Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Mata merupakan salah satu organ indera manusia yang mempunyai


manfaat sangat besar. Kelainan yang menggangu fungsi mata salah satunya adalah
strabismus. Strabismus ini terjadi jika ada penyimpangan dari penjajaran okular
yang sempurna.1

Di Los Angeles pada usia enam bulan sampai enam tahun memiliki
prevalensi strabismus sekitar 2,5%, sedangkan temuan ini tetap konstan tanpa
memandang jenis kelamin atau etnis, prevalensi cenderung meningkat dengan
bertambahnya usia.2

Strabismus terjadi pada kira-kira 2% anak-anak usia di bawah 3 tahun dan


sekitar 3% remaja dan dewasa muda. Kondisi ini mengenai pria dan wanita dalam
perbandingan yang sama. Strabismus mempunyai pola keturunan, jika salah satu
atau kedua orangtuanya strabismus, sangat memungkinkan anaknya akan
strabismus. Namun, beberapa kasus terjadi tanpa adanya riwayat strabismus
dalam keluarga. Anak-anak disarankan untuk dilakukan pemeriksaan mata saat
usia 3-4 tahun. Bila terdapat riwayat keluarga strabismus, pemeriksaan mata
disarankan dilakukan saat usia 12-18 bulan.3

Strabismus menyebabkan posisi kedua mata tidak lurus maka akan


mengakibatkan penglihatan binokuler tidak normal yang akan berdampak pada
berkurangnya kemampuan orang tersebut dalam batas tertentu. Orang dengan
kelainan ini akan terbatas kesempatan dalam kegiatannya pada bidang-bidang
tertentu.4

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA


A. ANATOMI
1. Orbita
Orbita adalah ruang yang terbentuk piramid yang bersisi empat
yang merupakan tempat bola mata.5 Basis orbit menghadap
anterolateral sedangkan apeks menghadap posteromedial.(gambar 1).
Orbit memiliki dinding medial, yang dibentuk oleh apparatus nasal dan
os etmoidalis, serta dinding lateral.Pada bagian superior, orbit
berbatasan dengan sinus frontalis, sedangkan pada inferior sinus
maksilaris. Volume orbit pada orang dewasa adalah sekitar 30 ml,
dimana hanya seperenam yang ditempati oleh bola mata.6
Orbit memiliki empat permukaan, yaitu:

Dinding superior (atap), hampir horizontal, dibentuk oleh bagian
orbital os frontalis. Berfungsi untuk proteksi dan tempat perlekatan
septum orbital.

Dinding inferior (lantai), terutama dibentuk oleh os maksila dan
sebagian kecil oleh os zigomatik dan palatine.

Dinding medial, kurang jelas batasnya, terbentuk oleh os
ethmoidalis yang setipis kertas dan menebal saat bertemu dengan os
lacrimal.2 Beberapa tulang lainnya yang membentuk batas medial
adalah os maxilla, os lacrimalis, dan os sphenoid.

Dinding lateral, dibentuk oleh prosesus frontalis os zigomatik dan
sayap mayor os sphenoid. dinding ini merupakan dinding terkuat
dibandingkan dengan yang lainnya.

2
Gambar 1
Tulang Tulang Pembentuk Rongga Orbita

2. Bola Mata
Bola mata merupakan organ penglihatan manusia. Bola mata
menempati bagian depan orbit. Bola mata orang dewasa memiliki
diameter sekitar 24,2-25 mm. Bola mata dilapisi oleh fascia tenon.
Fascia tenon adalah fascia yang menempel dari limbus sampai ke
nervus optikus. Bagian dalam fascia tenon menempel dengan episklera,
sedangkan bagian luarnya merupakan tempat perlekatan otot. Di antara
fascia tenon dengan sclera terdapat ruang potensial.
Bola mata terdiri dari tiga lapisan, yaitu:

Lapisan fibrosa, terdiri dari sclera dan kornea, merupakan lapisan
paling luar. Lapisan fibrosa merupakan rangka dari bola mata.
Sklera merupakan lapisan yang berwarna putih, sedangkan kornea
transparan dan menonjol kearah basis.

Lapisan vascular, terdiri dari koroid, iris, dan badan siliaris. Koroid
merupakan lapisan yang terletak di antara sclera dan kornea. Koroid
memiliki vaskularisasi yang tinggi. Badan siliaris adalah penebalan
di sebelah posterior korneoskleral junction, berfungsi sebagai
tempat perlekatan lensa dan sekresi aqueus humor. Iris adalah
cincin kontraktil yang terletak di anterior lensa. Di tengah iris
terdapat pupil, yang berfungsi sebagai tempat masuknya cahaya.

3
Iris berfungsi mengatur lebar pupil. Fungsi ini dapat dilakukan
karena iris memiliki dua jenis otot, yaitu muskulus dilator pupil dan
constrictor pupil. Otot konstriktor pupil memiliki persarafan
parasimpatis, sedangkan dilator pupil simpatis.

Lapisan neural, paling dalam, terdiri dari retina. Retina terdiri dari
pars optic(yang berfungsi menerima rangsang cahaya) dan pars
non-optik. Daerah tempat fokusnya cahaya secara klinis disebut
fundus optic. Pada fundus optic terdapat papil optic, yaitu tempat
masuknya nervus optikus. Di lateral papil optic terdapat macula ,
yang merupakan daerah paling sensitive terhadap cahaya. 5
3. Anatomi Otot Penggerak Bola Mata
a. Kedudukan bola mata
Diperlukan penentuan kedudukan pergerakan bola mata, dan 9
posisi untuk diagnosis kelainan pergerakan mata. Dikenal beberapa
bentuk kedudukan bola mata :
Posisi primer, mata melihat lurus ke depan
Posisi sekunder, mata melihat lurus ke atas, lurus ke bawah, ke
kiri dan ke kanan
Posisi tertier, mata melihat ke atas kanan, ke atas kiri, ke
bawah kanan dan ke bawah kiri.
b. Otot luar bola mata
Pergerakan kedua bola mata dimungkinkan oleh adanya 6 pasang
otot mata luar. Pergerakan bola mata ke segala arah ini bertujuan
untuk memperluas lapang pandangan, mendapatkan penglihatan
foveal dan penglihatan binokular untuk jauh dan dekat.
Otot-otot bola mata ini mengerakan bola mata pada 3 buah
sumbu pergerakan, yaitu sumbu antero-posterior, sumbu vertikal dan
sumbu nasotemporal (horizontal).
Fungsi masing masing otot:

4
- Otot rektus medius, kontraksinya akan menghasilkan aduksi atau
menggulirnya bola mata ke arah nasal dan otot ini dipersarafi oleh
saraf ke III (saraf okulomotor).
- Otot rektus lateral, kontraksinya akan menghasilkan abduksi atau
menggulirnya bola mata ke arah temporal dan otot ini dipersarafi
oleh saraf ke VI (saraf abdusen).
- Otot rektus superior, kontraksinya akan menghasilkan elevasi,
aduksi dan intorsi bola mata dan otot ini dipersarafi oleh saraf ke III
(saraf okulomotor).
- Otot rektus inferior, kontraksinya akan menghasilkan depresi pada
abduksi, ekstorsi dan pada abduksi, dan aduksi 23 derajat pada
depresi. Otot ini dipersarafi oleh saraf ke III.
- Otot oblik superior, kontraksinya akan menghasilkan depresi intorsi
bila berabduksi 39 derajat, depresi saat abduksi 51 derajat, dan bila
sedang depresi akan berabduksi. Otot ini yang dipersarafi saraf ke
IV (saraf troklear).
- Oblik inferior, dengan aksi primernya ekstorsi dalam abduksi
sekunder oblik inferior adalah elevasi dalan aduksi dan abduksi
dalam elevasi. M. Oblik inferior dipersarafi saraf ke III.
Demikian kesimpulan dapat diuraikan sebagai ;
Rektus medius ; aksi aduksi
Rektus lateralis ; aksi abduksi.
Rektus superior ; aksi primer ; - elevasi dalam abduksi. Aksi
sekunder ; intorsi dalam aduksi dan aduksi dalam elevasi
Rektus inferior, aksi primer ; - depresi pada abduksi. Aksi sekunder ;
ekstrosi pada aduksi dan aduksi pada depresi.
Oblik superior, aksi primer ; - intorsi pada abduksi. Aksi sekunder ;
depresi dalam aduksi dan abduksi dalam depresi
Oblik inferior, aksi primer ; - ekstorsi dalam abduksi. Aksi sekunder;
elevasi dalam aduksi dan abduksi dalam elevasi.

