Anda di halaman 1dari 34

SOAL KASUS 4 TUTORIAL BHBP 7

Seorang dokter gigi dipanggil dari pihak reskrim polwitabes setempat. Setelah

tiba dilokasi petugas kepolisian meminta bantuan untuk meidentifikasi korban yang telah

dievakuasi ke ruang bareskrim dengan menggunakan kantong jenazah, setelah kantong

jenazah dibuka terlihatlah beberapa bagian potongan tubuh, dibagian potongan tubuh

tersebut maka terdapat beberapa luka memar dengan bentuk atau pola yang teratur,

didalam kantong tersebut juga ditemukan beberapa tulang dan beberapa gigi bahkan

tambalan dari potongan tubuh tersebut terlihat beberapa sobekan ada kulit dan

otot yang menunjukan karakteristik tertentu, apa yang harus dilakukan dokter gigi

tersebut.

Instruksi :

Apa yang menjadi permasalahan pada kasus ini ?

Berikan hipotesis dari permasalahan ini !

Apakah topik utama dalam permasalahan ini ?

1
TINJAUAN PUSTAKA

I. PRINSIP PROSES IDENTIFIKASI

Pada prinsipnya identifikasi adalah prosedur penentuan identitas individu, baik

hidup ataupun mati / meninggal, yang dilakukan melalui pembandingan data-data

antemortem dan postmortem. Adapun prinsip-prinsip umum dalam proses identifikasi

adalah sebagai berikut.

1. Pada identifikasi, pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan sebanyak

mungkin metode identifikasi.

2. Jika ada data yang tidak cocok, maka kemungkinan tersangka sebagai individu

tersebut dapat disingkirkan (eksklusi).

3. Setiap kesesuaian data akan menyebabkan ketepatan identifikasi semakin tinggi.

II. METODE IDENTIFIKASI

Atas dasar itu, maka dalam identifikasi individu, sebanyak mungkin metode

pemeriksaan perlu diusahakan dilakukan dan satu sama lain saling

melengkapi. Identifikasi personal dilakukan dengan melakukan pemeriksaan berdasarkan

beberapa metode identifikasi. Ada 9 macam metode identifikasi, yaitu :

1. Visual

Identifikasi dilakukan dengan melihat tubuh atau bagian tubuh korban secara visual,

misalnya muka, tungkai dsb. Metode ini hanya dapat dilakukan jika tubuh atau bagian

tubuh tersebut masih utuh.

2
2. Perhiasan

Beberapa perhiasan yang dipakai korban, seperti cincin, gelang, rantai, arloji, liontin,

dsb dapat mengarahkan kita kepada identitas korban tersebut. Perhiasan mempunyai

nilai yang lebih tinggi jika ia mempunyai ciri khas, seperti gravir nama, foto dalam

liontin, dan lain sebagainya.

3. Pakaian

Pakaian luar dan dalam yang dipakai korban merupakan data yang amat berharga

untuk menunjukkan identitas si pemakainya, bentuknya yang unik atau yang

mempunyai label tertentu (label nama, penjahit, binatu atau merek) memiliki nilai

yang lebih karena dapat mempersempit kemungkinan tersangka.

4. Dokumen

Dokumen seperti SIM, KTP, Pasport dapat menunjukkan identitas orang yang

membawa dokumen tersebut, khususnya jika dokumen tersebut dibawa sendiri oleh

pemiliknya dan tidak palsu.

5. Identifikasi secara medis

Pemeriksaan medis dilakukan untuk mendapatkan data umum dan data khusus

individu berdasarkan pemeriksaan atas fisik individu tersebut. Pada pengumpulan

data umum dicari data yang umum diketahui dan dimiliki oleh setiap individu dan

mudah dikonfirmasi kepada keluarga, seperti data ras, jenis kelamin, umu, berat

3
badan, warna kulit, rambut, dsb. Data khusus adalah data yang belum tentu dimiliki

oleh setiap individu atau data yang tidak dengan mudah dikonfirmasi kepada

keluarganya, seperti data foto ronsen, data lab, adanya tattoo, bekas operasi atau

jaringan parut, tehnik superimposisi, tehnik rekonstruksi wajah, dsb.

