Anda di halaman 1dari 20

Pendahuluan

Resistensi antimikrobakterial akan bakteri merupakan masalah yang terus berkembang dan

mendunia, terutama kaitannya dengan penggunaan obat-obat antimokroba. Bakteri-bakteri

resisten timbul dibawah tekanan tertentu dari antibiotik. Di rumah sakit, ketika penggunaan

antiibiotik skala besar menjadi umum, bakteri yang resisten terhadap beberapa antibiotic sering

terjadi dan menghasilkan masalah-masalah serius pada perawatan pasien dengan infeksi akibat

mikroorganisme-mikroorganisme ini. Beberapa bakteri (multi)-resisten yang terkenal

menyebabkan masalah di banyak negara di dunia adalah Staphylococcus aureus yang resisten

terhadap methicillin, enterococci yang resisten terhadap vankomisin, penumococci yang resisten

terhadap penisilin, betalaktamase spectrum luas yang memproduksi Klebsiella pneumoniae,

Acinetobacter baumannii yang resisten terhadap carbapenem, dan Mycobacterium tuberculosis

yang multiresisten.

Untuk mengurangi masalah resistensi antimikroba, tindakan yang harus dilakuakan ada dua hal:

promosi penggunaan antibiotik dengan hati-hati dan pencegahan penyebaran bakteri resisten.

Dengan ini pencegahan resistensi antimikroba menjadi tanggung jawab setiap pelaku kesehatan.

Dokter, ketika ini berhubungan dengan penggunaan antibiotik yang rasional, dokter dan setiap

pelaku/tenaga kesehatan lain yang memiliki kontak dengan pasien, ketika ini berhubangan

dengan penerapan aturan dengan hati-hati untuk pengontrolan infeksi dan kebersihan rumah

sakit.

Antara September 2000 dan 2004 penelitian AMRIN dilakukan di Surabaya dan Semarang untuk

menyelesaikan masalah resistensi antimikroba di rumah sakit.


Penelitian AMRIN meupakan studi kerjasama antara Universitas Airlangga, R.S Dr. Soetomo di

Surabaya, Universitas Diponegoro, R.S Dr. Kariadi di Semarang dan tiga pusat pendidikan tinggi

Belanda, Pusat Medis Universitas Leiden, Pusat Medis Universitas Erasmus Rotterdam dan

Pusat Medis Universitas Radboud Nijmegen. Studi/penelitian tersebut didukung secara finansial

oleh dana SPIN dari Akademi Seni dan Ilmu Pengetahuan Kerajaan Belanda.

Salah satu tujuan studi AMRIN adalah untuk mengembangkan sebuah program yang efisien dan

terstandarisasi untuk penilaian resistensi antimikroba, kuantitas dan kualitas penggunaan

antibiotic, dan pengukuran kontrol infeksi di rumah sakit-rumah sakit di Indonesia. Program ini

harus diterapkan di setiap rumah sakit di Indonesia. Rumah sakit, yang mengevaluasi situasi

mereka berdasarkan program yang tervalidasi ini, dapat mengumpulkan dan membandingkan

data mereka. Dengan melakukan pengamatan resistensi antibiotik secara nasional , penggunaan

antibiotik dan pengukuran kontrol infeksi dapat dimulai.

Dokumen ini menyajikan susunan yang tervalidasi untuk penilaian diri, yang dikembangkan

pada basis hasil dari studi AMRIN.


Prasyarat

Agar efektif bagi rumah sakit dalam melawan resistensi antimikroba, rumah sakit membutuhkan

beberapa fasilitas:

- Sebuah Komite kebijakan antibiotik


- Sebuah komite pengontrolan infeksi
- Sebuah layanan mikrobiologi klinis
- Sebuah layanan farmasi klinis
- Sebuah layanan penyakit menular

Para profesional, yang mengatur layanan dan komite-komite ini , harus bekerja sama dengan erat

dan aktivitas-aktivitas mereka harus didukung penuh oleh manajemen rumah sakit. Mereka dapat

menggunakan program penilaian diri yang disajikan dalam dokumen ini sebagai panduan untuk

kegiatan-kegiatan terencana di rumah sakit mereka.

Resistensi Antimikroba
Resistensi terhadap agen-agen antimikroba adalah sifat umum dari mikroorganisme, khususnya

bakteri pathogen. Resistensi terhadap agen antimikroba tertentu dapat terjadi melalui mutase

secara spontan dalam genom mikroba atau melalui serapan resistensi gen dari mikroba lain.

