Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Definisi sehat menurut kesehatan dunia (WHO) adalah suatu keadaan
sejahtera yang meliputi fisik, mental dan sosial yang tidak hanya bebas dari
penyakit atau kecacatan. Maka secara analogi kesehatan jiwa pun bukan hanya
sekedar bebas dari gangguan tetapi lebih kepada perasan sehat, sejahtera dan
bahagia ( well being ), ada keserasian antara pikiran, perasaan, perilaku, dapat
merasakan kebahagiaan dalam sebagian besar kehidupannya serta mampu
mengatasi tantangan hidup sehari-hari. Penanganan pada klien dengan masalah
kesehatan jiwa merupakan tantangan yang unik karena masalah kesehatan jiwa
mungkin tidak dapat dilihat secara langsung. Pada masalah kesehatan fisik yang
memperlihatkan berbagai macam gejala dan disebabkan berbagai hal
kejadian masa lalu yang sama dengan kejadian saat ini. Gejala yang berbeda
mungkin banyak muncul pada klien dengan masalah kesehatan jiwa tidak dapat
menceritakan masalahnya bahkan mungkin menceritakan hal yang berbeda dan
kontradiksi. Kemampuan mereka untuk berperan dan menyelesaikan masalah
juga bervariasi (Keliat, 2005).
Prevalensi gangguan jiwa di Indonesia mencapai 245 jiwa per 1000
penduduk hal ini merupakan kondisi yang sangat serius karena lebih tinggi
2,6 kali dari ketentuan World Health Organization (WHO, 2001).
Prevalensi penderita menciderai diri di Indonesia adalah 0,3-1% dan bisa
timbul pada usia sekitar 18-45 tahun, namun ada juga yang baru berusia 11-12
tahun sudah menderita skizofrenia. Apabila penduduk Indonesia sekitar 200 juta
jiwa maka diperkirakan sekitar 2 juta skizofrenia, dimana sekitar 99% pasien di
Rumah Sakit Jiwa adalah: penderita yang menciderai dirinya (WHO, 2005).
Salah satu gejala umum menciderai diri adalah halusinasi,
Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan dalam
jumlah dan pola dari stimulasi yang mendekat yang disebabkan secara internal
atau eksternal disertai dengan sesuatu pengurangan berlebihan-lebihan. Distorsi
atau kelainan berespon terhadap setiap stimulus (Townsend, 2003).

1
Menciderai diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan
dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terakhir
dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Captain, 2008).
Menurut studi pendahuluan pada bulan januari 2010 di ruang
II (brotojoyo) RSJD Dr.Aminigondohutomo dari 24 klien, yang menagalami
harga diri rendah mencapai 5 orang atau 20%, menarik diri diri 3 orang atau
10%, halusinasi 7 atau 30%, perilaku kekerasan 8 atau 27%, menciderai diri
2 orang atau 2%.Rata-rata dari mereka berusia berkisar 16 sampai 55 tahun.
Tanda-tanda menciderai diri yang ditemukan pada klien diantaranya rasa
bersalah dan khawatir pada diri sendiri,dan rasa tidak berharga.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah yang ada sebagai
berikut :
1. Apa itu bunuh diri?
2. Apa yang menjadi penyebab bunuh diri?
3. Apa motif yang mendasari klien bunuh diri?
4. Apa saja faktor yang dapat menyebabkan bunuh diri?
5. Bagaimana tanda dan gejala pada klien tersebut?
6. Bagaimana penatalaksaan dalam kasus tersebut?
7. Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Klien Gangguan Resiko Bunuh
Diri?
C. TUJUAN
a. Mampu mendiskripsikan pengkajian pada klien dengan gangguan resiko
bunuh diri.
b. Mampu mendiskripsikan masalah pada klien dengan ganguan resiko
bunuh diri.
c. Mampu mendiskripsikan rencana keperawatan pada klien dengan resiko
bunuh diri.
d. Mampu mendiskripsikan implementasi keperawatan pada klien dengan
resiko bunuh diri.
e. Mampu mendiskripsikan asuhan keperawatan pada klien dengan resiko
bunuh diri .
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian

2
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan. Bunuh diri merupakan keputusan terakhir dari individu
untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Captain, 2008).
Menciderai diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terakhir dari
individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Captain,2008).
Perilaku destruktif diri yaitu setiap aktivitas yang tidak dicegah dapat
mengarah pada kematian. Perilaku desttruktif diri langsung mencakup aktivitas
bunuh diri. Niatnya adalah kematian, dan individu menyadari hal ini sebagai
hasil yang diinginkan. Perilaku destruktif diri tak langsung termasuk tiap
aktivitas kesejahteraan fisik individu dan dapat mengarah kepada kematian.
Orang tersebut tidak menyadari tentang potensial terjadi pada kematian akibat
perilakunya dan biasanya menyangkal apabila dikonfrontasi (Stuart & Sundeen,
2006). Menurut Shives (2008) mengemukakan rentang harapan putus harapan
merupakan rentang adaptif- maladaptif.

Adaptif Maladaptif

Peningkatan Pengambilan resiko Perilaku Pencederaan


bunuh diri yang meningkatkan desdruktif diri Diri

Pertumbuhan langsung

Respon adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh norma-


norma sosial dan kebudayaan yang secara umum berlaku, sedangkan respon
maladaptif merupakan respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan
masalah yang kurang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya
setempat.

3
Respon maladaptif antara lain :
1. Ketidakberdayaan, keputusasaan, apatis.
Individu yang tidak berhasil memecahkan masalah akan
meninggalkan masalah, karena merasa tidak mampu mengembangkan
koping yang bermanfaat sudah tidak berguna lagi, tidak mampu
mengembangkan koping yang baru serta yakin tidak ada yang
membantu.
2. Kehilangan, ragu-ragu
Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan tidak
realistis akan merasa gagal dan kecewa jika cita-citanya tidak tercapai.
Misalnya : kehilangan pekerjaan dan kesehatan, perceraian,
perpisahan individu akan merasa gagal dan kecewa, rendah diri yang
semuanya dapat berakhir dengan bunuh diri.
a. Depresi
Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang ditandai
dengan kesedihan dan rendah diri. Biasanya bunuh diri terjadi pada
saat individu ke luar dari keadaan depresi berat.
b. Bunuh diri
Adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk
mengkahiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhir
individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Laraia, 2005).
B. Etiologi
Banyak penyebab tentang alasan seseorang melakukan bunuh diri :
1. Kegagalan beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stres.
2. Perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan
3. interpersonal/ gagal melakukan hubungan yang berarti.
4. Perasaan marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman
pada diri sendiri.
5. Cara untuk mengakhiri keputusasaan.

4
C. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart Gw & Laraia (2005), faktor predisposisi bunuh diri antara lain :
1. Diagnostik > 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan
bunuh diri, mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga
gangguan jiwa yang dapat membuat individu beresiko untuk bunuh
diri yaitu gangguan apektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
a. Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko
bunuh diri adalah rasa bermusuhan, implisif dan depresi.
c. Lingkungan psikososial
Seseorang yang baru mengalami kehilangan, perpisahan/perceraian,
kehilangan yang dini dan berkurangnya dukungan sosial merupakan
faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri.
c. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan
faktor resiko penting untuk prilaku destruktif.
d. Faktor biokimia
Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik, dan
depominersik menjadi media proses yang dapat menimbulkan prilaku
destrukif diri.

D. Faktor Presipitasi
Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah :
1. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan
interpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti.
2. Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres.
3. Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman
pada diri sendiri.
4. Cara untuk mengakhiri keputusan