5
Kedua sumbu penglihatan dipertahankan lurus dan sejajar dengan
suatu refleks. Bila refleks ini tidak dapat dipertahankan maka akan terdapat
juling. Juling adalah satu keadaan dimana kedudukan bola amata yang
tidak normal. Yang dimaksdu dengan sumbu penglihatan adalah garis yang
menghubungkan titik nodal dan fovea sentral dan garis yang
menghubungkan titik fiksasi, sentral pupil dan fovea sentral. Strabismus
adalah suatu keadaan dimana kedudukan kbola mata tidak kesatu arah.
Pada strabismus sumbu bola mata tidak berpotongan pada satu titik benda
yang dilihat.

B. FISIOLOGI PENGLIHATAN
Faal penglihatan yang normal adalah apabila bayangan benda yang
dilihat kedua mata dapat diterima dengan ketajaman yang sama dan
kemudian secara serentak dikirim ke susunan saraf pusat untuk diolah
menjadi sensasi penglihatan tunggal. Mata akan melakukan gerakan
konvergensi dan divergensi untuk dapat melihat bersama serentak pada
kedua mata. Pasien dengan juling akan mengeluh mata lelah atau astenopia,
penglihatan kurang pada satu mata, lihat ganda atau diplopia, dan sering
menututp sebelah mata. Penyulit supresi dini yang terjadi adalah terjadinya
ambliopia dan fiksasi eksternal.6

2.2 STRABISMUS
2.2.1 Sejarah
Strabismus merupakan kelainan mata dimana visual axis tidak
mengarah secara bersamaan ke titik flksasi. Istilah strabismus baru
muncul pada zaman Romawi kurang lebih 2000 tahun yang lalu, Saat itu
ada seorang ahli ilmu bumi di Alexandria Mesir yang bernama Strabo
yang terkenal karena ia membuat peta dan tulisan mengenai istana
Cleopatra. Ia mempunyai kelainan mata dengan posisi tidak lurus/ juling,

6
sejak itu orang dengan mata juling disebut Strabo dan kemudian berubah
jadi Strabismos yang berarti membelok dan kemudian berubah lagi
menjadi Strabismus.7
2.2.2 Definisi
Strabismus (Mata juling) adalah suatu keadaan yang ditandai
dengan penyimpangan abnormal dari letak satu mata terhadap mata yang
lainnya, sehingga garis penglihatan tidak paralel dan pada waktu yang
sama, kedua mata tidak tertuju pada benda yang sama.7
2.2.3 Fusi
Fusi adalah pertumbuhan bayangan menjadi satu atau persatuan,
peleburan, dan penggabungan di otak yang berasal dari 2 bayangan mata
sehingga secara mental berdasarkan kemampuan otak didapatkan suatu
penglihatan tungal, yang berasal dari sensasi/ penghayatan masing-
masing mata.8
Kesan penglihatan tunggal ini mempunyai sifat ketajaman bentuk,
warna dan cahaya sedangkan ukuran dimensinya hanyalah panjang dan
lebar. Untutk menghindari agar tidak terjadi bayangan yang berasal dari
titik yang tidak sefaal, maka terjadi pergerakan refleks vergen (konvergen
dan divergen). 8

Dimana Fusi adalah :


1. Kemampuan otak untuk membuat satu bayangan gambar yang berasal
dari kedua mata
2. Fusi akan hilang bila penglihatan satu mata tidak ada
Diperlukan beberapa syarat agar penglihatan binocular menjadi
sensasi tunggal, yaitu:
1. Bayangan benda yang jatuh pada kedua fovea sama dalam semua
gradasi
2. Bayangan benda selalu terletak pada kedua fovea sentral

7
3. Bayangan yang diteruskan ke dalam susunan saraf pusat dapat menilai
kedua bayangan menjadi bayangan tunggal.
Bila terjadi hal diatas maka akan terdapat bayangan tunggal
binokular, sedang bila salah satu faktor di atas tidak terjadi maka akan
terjadi penglihatan binocular yang tidak tunggal.
Penglihatan tunggal dengan kedua mata ini dapat terjadi pada
semua bayangan di kedua macula dan luar macula sehingga terjadi
penglihatan sentral dan perifer bersama-sama. Penglihatan tunggal dengan
kedua mata untuk daerah sentral selalu disertai dengan penglihatan tunggal
daerah perifer. 8

Refleks Fusi
Usaha mata mempertahankan letak mata searah atau sejajar. Walaupun
refleks ini tanpa disadari dan automatis ia memerlukan perhatian
penglihatan. Refleks fusi ini dirangsang oleh terjadinya bayangan terpisah
pada kedua mata atau terdapatnya bayangan satu pada 2 titik retina tidak
sekoresponden. 8

Supresi, dimana otak mengabaikan bayangan benda mata yang lainnya


untuk mencegah terjadinya diplopia. Supresi terjadi akibat : 8
1. Juling kongenital
2. Satu mata sering berdeviasi
3. Mata deviasi berganti dimana tidak akan terjadi diplopia karena akan
terjadi supresi pada salah satu mata.

Hukum hukum di dalam Strabismus 8


Hukum secara ilmiah merupakan pernyataan yang ditemukan nyata
untuk semua kejadian strabismus. Terdapat beberapa hukum yang berkaitan
dengan strabismus dan ambliopia ;

8
Hukum desmarres. Bila sumbu penglihatan bersilang maka
bayangannya tidak bersilangan. Sebaiknya bila sumbu penglihatan pada
mata tidak bersilangan maka bayangannya akan bersilangan.
Hukum donder. Kedudukan mata terhadap tiitk fiksasi penglihatan
ditentukan oleh arah mata. Bola mata berputar pada sumbu penglihatan
tanpa disadari atau disengaja. Bila perhatian tertarik pada benda yang
bergerak maka derajat perputaran bola mata ditentukan oleh jarak
benda terhadap bidang medial dan dengan bidang horizontal.
Hukum gullstrand. Bila pasien yang sedang berfiksasi jauh digerakkan
kepalanya maka refleks kornea pada kedua mata akan bergerak searah
dengan arah gerakan kepala, atau bergerak ke arah otot yang lebih
lemah.
Hukum hering, /Ewald hering, ahli fisiologi Jerman 1834-1918. Pada
pergerakan bersama kedua bola mata didapatkan rangsangan yang sama
dan simultan pada otot-otot mata agonis dari pusat persarafan okulogiri
untuk mengarahkan kedudukan mata. Dasarnya adalah terdapatnya
persarafan bilateral mata, persarafan yang sama diteruskan pada kedua
mata sehingga tidak terjadi pergerakan satu mata bebas terhadap yang
lainnya.
Hukum listing, (John benedict listing, dokter jerman). Bila terjadi
perubahan garis fiksasi bola mata dari posisi primer ke posisi lainnya,
maka sudut torsi pada posisi sekunder ini sama seperti bila mata itu
kembali pada posisinya dengan berputar pada sumbu yang tetap yang
tegak lururs pada sumbu permulaan dan posisi akhir dari garis fiksasi.
Berdasarkan hukum ini secara fisiologik kesatuan otot ekstraokular
dapat melakukan bermacam-macam gerakan rotasi. Sehingga setiap
perubahan posisi dari primer ke posisi lainnya akan mengakibatkan
mata berputar menurut sumbu yang terletak di bidang ekuator yang
disebut bidang Listing.