Resistensi antimikroba timbul sebagai sebuah masalah seperti mutan yang reisten diberikan

kesempatan untuk menggandakan dan menyebar.

Pengamatan mikroorganisme yang resisten adalah sangat penting dalam berbagai usaha untuk

mengontrol timbulnya resistensi antimokroba. Pengamatan resistensi antimikroba adalah

pengumpulan data resistensi yang sistematis pada spesies-spesies bakteri yang relevan secara

klinis, analisis data tersebut dan laporan rutin mengenai informasi kecenderungan resistensi

kepada yang harus mengetahuinya (termasuk dokter-dokter medis, pengelola). Ketika

mempertimbangkan penawasan resistensi antimikroba beberapa hal penting timbul.

1) Bakteri mana sajakah yang harus kita libatkan dalam pengamatan?


Tidak semua spesies bakteri yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia harus

dimasukkan ke dalam sistem pewngawasan resistensi antimikroba. Untuk tujuan

pelaksanaan sebuah seleksi harus dilakukan. Dua kriteria seleksi yang penting adalah

relevansi sosial dari spesies bakteri (misalnya, pemerataan dan dampak pada kesehatan

populasi), dan probabilitas menghasilkan data dengan nilai prediksi untuk resistensi

serupa pada spesies-spesies lain, dan terkait (fungsi penjaga). Untuk spesies gram-positif

daftar seleksi harus mencakup urutan menurun dari segi kepentingannya (urutan dari

yang paling penting untuk dimasukkan ke dalam penelitian sampai yang paling kurang

penting) sebagai berikut: Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae,

Mycrobacterioum tuberculosis complex, Streptococcus pyogenes, Staphylococcus

epidermidis, Enterococcus faecalis, Enterococcus faecium, Streptococcus agalactiae.


Untuk spesies gram-negatif urutan berikut memprioritaskan: Escherichia coli, spesies-

spesies lain dari Enterobacteriaceae (Klebsiella, Enterobacter, Salmonella, Shigella,

Serratia, Citrobacter), Campylobacter jejuni, Neisseria gonorrhoeae, Pseudomonas

aeruginosa, Stenotrophomonas maltophilia, Burkholderia cepacia, Haemophilus

influenza, Helicobacter pylori.

Dalam studi AMRIN hanya Staphylococcus aureus dan Escherichia coli yang

dimasukkan.

2) Dari sumber dan material apa bakteri berasal dan harus diisolasikan?
Sumber isolate bakteri yang dilibatkan dalam pengamatan harus secara jellas ditentukan

terlebih dahulu. Data resistensi sering didapat dari pengujian kerentanan rutin dari galur

yang diisolasikan dari kultur klinis karena data-data tersebut telah tersedia dengan sedikit

tambahan biaya. Dalam kasus ini, menjadi sangat penting untuk mendaftar tipe fasilitas

(rumah, pusat kesehatan utama, fasilitas perawatan jangka panjang, rumah sakit, dll),

ruangan (rawat inap atau rawat jalan, unit perawatan) dan spesifikasi medis khusus

dimana para pasien dirawat pada saat pengambilan sampel , dan juga tipe bahan

percobaan dimana galur bakteri diisolasi. Akan tetapi, informasi tentang resistensi

berdasarkan pada kultur klinis rutin sangat bias dan telah membatasi kemungkinan

melebihi keadaan dimana galur-galur tersebut berasal. Contohnya, pola-pola resistensi

antimikroba yang diuji di antara isolat-isolat dari pasien-pasien ICU tidak memprediksi

level resistensi yang ditemukan di tempat lain di rumah sakit, apalagi pada populasi

dalam komunitas di luar rumah sakit.


Level-level resistensi di antara bakteri ditunjukkan dalam komunitas secara luas dapat

diawasi melalui pemantauan individu-individu dari komunitas tersebut. Dalam kasus ini,

pengambilan sampel microflora komensal di hidung, tenggorokan, kulit, dan kotoran tinja
diperlukan, terutama diambil dari sebuah sampel acak dari populasi dalam area geografis

tertentu. Seperti sebuah populasi berdasarkan pada studi yang dilakukan dalam proyek

AMRIN dengan mengambil dari hidung (untuk mengisolasi Staphylococcus aureus) dan

kultur-kultur dubur (untuk mengisolasi Esherichia coli dan Enterobacteriaceae lain) dari

pasien dan keluarganya yang dating ke pusat-pusat pelayanan kesehatan utama dan rumah

sakit terlepas dari penyakitnya. Akan tetapi, informasi resistensi kemudian dapat

diperoleh sebaliknya, tidak terekstrapolasi terhadap tata keadaan klinis, seperti ICU.

