Anda di halaman 1dari 32

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN AIDS

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. PENGERTIAN
AIDS (Aquired Immuno Deficiency Syndrome) adalah suatu penyakit yang disebabkan
oleh infeksi HIV (Human Immuno deficiency Virus) yang menyebabkan kolapsnya sistem
imun (Buku Saku Patofisiologi, Elizabeth J.Corwin, ECG, 2000).
CDC (Centers for Disease Control and Prevention) merekomendasikan bahwa diagnosis
AIDS ditujukan pada orang yang mengalami infeksi oportunistik, dimana orang tersebut
mengalami penurunan sistem imun yang mendasar (sel T berjumlah 200 atau kurang) dan
memiliki antibodi positif terhadap HIV.
(Rencana Asuhan Keperawatan, Marilynn E.Doenges, ECG,1999).
AIDS adalah sekumpulan gejala yang menunjukkan kerusakan daya tahan tubuh yang
diakibatkan oleh faktor luar (bukan dibawa sejak lahir) dan diartikan sebagai bentuk paling
berat dari keadaan sakit terus menerus yang berkaitan dengan infeksi HIV (Blog Master
Keperawatan AIDS)

2.EPIDEMIOLOGI
Kasus HIV/AIDS di Indonesia pertama kali ditemukan pada tahun 1987 di Bali, akan
tetapi penyebaran HIV di Indonesia meningkat setelah tahun 1995. Hal ini dapat dilihat
pada tes penapisan darah donor yang positif HIV meningkat dari 3 per 100.000 kantong
pada tahun 1994 menjadi 4 per 100.000 kantong pada tahun 1998, kemudian menjadi 16
per 100.000 kantong pada tahun 2000. Peningkatan 5 kali lebih tinggi dalam waktu 6
tahun, dimana pada tahun 2000 terjadi peningkatan penyebaran epidemik secara nyata
melalui pekerja seks seperti data dari Tanjung Balai Karimun Riau menunjukan pada tahun
1995 hanya ditemukan 1% pekerja seks yang HIV positif, akan tetapi pada tahun 2000
angka itu meningkat menjadi 8,38%. Di Merauke prevalensi HIV pada pekerja seks amat
tinggi yaitu 26,5% sedangkan di Jawa Barat 5,5% dan di DKI Jakarta 3,36%. Sejak tahun
1999 terjadi fenomena baru penyebaran HIV/AIDS yaitu infeksi HIV mulai terlihat pada
para pengguna narkoba suntik (IDU/Injecting Drug User).Penularan pada kelompok IDU
terjadi secara cepat karena penggunaan jarum suntik bersama, sebagai contoh pada tahun
1999 hanya 18% IDU yang dirawat di RSKO Jakarta terinfeksi HIV, akan tetapi tahun 2000
angka tersebut meningkat dengan cepat menjadi 40% dan pada tahun 2001 menjadi 48%.
Hampir semua propinsi di Indonesia telah melaporkan infeksi HIV, dan fakta baru pada
tahun 2002 menunjukan bahwa penularan infeksi HIV telah meluas ke rumah tangga.
Dalam laporan Eksekutif Menkes RI tentang ancaman HIV/AIDS di Indonesia (KPA
Nasional 2002) dinyatakan bahwa pada tahun 2002 jumlah orang rawan tertular HIV di
Indonesia diperkirakan 13 juta sampai 20 juta orang dan jumlah orang dengan HIV/AIDS
diperkirakan antara 90.000-130.000 orang. Pada dasarnya pemahaman tentang epidemik
HIV/AIDS di Indonesia dapat diikuti secara lebih mendalam melalui hasil pengamatan
maupun surveilans HIV/AIDS yang dilakukan pada kelompok penduduk dengan risiko
tertular seperti pada pekerja seks, pengguna IDU, narapidana, donor darah, ibu hamil dan
sebagainya dan kasus HIV/AIDS ibarat gunung es yang semakin hari meningkat yang
dapat dilihat pada data berikut:
3. ETIOLOGI
AIDS disebabkan oleh HIV yang terdiri dari dua jenis yaitu HIV-1 dan HIV-2, dimana
pada HIV tipe -1 paling banyak ditemukan di daerah barat, Eropa, Asia, Afrika Tengah,
Selatan dan Timur dan HIV-2 terutama ditemukan di Afrika barat .

4. PATOFISIOLOGI
HIV sebagai retrovirus membawa materi genetik dalam asam ribonukleat (RNA),
dimana virion HIV (partikel virus yang lengkap di bungkus oleh selubung pelindung)
mengandung RNA dalam inti berbentuk peluru yang terpancung dan p24 merupakan
komponen struktural yang utama. Tombol yang menonjol lewat dinding virus terdiri atas
protein gp120 yang terkait pada protein gp41. Bagian yang secara selektif berikatan dengan
sel-sel CD4+ adalah gp120 dari HIV. Sel-sel CD4+ mencakup monosit, makrofag dan
limfosit T4 helper (sel yang paling banyak).Virus masuk ke dalam sel limposit (T4 helper)
dan mengikat membran sel T4 helper kemudian menginjeksikan dua utas benang RNA
yang identik ke dalam sel T4 helper. Dengan enzim reverse transcriptase, HIV akan
melakukan pemrograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat
double standed DNA dan disatukan ke dalam nukleus sel T4 sebagai provirus kemudian
terjadi infeksi yang permanent. Di dalam sel virus berkembang biak dan pada akhirnya
menghancurkan sel serta melepaskan partikel virus yang baru. Partikel virus yang baru
kemudian menginfeksi limfosit lainnya dan menghancurkannya dengan menempel pada
limfosit yang memiliki suatu reseptor protein yang disebut CD4 yang terdapat di selaput
bagian luar. Sel-sel yang memiliki reseptor CD4 disebut sel CD4+ atau limposit T penolong
yang berfungsi mengaktifkan dan mengatur sel-sel lainnya pada sistem kekebalan
(Limposit B, Makrofag, Limposit T sitotoksik ) yang kesemuanya membantu
menghancurkan sel-sel ganas dan organisme asing.Infeksi HIV menyebabkan hancurnya
limfosit T penolong sehingga terjadi kelemahan sistem tubuh dalam melindungi dirinya
terhadap infeksi dan kanker, dimana infeksi pada sel helper T4 mengakibatkan limfofenia
berlebihan dengan penurunan fungsi termasuk penurunan respon terhadap antigen dan
kehilangan stimulus untuk aktivasi sel T dan B. Selain itu aktivitas sitotoksik sel pembunuh
T8 juga rusak dan kemampuan fungsi makrofag terganggu dengan penurunan fagositosis
dan hilangnya kemoktasis dan pada imunitas humoral terjadi penurunan respon antibodi
terhadap antigen dimana antibodi serum meningkat tetapi kemampuan fungsinya menurun
sehingga rentan terhadap infeksi oportunistik. Seseorang yang terinfeksi oleh HIV akan
kehilangan limfosit T penolong melalui 3 tahap selama beberapa bulan atau tahun :
a. Seseorang yang sehat memiliki limfosit CD4 sebanyak 800-1300 sel/mL darah.
Pada beberapa bulan pertama setelah terinfeksi HIV jumlahnya menurun sebanyak
40-50% dan selama bulan-bulan ini penderita bisa menularkan HIV kepada orang lain
karena banyak partikel virus yang terdapat di dalam darah. Meskipun tubuh berusaha
melawan virus tetapi tubuh tidak mampu meredakan infeksi.
b. Setelah sekitar 6 bulan kadar partikel virus yang tinggi dan kadar limfosit CD4+ yang
rendah membantu dalam menentukan orang-orang beresiko tinggi menderita AIDS.
c. 1-2 tahun sebelum terjadinya AIDS jumlah limfosit CD4+ biasanya menurun drastis, jika
kadarnya mencapai 200sel/ml darah maka penderita menjadi rentan terhadap infeksi dan
timbul penyakit baru yang menyebabkan virus berproliferasi dan menjadi infeksi yang
parah dimana terjadi infeksi oportunistik yang didiagnosis sebagai AIDS yang dapat
menyerang berbagai sistem organ seperti paru, gastrointestinal, kulit, dan sensori saraf.
Pada paru dapat terjadi peradangan dan terjadi peningkatan produksi mukus yang
menimbulkan masalah bersihan jalan nafas tidak efektif, perubahan pola nafas, gangguan
pola tidur dan nyeri. Pada peradangan dapat muncul masalah hipertermi. Pada
gastrointestinal terjadi diare dan jamur pada mulut yang memunculkan masalah diare,
kekurangan volume cairan dan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan. Pada neuro terjadi
penurunan fungsi transmiter sehingga timbul masalah perubahan proses pikir. Di kulit
terjadi lesi yang dapat memunculkan masalah nyeri dan kerusakan integritas kulit, pada
sistem sensori karena CMV yang dapat menurunkan fungsi penglihatan dan pada telinga
terjadi infeksi yang dapat menimbulkan pendengaran menurun sehingga dapat dimunculkan
masalah risiko cedera yang dapat dilihat pada WOC AIDS.
5. GEJALA KLINIS
Gejala klinis pasien dengan HIV AIDS sesuai dengan fase- fase infeksi sebagai berikut :

