Sistem respirasi terdiri dari bagian konduksi dan bagian respirasi. Daerah
ekstrapulmonal bagian konduksi terdiri atas rongga hidung, faring, laring trakea
pemapasan. Mukosa saluran pernapasan terdiri atas epitel bertingkat torak bersilia
(epitel respiratori) dengan sejumlah sel-sel goblet dan sarung jaringan ikat di
pernapasan dicapai melalui adanya pembuluh darah yang banyak dalam jaringan
Bagian konduksi sistem respirasi disokong oleh suatu rangka yang terdiri atas
tulang dan/atau tulang rawan agar dapat mempertahankan lumen tetap terbuka.
Diameter lumen ini dikendalikan oleh sel otot polos yang letaknya pada dinding
bangunan ini. Larings yaitu suatu daerah dari bagian konduksi, diperuntukkan
mencegah makanan, cairan dan benda asing masuk ke dalamnya dan untuk
pembentukan suara. Larings terdiri atas sembilan tulang rawan, tiga di antaranya
berpasangan, sejumlah otot ekstrinsik dan intrinsik dan beberapa ligamen. Kerja
otot ini pada tulang rawan dan ligamen mengubah memungkinkan variasi nada
tulang rawan hialin yang berbentuk tapal kuda. Lumen trakea dibatasi oleh epitel
respirasi yang terdiri atas berbagai jenis sel, yaitu sel goblet, sel-sel basal, sel
bersilia, sel sikat dan mungkin sel DNES penghasil hormon. Trakea bercabang
menjadi dua bronkus primer yang menuju ke paru kanan dan kiri.
sekunder), yang dindingnya disokong oleh lempeng tulang rawan hialin yang
bronkiolus, diameter saluran yang makin berkurang yang tidak mempunyai rangka
tulang rawan sebagai penyokong. Epitel yang membatasi bronkiolus yang lebih
besar bersilia dengan sedikit sel goblet, tetapi untuk cabang yang lebih kecil
menjadi selapis kolumnar, dengan sel goblet digantikan oleh sel Clara.
Daerah paling akhir dari bagian konduksi terdiri atas bronkiolus terminalis yang
saluran udara ini tetap terbuka dimana dindingnya tidak mempunyai sokongan
tulang rawan maka dipertahankan oleh serat elastin yang memancar dari bagian
tepinya dan bersatu dengan serat elastin yang terdapat pada struktur yang
berdekatan.
saluran ini mempunyai kantong-kantong kecil yang menonjol keluar yang dikenal
pada daerah yang melebar yaitu sakus alveolaris, dengan setiap sakus terdiri atas
sejumlah alveoli. Epitel sakus alveolaris dan alveoli terdiri atas dua jenis sel:
pneumosit tipe I yang sangat tipis, yang menyusun dinding alveolus dan sakus
alveolaris; dan pneumosit tipe II, sel yang membentuk surfaktan, suatu fosfolipid
adalah suatu jala-jala kapiler yang sangat banyak, dialirkan melalui arteria
setiap alveolus dan kapiler kontinyu yang sangat tipis ini, sel endotel yang
kontinyu sangat dekat dengan pneumosit tipe I. Ternyata, pada banyak lamina
basalis kedua dinding melebur menjadi satu lamina basalis, sehingga sawar udara-
darah minimal, j adi memudahkan pertukaran gas. Karena itu, sawar darah-udara
(blood-air barrier) terdiri atas sel endotel kapiler yang tipis, dua lamina basalis
yang menyatu, pneumosit tipe I yang tipis dan surfaktan serta cairan yang
melapisi alveolus.
Karena paru mengandung sejumlah besar alveoli 300 juta dengan total
area permukaan 75 m', ruangruang kecil ini yang berkelompok satu sama lain
dipisahkan satu dari yang lain oleh dinding dengan ketebalan yang berbeda,
dikenal sebagai septa interalveolaris. Bagian yang paling tipis ini sering ada
hubungan melalui porus alveolaris, dimana udara dapat lewat antar alveoli. Bila
septum sedikit agak tebal mungkin ada jaringan ikat yang tipis seperti kapiler
dengan lamina basalisnya atau mungkin mempunyai serat kolagen dan serat
elastin, juga serat otot polos dan sel jaringan ikat. Makrofag yang dikenal sebagai
sel debu (dust cell) sering ada di septum interalveolaris. Sel ini berasal dari
monosit dan masuk ke jaringan paru melalui aliran darah. Di sini makrofag
menjadi matang dan menjadi benar-benar pembersih yang efisien. Diduga sel
debu paling banyak dari semua jenis sel-sel, meski sel ini dibuang darijaringan
paru dengan kecepatan 50 juta per hari. Meskipun tidak diketahui apakah sel debu
cairan, diketahui bahwa sel-sel itu dibawa dari sana dalam lapisan lendir,melalui
getaran silia epitel respiratoris, ke dalam farings. Saat mencapai farings, sel-sel ini
Histologi defiore
bronkiolus terminalis. Untuk menjamin agar saluran napas yang lebih besar selalu
terbuka, maka saluran ini ditunjang oleh tulang rawan hialin (cartilago hyalina).