Selanjutnya penting untuk fokus apriori dan menentukan pertanyaan-pertanyaan

pengamatan yang perlu diselesaikan.

3) Berapa banyak isolat dari sebuah spesies bakteri yang kita butuhkan untuk

dimasukkan dalam pengamatan?


Jumlah isolat yang dibutuhkan utamanya ditentukan oleh tingkat akurasi yang diperlukan

dari informasi resistensi. Ketika tingkat resistensi dilaporkan (lihat di bawah), tingkat

akurasi dapat ditunnjukkan interval kepercayaan ( confidence interval) dalam setiap

tingkat. Biasanya akurasi atau confidence interval yang dibutuhkan adalah 5% atau

kurang. Ini menggambarkan kira-kira 300 isolat per spesies yang butuh diuji sedikitnya.

Lebih besar akurasi (misalnya confidence interval <1%) sangat jarang diperlukan karena

hal tersebut tidak berpengaruh banyak pada konsekuensi klinis dari informasi yang

disediakan untuk mereka yang perlu mengetahumya.


Satu kesalahan yang perlu dicegah adalah mengulang atau menggandakan isolate dari

sebuah spesies dari pasien atau individu yang sama dalam set pengamatan. Untuk setiap

spesies bakteri hanya satu, biasanya yang pertama atau yang dominan (dalam kasus galur

berganda dalam sebuah sampel), harus dimasukkan dalam jangka waktu tertentu

(contohnya, setiap penerimaan rumah sakit atau setiap sebulan).


4) Agen-agen antimikroba mana saja yang harus kita masukkan dalam pengamatan?
Untuk setiap spesies bakteri yang dimasukkan dalam pengamatan sebuah seleksi apriori

yang baik dari agen-agen mikroba diuji. Agen-agen yang dilibatkan diseleksi dengan

basis kerentanan natural dari spesies, penggunaan aktual dari agen tersebut di rumah sakit

atau area di bawah pengamatan, dan ketersediaan metode tes yang valid untuk kombinasi

tertentu dari penyakit dan obat. Sebuah table silang dari kombinasi-kombinasi ini

dilampirkan dalam lampiran 2. Contoh ini diambil dari referensi 1. Referensi 2

mengspesifikasikan beberapa, lebih detil, table-tabel silang yang dapat digunakan sebagai

sebuah panduan dalam memilih kombinasi yang sesuai.


Tidak semua antibiotik perlu diuji, bahkan ketika antibiotik-antibiotik tersebut secara

sering diresepkan dalam populasi dalam studi. Dalam setiap kelas antibiotik (beta-

lactams, aminoglycosides, macrolides, dll), seseorang dapat memilih satu atau beberapa

agen untuk tujuan pengamatan seperti yang terprediksi untuk seluruh kelas antibiotic.

Demikian, resistensi oxacillin memperkirakan resistensi untuk semua antibiotik beta-

lactam dalam Staphylococcus aureus, dan erythromycin dapat digunakan untuk

memantau resistensi macrolide dalam pathogen ini. Demikian juga, cefotaxime dapat

digunakan sebagai antibiotik pengamatan untuk beta-lactamase dimediasi resistensi

melawan generasi ke-3 dan ke-4 cephalosporins di antara galur Escheria coli dan

Enterobacteriaceae lain. Dalam studi AMRIN isolate Staphylococcus aereus diuji untuk

kerentanannya terhadap: oxacillin, chloramphenicol, tetracycline, gentamicin,

trimethoprim/sulphamethoxazole, dan erythromycin. Escheria coli dan

Enterobacteriaceae diuji melawan: ampicillin, cefotaxime, chloramphenicol, tetracycline,

gentamici dan ciprofloxacin. Dengan cara ini banyak yang dipelajari dengan hanya
menguji dengan hati-hati jajaran tertentu antibiotic untuk pengamatan (lihat juga referensi

2).