9
Hukum Sherington. Otot mata luar seperti pada otot serat lintang
menunjukkan persarafan resiprokal pada otot antagonisnya. Pada
kedudukan mata tertentu setiap kontraksi otot selalu terjadi rangsangan
antagonis yang berkekuatan sama mengimbangi rangsangan tersebut.
Pada pergerakan mata terjadi rangsangan sama pada otot mata yang
sinergistik dan pengendoran rangsangan yang sesuai pada otot
antagonistik. Bila mata kanan yang melakukan gerakan abduksi yang
merupakan rangsangan pada otot rektus lateral kanan maka akan terjadi
perlemahan rangsangan pada otot rektus medius kanan yang antagonis
terhadap rektus lateral kanan (contoh hukum Sherington). 8

2.2.4. Fisiologi 9
1. Aspek Motorik
Fungsi masing masing otot
Fungsi Masing masing otot ekstraokular berperan dalam
mengatur posisi mata dalam tiga sumbu rotasi. Kerja primer suatu
otot adalah efek utama yang ditimbulkannya pada rotasi mata. Efek
yang lebih kecil disebut kerja sekunder atau tersier. Kerja setiap
otot bergantung pada orientasi mata di dalam orbita dan pengaruh
jaringan ikat orbita, yang mengatur arah kerja otot ekstraokular
dengan menjadi origo mekanis fungsional otot-otot tersebut
(hipotesis katrol aktif). 9
Otot rektus medalis dan lateralis masing masing
menyebabkan adduksi dan abduksi mata, dengan efek ringan pada
elevasi atau torsi. Otot rektus vertikalis dan obliquus memiliki
fungsi vertical maupun torsional. Secara umum, otot otot rektus
vertikalis merupakan elevator dan depressor utama mata, dan otot

10
obliquus, terutama berperan dalam gerakan torsional. Efek vertical
otot rektus superior dan inferior lebih besar saat mata berada dalam
keadaan abduksi. Efek vertical otot obliquus lebih besar saat mata
dalam keadaan adduksi. 9

Bidang Kerja
Posisi mata ditentukan oleh keseimbangan yang dicapai oleh
tarikan keenam otot ekstraokular. Mata berada dalam posisi
memandang primer (primary position of gaze) saat keduanya
memandang lurus ke depan dengan kepala dan badan tegak. Untuk
menggerakkan mata kea rah pandangan yang lain, otot agonis
menarik mata kea rah tersebut dan otot antagonis berelaksasi.
Bidang kerja suatu otot adalah arah pandangan yang dihasilkan saat
otot itu mengeluarkan daya kontraksinya yang terkuat sebagai suatu
agonis, misalnya otot rektus lateralis mengalami kontraksi terkuat
saat melakukan abduksi mata. 9

Tabel 2.1 Fungsi otot-otot mata


Otot Kerja Primer Kerja Sekunder
Rektus lateralis (RL) Abduksi Tidak ada
Rektus medialis (RM) Adduksi Tidak ada
Rektus superior (RS) Elevasi Adduksi, intorsi
Rektus inferior (RI) Depresi Adduksi, ekstors
Obliquus superior (OS) Intorsi Depresi, abduksi
Obliquus inferior (OI) Ekstorsi Elevasi, abduksi

Otot otot Sinergistik & Antagonistik (Hukum Sherington)


Otot otot sinergistik adalah otot otot yang memiliki bidang
kerja yang sama. Dengan demikian, untuk pandangan dengan arah
vertical, otot rektus superior dan obliquus inferior bersinergi
menggerakkan mata ke atas. Otot otot yang sinergistik untuk suatu
fungsi mungkin antagonistic untuk fungsi yang lain. Misalnya, otot
rektus superior dan obliquus inferior bekerja sebagai antagonis pada

11
gerak torsi, rektus superior menyebabkan intorsi dan dan obliquus
inferior ekstorsi. Otot otot ekstraokular, seperti otot rangka,
memperlihatkan persarafan otot otot antagonistic yang timbal balik
(hukum Sherington). Dengan demikian, pada dekstroversi (menatap ke
kanan), otot rektus lateralis medialis kanan dan lateralis kiri mengalami
inhibisis sementara otot rektus lateralis kanan dan medialis kiri
terstimulasi. 9

Otot Otot Pasangan Searah (Hukum Hering)


Agar pergerakan kedua mata berada dalam arah yang sama, otot
otot agonis yang berkaitan harus menerima persarafan yang setara
(hokum Hering). Pasangan otot agonis dengan kerja primer yang sama
disebut pasangan searah (yoke pair). Otot rektus lateralis kanan dan
rektus medialis kiri adalah pasangan searah untuk menatap ke kanan.
Otot rektus inferior kanan dan obliquus superior kiri adalah pasangan
9
searah untuk memandang ke kanan bawah.

Perkembangan Gerakan Binokular


Sistem neuromuscular pada bayi masih belum matang sehingga
tidak jarang kesejajaran mata belum stabil pada bulan bulan pertama
kehidupan. Esodeviasi sementara adalah penyimpangan yang paling
sering dijumpai dan mungkin berkaitan dengan imaturitas sistem
akomodasi-konvergensi. Membaiknya ketajaman penglihatan secara
bertahap disertai pematangan sistem okulomotor memungkinkan
penjajaran mata yang lebih stabil pada usia 2 3 bulan. Setiap kelainan
penjajaran setelah usia ini harus diperiksa oleh oftalmolog. 9

2. Aspek Sensorik 9
Penglihatan Binokular
Di setiap mata, segala yang tercitra di fovea terlihat secara
subjektif sebagai tepat di depan. Dengan demikian, apabila dua objek

12
yang tidak serupa dicitrakan pada kedua fovea, kedua objek tersebut
akan terlihat tumpang tindih, tetapi ketidakserupaam tersebut akan
mengambat fusi untuk membentuk suatu kesan tunggal. Karena
berbedanya titik nyaman (vantage point) di dalam ruang setiap mata,
bayangan disetiap mata sebenarnya sedikit berbeda dengan bayangan di
mata sebelahnya. Fusi sensorik dan stereopsis merupakan dua proses
fisiologik berbeda yang berperan dalam penglihatan binocular.

Fusi Sensorik & Stereopsis


Fusi sensorik adalah proses yang membuat perbedaan perbedaan
antara dua bayangan tidak disadari. Di bagian retina perifer masing
masing mata, terdapat titik titik korespondensi yang bila tidak ada
fusi akan melokalisasi rangsangan pada arah yang sama dalam ruang.
Dalam proses fusi, nilai arah titik titik ini dapat dimodifikasi. Dengan
demikian, setiap titik di retina pada masing masing mata mampu
memfusikan rangsangan yang jatuh cukup dekat dengan titik
korespondensi di mata yang lain. Daerah titik titik yang dapat
difusikan ini disebut daerah panum. 9
Fusi dapat terjadi karena perbedaan perbedaan ringan antara dua
bayangan diabaikan, dan stereopsis atau persepsi kedalaman (depth
perception) binocular - terjadi karena integrasi cerebral kedua
bayangan yang sedikit berbeda tersebut.

Kelainan Sensorik pada Strabismus


Hingga usia 7 atau 8 tahun, otak biasanya mengembangkan berbagai
respons terhadap penglihatan binocular yang abnormal; respons ini
mungkin tidak muncul bila onset strabismusnya setelah usia tersebut.
Kelainan kelainan tersebut adalah diplopia, supresi, anomaly
korespondensi retina, dan fiksasi eksentrik.
a. Diplopia
Apabila terdapat strabismus, kedua fovea menerima bayangan yang
berbeda. Objek yang terlihat oleh salah satu fovea dicitrakan pada

13
daerah retina perifer di mata yang lain. Bayangan fovea terlokalisasi
tepat di depan. Sedangkan bayangan retina perifer dari objek yang
sama di mata yang lain yang dilokalisasikan di arah yang lain.
Dengan demikian, objek yang sama terlihat di dua tempat
(diplopia).
b. Supresi
Dalam kondisi penglihatan binocular pasien strabismus, bayangan
yang terlihat di salah satu mata menjadi predominan dan yang
terlihat di mata yang lain tidak di persepsikan (supresi).
c. Ambliopia
Pengalaman visual abnormal berkepanjangan yang dialami oleh
seorang anak berusia kurang dari 7 tahun dapat menyebabkan
amblyopia (penurunan ketajaman penglihatan tanpa adanya
penyakit organic pada satu mata yang dapat dideteksi).
d. Anomali korespondensi retina
Anomali korespondensi retina adalah adaptasi sensorik yang timbul
pada strabismus dalam kondisi penglihatan binocular.
e. Fiksasi eksentrik
Fiksasi ekstenrik yang mencolok mudah diketahui secara klinis
dengan menutup mata yang dominan dan mengarahkan perhatian
pasien ke suatu sumber cahaya yang dipegang tepat di muka. Mata
yang memiliki fiksasi eksentrik yang mencolok tidak akan melihat
lurus ke sumber cahaya tapi akan tampak melihat kea rah lain
(sudut kappa positif atau negatif)

2.2.4 Etiologi 10
Strabismus biasanya disebabkan oleh:
1. Kelumpuhan pada 1 atau beberapa otot penggerak mata (strabismus
paralitik). Kelumpuhan pada otot mata bisa disebabkan oleh
kerusakan saraf.
2. Tarikan yang tidak sama pada 1 atau beberapa otot yang
menggerakan mata (strabismus non-paralitik). Strabismus non-
paralitik biasanya disebabkan oleh suatu kelainan di otak.