Fase Lamanya Antibodi Gejala-gejala Dapat


fase yang ditularkan
terdeteksi
1. Periode 4mg-6bln Tidak Tidak ada Ya
jendela setelah
infeksi
2. Infeksi 1-2 Kemungkina Sakit seperti flu Ya
HIV primer minggu n
akut
3. Infeksi 1 - 15 th Tidak ada Ya
asimtomati atau lebih Ya
k Sampai 3 Demam, keringat malam Ya
4. Supresi tahun Ya hari, penurunan BB, diare,
imun neuropati, keletihan, ruam
simtomatik kulit, limpadenopati,
perlambatan kognitif, lesi
oral
Bervarias Infeksi oportunistik berat Ya.
5.AIDS i 1-5 Ya dan tumor-tumor pada
tahun dari setiap sistem tubuh,
penentua manifestasi neurologik
n kondisi
AIDS

Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit pada infeksi HIV
primer akut yang lamanya 1-2 minggu, pasien akan merasakan sakit seperti flu. Dan di saat
fase supresi imun simtomatik (3 tahun) pasien akan mengalami demam,keringat malam hari,
penurunan BB, diare, neuropati, keletihan, ruam kulit, limpadenopati, perlambatan kognitif
dan lesi oral. Pada saat fase infeksi HIV menjadi AIDS (bervariasi 1-5 tahun) dari pertama
penentuan kondisi AIDS akan terdapat gejala infeksi oportunistik dengan manifestasi klinik
yang dapat mengenai setiap sistem organ seperti :
a..Manifestasi respitori :
* Infeksi karena PCP dengan gejala nafas pendek,sesak nafas, (dispnea), batuk-batuk, nyeri
dada dan demam.
* Kompleks mycobacreium avium yaitu infeksi oleh M.Avium intracellular,
M.scrofulaceum dengan keadaan umum yang buruk.
* Infeksi M.tuberculosis yaitu TB
b..Manifestasi gastrointestinal :
* Diare kronis,hepatitis,disfungsi biliari,penyakit anorektal mencakup hilangnya selera
makan,mual,vomitus,ekskoriasi kulit perianal,kelemahan dan ketidakmampuan untuk
melaksanakan kegiatan sehari-hari
* Kandidiasis oral
Terdapat lesi karena kandida yang ditandai oleh bercak-bercak putih seperti krim dalam
rongga mulut yang bila tidak diobati akan berlanjut mengenai esophagus dan lambung
dengan keluhan sulit menelan serta nyeri dan rasa sakit di balik sternum( nyeri
retrosternal)
* Sindrom pelisutan ( wasting syndrome ) yaitu penurunan BB yang tidak dikehendaki
melampui 10% dari BB dasar,diare yang kronis selama lebih dari 30 hari atau
kelemahan kronis dan demam kambuhan atau menetap tanpa adanya penyakit lain yang
dapat menjelaskan gejala ini.
c. Kanker :
* Sarcoma kaposi dengan tanda lesi kutaneus yang dapat timbul pada setiap bagian tubuh
biasanya berwarna merah muda kecoklatan hingga ungu gelap, lesinya dapat datar,atau
menonjol dan dikelilingi oleh ekimosis ( bercak-bercak perdarahan ) serta edema.
* Limfoma sel B sering dijumpai pada otak ,sum-sum tulang dan traktus
gastrointestinal.
d.. Manifestasi neururologik :
Komplikasi neurologik meliputi fungsi saraf sentral,perifer dan autonum dimana
gangguan ini dapat terjadi akibat efek langsung HIV pada jaringan saraf ,IO,neoplasma
primer atau metastatik,perubahan serebrovaskuler,ensefalopati metabolik atau
komplikasi skunder karena terapi.kompleks berupa:
* Ensefalopati HIV (kompleks dimensia AIDS) berupa sindrom klinis yang ditandai
penurunan progesif pada fungsi kognitif,perilaku dan motorik.Manifestasi dini
mencakup gangguan daya ingat,sakit kepala, kesulitan konsentrasi,konfusi
progesif,pelambatan psikomotorik,apatis dan ataksi.Stadium lanjut mencakup gangguan
kognitif global,kelambatan dalam respon verbal,gangguan afektif seperti pandangan
yang kosong, hiperrefleksi paraparesis spatik, psikosis,halusinasi, tremor,inkontinensia,
serangan kejang,mutisme .
* Meningitis kriptokokus yaitu infeksi jamur Cryptococcus neoform dengan gejala
demam, sakit kepala, malaise,kaku kuduk, mual,vomitus,perubahan status mental dan
kejang.
* Leukoensefalopati multifokal progresiva (PML) merupakan kelainan sistem saraf pusat
dengan demielinisasi yang disebabkan virus J.C manifestasi klinis dimulai dengan
konfusi mental dan mengalami perkembangan cepat yang pada akhirnya mencakup
gejala kebutaan,afasia,paresis .
* Mielopati vaskuler merupakan kelainan degeneratif yang mengenai kolumna lateralis dan
posterior medulla spinalis sehingga terjadi paraparesis spastik progresiva,ataksia serta
inkontinensia.
* Neuropati perifer yang berhubungan dengan HIV diperkirakan merupakan kelainan
demielisasi dengan disertai rasa nyei serta patirasa pada
ekstrimitas,kelemahan,penurunan reflkes tendon yang dalam ,hipotensi ortostik
g.. Manifestasi dermatologic :
* IO seperti herpes zoster dan herpes simpleks akan disertai dengan pembentukan vesikel
yang nyeri yang merusak integritas kulit
* Moluskum kontaiosum merupakan infeksi virus ditandai oleh pembentukan plak yang
disertai deformitas.
* Dermatitis seboroika akan disertai ruam yang difus,bersisik dengan indurasi yang
mengenai kulit kepala serta wajah.
* Folikulitis menyeluruh yang disertai dengan kulit kering dan mengelupas atau dengan
dermatitis atopik seperti eczema atau psoriasis.
h.. Sistem sensorik ;
* Pandangan : sarcoma Kaposi pada konjungtiva atau kelopak mata,retinitis sitomegalovitus
* Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media ,kehilangan pendengaran yang
berhubungan dengan mielopati,meningitis,sitomegalovirus dan reaksi reaksi obat.