5) Metode microbiologi manakah yang harus kita gunakan untuk mengukur

resistensi?
Ada dua syarat utama untuk metode mikrobiologi yang dapat digunakan untuk

pengamatan resistensi. Pertama dan terpenting, sistem pengujian harus tervalidasi dan

kualitasnya terkontrol. Hal ini dapat dengan mudah tercapai dengan mengikuti standar-

standar yang diterbitkan untuk pengujian kerentanan (misalnya, oleh NCCLS [lihat

www.nccls.org]), dan dengan dengan melibatkan galur-galur referensi dengan pola-pola

resistensi sejajar yang diketahui selama uji kerentanan (lihat referensi 1 untuk daftar

galur-galur yang sesuai). Hasil pengujian kontrol kualitas juga harus dicatat dan diperiksa

untuk stabilitas dari waktu ke waktu. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk

pengujian kerentanan, namun dalam studi AMRIN uji difusi cakram berbasis NCCLS

pada agar Mueller Hinton dilakukakn, karena merupakan metode yang lebih murah

dibandingkan dengan metode lain, dan memiliki sebuah sejarah penggunaan terpercaya

yang panjang di seluruh dunia.


Kedua, adalah tipe data yang dikumpulkan. Data kuantitatif resistensi, misalnya

konsentrasi penghalang minimum (MICs), atau ukuran zona inhibisi sekitaran atibiotik

yang mengandung cakram pada agar, sebaiknya dicatat; hal ini lebih informative daripada

hanya mencatat data interpretative yang kualitatif, misalnya apakah isolate-isolat

dipertimbangkan S (rentan), I (rentan tingkat menengah), atau R (resisten). Data

kuantitatif terkait langsung dengan kerentanan mikroba dan lebih sensitif dalam

mendeteksi perubahan kerentanan dari waktu kke waktu. Sebaliknya, data resistensi

intepretatif (S,I,R) sangat dipengaruhi oleh parameter klinis dan farmalogi dan lebih tidak
sensitive terhadap resistensi-resistensi yang timbul diantara pathogen-patogen mikroba.

Dikarenakan kategorisasi kualitatif ke dalam kelas SIR memungkinkan ketika data

kualitatif dicatat, tapi bukan sebaliknya, direkomendasikan agar penemuan mikrobiologis

dicatat secara kuantitatif, misalnya melalui ukuran zona atau MICs.

6) Haruskah kita terus-menerus melakukan pengamatan atau hanya untuk periode

tertentu pada interval regular?


Pengamatan resistensi antimikroba tidak harus menjadi proses berkellanjutan.

Kemungkinan, data sistematis yang terencana dengan hati-hati dapat dikumpulkan selama

periode waktu tertentu setiap tahun. Perencanaan harus menjelaskan variasi musiman

yang mungkin terjadi dalam populasi pada studi, dan harus, tentunya, memenuhi jumlah

minimum galur yang dibutuhkan untuk akurasi (lihat di atas). Dalam studi AMRIN

periode 3-4 bulan cukup untuk mengumpulkan dan menguji sampel dari hidung dan

dubur dari 2.000 orang pada masing-masing dari dua kota di Jawa tersebut. Akan tetapi,

sistem pengamatan apapun yang dipilih, yang penting adalah pengamatan dilakukan

berulang kali dalam interval regular sehingga kecenderungan dalam resistensi tersebut

dapat dideteksi. Ketika data resistensi dikumpulkan berkelanjutan dari waktu ke waktu,

analisis tersebut dapat mengungkapkan kecenderungan-kecenderungan signifikan dalam

resistensi pada tahap awal. Sebaliknya, suatu sistem pengamatan berkelanjutan lebih sulit

dan mahal uuntuk dilakukan.

7) Bagaimana kita dapat melakukan analisa data resistensi terbaik dan menyediakan

informasi tentang resistensi kepada mereka yang perlu mengetahuinya?


Data dari pengujian kerentanan harus dianalisa dan dikumpulkan ke dalam presentasi

yang informative untuk mereka yang perlu mengetahuinya. Karena audiens target

biasanya tidak terlatih dalam mikrobiologi medis, penting untuk menyesuaikan laporan
tersebut dengan baik. Tabel-tabel sederhana menunjukkan tingkat resistensi yang

memadai. Tingkat resistensi dihitung dari jumlah isolat yang resisten dibagi jumlah

seluruh galur yang diuji untuk kombinasi penyakit-obat tertentu tersebut dikalikan 100.

Sebuah contoh diambil dari studi AMRIN tertera dalam lampiran 3.


Terlepas dari tingkat sederhana dari resistensi ini, perhitungan yang lebih kompleks dan

informative dapat dibuat. Tingkat resistensi dapat diperinci per spesies bakteri dan dari

tipe sampel atau tipe infeksi. Laporan tingkat insidensi dapat menjadi lebih informative,

misalnya jumlah kasus bakteremia MRSA per 1.000 hari kerja rumah sakit. Sekali lagi,

laporan harus di buat sesederhana mungkin dan disusun secara langsung sesuai

kebutuhan orang-orang yang menerima presentasi tersebut. Perlu diingat, mereka hanya

akan bertindak sesuai ketika informasi terkait tersebut disajikan dalam format yang baik

dan sesuai!
Penggunaan antibiotik
Dua aspek penggunaan antibiotic yang penting untuk dievaluasi: jumlah antibiotik yang

digunakan, misalnya kuantitas, dan kepatutan pilihan dan dosis antibiotic dan durasi

terapi, misalnya kualitas penggunaan.