14
2.2.5 Pemeriksaan 9
a. Riwayat
Dalam mendiagnosis Strabismus diperlukan anamnesis yang cermat
Riwayat Keluarga
Strabismus dan amblyopia sering ditemukan dalam hubungan
keluarga
Usia Onset
Ini merupakan faktor penting untuk prognosis jangka panjang.
Semakin dini onset strabismus, semakin buruk prognosis fungsi
penglihatan binokular.
Jenis Onset
Awitan dapat perlahan, mendadak, atau intermitten
Jenis Deviasi
Ketidaksesuaian penjajaran dapat terjadi di semua arah; dapat
lebih besar di posisi posisi menatap tertentu, termasuk posisi
primer untuk jauh atau dekat.
Fiksasi
Salah satu mata mungkin terus menerus menyimpang, atau
mungkin terlihat fiksasi yang berpindah-pindah.

b. Ketajaman Penglihatan
Ketajaman penglihatan harus dievaluasi sekalipun hanya dapat
dilakukan perkiraan kasar atau perbandingan dua mata. Masing
masing mata dievaluasi tersendiri karena pemeriksaan binocular
tidak akan dapat memperlihatkan gangguan penglihatan pada salah
satu mata. Untuk pasien anak kecil, mungkin hanya dapat
dipastikan bahwa mata dapat mengikuti suatu sasaran yang
bergerak. Sasaran harus berukuran sekecil mungkin sesuai dengan
usia, perhatian dan tingkat kewaspadaan anak. Fiksasi dikatakan
normal apabila fiksasi tersebut bersifat sentral (foveal) dan
dipertahankan terus sementara mata mengikuti suatu objek

15
bergerak. Pada anak strabismus yang belum bisa bicara,
pengutamaan fiksasi (fixation preference) pada satu mata
menunjukkan dugaan adanya amblyopia di mata sebelahnya. Pada
anak yang belum bisa bicara dengan penjajaran motoric yang baik ,
perbedaan ketajaman yang ringan mungkin sulit dideteksi
berdasarkan perilaku mengikuti. Sebuah teknik pemeriksaan yang
berguna dilakukan dengan memegang dasar prisma 15-20 PD di
depan mata sebelah bawah untuk menginduksi sebuah perbedaan
vertical pada bayangan. Pemeriksaan ini dikenal sebagai uji tropia
penginduksi, sedikit perbedaan dalam pengutamaan fiksasi dapat
terdeteksi dengan mudah. Teknik lain untuk mengukur ketajaman
penglihatan secara kuantitatif pada anak kecil adalah forced-choice
preferencial looking. 9
Pada usia 2.5 3 tahun dapat dilakukan uji ketajaman
penglihatan penggunaan menggunakan gambar Allen. Mainan E
jungkir balik Snellen atau uji pengenalan HOTV; HOTV lebih
umum dipilih. Pada anak anak kecil uji permainan E jungkir
balik mudah keliru akibat terbalik-balik. Pada usia 5 atau 6 tahun ,
sebagian anak dapat menjalani uji ketajaman penglihatan Snellen.
Pada usia ini, ketajaman optotipi snellen tunggal normalnya telah
berkembang sempurna, tetapi ketajaman terhadap optotipi Snellen
multiple (ketajaman linear) mungkin belum berkembang sempurna
hingga 2 tahun lagi. Pada situasi yang demikian, dapat digunakan
optotipi penuh (crowded optotipe) untuk merangsang suatu
ketajaman linear. 9
c. Penentuan Kesalahan Refraksi
Perlu dilakukan penentuan kelainan refraksi sikloplegik dengan
retinoskopi. Refraksi sikloplegik paling sering dilakukan dengan
menggunakan larutan oftalmik cyclopentolate 1%. Kadang
kadang larutan atau salep atropine 1% untuk mendapatkan

16
sikloplegik sempurna pada anak dengan iris berwarna gelap yang
kurang berespons terhadap obat-obat yang lebih lemah.
d. Inspeksi
Inspeksi saja dapat memperlihatkan apakah strabismus yang
terjadi konstan atau intermitten, berpindah pindah atau tidak, dan
apakah berubah-ubah. Mungkin juga ditemukan adanya ptosis dan
posisi kepala yang abnormal. Harus diperhatikan kualitas fiksasi
masing-masing mata dan kedua mata secara mata dan kedua mata
secara bersamaan. Nistagmus menandakan adanya fiksasi yang
tidak stabil dan biasanya penurunan ketajaman penglihatan.
Lipatan epikantus yang menonjol dan menghalangi seluruh
atau sebagian sclera nasal dapat menimbulkan gambaran esotropia
(pseudostrabismus). Walaupun kondisi ini membingungkan bagi
orang awam serta sebagian dokter, anak-anak pengidapnya
memperlihatkan uji refleksi cahaya yg normal pada kornea. Lipatan
epikantus yang menonjol menghilang secara bertahap pada usia 4
atau 5 tahun.
e. Penentuan Sudut Strabismus (Sudut Deviasi) 9
A. Uji tutup dan prisma
Uji tutup terdiri atas empat bagian: (1) uji tutup, (2) uji
membuka penutup, (3) uji penutup bergantian, dan (4) uji tutup
bergantian plus prisma. Pada keempat uji tersebut, pasien
menatap lekat ke suatu target, yang dapat terletak di segala arah
pandangan, dekat atau jauh.
1. Uji tutup
Sewaktu pemeriksa mengamati satu mata, di depan mata
yang lain ditaruh penutup untuk menghalangi pandangannya
pada sasaran. Apabila mata yang diamati untuk melakukan
fiksasi, mata tersebut sebelumnya tidak melakukan fiksasi
pada sasaran, terdapat deviasi yang bermanifestasi

17
(strabismus). Arah gerakan memperlihatkan arah
penyimpangan.
2. Uji membuka penutup
Sewaktu penutup diangkat setelah uji tutup, dilakukan
pengamatan pada mata yang sebelumnya ditutup tersebut.
Apabila posisi mata tersebut berubah, terjadi interupsi
penglihatan binocular yang menyebabkannya berdeviasi,
dan terdapat heteroforia. Uji tutup/membuka penutup
dilakukan pada setiap mata.
3. Uji tutup bergantian
Penutup ditaruh bergantian di depan mata yang pertama dan
kemudian di mata yang lain. Uji ini memperlihatkan deviasi
total (heterotropia ditambah heteroforia bila ada juga).
Penutup harus di pindahkan dengan cepat dari satu mata ke
mata yang lain untuk mencegah refuse heteroforia.

4. Uji tutup bergantian plus prisma


Untuk mengukur deviasi secara kuantitatif, diletakkan
prisma dengan kekuatan yang yang semakin meningkat di
depan satu mata sampai terjadi netralisasi gerakan mata
pada uji tutup bergantian.
B. Uji Objektif
Pengukuran dengan prisma dan penutup bersifat objektif karena
tidak memerlukan laporan pengamatan sensorik dari pasien.
Namun diperlukan kerja sama dan keutuhan penglihatan kedua
mata dalam kadar tertentu. Penentuan klinis posisi, mata yang
tidak memerlukan pengamatan sensorik pasien (uji objektif)
dianggap kurang akurat walaupun kadang-kadang masih
bermanfaat. Dua metode yang sering digunakan bergantung
pada pengamatan posisi refleksi cahaya pada kornea. Hasil dari
kedua metode tersebut harus di modifikasi dengan
mempertimbangkan sudut kappa.