6. CARA PENULARAN
HIV terjadi melalui kontak dengan cairan tubuh yang mengandung partikel virus,
yang ditularkan melalui cara:
a. Hubungan sex dengan penderita HIV (+)
b. Tranfusi darah yang terkontaminasi
c. Penggunaan jarum suntik bersama pada IDU
d. Ibu hamil yang HIV (+) ke bayi yang dikandung
e. Memberi ASI dari ibu yang HIV (+) ke bayi.

7. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik mencakup inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi dimana pada
pasien AIDS diterapkan universal precaution. Pemeriksaan fisik lengkap
harus dilakukan termasuk keadaan umum : kurus, sakit akut/kronis, lemah.
* Pemeriksaan funduskop, terutama pada pasien dengan penyakit HIV lanjut (mis. CD4
<100) sebagai skrining untuk retinitis CMV.
* Pemeriksaan mulut untuk mencari kandidiasis, oral hairy leukoplakia, penyakit gusi.
* Kelenjar getah bening: limfadenopati generalisata , kelenjar yang asimetris (kiri-kanan
tidak sama) atau yang cepat membesar dapat menunjukkan infeksi atau kanker yang
mendasari.
* Pemeriksaan kelamin dan dubur untuk mencari luka dalam atau luar misalnya herpes
atau kondilomata
* Pemeriksaan neurologis termasuk penilaian fungsi saraf perifer.
* Pemeriksaan kulit untuk mencari lesi kulit terkait HIV yang bermakna, termasuk
dermatitis seborea, psoriasis, folikulitis, sarkoma Kaposi, kutil umum, dan moluskum
kontagiosum.
* Palpasi abdomen untuk mencari organomegali.
* Auskultasi : untuk mencari rhonci/wheezing, suara jantung,peristaltik usus
* Perkusi untuk mendeteksi adanya gas,cairan atau massa dimana bunyi dapat
timpani( normal), pekak, redup.

8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK / PENUNJANG


a. Pemeriksaan laboratorium:
1) Tes yang digunakan untuk mendiagnosis HIV dan melihat perkembangan
penyakit serta responnya terhadap terapi HIV yaitu:
a) Tes anti bodi HIV :
* Tes ELISA ( Enzym Linked Immunosorbent Assay )
ELIZA tidak menegakkan diagnosis AIDS tapi menunjukkan bahwa sesorang
terinfeksi HIV.
* Western Blot Assay ; Mengenali antibody HIV dan memastikan seropositiftas
HIV.
* RIPA (Radio Immuno Precipitation Assay) ; Mendeteksi protein dari anti bodi
* Indirect Immunoflouresence ; Pengganti pemeriksaan western blot untuk
memastikan seropositif.
b) Pelacakan HIV : antigen p24, reaksi rantai polimerasi (PCR), kultur sel
mononuclear darah perifer untuk HIV-1, kultur sel kualitatif, klutur plasma
kuantitatif, Mikroglobulin B2, neopterin serum.
c) Status Imun : sel-sel CD4+, % sel-sel CD4+, rasio CD4: CD8, hitung sel darah putih,
kadar immunoglobulin, tes fungsi sel CD4+, reaksi sensitivitas pada tes
kulit.
2) Pemeriksaan sitologis urine, feses, cairan spinal, sputum dan sekresi untuk
mengidentifikasi infeksi protizoa, jamur, bakteri, viral.
3) Pemeriksaan darah umum : DL, SGOT, SGPT, BUN/SC, Protein total,
Albumin, Globulin, Kolestrol, AGD, Elektrolit
b. Radiologi : Thorak foto, USG
c. Pemeriksaan neurologist : EEG, MRI, CT Scan otak, EMG
d. Biopsi
e. Bronkoskopi

9. DIAGNOSIS
Diagnosis didasarkan pada riwayat klinis, identifikasi faktor risiko, pemeriksaan fisik,
bukti laboratorium yang menunjukkan disfungsi kekebalan, identifikasi antibodi HIV,
tandatanda serta gejala dan infeksi atau malignansi yang termasuk dalam sistem
klasifikasi CDC untuk infeksi HIV.

10. THERAPHY / TINDAKAN PENANGANAN


Upaya penanganan medis meliputi beberapa cara pendekatan yang mencakup
penanganan infeksi yang berhubungan dengan HIV serta malignansi, penghentian
replikasi virus HIV lewat preparat antivirus dan penguatan serta pemulihan sistem imun
melalui penggunaan preparat imunomodulator dan perawatan suportif seperti :
a. Penggunaan obat-obatan untuk infeksi yang berhubungan dengan HIV :
1) Infeksi umum : Trimetoprim sulfametoksazol ( TMP-SMZ)
2) PCP : TMP-SMZ,Pentamidin,kombinasi trimetoprim oral
3) MAC : Rifabutin
4) Meningitis : amfoterisin B IV
5) Retinitis CMV : Foskarat
6) Kandidiasis : suspensi nistatin
7) Lesi esophagus : ketokonazol / flukonazol
8) Diare kronis : Sandostatin
b. Pemberian suplemen nurisi : advera
c. Penanganan keganasan dengan kemoterapi ABV (Adreamisin, Bleomisin,Vinkristin).
d. Terapi anti retrovirus:
1) Golongan NRTI ( Nucleussides Reverse Transcriptase Inhibitor )
Obat ini dikenal sebagai analog nukleosida yang menghambat proses
perubahan RNA virus menjadi DNA seperti : Zidovudin (ZDV),
Lamivudin( 3TC), Stavudin (D4T), Didanosin ( dll).
2) Golongan NNRTI (Non-Nukleosida Reverse Transcriptase Inhibitor )
Obat ini bekerja menghambat proses perubahan RNA menjadi DNA seperti :
Nevirapin, Foscavir.
3) Inhibitor protease merupakan obat yang menghambat kerja enzim protease
seperti : indinavir, nelfinavir, ritonavir, saquinavir.
e. Terapi alternatif
Terapi alternatif dapat dibagi menjadi empat kategori yaitu:
1) Terapi spiritual atau psikologis : terapi humor, hypnosis, faith healing, afirmasi
positif
2) Terapi nutrisi : diet , suplemen vit c.
3) Terapi obat dan biologik : ozon, oksigen
4) Terapi dengan tenaga fisik dan alat : akupuntur, akupresor, masase,
refleksologi, yoga, kristal.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1.PENGKAJIAN
a. Pengumpulan Data
Pengkajian keperawatan mencakup pengumpulan data tentang faktor risiko, status
fisik/psikologis, pemeriksaan penunjang termasuk munculnya IO pada organ ataupun
kanker yang spesifik dimana pengumpulan data dasar dapat berpedoman pada rencana
asuhan keperawatan oleh Doenges, dkk. meliputi aktifitas/istirahat, sirkulasi, integritas ego,
eliminasi, makanan/cairan, hygiene, neurosensori, kenyamanan, pernafasan, keamanan,
seksualitas, interaksi sosial, pembelajaran dan data yang menyimpang dikelompokkan
menjadi data subyektif dan obyektif sebagai berikut :
1). Data Obyektif:
Penurunan BB yang signifikan,kelemahan otot,massa otot menurun,lesi di rectal /
perianal,perubahan karakteristik urin,turgor kulit buruk,lesi rongga mulut dan kulit
(rash,kering,iritasi), perubahan tanda vital, cemas, depresi, kebingungan, menarik
diri,feses encer,nyeri tekan abdominal, kejang ,perubahan bunyi nafas, takipnea, dispneu,
pembesaran kelenjar limpa/limpadenopati, konjungtiva pucat, muntah darah, peningkatan
suhu tubuh, albumin rendah, batuk, sputum, tampak lelah, tampak meringis,
ketidakmampuan melaksanakan ADL, menanyakan tentang penyakit, lab HIV (+),
penurunan CD4+/ sel T4, leucopenia.
2). Data Subyektif:
Menyatakan :tidak nafsu makan,mual,muntah,porsi makan tidak habis, diare kronis,
nyeri pada mulut dan sekitar anus, kesulitan menelan, mudah lelah, demam, sulit tidur,
sering terbangun, bab warna hitam, putus asa, mengingkari diagnosa, pusing, sakit kepala,
mudah lupa, sesak, nyeri dada, takut, tampak meringis, penurunan fungsi pendengaran,
penglihatan.