Kuantitas
Kuantitas penggunaan antibiotic di sebuah rumah sakit dapat diukur secara retrospektif

dan prospektif. Dalam studi AMRN sebuah metode retrospektif digunakan karena metode

ini membutuhkan waktu penguji yang lebih sedikit daripada metode prospektif. Validasi

metode di salah satu rumah sakit menemukan bahwa metode retrospektif mengarah pada

estimasi yang terlalu rendah pada jumlah penggunaan anntibiotik dikarenakan

ketidaklengkapan data dalam catatan medis (Usman Hadi et al. Penggunaan antibiotic di

rumah sakit. Diajukan untuk publikasi). Level estimasi yang terlalu rendah dalam

keadaan tertentu harus ditentukan. Perbandingan antara rumah sakit sangatlah penting,
sedangkan untuk perbandingan berdasarkan waktu dalam satu rumah sakit bersifat

opsional.

Dua pengukuran hasil digunakan untuk mengukur konsumsi antibiotic:


1. Prosentase pasien masuk yang dirawat dengan antibiotic selama berada di rumah sakit.
2. Jumlah antibiotik yang digunakan, dinyatakan dalam Dosis Harian yang Ditetapkan

(DDD) per 100 hari rawat.


DDD obat merupakan dosis pemeliharaan rata-rata yang diasumsikan untuk sebuah obat

yang digunakan untuk indikasi utamanya pada orang dewasa.


DDD menyajikan unit tetap dari pengukuran independent harga dan formulasi yang

memungkinkan peneliti untuk menilai kecenderungan-keenderungan dalam konsumsi

obat dan untuk melakukan perbandingan antara kelompok-kelompok populasi. DDD

ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) berkolaborasi dengan Pusat

Metodologi Statistik Kesehatan http://www.whocc.no/atcddd/, (diakses 15 Juli 2004).


Perhitungan DDD antibiotik dibantu dengan alat Kalkulator Konsumsi Antibiotik

(ABCalc) dari Grup Studi Eropa terkait Kebijakan Antibiotik (ESGAP), dapat

didownload seara gratis di http://www.escmid.org/sites/index _f.asp?par=2.5

Penetapan retrospektif kuantitas penggunaan antibiotik


Catatan medis melihat pada saat pasien keluar:
Pada hari pelepasan seorang pasien, catatan medis ditinjau untuk pemberian resep

antibiotik. Formulir Penggunaan antibiotik di rumah sakit (lihat lampiran 5) digunakan

untuk menatat penemuan. Prosedurnya dijelaskan secara detil dalam prosedur operasional

standar (SOP Penggunaan antibiotic di rumah sakit, lihat lampiran 4). Pada setiap resep,

nama antibiotic, dosis, frekuensi, durasi, dan apakah antibiotic diberikan untuk terapi,

pencegahan penyakit, atau alasan yang tidak diketahui , dicatat (untuk definisi-definisi

nya, lihat SOP). Dari data tersebut jumlah maksimal antibiotic yang diresepkan dapat

dihitung dengan mengalikan jumlah dosis, frekuensi, dan durasi.


Catatan medis yang berisi catatan penindak lanjutan dan catatan perawatan diperiksa

untuk menetukan dosis antibiotic yang diresepkan mana yang sebenarnya telah di berikan

kepada pasien. Dari data-data tersebut, jumlah minimal penggunaan antibiotik dihitung

dengan menjumlahkan semua dosis yang diberikan. Ini adalah jumlah yang orang dapat

asumsikan telah diberikan ke pasien.

Penetapan prospektif kuantitas penggunaan antibiotik


Wawancara rutin pasien dan perawat:
Untuk penetapan prospektif penggunaan antibiotik, pasien harus ditindaklanjuti sehari-

hari dari hari pasien masuk sampai keluar dari rumah sakit. Setiap harinya pasien

dikunjungi oleh peneliti dan ditanyakan tentang pengobatan yang dilakukan dalam 24

jam terakhir. Peneliti memeriksa semua sumber yang tersedia mengenai peresepan dan

pemberian antibiotik, jika terindikasi, peneliti bertanya kepada perawat apakah sebuah

antibiotik telah diberikan. Setiap dosis yang diberikan dicatat. Formulir yang sama dapat

digunakan untuk pengumpulan data retrospective (Lampiran 5). Umlah antibiotic yang

digunakan diperoleh dengan menambahkan semua dosis yang diberikan.