6. Odontologi forensik

Pemeriksaan atas gigi geligi dan jaringan sekitarnya serta berbagai perubahan akibat

perawatan gigi dapat membantu menunjukkan identitas individu yang bersangkutan.

7. Serologi forensik

Pada awalnya yang termasuk dalam kategori pemeriksaan serologi adalah

pemeriksaan terhadap polimorfisme protein yaitu pemeriksaan golongan darah dan

golongan protein serum. Perkembangan ilmu kedokteran menyebabkan ruang lingkup

serologi diperluas dengan pemeriksaan polimorfisme protein lain yaitu pemeriksaan

terhadap enzim eritrosit serta pemeriksaan antigen Human Lymphocyte Antigen

(HLA). Pada saat ini dengan berkembangnya analisis polimorfisme DNA, bidang ini

menjadi lebih luas lagi karena bahan pemeriksaan bukan lagi darah, melainkan

hampir seluruh sel tubuh kita. Hal ini memberikan dampak kecenderungan

penggantian istilah serologi dengan istilah hemereologi yang mencakup semua hal

diatas.

8. Sidik jari

4
Telah lama diketahui bahwa sidik jari setiap orang di dunia tidak ada yang sama

sehingga pemeriksaan sidik jari dapat digunakan untuk identifikasi individu.

9. Eksklusi

Dalam kecelakaan massal yang menyebabkan kematian sejumlah individu, yang

nama-namanya ada dalam daftar individu (data penumpang, data pegawai), maka jika

(n-1) individu telah teridentifikasi, maka satu individu terakhir diputuskan tanpa

pemeriksaan (per ekslusionam) sebagai individu yang tersisa menurut daftar tersebut.

III. PEMERIKSAAN LUAR

Adapun sistematika pemeriksaan luar adalah sebagai berikut.

1. Memeriksa label mayat (dari pihak kepolisian) yang biasanya diikatkan pada

jempol kaki mayat. Gunting pada tali pengikat, simpan bersama berkas

pemeriksaan. Catat warna, bahan, dan isi label selengkap mungkin. Sedangkan

label rumah sakit, untuk identifikasi di kamar jenazah, harus tetap ada pada

tubuh mayat.

2. Mencatat jenis/bahan, warna, corak, serta kondisi (ada tidaknya bercak/kotoran)

dari penutup mayat.

3. Mencatat jenis/bahan, warna, corak, serta serta kondisi (ada tidaknya bercak/

kotoran) dari bungkus mayat. Catat tali pengikatnya bila ada.

4. Mencatat pakaian mayat dengan teliti mulai dari yang dikenakan di atas sampai

bawah, dari yang terluar sampai terdalam. Pencatatan meliputi bahan, warna

dasar, warna dan corak tekstil, bentuk/model pakaian, ukuran, merk penjahit,

5
cap binatu, monogram/inisial, dan tambalan/tisikan bila ada. Catat juga letak

dan ukuran pakaian bila ada tidaknya bercak/pengotoran atau robekan. Saku

diperiksa dan dicatat isinya.

5. Mencatat perhiasan mayat, meliputi jenis, bahan, warna, merek, bentuk serta

ukiran nama/inisial pada benda perhiasan tersebut.

6. Mencatat benda di samping mayat.

7. Mencatat perubahan tanatologi, berupa :

a. Lebam mayat : letak/distribusi, warna, dan intensitas lebam.

b. Kaku mayat : distribusi, derajat kekakuan pada beberapa sendi, dan ada

tidaknya spasme kadaverik.

c. Suhu tubuh mayat : memakai termometer rektal dan dicatat juga suhu

ruangan pada saat tersebut.

d. Pembusukan.

e. Lain-lain : misalnya mumifikasi atau adiposera.