18
1. Metode Hirschberg
Pasien melakukan fiksasi terhadap suatu cahaya berjarak
sekitar 33 cm. Pada mata yang berdeviasi akan terlihat
desentrasi pantulan cahaya. Dengan mempertimbangkan 18
PD untuk setiap millimeter desentrasi, dapat dibuat sudut
deviasinya.
2. Metode reflex prisma (dikenal sebagai uji krimsky
reverse)
Pasien melakukan fiksasi terhadap suatu cahaya. Sebuah
prisma ditempatkan di depan mata yang dipilih, dan
kekuatan prisma yang diperlukan untuk membuat reflex
cahaya terletak di ditengah kornea mata yang strabismus
menentukan ukuran sudut deviasinya.
f. Duksi (Rotasi monokular)
Dengan satu mata tertutup, mata yang lain mengikuti sasaran yang
bergerak dalam semua arah pandangan. Setiap pengurangan
gerakan rotasi mengisyaratkan adanya keterbatasan dalam bidang
kerja otot yang bersangkutan; keterbatasan disebabkan oleh
kelemahan kontraksi atau kegagalan relaksasi otot antagonisnya.

g. Versi (Gerakan mata konjugat)


Hukum hering menyatakan bahwa otot-otot pasangan searah (yoke
muscle) menerima stimulasi yang setara pada setiap gerakan mata
konjugat. Versi diperiksa dengan meminta mata pasien mengikuti
suatu sumber cahaya di Sembilan posisi diagnostic: primer - lurus
ke depan; sekunder kanan; kiri, atas, dan bawah; dan tersier atas
dan kanan, bawah dan kanan, atas dan kiri, dan bawah dan kiri.
Perbedaan gerakan rotasi salah satu mata terhadap mata yang lain
dicatat sebagai suatu over action atau underaction. Berdasarkan
perjanjian, pada posisi tersier, otot-otot obliquus dikatakan bekerja

19
berlebihan (overacting) atau kurang bekerja (underaction) dalam
kaitannya dengan otot rektus pasangannya. Fiksasi dalam bidang
kerja suatu otot yang paresis menimbulkan overaction otot
pasangannya, karena diperlukan persarafan yang lebih besar untuk
kontraksi otot yang underacting. Sebaliknya, fiksasi dengan mata
yang normal akan menyebabkan otot yang paresis kurang bekerja.
h. Gerakan Disjungtif
1. Konvergensi
Sewaktu mengikuti sebuah benda yang bergerak mendekat,
kedua mata harus berputar ke dalam untuk mempertahankan
kesejajaran sumbu penglihatan dengan objek yang
bersangkutan. Otot otot rektus medialis berkontraksi dan otot-
otot rektus lateralis berelaksasi di bawah pengaruh stimulasi dan
inhibisi saraf.
Konvergensi adalah suatu proses aktif dengan komponen
volunteer dan involunter yang kuat. Salah satu pertimbangan
penting dalam mengevaluasi otot-otot ekstraokular pada
strabismus adalah konvergensi
Untuk memeriksa konvergensi, sebuah objek kecil atau
sumber cahaya secara perlahan dibawa mendekat ke jembatan
hidung. Perhatian pasien ditunjukkan kepada benda tersebut
dengan mengatakan Usahakan sekuat mungkin jangan sampai
ada banyangan ganda. Dalam keadaan normal, konvergensi
dapat dipertahankan sampai benda terletak dekat dengan
jembatan hidung. Nilai numerik konvergensi yang sebenarnya
dapat ditentukan dengan mengukur jarak dari jembatan hidung
(dalam sentimeter) pada saat mata kalah (yakni saat mata
nondominan bergerak ke lateral sehingga konvergensi tidak lagi
dapat dipertahankan). Titik ini disebut titik dekat konvergensi,
dan nilai sampai 5 cm dianggap masih dalam batas normal.

20
Rasio konvergensi akomodatif terhadap akomodasi (rasio
AC/A) adalah suatu cara untuk mengukur hubungan antara
konvergensi dan akomodasi. Konvergensi akomodatif terjadi
sewaktu mata memandang suatu sasaran akomodatif, yakni
sasaran yang memiliki kontur atau huruf yang dapat dipisahkan
sehingga akomodasi terangsang. Hasilnya sering dinyatakan
sebagai dioptric prisma konvergensi per dioptric akomodasi.
Rasio AC/A berguna sebagai suatu alat riset atau klinis untuk
meneliti dan memastikan hubungan keduanya lebih jauh; sejauh
ini, rasio tersebut telah banyak membantu kita memahami dan
sekaligus mengoreksi, esotropia akomodatif terutama dalam
pengguanaan kacamata bifocal dan miotik.
2. Divergensi
Elektromiografi telah memastikan bahwa divergensi adalah
suatu proses aktif, bukan semata-mata suatu relaksasi
konvergensi. Secara klinis, fungsi ini jarang diperiksa, kecuali
dalam meneliti amplitude fusi.

b. Pemeriksaan Sensorik 9
Pemeriksaan stereopsis
Banyak pemeriksaan stereopsis dilakukan dengan sasaran dan
kaca terpolarisasi untuk memisahkan rangsangan. Satu mata
melihat sasaran melalui lensa yang terpolarisasi horizontal dan
satunya melalui lensa yang terpolarisasi vertical. Stereogram
titik acak (random dot stereogram) tidak memiliki petunjuk
kedalaman monocular. Masing masing mata memiliki suatu
bidang titik titik acak, tetapi korelasi setiap titik dengan
korespondennya terbuat sedemikian rupa sehingga apabila
terdapat stereopsis, pasien akan melihat suatu bentuk tiga
dimensi.
Pemeriksaan Supresi

21
Adanya supresi mudah diketahui dengan uji empat-titik worth
(worth four dot test). Di depan salah satu mata pasien ditaruh
kaca yang berisi sebuah lensa merah, sedangkan di mata yang
lain lensa hijau. Pasien diperlihatkan senter yang berisi bintik-
bintik merah, hijau, dan putih. Bintik warna tersebut adalah
penanda persepsi yang melalui setiap mata; bintik putih yang
memiliki potensi terlihat oleh kedua mata, dapat menandakan
adanya diplopia. Jarak antara titik-titik dan jarak cahaya yang
dipegang menentukan ukuran daerah retina yang diperiksa.
Daerah fovea dapat diperiksa pada jarak jauh; daerah perifer
pada jarak dekat.

Potensial Fusi
Pada orang dengan deviasi yang bermanifestasi, status
potensial fusi penglihatan binocular dapat ditentukan dengan
uji filter merah. Sebuah filter merah diletakkan diletakkan di
depan salah satu mata. Pasien diminta melihat ke suatu sasaran
cahaya fiksasi yang terletak jauh atau dekat. Terlihat suatu
cahaya yang putih dan merah. Di depan satu atau kedua mata
diletakkan sebuah prisma supaya dapat membawa dua
bayangan menjadi satu. Apabila terdapat potensial fusi, kedua
bayangan akan menyatu dan terlihat sebagai sebuah cahaya
tunggal berwarna merah muda. Apabila tidak terdapat potensial
fusi, pasien tetap melihat satu cahaya merah dan satu cahaya
putih.

2.2.6 Klasifikasi 11
1. Menurut manifestasinya
a. Heterotropia : strabismus manifes (sudah terlihat)

22
Suatu keadaan penyimpangan sumbu bola mata yang nyata
dimana kedua penglihatan tidak berpotongan pada titik fiksasi.
Contoh: esotropia, eksotropia, hipertropia, hipotropia
b. Heteroforia : strabismus laten (belum terlihat jelas)
Penyimpangan sumbu penglihatan yang tersembunyi yang masih
dapat diatasi dengan reflek fusi. Contoh: esoforia, eksoforia.

2. Menurut jenis deviasi


Horizontal : esodeviasi atau eksodeviasi
Vertikal : hiperdeviasi atau hipodeviasi
Torsional : insiklodeviasi atau eksiklodeviasi
Kombinasi: horizontal, vertikal dan atau torsional

3. Menurut kemampuan fiksasi mata


Monokular : bila suatu mata yang berdeviasi secara konstan
Alternan : bila kedua mata berdeviasi secara bergantian

4. Menurut usia terjadinya :


Kongenital : usia kurang dari 6 bulan.
Didapat : usia lebih dari 6 bulan.