b. Analisa Data

Data Obyektif Data Subyektif Kesimpulan


- Turgor kulit buruk, Mual ,muntah *Kekurangan volume
- Diare kronis cairan
- Peningkatan suhu tubuh demam *Hipertermi
- Penurunan BB, albumin Tidak nafsu makan, mual, *Perubahan nutrisi kurang
rendah, massa otot muntah, kesulitan menelan dari kebutuhan tubuh
menurun nyeri pada mulut, porsi
makan tidak habis
- Batuk bersputum, Mengatakan sesak * Bersihan jalan nafas
dispneu tidak efektif
- Retrakasi otot dada * Perubahan pola nafas
- Dyspnoe
Sering terbangun, sulit *Gangguan pola tidur
tidur
- Ketidakmampuan
Mudah lelah *Intoleransi aktifitas
melaksanakan ADL,
Kelemahan otot.
Sakit pada mulut, di *Nyeri
sekitar anus dan pada kulit
Sakit kepala.
- Pengobatan seumur
Lemah
hidup, menanyakan
Mengingkari diagnosa *Ansietas
penyakit
- Lesi pada kulit, neuropati
*Kerusakan integritas kulit
perifir
- Feses encer
*Diare
- Albumin rendah, CD4 +
*Resiko Infeksi
di bawah angka normal
leucopenia
- Lab HIV (+)
*Resiko penularan
- Lesi pada rongga mulut,
* Isolasi sosial
kulit dan perianal
- Perubahan status
*Resiko manajemen
kesehatan
regimen terapi tidak efektif
- Kejang
Pandangan kabur, * Resiko cedera
pendengaran menurun
- Konjungtiva pucat,
*PK Anemia
muntah darah, bab warna
hitam

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Adapun diagnosa perawatan yang muncul sebagai berikut :


1. Resiko penularan berhubungan dengan infeksi HIV.
2. Diare berhubungan dengan kuman pathogen usus/infeksi HIV ditandai dengan pasase feses
sering dan encer.
3. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi ditandai dengan peningkatan suhu tubuh
(>37.5C)
4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diare kronis ditandai dengan turgor kulit
buruk, penurunan produksi urin.
5. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan depresi sistem imun.
6. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi mukus
ditandai dengan adanya sputum, ronchi (+).
7. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi endotrakeal ditandai dengan
dispnea.
8. Perubahan nurtrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan masukan
oral ditandai dengan mual, muntah, tidak nafsu makan, porsi makan tidak habis, nyeri pada
mulut, penurunan BB, massa otot menurun.
9. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan diare dan manifestasi HIV ditandai dengan
adanya lesi pada kulit dan perianal.
10. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan penurunan produksi energi, kelemahan ditandai
dengan tidak mampu melaksanakan ADL, mudah lelah.
11. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sering terbangun sekunder terhadap gangguan
pernafasan, batuk-batuk ditandai dengan mengatakan sering terbangun,sulit tidur dan tampak
lelah.
12. Nyeri berhubungan dengan efek sekunder terhadap batuk/retraksi otot dada, lesi
pada mulut dan kulit, neurofati perifir ditandai dengan mengeluh nyeri saat batuk,
tampak meringis, perubahan TTV.
13. Ansietas berhubungan perubahan status kesehatan ditandai dengan menanyakan penyakit.
14. Isolasi sosial berhubungan dengan perubahan status ksehatan ditandai dengan menarik
diri.
15. Perubahan proses pikir berhubungan dengan penurunan fungsi kognitif, prilaku, motorik
ditandai dengan gangguan daya ingat, kebingungan.
16. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan fungsi sensori dan ensefalopati.
17. Risiko manajemen teraputik tidak efektif berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
dan pengobatan seumur hidup.
18. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penyakit kronis ditandai dengan menarik diri,
putus asa.
19. PK Anemia.
3. RENCANA KEPERAWATAN
Untuk pemecahan masalah perawatan pada konsep askep ini tidak kami prioritaskan,
dan prioritas tergantung pada pasien yang ditemui di lapangan nantinya.