Validasi penetapan retrospektif


Untuk mengetahui jumlah penggunaan antibiotik mana yang diestimasi terlalu rendah

dengan metode retrospektif, hasilnya dibandingkan dengan hasil dari metode prospektif

(Lihat lampiran 6. Validasi metode retrospektif untuk mengukur penggunaan

antibiotik). Validasi hanya harus dilakukan pada bagian pasien. Tidak terlalu penting

untuk mengumpulkan data pada keseluruhan hari rawat inap pasien. Pada kasus tersebut,

perbandingan antara dua metode dibatasi dengan hari-hari tersebut yang

didokumentasikan dalam studi prospektif. Peneliti harus melakukan pengumpulan data

retrospektif dan prospektif secara independen. Peneliti prospektif melibatkan pasien.


Pada hari pasien keluar dia menginformasikan peneliti retrospektif. Pengumpulan data

dilakukan seperti dijelaskan di atas untuk metode prospektif dan retrospektif.

Kualitas
Kualitas penggunaan antibiotik diukur dengan pemeriksaan catatan medis oleh peneliti

independen yang menggunakan format terstandarisasi untuk menilai resep-resep

antibiotik (Gyssens IC, Van den Broek PJ, Kulberg BJ, Hekster YA, Vand der Meer JWM.

Optimalisasi terapi antimikroba. Metode untuk evaluasi obat antimikroba. J Antimicrob

Chemother 1992; 30: 724-727; untuk diagram, lihat lampiran 8).

Lima pengukuran hasil yang digunakan untuk mengukur penggunaan antibiotik:


1. Prosentase resep tanpa keterangan.
2. Proesntase resep dengan pilihan yang tidak sesuai.
3. Prosentase resep tidak sesuai dengan durasi terapi.
4. Prosentase resep dengan dosis yang tidak sesuai.
5. Prosentase resep sesuai dengan semua aspek.
Beberapa pengukuran hasil ini dibagi lagi dalam penilaian yang lebih detil. Pilihan

antibiotik dapat menjadi tidak sesuai karena terdapat sebuah alternatif yang lebih efektif,

tidak beracun, murah atau sebuah alternative dengan spektrum yang kurang luuas. Durasi

terapi juga bisa terlalu pendek atau terlalu panjang. Dosis bisa jadi tidak sesuai karena

takaran, interval atau rute administrasi tidak optimal.


Peninjau mengikuti diagram untuk evaluasi kualitas (lihat lampiran 8) dan melaporkan

penemuan mereka menggunakan format laporan untuk evaluasi kualitas (lihat lampiran

7). Evaluasi kualitas merupakan aktifitas yang memakan waktu, karena itu harus

dilakukan dalam sebuah seleksi acak pasien. Sebuah seleksi 40 sampai 50 pasien

memberikan gambaran terpercaya tentang penggunaan antibiotic dalam sebuah

departemen.
Setidaknya dua orang harus meninjau catatan yang sama secara independen. Perbedaan

dapat diminimalisir dengan mengadakan kelompok-kelompok diskusi fokus untuk

peninjau. Para peninjau harus mengevaluasi kasus secara independen dan harus diberikan
pengalaman perawatan penyakit menular, khususnya memiliki pelatihan khusus dalam

penyakit menular.

Kontrol Infeksi
Kontrol infeksi di rumah sakit dinilai dengan pengamatan infeksi-infeksi terkait

kesehatan, sebuah penyelidikan terhadap oengetahuan, sikap dan perilaku pekerja

kesehatan mengenai kontrol infeksi dan evaluasi infrastruktur pengontrolan infeksi.

Pengukuran-pengukuran hasil untuk kontrol infeksi sebagai berikut:


1. meratanya (atau insidensi) infeksi-infeksi terkait kesehatan
2. level pengetahuan, sikap dan perilaku terkait kontrol infeksi
3. nilai infrastruktur

Pengamatan
Pengamatan infeksi dapat dilakukan melalui penelitian cross-sectional (sampel yang

mewakili keseluruhan) menghailkan tingkat pemerataan atau penelitian tindak lanjut

prospektif menghasilakan tingkat insidensi. Kelompok pstudi AMRIN menyelidiki

kemungkinan untuk pengamatan dengan pemeriksaan retrospektif catatan medis. Akan

tetapi, catatan medis berisi informasi yang tidak mencukupi untuk mendiagnosa infeksi-

infeksi kesehatan dalam retrospek. Dalam kerangka kerja studi AMRIN, sebuah metode
untuk studi cross-sectional yang berulang dikembangkan, yang disajikan di sini (lampiran

9 dan 10).