5. Menurut sudut deviasi7


a. Inkomitan (paralitik)

23
Sudut deviasi tidak sama, pada kebanyakan kasus disebabkan
kelumpuhan otot penggerak bola mata.
Tanda-tanda :
- Gerak mata terbatas
Terlihat pada daerah dimana otot yang lumpuh bekerja. Hal
ini dapat dilihat, bila penderita diminta supaya matanya
mengikuti suatu objek yang digerakkan, tanpa
menggerakkan kepalanya.
- Deviasi
Kalau mata digerakkan kearah otot yang lumpuh bekerja,
mata yang sehat akan menjurus kearah ini dengan baik,
sedangkan mata yang sakit tertinggal. Deviasi ini akan
tampak lebih jelas, bila kedua mata digerakkan kearah
dimana otot yang lumpuh bekerja. Tetapi bila mata
digerakkan kearah dimana otot yang lumpuh ini tidak
berpengaruh, deviasinya tak tampak.
Diplopia
Terjadi pada otot yang lumpuh dan menjadi lebih nyata bila
mata digerakkan kearah ini.
Ocular torticollis (head tilting)
Penderita biasanya memutar kearah kerja dari otot yang
lumpuh. Kedudukan kepala yang miring, menolong diagnosa
strabismus paralitikus. Dengan memiringkan kepalanya,
diplopianya terasa berkurang.
Proyeksi yang salah
Mata yang lumpuh tidak melihat objek pada lokalisasi yang
benar. Bila mata yang sehat ditutup, penderita disuruh
menunjukkan suatu objek yang ada didepannya dengan tepat,
maka jarinya akan menunjukkan daerah disamping objek
tersebut yang sesuai dengan daerah otot yang lumpuh. Hal ini
disebabkan, rangsangan yang nyata lebih besar dibutuhkan

24
oleh otot yang lumpuh, dan akan menyebabkan tanggapan
yang salah pada penderita.
Vertigo, mual-mual
Disebabkan oleh diplopia dan proyeksi yang salah. Keadaan ini
dapat diredakan dengan menutup mata yang sakit.
Diagnosa berdasarkan :
Keterbatasan gerak
Deviasi
Diplopia.
Ketiga tanda ini menjadi nyata, bila mata digerakkan kearah
lapangan kerja dari otot yang sakit. Pada keadaan parese, dimana
keterbatasan gerak mata tak begitu nyata adanya diplopi merupakan
tanda yang penting.

Kelumpuhan Saraf Okulomotor


Tanda-tanda:
Ptosis
Bola mata hampir tak dapat bergerak. Keterbatasan bergerak
kearah atas, kenasal dan sedikit kearah bawah.
Mata berdeviasi ketemporal, sedikit kebawah. Kepala berputar
kearah bahu pada sisi otot yang lumpuh
Sedikit eksoftalmus, akibat paralisis dari 3 mm rekti yang
dalam keadaan normal mendorong mata kebelakang.
Pupil midriasis, reaksi cahaya negatif, akomodasi lumpuh.
Diplopia.
Hal tersebut terjadi oleh karena N.III mengurusi : M.rektus
superior, m.rektus medialis, m.rektus lateralis, m.obliqus inferior,
m. sfingter pupil, mm.siliaris. bila ini semua lumpuh tinggal
m.rektus lateralis, m.obliqus superior yang bekerja, karena itu

25
mata berdeviasi kearah temporal sedikit kearah bawah dan intorsi
(berputar kearah nasal). Pupil lebar tak ada akomodasi.
Kelumpuhan N.III sering tak sempurna hanya mengenai 2-3
otot saja. Dapat disertai dengan kelumpuhan dari otot-otot lain.
Bila terdapat kelumpuhan dari semua otot-otot, termasuk otot iris
dan badan siliar, disebut oftalmoplegia totalis. Kalau hanya
terdapat kelumpuhan dari otot-otot mata luar, disebut
oftalmoplegia eksterna, yang ini lebih sering terjadi. Kelumpuhan
yang terbatas pada m.sfingter pupil dan badan siliar, disebut
oftalmoplegia interna. Hal ini sering dijumpai misalnya pada :
Pemakaian midriatika, sikloplegia, waktu mengadakan
pemeriksaan fundus atau refraksi
Kontusio bulbi
Akibat lues, difteri, diabetes, penyakit serebral.
Dalam hal ini kita dapatkan pupil lebar, tak ada akomodasi.
Pada oftalmoplegia interna, diobati menurut penyebabnya dan lokal
diberikan pilokarpin atau eserin. Kalau akomodasinya tetap hilang,
beri pula kacamata sferis (+) 3 D untuk pekerjaan dekat.
Penyebab:
Kelainannya dapat terjadi pada setiap tempat dari korteks
serebri ke otot, seperti adanya eksudat, perdarahan,
periostitis, tumor, trauma, perubahan pembuluh darah yang
menyebabkan penekanan atau peradangan pada saraf.
Jarang disebabkan peradangan atau degenerasi primer.
Infeksi akut (difteri, influenza), keracunan (alkohol),
diabetes mellitus, penyakit-penyakit sinus, trauma.
Terjadinya gejala dapat tiba-tiba ataupun perlahan-lahan, tetapi
perjalanan penyakitnya selalu menahun. Kekambuhan sering
terjadi. Bila telah terjadi lama, prognosis tidak menguntungkan

26
lagi karena kemungkinan terjadinya atrofi dari otot-otot yang
lumpuh dan kontraksi dari otot lawannya.

Pengobatan :
Untuk menghindari diplopia, mata yang sakit atau mata
yang sehat ditutup.
Operasi
Bila setelah pengobatan kira-kira 6 bulan tetap lumpuh,
dilakukan operasi reseksi dari otot yang lumpuh disertai
resesi dari otot lawannya agar tidak terjadi atrofi dari otot
yang lumpuh. Hasil dari operasi ini sering mengecewakan,
tetapi perbaikan kosmetis mungkin dapat memuaskan.

Kelumpuhan m.rektus medialis


Menyebabkan strabismus divergens, gangguan gerak kearah
nasal, diplopi. Kelainan ini bertambah bila mata digerakkan kearah
nasal (aduksi). Kepala dimiringkan kearah otot yang sakit.

Kelumpuhan m.rektus superior


Terdapat keterbatasan gerak keatas, hipotropia, diplopia.
Bayangan dari mata yang sakit terdapat diatas bayangan mata yang
sehat. Kelainan bertambah pada gerakan mata keatas.

Kelumpuhan m.rektus inferior


Terdapat keterbatasan gerak mata kebawah, hipertropia,
diplopic yang bertambah hebat bila mata digerakkan kebawah.
Bayangan dari mata yang sakit terletak lebih rendah.

Kelumpuhan m.oblik superior

27
Terdapat keterbatasan gerak kearah bawah terutama nasal
inferior, strabismus yang vertikal, diplopia yang bertambah hebat bila
mata digerakkan kearah nasal inferior. Bayangan dari mata yang sakit
terletak lebih rendah.

Kelumpuhan m.oblik inferior


Terdapat keterbatasan gerak keatas, terutama atas nasal,
strabismus vertikal, diplopia. Kelainan bertambah bila mata
digerakkan kearah temporal atas. Bayangan dari mata yang sakit
terletak lebih tinggi.

Kelumpuhan Saraf Abdusen


Tanda-tandanya :
Gangguan pergerakan mata ke arah luar.
Diplopi yang menjadi lebih hebat, bila mata digerakkan
kearah luar.
Kepala dimiringkan kearah otot yang lumpuh.
Deviasinya menghilang, bila mata digerakkan kearah yang
berlawanan dengan otot yang lumpuh
Pada anak dibawah 6 tahun, dimana pola sensorisnya belum
tetap, timbul supresi, sehingga tidak timbul diplopia.
Pada orang dewasa, dimana esotropianya terjadi tiba-tiba,
penderita mengeluh ada diplopia, karena pola sensorisnya
sudah tetap dan bayangan dari objek yang dilihatnya jatuh
pada daerah-daerah retina dikedua mata yang tidak
bersesuaian.
Penyebab:

28
Sering terdapat pada orang dewasa yang mendapat trauma
dikepala, tumor atau peradangan dari susunan saraf serebral.
Jarang ditemukan pada anak-anak, yang biasanya disebabkan
trauma pada waktu lahir, kelainan kongenital dari m.rektus
lateralis atau persarafannya.
Pengobatan :
Penderita diobati dahulu secara nonoperatif selama 6 bulan,
menurut kausanya. Bila terdapat diplopia, mata yang sakit
atau sehat ditutup untuk menghilangkan diplopia dan segala
akibatnya.
Baik pada anak ataupun dewasa, bila setelah 6 bulan
pengobatan belum ada perbaikan, baru dilakukan operasi
sebab bila dibiarkan terlalu lama dapat terjadi atrofi dari otot.