Hari
Tgl/ DIAGNOSA RENCANA RENCANA TINDAKAN RASIONAL
Jam PERAWATAN TUJUAN

1. Resiko Setelah diberikan 1. Lakukan tindakan Mencegah


penularan tindakan kewaspadaan universal kontaminasi kuman /
berhubungan keperawatan pada semua pasien penularan
dengan selama 3x24 jam 2. Instruksikan pasien Mencegah
infeksi HIV diharapkan untuk mencuci tangan kontaminasi kuman
tindakan setelah menangani
pencegahan dapat sekresinya sendiri
dilakukan. 3. Lakukan perawatan Menghindari
K.E : khusus pada alat penyebaran kuman
- UP diterapkan perawatan
sesuai protap 4. Amati semua tehnik Masukan untuk
- Keluarga dapat anggota tim terhadap tindakan pencegahan
menjelaskan cara tindakan kewaspadaan inos
penularan dan universal dan berikan
pencegahan umpan balik
penyakit 5. Berikan penjelasan Penjelasan dapat
pada keluarga tentang meningkatkan
cara penularan dan pengetahuan dan
pencegahannya. mengurangi risiko
penularan.
2. Diare Setelah diberikan 1. Kaji kebiasaan Memberikan dasar
berhubungan tindakan defikasi normal pasien untuk evaluasi
dengan keperawatan 2. Kaji terhadap diare: Mendeteksi
kuman selama 5x24 jam sering, feses encer, perubahan pada
pathogen usus diharapkan diare nyeri/kram abdomen, status, kuantitas
/ infeksi HIV dapat terkontrol. volume feses cair, kehilangan cairan dan
ditandai K.E : faktor pemberat dan memberikan dasar
dengan pasase - Melaporkan penghilang. untuk tindakan
feses encer penurunan keperawatan.
dan sering episode diare 3. Kolaborasi untuk Mengidentifikasi dan
- Menunjukkan pemeriksaan kultur mengatasi organisme
kultur feses feses dan berikan terapi patogenik.
normal anti mikroba sesuai
ketentuan .
4. Lakukan tindakan Tirah baring dapat
untuk mengurangi menurunkan episode
pembatasan sesuai akut.
ketentuan dokter :
a. Pertahankan Menurunkan
pembatasan makanan stimulasi usus.
dan cairan sesuai
ketentuan dokter.
b. Hindari merokok. Nikotin bertindak
c. Hindari iritan usus sebagai stimulant
seperti makanan usus.
berlemak atau Mencegah
gorengan, sayuran merangsang usus dan
mentah dan kacang- distensi abdomen.
kacangan. Meningkatkan nutrisi
d. Berikan makanan adekuat.
sedikit tapi sering. Menurunkan spasme
5. Delegatif pemberian dan motilitas usus.
antispasmodik
,antikolenergik
6. Pertahankan Mencegah
masukan cairan hipovolemia.
sedikitnya 3 L kecuali
dikontra- indikasikan.
3. Hipertermi Setelah diberikan 1. Observasi suhu tiap Mengetahui
berhubungan tindakan 2 jam perkembangan suhu
dengan proses keperawatan tubuh pasien
infeksi selama 3x24 jam 2. Beri kompres hangat Memberi rangsangan
ditandai diharapkan suhu di daerah pembuluh pada hipotalamus
dengan tubuh dalam batas darah besar
peningkatan normal . 3. Delegatif pemberian Antipiretik untuk
suhu tubuh K.E: antipiretik dan menurunkan suhu
( suhu tubuh > - Suhu tubuh antibiotika. dan antibiotika untuk
37 5 C) 36-37 C membunuh kuman.
- Klien merasa 4. Kolaborasi untuk Mengidentifikasi
nyaman tanpa pemeriksaan penyebab
rasa panas laboratorium
4.Kekurangan Setelah diberikan 1. Kaji status Mengetahui derajat
volume cairan tindakan kulit,turgor dan selaput kehilangan cairan
berhubungan keperawatan lender
dengan diare selama 3x24 jam 2. Kaji status hidrasi Memberi informasi
kronis diharapkan dan catat intake dan tentang
ditandai kekurangan output keseimbangan cairan
dengan turgor volume cairan dan fungsi ginjal
kulit dapat diatasi. sebagai pedoman
buruk,penuru K.E: pemberian cairan.
nan produksi - Membran 3. Kaji keseimbangan Diare dan muntah
urin mukosa lembab elektrolit dan observasi berlebihan diikuti
- Turgor kulit sesuai kebutuhan. oleh kehilangan
membaik elektrolit.
- TTV satbil 4. Pantau pemasukan Mempertahankan
- Pengeluaran oral dan memasukkan keseimbangan
urin 400 cc/24 cairan sedikitnya cairan ,mengurangi
jam 2500ml/hari. rasa haus dan
melembabkan
membran mukosa
5. Pantau tanda-tanda Sebagai indikator dari
vital volume cairan
sirkulasi
6. Delegatif pemberian Mencukupi
cairan/ elektrolit IV kebutuhan cairan.
7. Pantau pemeriksaan Sebagai kewaspadaan
lab sesuai indikasi : terhadap gangguan
elektrolit, bun/sc elektrolit dan fungsi
ginjal.
5. Risiko Setelah diberikan 1. Pantau adanya Deteksi dini terhadap
tinggi infeksi tindakan infeksi: infeksi, penting untuk
berhubungan keperawatan demam,menggigil melakukan tindakan
dengan selama 5x24 jam diaforesis, batuk, nafas segera.
depresi sistem diharapkan tidak pendek, nyeri oral, Infeksi lama dan
imun terjadi infeksi. sering berkemih, berulang
K.E: kemerahan, bengkak, memperberat
- Menunjukkan lesi vesikuler di wajah, kelemahan pasien.
dan melaporkan bibir, area perianal
tidak ada 2. Ajarkan pasien Memberikan deteksi
demam,menggigil /keluraga tentang dini terhadap infeksi
,diaforesis. perlunya melaporkan
kemungkinan infeksi
3. Pantau jumlah sel Peningkatan SDP
darah putih dan dikaitkan dengan
diferensial infeksi.
4. Dapatkan kultur Mengidentifiaksi
drainase luka, lesi kulit, organisme
urin, feses, sputum, pengganggu dan
mulut dan darah sesuai untuk tindakan yang
ketentuan dan berikan tepat.
antimikrobial sesuai
ketentuan
5. Pertahankan tehnik Mencegah infeksi.
aseptik bila melakukan
prosedur invasif
6. Bersihan Setelah diberikan 1.Kaji dan laporkan Menunjukan fungsi
jalan nafas tindakan tanda dan gejala pernafasan abnormal.
tidak efektif keperawatan perubahan status
berhubungan selama 5x24 jam pernafasan: takipnea,
dengan diharapkan penggunaan otot
peningkatan bersihan jalan aksesori, batuk,
produksi nafas membaik. warna dan jumlah
mukus K.E: sputum, bunyi nafas
ditandai - Frekuensi nafas abnormal, warna kulit
dengan normal ( 20x/mt) abu-abu/sianotik,
adanya - Bunyi nafas gelisah, konfusi atau
sputum, normal somnolen.
ronchi (+) - Sputum 2. Dapatkan sampel Membantu dalam
berkurang bahkan sputum untuk kultur identifikasi
hilang yang diprogramkan organisme patogenik.
- Paru bersih oleh dokter dan berikan
anti mokrobial sesuai
ketentuan.
3. Berikan perawatan Mencegah stasis
paru : batuk efektif, sekresi dan
nafas dalam, meningkatkan
drainase postural bersihan jalan nafas.
dan vibrasi setiap 2
sampai 4 jam
4. Bantu pasien dalam Memudahkan
mengambil posisi bersihan jalan nafas
fowler tinggi atau semi dan pernafasan.
5.Lakukan tindakan Memudahkan
untuk menurunkan ekspektorasi
viskositas sekresi : sekresi .mencegah
a. Mempertahankan stasis ekskresi
masukan cairan
sedikitnya 3L per hari
kecuali
dikontraindikasikan.
b. Lembabkan udara
yang diinspirasikan
sesuai ketentuan
dokter.
c. Konsulkan dengan
dokter mengenai
penggunaan agens
mukolitik yang
diberikan melalui
nebulezer
7. Lakukan pengisapan Membuang sekresi
trakel sesuai kebutuhan bila pasien tidak
. dapat melakukannya.
8. Delegatif pemberian Meningkatkan
terapi oksigen sesuai avaibilitas oksigen.
ketentuan
7. Pola nafas Setelah diberikan 1. Auskultasi bunyi Memperkirakan
tidak efektif tindakan nafas,tandai daerah adanya
berhubungan keperawatan paru yang mengalami perkembangan
dengan selama 5x24 jam penurunan /kehilangan komplikasi /infeksi
obstruksi diharapkan pola ventilasi dan pernafasan.
endotrakeal nafas efetif dapat munculnya bunyi
ditandai dipertahankan. adventius : ronchi,
dengan K.E: mengi, krekels
dispnea - Sianosis (-) 2. Catat kecepatan / Takipnea, sianosis ,
- Frekuensi nafas kedalaman pernafasan, tak dapat beristirahat
normal (20x/mt) sianosis, penggunaan dan peningkatan
- Bunyi nafas otot aksesori dan nafas menunjukan
normal munculnya dispnea. kesulitan pernafasan
dan adanya
kebutuhan untuk
meningkatkan
pengawasan /
intervensi medis.
3. Beri posisi fowler Meningkatakan
fungsi pernafasan
yang optimal.
4. Berikan periode Menurunkan
istirahat yang cukup konsumsi O2..
,pertahankan