Trakea dilingkari oleh cincin tulang rawan hialin bentuk-C yang tidak utuh. Serat
elastik dan otot polos, yang disebut otot trakealis, menghubungkan ruang di antara
menjadi bronkus yang lebih kecil dan bronkus kemudian masuk ke dalam paru-
paru, maka cincin tulang rawan hialin diganti oleh lempeng tulang rawan hialin
tidak beraturan yang mengelilingi bronkus. Sewaktu bronkus terus bercabang dan
berkurang ukurannya, jumlah dan ukuran lempeng tulang rawan ini juga
berkurang. Saat diameter bronkiolus mengecil kira-kira I mq lempeng tulang
rawan seluruhya menghilang dari saluran udara bagian konduksi. Jadi, bagian
besar dilapisi oleh epitel bertingkat semu bersilia, seperti pada trakea dan bronkus.
bronkiolus yang lebih besar juga mengandung banyak sel goblet. Jumlah sel ini
berangsur berkurang seiring dengan berkurangnya ukuran saluran, dan sel goblet
tidak terdapat di epitel bronkiolus terminalis. Bronkiolus yang lebih kecil hanya
pengganti sel goblet, yaitu sel Clara (exocrinocytus caliciformis). Sel Clara adalah
sel kuboid tanpa silia yang jumlahnya bertambah seiring dengan berkurangnya
sel-sel bersiria.
Bagian respiratorik sistem pernapasan adalah lanjutan distal bagian konduksi dan
ditandai oleh adanya kantung-kantung udara berdinding tipis yaitu alveoli, tempat
bagian konduksi dan bagian respirasi atau pertukaran gas. Respirasi hanya dapat
berlangsung di dalam alveoli karena sawar antara udara yang masuk ke dalam
alveoli dan darah vena dalam kapiler sangat tipis. Struktur intrapulmonal lainnya
lainnya di dalam paru. Alveoli mengandung dua jenis sel. Sel yang paling banyak
adalah sel alveolus gepeng atau pneumosit tipe I (pneumocytus typus I). Sel
gepeng ini melapisi seluruh permukaan alveolus. Di antara sel-sel alveolis geplng
ini terselip pneumosit tipe II (pneumocytus typus II) baik tunggal maupun dalam
kelompot t paru, berasal dari monosit darah, juga ditemukan di jaringan ikat
alveolaris) dan di alveoli (set debu). Di dalam septum interalveolaris juga terdapat
banyak anyaman kapiler, arteri pulmonalis, vena pulmonalis, duktus limfe, dan
saraf.
Alveoli paru mengandung banyak jenis sel. Sel alveolus tipe I , yang juga disebut
pneumosit tipe I (pneumocytus typus l), adalah sel selapis gepeng yang sangat
tipis yang melapisi alveoli di paru dan merupakan tempat utama pertukaran gas.
Di antara alveoli yang berdekatan terdapat septuminteralveolare tipis. Di dalam
septum interalveolare, di antara serat-serat halus elastik dan retikular, terdapat
anyaman kapiler. Sel alveolus tipe I berkontak erat dengan lapisan endotel kapiler,
membentuk sawar darah-udara (claustrum aerosanguineum) yang sangat tipis,
tempat pertukaran gas berlangsung. Sawar darah-udara terdiri dari lapisan
permukaan dan sitoplasma pneumosit tipe l, penyatuan membrana basalis
pneumosit dan sel endotel, dan sitoplasma endotel kapiler yang tipis. Sel alveolus
tipe ll, yang juga disebut pneumosit tipe ll (pneumocytus typus ll) atau sel septalis
(cellula septalis), jumlahnya lebih sedikit dan berbentuk kuboid. Sel ini ditemukan
tunggal atau berkelompok di sekitar sel alveolus tipe I di dalam alveoli. Apeksnya
yang bulat menonjol ke dalam alveoli di atas sel alveolus tipe l. Sel alveolus ini
sekretorik dan mengandung corpusculum lamellare (lamellar body) terpulas-geiap
di sitoplasma apikalisnya. Sel ini menyintesis dan mengeluarkan produk kaya-
fosfolipid yaitu surfaktan paru. Ketika dikeluarkan ke dalam alveolus, surfaktan
menyebar berupa lapisan tipis di atas permukaan sel alveolus tipe l, menurunkan
tegangan permukaan alveolus. Berkurangnya tegangan permukaan di alveoli
mengurangi gaya yang dibutuhkan untuk mengembangkan alveoli sewaktu
inspirasi. Karena itu, surfaktan menstabilkan diameter alveolus, mempermudah
pengembangan alveolus, dan mencegah kolapsnya alveolus sewaktu respirasi
dengan memperkecil gaya kolaps. Sewaktu perkembangan janin, sel alveolus
besar mengeluarkan surfaktan dalarn jumlah memadai untuk respirasi pada usia
28 sampai 32 minggu gestasi. Selain menghasilkan surfaktan, sel alveolus besar
dapat membelah diri dan berfungsi sebagai sel induk untuk sel alveolus gepeng
tipe ldi alveoli. Surfaktan juga dianggap memiliki efek bakterisidal di alveoli
untuk melawan patogen inhalan yang memiliki potensi berbahaya.