b. Komitan (nonparalitik)
Sudut deviasi tetap konstan pada berbagai posisi,
mengikuti gerak mata yang sebelahnya pada semua arah dan
selalu berdeviasi dengan kekuatan yang sama. Deviasi primer
(deviasi pada mata yang sakit) sama dengan deviasi sekunder
(deviasi pada mata yang sehat).
1. Strabismus Nonparalitika Nonakomodatif
Deviasinya telah timbul pada waktu lahir atau pada tahun-
tahun pertama. Deviasinya sama ke semua arah dan tidak
dipengaruhi oleh akomodasi. Karena itu penyebabnya tak ada
hubungannya dengan kelainan refraksi atau kelumpuhan otot-
otot. Mungkin disebabkan oleh:
Insersi yang salah dari otot-otot yang bekerja horizontal.
Gangguan keseimbangan gerak bola mata
Dapat terjadi karena gangguan yang bersifat sentral,
berupa kelainan kuantitas rangsangan pada otot. Hal ini

29
disebabkan kesalahan persarafan terutama dari perjalanan
supranuklear, yang mengelola konvergensi dan divergensi.
Kelainan ini dapat menimbulkan proporsi yang tidak sama
pada kekuatan konvergensi dan divergensi. Untuk
melakukan konvergensi dari kedua mata, harus ada
kontraksi yang sama dan serentak dari kedua m.rektus
internus, sehingga terjadi gerakan yang sama dan simultan
dari mata kenasal. Divergensi dan konvergensi adalah
bertentangan, overaction dari yang satu menyebabkan
kelemahan dari yang lain dan sebaliknya.
Kekurangan daya fusi
Kelainan daya fusi kongenital sering didapatkan. Daya fusi ini
berkembang sejak kecil dan selesai pada umur 6 tahun. Ini
penting untuk penglihatan binokuler tunggal yang menyebabkan
mata melihat lurus. Tetapi bila daya fusi ini terganggu secara
kongenital atau terjadi gangguan koordinasi motorisnya, maka
akan menyebabkan strabismus. Pada kasus yang idiopatis,
kesalahan mungkin terletak pada dasar genetik. Eksotropia dan
esotropia sering merupakan keturunan autosomal dominan.
Kadang-kadang pada anak dengan esotropia, didapatkan orang
tuanya dengan esoforia yang hebat. Tidak jarang strabismus
nonakomodatif tertutup oleh faktor akomodatif, sehingga bila
kelainan refraksinya dikoreksi, strabismusnya hanya diperbaiki
sebagian saja.
Tanda-tanda :
- Kelainan kosmetik, sehingga pada anak-anak yang
lebih besar merupakan beban mental.
- Tak terdapat tanda-tanda astenopia.
- Tak ada hubungan dengan kelainan refraksi.

30
- Tak ada diplopia, karena terdapat supresi dari bayangan
pada mata yang berdeviasi.
Pengobatan :
- Preoperatif
Pengobatan yang paling ideal pada setiap strabismus adalah
bila tercapai hasil fungsionil yang baik, yaitu penglihatan
binokuler yang normal dengan stereopsis, disamping perbaikan
kosmetik. Bila strabismus yang sudah berlangsung lama dan
anak berumur 6 tahun atau lebih pada waktu diperiksa pertama,
maka hasil pengobatannya hanya kosmetis saja. Sedapat
mungkin ambliopia pada mata yang berdeviasi harus
dihilangkan dengan menutup mata yang normal. Bila
pengobatan preoperatif sudah cukup lama dilakukan, kira-kira
1 tahun, tetapi tak berhasil, maka dilakukan operasi.

Operatif
Tindakan operatif sebaiknya dilakukan pada umur 4-5 tahun,
supaya bila masih ada strabismus yang belum terkoreksi dapat
dibantu dengan latihan.

2. Strabismus Nonparalitika Akomodatif


Gangguan keseimbangan konvergensi dan divergensi dapat
juga berdasarkan akomodasi, jadi berhubungan dengan kelainan
refraksi. Dapat berupa :
strabismus konvergens (esotropia)

31
strabismus divergens (eksotropia)

Pemeriksaan
Pemeriksaan refraksi
Harus dilakukan dengan sikloplegia, untuk menghilangkan
pengaruh dari akomodasi. Caranya :

- Pada anak-anak dengan pemberian sulfas atropin 1 tetes


sehari, tiga hari berturut-turut, diperiksa pada hari keempat.
- Pada orang dewasa diteteskan homatropin 1 tetes setiap 15
menit, tiga kali berturut-turut, diperiksa 1 jam setelah tetes
terakhir.
Pengukuran derajat deviasi
Pemeriksaan kekuatan duksi
Mengukur kekuatan otot yang bergerak pada arah horizontal
(adduksi = m.rektus medialis; abduksi = m.rektus lateralis).

Pengobatan :
Koreksi dari kelainan refraksi, dengan sikloplegia.
Hindari ambliopia dengan penetesan atropin atau penutupan pada
mata yang sehat.
Meluruskan aksis visualis dengan operasi (mata menjadi
ortofori).
Memperbaiki penglihatan binokuler dengan latihan ortoptik.

3. Esotropia Akomodatif
Kelainan ini berhubungan dengan hipermetropia atau
hipermetropia yang disertai astigmat. Tampak pada umur muda,
antara 1-4 tahun, dimana anak mulai mempergunakan
akomodasinya untuk melihat benda-benda dekat seperti mainan

32
atau gambar-gambar. Mula-mula timbul periodik, pada waktu
penglihatan dekat atau bila keadaan umumnya terganggu, kemudian
menjadi tetap, baik pada penglihatan jauh ataupun dekat.
Kadang-kadang dapat menghilang pada usia pubertas. Anak
yang hipermetrop, mempergunakan akomodasi pada waktu
penglihatan jauh, pada penglihatan dekat akomodasi yang
dibutuhkan lebih banyak lagi. Akomodasi dan konvergensi erat
hubungannya, dengan penambahan akomodasi konvergensinyapun
bertambah pula. Pada anak dengan hipermetrop ini, mulai terlihat
esoforia periodik pada penglihatan dekat, disebabkan rangsangan
berlebihan untuk konvergensi. Lambat laun kelainan deviasi ini
bertambah sampai fiksasi binokuler untuk penglihatan dekat tak
dapat dipertahankan lagi, dan terjadilah strabismus konvergens
untuk dekat. Kemudian terjadi pula esotropia pada penglihatan jauh.
Pengobatan :
Koreksi refraksi dengan sikloplegia. Harus diberikan
koreksi dari hipermetropia totalis, dan kacamata dipakai
terus-menerus. Karena terdapat akomodasi yang
berlebihan, juga dapat diberikan kacamata untuk dekat
meskipun belum usia presbiopia, untuk mengurangi
akomodasinya. Jadi diberikan kacamata bifokal.
Mata yang sehat ditutup atau ditetesi atropin untuk
memperbaiki visus pada mata yang sakit, 1 tetes 1 bulan
1 kali dapat juga dengan homatropin setiap hari atau
penutupan mata yang sehat. Kacamata harus diperiksa
berulang kali, karena mungkin terdapat perubahan,
sampai kelainan refraksinya tetap.
Latihan ortoptik harus dilakukan bersamaan dengan
perbaikan koreksi untuk memperbaiki pola sensorik dari

33
retina, sehingga memperbesar kemungkinan untuk dapat
melihat binokuler.
Kalau setelah tindakan diatas esotropianya masih ada,
dan kelainan deviasinya tidak begitu besar, dapat
diberikan koreksi dengan prisma, basis temporal.
Bila semua tindakan tidak menghilangkan kelainan
deviasinya, maka dilakukan operasi, untuk meluruskan
matanya.
Setelah operasi, diteruskan latihan ortoptik untuk
memperbaiki penglihatan binokuler.

