriasis, folikulitis, sarkoma Kaposi, kutil umum, dan moluskum
kontagiosum.
* Palpasi abdomen untuk mencari organomegali.
* Auskultasi : untuk mencari rhonci/wheezing, suara jantung,peristaltik usus
* Perkusi untuk mendeteksi adanya gas,cairan atau massa dimana bunyi dapat
timpani( normal), pekak, redup.
9. DIAGNOSIS
Diagnosis didasarkan pada riwayat klinis, identifikasi faktor risiko, pemeriksaan fisik,
bukti laboratorium yang menunjukkan disfungsi kekebalan, identifikasi antibodi HIV,
tandatanda serta gejala dan infeksi atau malignansi yang termasuk dalam sistem
klasifikasi CDC untuk infeksi HIV.
1.PENGKAJIAN
a. Pengumpulan Data
Pengkajian keperawatan mencakup pengumpulan data tentang faktor risiko, status
fisik/psikologis, pemeriksaan penunjang termasuk munculnya IO pada organ ataupun
kanker yang spesifik dimana pengumpulan data dasar dapat berpedoman pada rencana
asuhan keperawatan oleh Doenges, dkk. meliputi aktifitas/istirahat, sirkulasi, integritas ego,
eliminasi, makanan/cairan, hygiene, neurosensori, kenyamanan, pernafasan, keamanan,
seksualitas, interaksi sosial, pembelajaran dan data yang menyimpang dikelompokkan
menjadi data subyektif dan obyektif sebagai berikut :
1). Data Obyektif:
Penurunan BB yang signifikan,kelemahan otot,massa otot menurun,lesi di rectal /
perianal,perubahan karakteristik urin,turgor kulit buruk,lesi rongga mulut dan kulit
(rash,kering,iritasi), perubahan tanda vital, cemas, depresi, kebingungan, menarik
diri,feses encer,nyeri tekan abdominal, kejang ,perubahan bunyi nafas, takipnea, dispneu,
pembesaran kelenjar limpa/limpadenopati, konjungtiva pucat, muntah darah, peningkatan
suhu tubuh, albumin rendah, batuk, sputum, tampak lelah, tampak meringis,
ketidakmampuan melaksanakan ADL, menanyakan tentang penyakit, lab HIV (+),
penurunan CD4+/ sel T4, leucopenia.
2). Data Subyektif:
Menyatakan :tidak nafsu makan,mual,muntah,porsi makan tidak habis, diare kronis,
nyeri pada mulut dan sekitar anus, kesulitan menelan, mudah lelah, demam, sulit tidur,
sering terbangun, bab warna hitam, putus asa, mengingkari diagnosa, pusing, sakit kepala,
mudah lupa, sesak, nyeri dada, takut, tampak meringis, penurunan fungsi pendengaran,
penglihatan.
b. Analisa Data
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Hari
Tgl/ DIAGNOSA RENCANA RENCANA TINDAKAN RASIONAL
Jam PERAWATAN TUJUAN
4. EVALUASI
Evaluasi yang dilaksanakan pada asuhan keperawatan pasien dengan AIDS mengacu pada
tujuan yang telah dibuat yaitu :
1.Tindakan pencegahan penularan dapat dilakukan.
2. Diare dapat dikontrol
3. Suhu tubuh dalam batas normal.
4. Tidak terjadi infeksi.
5.Kurang volume cairan dapat diatasi.
6.Bersihan jalan nafas membaik.
7.Pola nafas efektif.
8.Perbaikan status nutrisi .
9.Tidak terjadi kerusakan integritas kulit lebih lanjut.
10.Aktifitas ditingkatkan sesuai kemampuan.
11.Pola tidur adekuat.
12.Nyeri berkurang bahkan hilang.
13.Ansites berkurang,koping efektif.
14.Peningkatan perasaan harga diri.
15.Tidak terjadi cedera.
16.Manajemen regimen efektif.
17.Orientasi realita dapat dipertahankan.
18.Mampu menerima keadaan diri.
19.Anemia terpantau dan tertanggulangi.
DAFTAR PUSTAKA
Capernito.L.J ( 2007) Buku Saku Diangnosa Keperawatan, Edisi 10, Jakarta, ECG
Doenges.M.E ( 1999 ) Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta, ECG
Elizabeth.J.Corwin (2000 ) Buku Saku Patofisiologi, Jakarta, ECG
Smelzer S.C ( 2001) Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, Jakarta,
ECG
Hudak&Gallo( 1996 ), Keperawatan Kritis , Jakarta, ECG
Dirjen P2M & Penyehatan Lingkungan Depkes R.I (2003), Pedoman Nasional Perawatan,
Dukungan dan Pengobatan Bagi ODHA, Jakarta, Depkes R.I
Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan Depkes ( 2006 ), Modul Pelatihan
Keperawatan, Pencegahan & Dukungan Pada ODHA.
Blog Master Keperawatan AIDS