Pengetahuan, sikap dan perilaku


Informasi tentang pengetahuan, sikap dan perilaku pekerj kesehatan terkait kontrol

infeksi sangat relevan untuk anggota komite kontrol infeksi. Informasi berharga dapat

didapatkan dengan kuisioner untuk pekerja kesehatan di rumah sakit. Sebuah contoh

kuisioner yang digunakan dalam studi AMRIN dilampirkan dalam lampiran 11.

Infrastruktur pengontrolan infeksi


Infrastruktur pengontrolan infeksi diukur menggunakan sebuah sistem nilai yang

dikembangkan di Jepag (Ota H et al. Standar-standar untuk evaluasi kebijakan dan

prosedur kontrol infeksi rumah sakit. J Nippon Med Sch 2000; 67: 396-399). Standar

tersebut menilai apakah program luas rumah sakit untuk kontrol infeksi dilakukan dan

berdungsi dengan baik, apakah pengamatan infeksi-infeksi terkait kesehatan yang

memadai dilakukan, dan apakah program-program kontrol infeksi dilakukan dalam

berbagai departemen rumah sakit tersebut.

Dari penilaian diri sampai pengembangan


Penilaian kuantitas dan kualitas penggunaan antibiotik di sebuah rumah sakit, pemerataan

resistensi antimikroba, pemerataan infeksi nosocomial, dan kualitas kontrol infeksi


bukanlah tujuan akhir. Hal tersebut menjadi berarti hanya ketika hasil-hasil tersebut

menjadi titik awal untuk pengembangan, awal dari sebuah siklus kualitas penuh.

Penilaian diri adalah langkah awal yang memungkinkan untuk mengidentifikasi masalah-

masalam dalam rumah sakit terkait resistensi antimikroba, penggunaan antibiotic dan

kontrol infeksi.

Masala

Proposal

Hambatan
Ketika masalah telah didefinisikan, proposal perubahan dapat

diformulasikan dan sebuah Perencanaan akhir

sekumpulan tindakan untuk mencapai perubahan


Implementas
ini dapat dibuat. Akan selalu ada halangan untuk perubahan.
Gambar. Intervensi-intervensi Evalua Sangat

penting untuk menganalisa hambatan-hambatan ini dan mengajukan cara-cara untuk

menggagalkan halangan ini. Hambatan yang tidak dapat ditangani dapat memaksa

seseorang untuk mengagalkan rencana untuk intervensi. Jika hal tersebut tidak terjadi

perenanaan akhir intervensi dapat dibuat dan intervensi tersebut dapat

diimplementasikan. Tahap akhir adalah mengevaluasi efek dari intervensi, yang

mengembalikan kembali pada awal siklus kualitas, proses berkelanjutan dari

pengembangan.

Contoh-contoh intervensi
Studi AMRIN mengemukakan beberapa masalah terkkait penggunaan antibiotik dan

kontrol infeksi. Berikut proses keputusan seperti yang dijelaskan diatas, kelompok studi

memilih tiga topik intervensi:

- Profilaksis bedah

- manajemen pasien yang diterima dengan demam

- ketaatan terhadap tindakan pencegahan standar

Topik-topik ini dipilih karena hasil dari separuh awal studi AMRIN menunjukkan bahwa

sebuah proporsi besar antibiotik yang digunakan dalam rumah sakit untuk merawat

pasien dengan demam dan untuk mencegah infeksi luka operasi tidak dibenarkan dan

sesuai. Tindakan pencegahan standar dipilih karena berbasis pencegahan penyebaran

mikroorganisme dalam rumah sakit dan ketaatannya tampaknya tidak memuaskan.