8. Mencatat identitas mayat, seperti jenis kelamin, bangsa/ras, perkiraan umur,

warna kulit, status gizi, tinggi badan, berat badan, disirkumsisi/tidak, striae

albicantes pada dinding perut.

9. Mencatat segala sesuatu yang dapat dipakai untuk penentuan identitas khusus,

meliputi rajah/tattoo, jaringan parut, kapalan, kelainan kulit, anomali, dan cacat

pada tubuh.

10. Memeriksa distribusi, warna, keadaan tumbuh, dan sifat dari rambut.

11. Memeriksa mata, seperti apakah kelopak terbuka atau tertutup, tanda kekerasan,

kelainan. Periksa selaput lendir kelopak mata dan bola mata, warna, cari

6
pembuluh darah yang melebar, bintik perdarahan, atau bercak perdarahan.

Kornea jernih/tidak, adanya kelainan fisiologik atau patologik. Catat keadaan

dan warna iris serta kelainan lensa mata. Catat ukuran pupil, badingkan kanan

dan kiri.

12. Mencatat bentuk dan kelainan/anomali pada daun telinga dan hidung.

13. Memeriksa bibir, lidah, rongga mulut, dan gigi geligi. Catat gigi geligi dengan

lengkap, termasuk jumlah, hilang/patah/tambalan, gigi palsu, kelainan letak,

pewarnaan, dan sebagainya.

14. Pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan. Pada pria dicatat kelainan

bawaan yang ditemukan, keluarnya cairan, kelainan lainnya. Pada wanita dicatat

keadaan selaput dara dan komisura posterior, periksa sekret liang sanggama.

Perhatikan bentuk lubang pelepasan.

15. Perlu diperhatikan kemungkinan terdapatnya tanda perbendungan, ikterus,

sianosis, edema, bekas pengobatan, bercak lumpur atau pengotoran lain pada

tubuh.

16. Bila terdapat tanda-tanda kekerasan/luka harus dicatat lengkap:

a. Letak luka: regio anatomis dan koordinat terhadap garis/titik anatomis

terdekat.

b. Jenis luka: luka lecet, memar, atau terbuka.

c. Bentuk luka: termasuk bentuk luka terbuka setelah dirapatkan.

d. Arah luka: melintang, membujur, atau miring.

e. Tepi luka: rata atau tidak beraturan.

f. Sudut luka: runcing, membulat, atau bentuk lain.

7
g. Dasar luka: jaringan bawah kulit, otot, tulang, atau rongga badan.

h. Sekitar luka: pengotoran atau luka/tanda kekerasan lain di sekitarnya.

i. Ukuran luka: untuk luka terbukajuga diukur setelah dirapatkan.

j. Saluran luka: penentuan in situ mengenai perjalanan serta panjang luka

baru dapat ditentukan pada saat pembedahan mayat.

k. Lain-lain: misalnya pada luka lecet jenis serut diperiksa pola penumpukan

kulit ari untuk menentukan arah kekerasannya, pada memar dicatat

warnanya.

17. Pemeriksaan ada tidaknya patah tulang, serta jenis/sifatnya

IV. PERUBAHAN POST MORTEM

Perlu juga diketahui, bahwa perubahan-perubahan dapat terjadi setelah beberapa

lama waktu, apalagi mengingat pada evakuasi bencana massal yang memungkinkan

waktu lebih panjang untuk pemindahan para korban ke kamar mayat / ruang autopsi.

Perubahan-perubahan postmortem yang dapat terjadi adalah sebagai berikut.

a. Kulit wajah pucat, karena sirkulasi berhenti, darah mengendap terutama pembuluh

darah besar.
b. Relaksasi primer : krn tonus otot tidak ada rahang bawah melorot
c. Perubahan pada mata : pandangan mata kosong, refleks (-)
d. Setelah waktu 10-12 jam keruh kornea
b. Penurunan suhu mayat (algor mortis), karena adanya perpindahan panas ke dingin

melalui konduksi, konveksi dan radiasi serta evaporasi.