lingkungan tenang.
5. Delegatif pemberian Mempertahankan
O2 dan obat-obatan ventilasi /oksigenasi
sesuai indikasi efektif.
8. Perubahan Setelah diberikan 1. Kaji terhadap Memberikan
nutrisi kurang tindakan malnutrisi dengan pengukuran obyektif
dari keperawatan mengukur tinggi dan terhadap status
kebutuhan selama 7x24 jam berat badan, usia, nutrisi.
berhubungan diharapkan terjadi protein serum, albumin,
dengan perbaikan status hemoglobin dan
penurunan nutrisi pengukuran
masukan oral K.E: antropometri.
ditandai - Melaporkan 2. Kaji riwayat diet Memastikan
dengan peningkatan nafsu termasuk makanan kebutuhan terhadap
adanya mual makan yang disukai dan tidak pendidikan nutrisi
muntah, nyeri - Porsi makan disukai serta intoleransi ,membantu intervensi
pada mulut, habis makanan individual.
tidak nafsu - BB tidak turun 3. Kaji faktor-faktor Memberikan dasar
makan porsi yang mempengaruhi dan arahan untuk
makan tidak masukan oral: intervensi.
habis, kemampuan
penurunan mengunyah,
BB, massa merasakan,menelan.
otot menurun 4. Kolaborasi dengan Memudahkan
ahli gizi untuk diet perencanaan
kalori tinggi. makanan.
5.Kurangi faktor yang Meminimalkan
membatasi masukan keletihan yang dapat
oral : menurunkan nafsu
a. Dorong pasien makan.
istirahat sebelum Menurunkan
makan rangsang
mencemaskan.
b. Rencanakan makan Membatasi isolasi
sehingga jadwal makan sosial dan
tidak terjadi segera meningkatakan nafsu
setelah prosedur yang makan.
menimbulkan nyeri
atau tidak enak.
c. Dorong pasien untuk Mengurangi mual dan
makan dengan orang mencegah pasien
terdekat bila mungkin. terlalu kenyang..
d. Beri makan sedikit Mencegah pasien
tapi sering. terlalu kenyang.
e. Batasi cairan 1 jam Mengurangi muntah,
sebelum makan dan meningkatkan fungsi
pada saat makan. gaster, mengatasi
6. Delegatif tentang kandidiasis dan
pemberian antiemetik mencukupi
suplemen vitamin, anti kebutuhan nutrisi.
jamur dan nutrisi Sebagai indikator
parentral, enteral. kebutuhan nutrisi.
7. Timbang BB sesuai Mengetahui
kebutuhan perkembangan BB
9. Kerusakan Setelah diberikan 1. Kaji kulit setiap hari, Menyatakan
integritas kulit tindakan catat warna, perubahan status dan
berhubungan keperawatan turgor, sirkulasi dan dasar melakukan
dengan diare selama 3x24 jam sensasi, gambarkan lesi intervensi.
dan diharapkan tidak dan amati perubahan.
manifestasi terjadi kerusakan 2. Pertahankan hygiene Mempertahankan
HIV ditandai integritas kulit kulit : membasuh kebersihan, karena
dengan lebih lanjut. kemudian kulit yang kering
adanya lesi K.E: mengeringkannya dapat menjadi barrier
pada kulit dan - Lesi pada dengan hati-hati dan infeksi, pembasuhan
perianal. kulit/perinal melakukan masasge kulit kering sebagai
membaik dengan menggunakan ganti menggaruk
lotion atau krim. menurunkan risiko
trauma dermal pada
kulit yang kering.
Masasge
3. Ubah posisi secara meningkatkan
teratur, dorong sirkulasi dan
pemindahan BB secara meningkatkan
periodik dan lindungi kenyamanan.
penonjolan tulang Mengurangi stress
dengan bantal, bantalan pada titik tekanan,
tumit/siku. meningkatkan aliran
darah ke jaringan .
Friksi kulit
4. Pertahankan seprei disebabkan kain yang
bersih, kering dan tidak berkerut dan basah
berkerut. menyebabkan iritasi .
5. Dorong untuk Menurunkan tekanan
ambulasi/turun dari pada kulit dari
tempat tidur jika istirahat lama
memungkinkan. ditempat tidur.
6. Bersihkan area Mencegah maserasi
perianal : yang disebabkan oleh
membersihkan feses diare dan menjaga
dengan menggunakan lesi perianal tetap
air /air mineral, hindari kering.
penggunaan kertas
toilet jika timbul
vesikel, berikan krim
pelindung.
7. Gunting kuku secara Kuku yang panjang
teratur. meningkatkan risiko
kerusakan dermal.
8. Tutup luka tekan Mengurangi
yang terbuka dengan kontaminasi
pembalut yang steril bakteri,meningkat-
atau barier protektif. kan proses
penyembuhan.
9. Kolaborasi kultur Mengidentifikasi
dari lesi kulit terbuka. bakteri pathogen dan
pilihan perawatan
yang sesuai.
10. Delegatif Untuk perawatan
pemberian obat-obatan kulit sehinggan tidak
topical/ sitemik sesuai terjadikerusakan
indikasi lebih lanjut..
11. Lindungi lesi atau Melindungi area
ulkus dengan balutan ulserasi dari
basah atau salep kontaminasi dan
antibiotik meningkatkan
penyembuhan.
10. Intoleransi Setelah diberikan 1. Kaji respon pasien Sebagai indikator
aktifitas tindakan terhadap aktifitas, terhadap respon
berhubungan keperawatan perhatikan frekuensi fisiologis .
dengan selama 5x24 jam nadi, peningkatan
penurunan diharapkan tekanan darah, dispneu,
produksi aktivitas dapat keletihan dan
energi, ditingkatkan kelemahan yang
kelemahan sesuai berlebihan
ditandai kemampuan. 2. Atur aktivitas saat Periode istirahat yang
dengan tidak K.E: pasien sangat sering sangat
mampu -TTV stabil berenergi, sediakan dibutuhkan dalam
melaksanakan - Pasien mampu fase istirahat. menghemat energi .
ADL, mudah berpartisipasi 3. Tetapkan Mengusahakan
lelah. dalam aktifitas keberhasilan aktivitas kontrol diri dan
yang ditingkatkan yang realistis . perasaan berhasil,
mencegah timbulnya
perasaan frustasi.
4. Bantu memenuhi Rasa lemas dapat
kebutuhan perawatan membuat AKS
diri, pertahankan hampir tidak
tempat tidur dalam mungkin bagi pasien
posisi rendah dan bantu untuk
ambulasi. menyelesaikannya,m
elindungi pasien dari
cedera selama
aktivitas.
5. Tingkatkan aktivitas Mengijinkan pasien
sesuai petunjuk, dorong untuk lebih aktif
pasien untuk tanpa menyebabkan
melakukan apapun kepenatan dan rasa
yang mungkin : frustasi.
perawatan diri,
berjalan, duduk di kursi
6. Instruksikan pasien Mengurangi
tentang tehnik penggunaan energi
penghematan energi : dan membantu
mnggunakan kursi saat keseimbangan suplai
mandi,duduk saat dan kebutuhan
menyisir rambut atau oksigen
sikat gigi, melakukan
aktifitas secara
perlahan.
11. Gangguan Setelah diberikan 1. Kaji kebiasaan tidur Mengidentifikasi
pola tidur tindakan dan perubahan yang intervensi yang tepat.
berhubungan keperawatan terjadi.
dengan sering selama 3x24 jam 2. Beri tempat tidur Meningkatkan
terbangun diharapkan pola yang nyaman. kenyamanan tidur &
sekunder tidur adekuat. dukungan psikologis.
terhadap K.E: 3. Instruksikan Membantu
gangguan - Klien tindakan relaksasi. menginduksi tidur.
pernafasan, melaporkan dapat 4. Beri posisi nyaman, Pengubahan posisi,
batuk-batuk tidur dengan baik bantu dalam mengubah area
ditandai ( 5-6jam ) pengubahan posisi. tekanan meningkat-
dengan - Tampak segar kan istirahat.
mengatakan 5. Anjurkan minum Membantu
sering minuman yang hangat mengencerkan sekret
terbangun dan sebelum tidur sehingga mudah
sulit tidur, dikeluarkan.
tampak lelah. 6. Latih batuk efektif Membantu
mengeluarkan sekret.
7. Delegatif dalam Memudahkan sekret
pemberian ekspektoran keluar.
12. Nyeri Setelah diberikan 1. Kaji lokasi, lamanya Membantu
berhubungan tindakan intensitas (skala 0-10), mengevaluasi sumber
dengan efek keperawatan penyebaran dan dan lokasi stimulus.
sekunder selama 3x24 jam perhatikan tanda-tanda
terhadap lesi diharapkan nyeri non verbal : perubahan
mulut & kulit, berkurang bahkan TD, HR, gelisah.
batuk /retraksi hilang. 2. Dorong Dapat mengurangi
otot dada, K.E: pengungkapan ansietas & rasa takut
neuropati - Ekspresi wajah perasaan. sehingga mengurangi
perifir rileks persepsi akan
ditandai - Skala nyeri 3 intensitas rasa sakit.
dengan - Dapat 3. Jelaskan penyebab Membantu
mengeluh istirahat/tidur nyeri dan pentingnya penanganan terhadap
nyeri saat dengan adekuat melaporkan perubahan nyeri dan
batuk, sakit dan karakteristik nyeri komplikasinya.
kepala, 4. Lakukan tindakan Meningkatkan
tampak paliatif : pengubahan relaksasi
meringis. posisi, masase /menurunkan