4. Eksotropia Akomodatif
Hubungannya dengan miopia. Sering juga didapat, bila satu
mata kehilangan penglihatannya sedang mata yang lain
penglihatannya tetap baik, sehingga rangsangan untuk
konvergensi tak ada, maka mata yang sakit berdeviasi
keluar.
Strabismus divergens biasanya mulai timbul pada waktu
masa remaja atau dewasa muda. Lebih jarang terjadi.
Pada miopia mulai dengan kelemahan akomodasi pada jarak
dekat, orang miop hanya sedikit atau tidak memerlukan
akomodasi, sehingga menimbulkan kelemahan konvergensi
dan timbullah kelainan eksotropia untuk penglihatan dekat
sedang untuk penglihatan jauhnya normal. tetapi pada
keadaan yang lebih lanjut, timbul juga eksotropia pada jarak
jauh. Bila penyebabnya divergens yang berlebihan, yang
biasanya merupakan kelainan primer, mulai tampak sebagai
eksotropia untuk jarak jauh. Tetapi lama kelamaan kekuatan
konvergensi melemah, sehingga menjadi kelainan yang
menetap, baik untuk jauh maupun dekat.
Pengobatan :

34
Koreksi penuh dari miopinya, ditambah overkoreksi
0,5-0,75 dioptri untuk memaksa mata itu berakomodasi,
kacamata ini harus dipakai terus-menerus.
Latihan ortoptik, untuk memperbaiki penglihatan
binokuler, disamping terapi oklusi.
Operasi, bila cara yang terdahulu tak memberikan
pengobatan yang memuaskan.

2.2.7 TUJUAN DAN PRINSIP TERAPI STRABISMUS 9


Tujuan utama terapi strabismus pada anak-anak adalah (1) Pemulihan
efek sensorik strabismus yang merugikan (amblyopia, supresi, dan
hilangnya stereopsis) dan (2) Penjajaran mata terbaik yang dapat dicapai
dengan terapi medis atau bedah. 9
Terapi Medis
Terapi nonbedah untuk strabismus mencakup terapi untuk amblyopia,
pemakaian alat-alat optic (prisma dan kaca), obat farmakologik dan
ortoptik.
1. Terapi amblyopia
Eliminasi ambliopia sangat penting dalam pengobatan strabismus dan
selalu menjadi salah satu tujuan. Deviasi akibat strabismus dapat
berkurang dan jarang bertambah setelah amblyopia.
a. Terapi oklusi
Terapi amblyopia yang utama adalah oklusi. Mata yang baik ditutup
untuk merangsang mata yang mengalami amblyopia.
b. Penalisasi atropine
Beberapa anak tidak sabar terhadap terapi oklusi, atau ketaatan
terhadap terapi penutupannya mungkin kurang. Atropinisasi pada
mata yang baik merupakan terapi alternatif yang efektif.
2. Alat alat optik
a. Kacamata

35
Alat optik terpenting dalam pengobatan strabismus adalah kacamata
yang diresepkan secara akurat.
b. Prisma
Prisma menghasilkan pengarahan ulang garis penglihatan secara
optis. Unsur-unsur retina yang bersangkutan dibuat segaris untuk
menghilangkan diplopia,
3. Toksin botulinum
Penyuntikan toksin botulinum tipe A (botox) ke dalam suatu otot
intraocular menimbulkan paralisis otot tersebut yang lamanya
tergantung dosis.
4. Ortoptik
Seorang ortoptik dilatih untuk menguasai metode-metode pemeriksaan
dan terapi pasien strabismus.

Terapi bedah
Berbagai perubahan dalam efek rotasi suatu otot ekstraokular dapat dicapai
dengan tindakan bedah.
1. Reseksi dan resesi
2. Pergeseran titik perlekatan otot
3. Prosedur faden

2.2.8 KOMPLIKASI 12
a. Kosmetik
b. Supresi
Usaha yang tidak disadari dari penderita untuk menghindari
diplopia yang timbul akibat adanya deviasinya.
c. Ambliopia
Menurunnya visus pada satu atau dua mata dengan atau tanpa
koreksi kacamata dan tanpa adanya kelainan organiknya.
d. Adaptasi posisi kepala
Keadaan ini dapat timbul untuk menghindari pemakaian otot yang
mengalami kelumpuhan untuk mencapai penglihatan binokuler.

36
Adaptasi posisi kepala biasanya kearah aksi dari otot yang
lumpuh.

2.2.9 PROGNOSIS 12
Setelah dilakukan operasi, mata bisa melihat langsung namun
masalah tajam penglihatan masih dapat terjadi. Pada anak-anak dapat
memiliki masalah membaca di sekolah, dan untuk orang dewasa lebih
terbatas dalam melakukan kegiatan. Dengan diagnosis dini
dan penanganan segera masalah dapat secepatnya teratasi. Penganan
yang terlambat akan menyebabkan kehilangan penglihatan mata secara
permanen. Sekitar sepertiga anak-anak dengan strabismus akan
mengalami ambliopia sehingga harus dipantau secara ketat.

BAB III
KESIMPULAN

Mata merupakan salah satu organ indera manusia yang mempunyai


manfaat sangat besar. Kelainan yang menggangu fungsi mata salah satunya
adalah strabismus. Strabismus adalah suatu keadaan dimana kedudukan kedua
bola mata tidak ke satu arah. Penyebabnya bisa karena kelumpuhan pada 1
atau beberapa otot penggerak mata (strabismus paralitik) yang disebabkan
oleh kerusakan saraf atau karena tarikan yang tidak sama pada 1 atau
beberapa otot yang menggerakan mata (strabismus non-paralitik) yang
disebabkan oleh suatu kelainan di otak.

37
Klasifikasi dapat terbagi berdasarkan manifestasinya, jenis deviasi,
kemampuan fiksasi mata, usia terjadinya, dan sudut deviasinya. Gejalanya
dapat berupa mata lelah, sakit kepala, penglihatan kabur, mata juling
(bersilangan), pengkihatan ganda, mata tidak mengarah ke arah yang sama
dan tidak terkoordinasi. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk
mendiagnosis adalah dengan pemeriksaan ketajaman penglihatan, Cover and
Uncover Test, Tes Hirscberg, dan Tes Krimsky. Tujuan dari penatalaksanaan
adalah mengembalikan penglihatan binokular yang normal dan alasan
kosmetik. Tindakan yang dapat dilakukan adalah ortoptik, pemasangan lensa,
dan operatif. Strabismus dapat mengakibatkan komplikasi seperti kosmetik,
supresi, ambliopia, dan adaptasi postur kepala. Prognosis akan lebih baik bila
masalah dapat terdiagnosis dini dan penanganan segera sehingga masalah
cepat teratasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton, Arthur C. dan Hall, John E. Fisiologi Kedokteran edisi 11. Jakarta :
EGC; 2008.
2. Ilyas, Sidarta dan Yulianti, Sri R. Ilmu Penyakit Mata edisi keempat. Jakarta:
FK UI; 2012.
3. Ilyas, Sidarta. Dasar-Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata edisi
ketiga. Jakarta :FK UI; 2009.
4. James, Bruce, Chew, Chris., Bron, Anthony. Oftalmologi edisi kesembilan.
Jakarta : Erlangga; 2006.

5. Moore KL, Dalley AF, Agur AMR. 2010. Clinically Oriented Anatomy.
Philadelphia: Lippincott William and Wilkins. 6th ed.p. 889-909

38
6. Riordan-Eva P, Whitcher JP. 2007. Chapter 1: Anatomy and Embriology of
the Eye, in:Vaughans and Asburys General Opthalmology.

7. Perhimpunan dokter Spesialis Mata Indonesia. Ilmu Penyakit Mata edisi


kedua. Jakarta: Sagung Seto; 2007.
8. Ilyas, Sidarta dan Yulianti, Sri R. Ilmu Penyakit Mata edisi keempat. Jakarta:
FK UI; 2012.
9. Vaughan, Asbury, Daniel G, Taylor, dan Riordan-Eva, Paul. Editor; Diana
Susanto. Oftalmologi Umum. Jakarta: EGC; 2009.
10. SMF Ilmu Penyakit Mata. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya: RSU Dr.
Soetomo & FK Unair; 2006.
11. SMF Ilmu Penyakit Mata. Diktat Kuliah FK UWKS. Surabaya : FK UWKS;
2012
12. Strabismus. 2008. Available from: repository.usu.ac.id / bitstream/
123456789/21388 /.../ Chapter%20II.pdf. Diakses 19 mei 2016

39

Anda mungkin juga menyukai