Profilaksis bedah

Studi intervensi pada profilaksis bedah dilakukan di departemen Bedah, Ginekologi, dan

Kebidanan di Semarang dan Surabaya menggunakan sebuah desain entri yang

mengejutkan. Departemen-departemen tersebut diminta untuk mengembangkan

panduuan profilaksis bedah dengan konsensus yang berbasis bukti. Dalam setiap

departemen panduan tersebut diajukan dengan sesi-sesi edukasi yang interaktif diikuti

dengan respon balik setelah beberapa waktu tertentu. Departemen bedah menerima enam

minggu pelatihan setelah departemen Ginekologi dan Kebidanan. Pencatatan rutin

parameter-parameter hasil seperti prosentase pasien yang menerima profilaksis antibiotik


yang dibenarkan atau tidak, jumlah antibiotik yang digunakan untuk profilaksis bedah,

dilakukan selama masa studi. Berkaitan dengan intervensi ini sebuah protocol yang

dikembangkan untuk pengamatan infeksi luka bedah diuji dengan melibatkan

pengamatan pasca kepulangan pasien diuji.

Manajemen pasien yang diterima dengan demam

Studi intervensi pada manajemen pasien dengan demam dilakukan di Semarang dan

Surabaya di departemen Penyakit dalam dan Pengobatan Anak. Departemen-departemen

tersebut diminta untuk melakukan konsensus tentang manajemen pasien dengan demam

pada penerimaan dan untuk menerapkan konsensus ini dalam sebuah panduan. Panduan

tersebut terdiri dari sebuah diagram dengan langkah-langkah keputusan pemberian

antibiotik atau tidak, pengenalan kultr darah rutin dan sebuah formularium dimana

antibiotik digunakan untuk penyakit yang diduga. Hal ini diperkenalkan dengan aktivitas-

aktivitas pengajaran diikuti dengan respon balik setelah beberapa waktu. Pengenalan,

pelatihan, dan repon balik tidak diberikan pada waktu yang bersamaan pada departemen

yang berbeda. Pencatatan berkelanjutan dari parameter-parameter hasil seperti prosentase

pasien yang menerima antibiotik yang dibenarkan atau tidak berdasarkan panduan lokal,

jumlah antibiotik yang digunakan, dilakukan selama studi berlangsung. Bersamaan

dengan aktivitas-aktivitas tersebut manajemen pasien dengan demam diikuti dengan

menggunakan pengukuran hasil seperti kualitas terapi antibiotic seperti yang dinilai oleh

peninjau-peninjau independen. Dengan membagi pengenalan panduan dalam beberapa

periode (dalam departemen berbeda), yang tidak bersinggungan satu sama lain,
memungkinkan kita untuk membuat perbandingan antar 4 periode ini (pre-intervensi,

pasca pemberitahuan panduan, periode pasca pelatihan, dan periode pasca respon balik)

dalam departemen dan kota yang berbeda. Bersama ini dapat diidentifikasi faktor-faktor

paling penting yang menentukan ketaatan terhadap panduan.

Ketaatan terhadap tindakan pencegahan standar

Intervensi pada tindakan pencegahan standar dilakukan di departemen Pengobatan Anak

dan Penyakit Dalam di Semarang, departemen Ginekologi dipakai sebagai kontrol.

Departemen-departemen tersebut mencapai konsensus pada penerapan tindakan

pencegahan standar di departemen mereka, wastafel cuci dipasangkan, alcohol antiseptic

disediakan, dan instruksi tentang kebersihan tangan diberikan di ruangan-ruangan,

penggunaan jubah, sarung tangan, dan masker dan penggunaan jarum yang aman.

Pengukuran hasil merupakan ketaatan terhadap panduan yang diukur melalui observasi

ppada ruangan-ruangan sebelumnya, selama dan setelah aktifitas-aktifitas intervensi.

Respon balik terhadap ketaatan diberikan terhadap pekerja kesehatan pada kedua

departemen sebulan setelah studi. Pada departemen Penyakit Dalam, respon balik

diberikan lebih dari dua kali, beberapa bualan setelah intervensi.

Pada kedua departemen, ketaatan terhadap panduan, khususnya pada kebersihan tangan,

berkembang drastic setelah intervensi. Terdapat 50% peningkatan ketaatan dengan

pencuucian tangan di departemen Penyakit Dalam dan lebih dari dua kali lipat

peningkatan di departemen Pengobatan Anak. Akan tetapi, di departemen Pengobatan

Anak ketaatan berkurang sedikit setelah empat bulan, sementara di departemen Penyakit
dalam tetap stabil. Seara keseluruhan, di kedua departemen, ketaatan terhadap panduan

tentang kebersihan tangan adalah lebih dari 60%, dimana mmerupakan sangat baik.

Intervensi pada tindakan pencegahan standar enunjukkan bahwa mungkin untuk

meningkatkan ketaatan terhadap panduan kontrol infeksi umum di rumah sakit di

Indonnesia melalui sebuah intervensi beraneka segi.

Anda mungkin juga menyukai