ketegangan otot.
5. Motivasi melakukan Mengalihkan
tehnik distraksi dan perhatian dari nyeri
penggunaan nafas dan membantu
dalam relaksasi otot.
6. Delegatif pemberian Mengurangi nyeri
analgetik
13. Ansietas Setelah diberikan 1. Kaji tingkat Peningkatan
berhubungan tindakan kecemasan secara terus kecemasan membuat
dengan keperawatan menerus pasien tidak berespon
perubahan selama3x24 jam terhadap tindakan
status diharapkan yang dilakukan
kesehatan ansietas 2. Jamin pasien tentang Memberikan
ditandai berkurang ,koping kerahasiaan dalam penentraman hati dan
dengan efektif batasan situasi tertentu. kesempatan bagi
menanyakan K.E: pasien untuk meme-
penyakit. - Memperlihatan cahkan masalah pada
kemampuan situasi yg diantisipasi
mengatasi 3. Pertahankan Menjamin bahwa
masalah hubungan yang sering pasien tidak akan
dengan pasien. sendiri/ ditelantarkan.
4. Berikan informasi Dapat mengurangi
akurat dan konsisten ansietas dan
mengenai prognosis, ketidakmampuan
hindari argumentasi pasien untuk
mengenai persepsi membuat keputusan.
pasien.
5. Waspada terhadap Pasien mungkin akan
tanda-tanda menggunakan
penolakan /depresi : mekanisme bertahan
menarik diri, marah, dengan penolakan
ucapan-ucapan yang dan terus berharap
tidak tepat, timbulnya diagnosanya tidak
ide bunuh diri . akurat. Rasa bersalah
dan tekanan spiritual
mungkin akan
menyebabkan pasien
menarik diri dan
percaya bahwa bunuh
diri adalah suatu
alternatif.
6. Berikan lingkungan Membantu pasien
terbuka. untuk merasa
diterima pada kondisi
sekarang tanpa
perasaan dihakimi
dan meningkatkan
perasaan harga diri
7. Beri kesempatan Penerimaan perasaan
untuk mengekspresikan akan membuat pasien
rasa marah, takut, putus dapat menerima
asa tanpa konprontasi. situasi.
8. Kenali dan dukung Pilihan intervensi
tahap pasien /keluarga ditentukan oleh tahap
pada proses berduka. berduka.
9. Jelaskan prosedur, Informasi yang akurat
berikan kesempatan akan membuat pasien
untuk bertanya dan dapat lebih efektif
jawab dengan jujur . dalam menghadapi
realita sehingga dapat
mengurangi ansietas.
10. Anjurkan pasien Dapat mengurangi
untuk berdoa sesuai ansietas dan ketidak
keyakinan mampuan pasien
dalam membuat
keputusan.
11. Kolaborasi untuk Mungkin diperlukan
rujuk pada konseling dalam berhadapan
psikiatri. dengan diagnosa/
prognosis terutama
jika timbul pikiran
untuk bunuh diri.
14. Isolasi Setelah diberikan 1. Kaji tentang pola Menentukan dasar
sosial tindakan interaksi sosial pasien intervensi.
berhubungan keperawatan yang lazim.
dengan selama 3x24 jam 2. Observasi terhadap Isolasi sosial dapat
perubahan diharapkan terjadi perilaku indikatif dimanifestasikan
status penurunan rasa isolasi sosial : dalam beberapa cara.
kesehatan isolasi sosial. penurunan interaksi
ditandai K.E: dengan orang lain,
dengan putus - Menunjukan bermusuhan,menyata-
asa,menarik peningkatan kan perasaan ditolak.
diri. perasaan harga 3. Berikan waktu untuk Meningkatkan
diri pasien berbicara selama perasaan diri
- Berpartisipasi / diantara aktivitas bermakna dan
dalam aktifitas perawatan, perlakukan memberikan interaksi
dengan penuh sosial.
penghargaan dan
menghormati perasaan
4. Identifikasi faktor Jika pasien mendapat
pendukung yang bantuan dari orang
tersedia. terdekat, perasaan
kesepian dan ditolak
akan berkurang.
5. Dorong adanya Membantu
hubungan yang aktif memantapkan
dengan orang terdekat. partisipasi pada
6. Jelaskan prosedur/ hubungan sosial.
petunjuk isolasi pada Sarung tangan, baju
pasien/orang terdekat . pengaman, masker
tidak secara rutin
diperlukan pada
diagnosa AIDS
kecuali pada waktu
dicurigai adanya
kontak dengan
sekresi/eksresi.
15. Perubahan Setelah diberikan 1. Kaji status mental Menetapkan tingkat
proses pikir tindakan dan neurologis fungsional pada
berhubungan keperawatan waktu penerimaan.
dengan selama 5x24 jam 2. Catat perubahan Mewaspadakan
penurunan diharapkan dalam orientasi, respon perawat pada
fungsi perubahan proses terhadap rangsang, perubahan status
kognitif, pikir terpantau. kemampuan untuk yang dihubungkan
perilaku, K.E: memecahkan masalah, dengan infeksi SSP
motorik yang - Tanda-tanda ansietas, perubahan yang makin buruk,
menyertai infeksi SSP pola tidur, halusinasi stressor lingkungan,
ensefalopati terlaporkan dan ide paranoid. tekanan fisiologis,
HIV ditandai - orientasi dalam efek samping terapi
dengan realita obat.
gangguan 3. Pertahankan Memberikan
daya lingkungan yang rangsangan,
ingat,kebingu menyenangkan. lingkungan normal
ngan. akan membantu
dalam mempertahan-
kan orientasi realita.
4. Pantau adanya tanda- Gejala
tanda infeksi SSP : SSPdihubungkan
demam, sakit kepala, dengan
kaku kuduk meningitis/ensefali-
tis diseminata yang
mungkin dapat
menimbulkan
perubahan
kepribadian yang
tidak kelihatan
sampai kekacauan
mental, peka
rangsang, mengantuk,
pingsan, kejang dan
dimensia.
5. Dorong orang Hubungan yang biasa
terdekat untuk sering kali akan
bersosialisasi dan berguna dalam
berikan reorientasi membantu
dengan berita aktual, mempertahankan
kejadian dalam orientasi terutama
keluarga jika pasien
mengalami
halusinasi.
6. Kolaborasi Pilihan tes/
pemeriksaan diagnostik pemeriksaan
dan berikan obat- tergantung
obatan sesuai petunjuk. manifestasi klinis,
sesuai dengan
perubahan status
mental yang akan
merefleksikan
berbagai faktor
penyebab.
Penggunaan obat
dengan waspada
dapat membantu
mengatasi masalah :
halusinasi.
16. Risiko Setelah diberian 1. Kaji tingkat Mengetahui tingkat
cedera tindakan kecemasan, risiko.
berhubungan keperawatan kebingungan,
dengan selama 3x24 jam diorientasi
penurunan diharapkan tidak 2. Atur lingkungan Mencegah terjadinya
persepsi terjadi cedera. untuk memberikan cedera.
sensori K.E: keamanan, singkirkan
- Pasien/keluarga barang-barang yang
tidak melaporkan membahayakan.
adanya trauma 3. Berikan bantuan jika Mencegah cedera.
diperlukan ketika
pasien melakukan
ambulasi : naik/turun
tempat tidur.
4. Pasang bantalan Bantalan dan rel
pada bagian kepala dan samping tempat tidur
rel samping tempat sebagai pengaman.
tidur
17. Risiko Setelah diberikan 1. Berikan penjelasan Meningkatkan
manajemen tindakan tentang penyakit dan pengetahuan pasien.
regimen keperawatan pengobatan yang harus
teraputik tidak selama 5x24 jam dilakukan.
efektif diharapkan 2. Jelaskan pentingnya Minum obat dengan
berhubungan manajemen minum obat tepat tepat waktu
dengan teraputik efektif. waktu dan akibat bila mengurangi risiko
kurangnya K.E : terlambat minum obat. resisten.
pengetahuan - Obat diminum 3. Dorong keluarga Memberi dukungan
dan sesuai aturan dan untuk mengingatkan sehingga manajemen
pengobatan tepat waktu. jam minum obat bila regimen efektif.
seumur hidup. perlu pakai alarm.
18. Gangguan Setelah diberikan 1. Dorong pasien Mengetahui konsep
citra tubuh tindakan untuk mengekspresikan diri
berhubungan keperawatan perasaan & pandangan
dengan selama 7x24 jam tentang dirinya
perubahan diharapkan 2. Berikan penjelasan Meningkatkan
penampilan mampu menerima pada pasien, bahwa kepercayaan diri
sekunder keadaannya banyak orang yang
akibat sekarang. mengalami sakit yang
penyakit K.E : sama tapi masih bisa
kronis - Klien mau bersosialisasi.
ditandai bersosialisasi 3. Dorong keluarga Membantu
dengan dengan orang lain untuk membantu upaya meningkatkan rasa
menarik diri. adaptasi. percaya diri.
19. PK Setelah diberikan 1. Kaji tanda-tanda Mengidentifikasi
Anemia tindakan anemia anemia secara dini.
keperawatan 2. Kolaborasi Transfusi membantu
selama 5x24 jam pemberian transfusi mengatasi anemia.
diharapkan
anemia dapat
diidentifikasi dan
diatasi. Criteria
evaluasi :
- Konjungtiva
merah muda
- Peningkatan
kadar Hb