E. Patopsikologi
Semua prilaku bunuh diri adalah serius apapun tujuannya. Orang yang siap

5
membunuh diri adalah orang yang merencanakan kematian dengan tindak
kekerasan, mempunyai rencana spesifik dan mempunyai niat untuk
melakukannya. Prilaku bunuh diri biasanya dibagi menjadi 3 kategori:
1. Ancaman bunuh diri
Peningkatan verbal atau nonverbal bahwa orang
tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri. Ancaman
menunjukkan ambevalensi seseorang tentang kematian kurangnya
respon positif dapat ditafsirkan seseorang sebagai dukungan untuk
melakukan tindakan bunuh diri.
2. Upaya bunuh diri
Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh individu
yang dapat mengarah pada kematian jika tidak dicegah.
3. Bunuh diri
Mungkin terjadi setelah tanda peningkatan terlewatkan atau
terabaikan. Orang yang melakukan percobaan bunuh diri dan yang tidak
langsung ingin mati mungkin pada mati jika tandtidak diketahui tepat
pada waktunya. Percobaan bunuh diri terlebih dahulu individu tersebut
mengala mi depresi yang berat akibat suatu masalah yang
menjatuhkan harga dirinya ( Stuart & Sundeen, 2006).

Gambar 2.1 proses perilaku bunuh diri


6
Peningkatan verbal/ non verba

Pertimbangan untuk melakukan bunuh diri

Ancaman bunuh diri

Ambivelensi tentang kematian Kurangnya respon positif

Upaya bunuh diri

Bunuh Diri

( Stuart & Sundeen, 2006)

F. Tanda dan Gejala


Pengkajian orang yang bunuh diri juga mencakup apakah orang tersebut
tidak membuat rencana yang spesifik dan apakah tersedia alat untuk melakukan
rencana bunuh diri tersebut adalah: keputusasaan, celaan terhadap diri sendiri,
perasaan gagal dan tidak berguna, alam perasaan depresi, agitasi dan gelisah,
insomnia yang menetap, penurunan BB, berbicara lamban, keletihan, menarik
diri dari lingkungan sosial. Adapun petunjuk psikiatrik anatara lain: upaya bunuh
diri sebelumnya, kelainan afektif, alkoholisme dan penyalahgunaan obat,

7
kelaianan tindakan dan depresi mental pada remaja, dimensia dini/ status
kekacauan mental pada lansia. Sedangkan riwayat psikososial adalah: baru
berpisah, bercerai/ kehilangan, hidup sendiri, tidak bekerja, perubahan/
kehilangan pekerjaan baru dialami, faktor-faktor kepribadian: implisit, agresif,
rasa bermusuhan, kegiatan kognitif dan negatif, keputusasaan, harga diri rendah,
batasan/ gangguan kepribadian antisosial.

G. Asuhan Keparwatan
1) Rencana Tindakan Keperawatan
1. Diagnosa keperawatan Harga diri rendah
Tujuan umum:
Klien dapat berhubungan dengan lain secara optimal untuk
mengungkapkan sesuatu yang dia rasakan pada orang yang dipercaya.
Tujuan khusus:
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya. Bina hubungan
saling percaya dengan menerapkan prinsip komunikasi terapetik.
a) Sapa klien dengan ramah secara verbal dan non verbal.
b) Perkenalkan diri dengan sopan.
c) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang
disukai klien.
d) Jelaskan tujuan pertemuan.
e) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
f) Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar
klien.
b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif
yang dimiliki.
a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
klien.
b) Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien.
c) Utamakan memberi pujian yang realistik.
c. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
a) Diskusikan penggunaannya.kemampuan yang masih