4. EVALUASI
Evaluasi yang dilaksanakan pada asuhan keperawatan pasien dengan AIDS mengacu pada
tujuan yang telah dibuat yaitu :
1.Tindakan pencegahan penularan dapat dilakukan.
2. Diare dapat dikontrol
3. Suhu tubuh dalam batas normal.
4. Tidak terjadi infeksi.
5.Kurang volume cairan dapat diatasi.
6.Bersihan jalan nafas membaik.
7.Pola nafas efektif.
8.Perbaikan status nutrisi .
9.Tidak terjadi kerusakan integritas kulit lebih lanjut.
10.Aktifitas ditingkatkan sesuai kemampuan.
11.Pola tidur adekuat.
12.Nyeri berkurang bahkan hilang.
13.Ansites berkurang,koping efektif.
14.Peningkatan perasaan harga diri.
15.Tidak terjadi cedera.
16.Manajemen regimen efektif.
17.Orientasi realita dapat dipertahankan.
18.Mampu menerima keadaan diri.
19.Anemia terpantau dan tertanggulangi.
DAFTAR PUSTAKA

Capernito.L.J ( 2007) Buku Saku Diangnosa Keperawatan, Edisi 10, Jakarta, ECG
Doenges.M.E ( 1999 ) Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta, ECG
Elizabeth.J.Corwin (2000 ) Buku Saku Patofisiologi, Jakarta, ECG
Smelzer S.C ( 2001) Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, Jakarta,
ECG
Hudak&Gallo( 1996 ), Keperawatan Kritis , Jakarta, ECG
Dirjen P2M & Penyehatan Lingkungan Depkes R.I (2003), Pedoman Nasional Perawatan,
Dukungan dan Pengobatan Bagi ODHA, Jakarta, Depkes R.I
Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan Depkes ( 2006 ), Modul Pelatihan
Keperawatan, Pencegahan & Dukungan Pada ODHA.
Blog Master Keperawatan AIDS

Anda mungkin juga menyukai