8
dapat digunakan.
b) Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan
2. Diagnosa keperawatan Resiko bunuh diri
Tujuan umum:
Klien tidak melakukan tindakan bunuh diri dan mengungkapkan
kepada seseorang yang dipercaya apabila ada masalah.
Tujuan khusus:
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan
menerapakan prinsip komunikasi terapetik.
a) Sapa klien dengan ramah dan sopan.
b) Perkenalkan diri dengan sopan
c) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang
diuskai klien.
d) Juluskan tujuan pertemuan.
e) Jujur dan menepati janji.
f) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
g) Beri perhatian kepda klien.
b. Klien dapat mengidentifikasi penyebab bunuh diri
a) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaannya.
b) Bantu klien untuk mengungkapkan perasaan kesal.
c) Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda resiko bunuh diri
d) Anjurkan klien mengungkapkan perasaan jengkel.
e) Observasi tanda-tanda resiko bunuh diri.
f) Menyimpulkan bersama sama klien resiko bunuh diri yang
dialami.
c. Klien dapat mengidentifikasi resiko bunuh diri yang biasa dilakukan.
a) Menganjurkan percobaan bunuh diri yang biasa dilakukan.
b) Berbicara dengan klien apakah cara yang dilakukan salah.
d. Klien dapat mengidentifikasi akibat resiko bunuh diri.
a) Bicarakan akibat dan kerugian dari resiko bunuh diri.
b) Menyimpulkan bersama klien akibat dari resiko bunuh diri.
e. Klien dapat mengidentifikasi cara berespon resiko bunuh diri.
9
Diskusikan dengan klien apakah klien mau mempelajari cara yang
sehat untuk menghadapi masalah.
f. Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol tindakan
resiko bunuh diri.
a) Bantu klien untuk mengatasi masalah.
b) Bantu klien mengidentifikasi manfaat yang dipilih.
g. Klien dapat mengontrol tindakan bunuh diri dengan cara spiritual.
Menganjurkan klien untuk berdoa dan sholat.
h. Klien dapat menggunakan obat secara benar.
a) Jelaskan cara minum obat dengan klien.
b) Diskusikan manfaat minum obat.
i. Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol tindakan
bunuh diri.
a) Identifikasi keluarga merawat klien.
b) Jelaskan cara merawat klien.
j. Klien mendapat perlindungan lingkungan untuk tidak
melakukan tindakan bunuh diri.
Lindungi klien untuk tidak melakukan bunuh diri.
3. Diagnosa keperawatan koping yang tak efektif
Tujuan umum:
Klien dapat memilih koping yang efektif agar tidak melakukan bunuh
diri.
Tujuan khusus:
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan
menerapakan prinsip komunikasi terapetik.
a) Sapa klien dengan ramah dan sopan.
b) Perkenalkan diri dengan sopan
c) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
klien.
d) Jelaskan tujuan pertemuan.
e) Jujur dan menepati janji.
f) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.

10
g) Beri perhatian kepada klien.
b. Klien dapat mengidentifikasi penyebab bunuh diri
a) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaannya.
b) Bantu klien untuk mengungkapkan perasaan kesal.
c. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda resiko bunuh diri.
a) Anjurkan klien mengungkapkan perasaan jengkel.
b) Observasi tanda-tanda resiko bunuh diri.
c) Menyimpulkan bersama sama klien resiko bunuh diri yang
dialami.
d. Klien dapat mengidentivikasi resiko binuh diri yang biasa dilakukan.
a) Menganjurkan percobaan bunuh diri yang biasa dilakukan.
b) Berbicara dengan klien apakah cara yang dilakukan salah.
e. Klien dapat mengidentivikasi akibat resiko bunuh diri.
a) Bicarakan akibat dan kerugian dari resiko bunuh diri.
b) Menyimpulkan bersama klien akibat dari resiko bunuh diri.
f. Klien dapat mengidentivikasi cara berespon resiko bunuh diri.
a) Diskusikan dengan klien apakah klien mau mempelajari cara
yang sehat untuk menghadapi masalah
g. Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol tindakan resiko
bunuh diri.
a) Bantu klien untuk mengatasi masalah.
b) Bantu klien mengidentifikasi manfaat yang dilih.
h. Klien dapat mengontrol tindakan bunuh diri dengan cara spiritual.
a) Menganjurkan klien untuk berdoa dan sholat.
i. Klien dapat menggunakan obat secara benar.
a) Jelaskan cara minum obat dengan klien.
b) Diskusikan manfaat minum obat.
j. Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol tindakan
bunuh diri.
a) Identifikasi keluarga merawat klien.
b) Jelaskan cara merawat klien.
11
k. Klien mendapat perlindungan lingkungan untuk tidak
melakukan tindakan bunuh diri.
a) Lindungi klien untuk tidak melakukan bunuh diri (Stuart ,
2009).
2) Evaluasi
1. Ancaman terhadap integritas fisik atau sistem dari klien telah berkurang
dalam sifat, jumlah asal atau waktu.
2. Klien menggunakan koping yang adaptif.
3. Klien terlibat dalam aktivitas peningkatan diri.
4. Prilaku klien menunjukan kepedualiannya terhadap kesehatan fisik,
psikologi dan kesejahteraan sosial.

12

Anda mungkin juga menyukai