Faktor-Faktor yang mempengaruhi penurunan suhu mayat:

a. Faktor lingkungan

8
Semakin besar perbedaan antara suhu tubuh dengan suhu lingkungan, semakin cepat

penurunan suhu mayat.


b. Suhu tubuh sebelum kematian
Kematian karena perdarahan otak, kerusakan jaringan otak, penjeratan dan infeksi

akan selalu didahului dengan peningkatan suhu yang akan memengaruhi penafsiran

dari perkiraan saat kematian.


c. Intensitas dan kuantitas aliran atau pergerakan udara
d. Keadaan tubuh dan pakaian yang menutupi, yaitu lemak tubuh, tebalnya
otot serta tebalnya pakaian.
e. Perubahan biokimia

Ada 3 contoh perubahan biokimia pada fase lanjut post mortem, yaitu :

Perubahan plasma, yaitu peningkatan kadar kalium, pospor, CO & asam laktat dan

penurunan kadar glukosa & pH.


Perubahan humor vitreus yang berupa peningkatan kadar kalium yang terjadi antara

24 sampai 100 jam post mortem.


Perubahan jantung berupa adanya chicken fat clot (bekuan lemak ayam) yaitu bekuan

darah post mortem menyerupai lemak ayam yang berwarna merah kekuningan.

Bekuan ini biasanya kita temukan pada jantung mayat yang mati dengan proses

kematian lama.

f. Perubahan pada kulit


Lebam mayat (livor mortis, post mortum lividity, post mortum suggilation, post

mortum hypostasis)

Hal ini dapat terjadi karena pengendapan butir-butir ertirosit karena adanya gaya

gravitasi sesuai dengan tubuh, berwarna biru ungu tetapi masih dalam pembuluh darah,

timbul 20-30 menit dan setelah 6-8 jam lebam mayat masih bisa ditekan dan masih bisa

berpindah tempat. Suhu tubuh yang tinggi dapat mempercepat timbulnya lebam mayat.

9
Terbentuknya lebam mayat terjadi karena kegagalan sirkulasi, dan aliran balik vena gagal

mempertahankan darah mengalir melalui saluran pembuluh darah kapiler akibatnya butir

sel darahnya saling tumpuk memenuhi saluran tersebut dan sukar dialirkan di tempat lain

(fenomena kopi tubruk). Gaya gravitasi meyebabkan darah yang terhenti tersebut

mengalir ke area terendah. Kejadian ini timbul kurang lebih 30 menit setelah kematian

somatis dan intensitas maksimal (menjadi lengkap) setelah 8-12 jam post mortal.

Sebelum waktu ini, lebam mayat masih dapat berpindah-pindah, jika posisi mayat diubah,

misalnya dari terlentang menjadi tengkurap, namun setelahnya, lebam mayat sudah tidak

dapat hilang (fenomena kopi tubruk).

Tidak hilangnya lebam mayat pada saat itu, dikarenakan telah terjadinya

perembesan darah kedalam jaringan sekitar akibat rusaknya pembuluh darah akibat

tertimbunnya sel sel darah dalam jumlah yang banyak, adanya proses hemolisa sel-sel

darah dan kekakuan otot-otot dinding pembuluh darah. Dengan demikian penekanan pada

daerah lebam yang dilakukan setelah 8 12 jam tidak akan menghilang. Hilangnya lebam

pada penekanan dengan ibu jari dapat memberi indikasi bahwa suatu lebam belum

terfiksasi secara sempurna. Atas dasar keadaan tersebut, maka dari sifat-sifat serta

distribusi lebam mayat dapat diperkirakan apakah pada tubuh korban telah terjadi

manipulasi merubah posisi korban. Warna lebam mayat biasanya bergantung pada

keadaan dan penyebab kematian korban.

Lebam mayat sering berwarna merah kebiru-biruan, tetapi bervariasi, tergantung

oksigenasi sewaktu korban meninggal. Bila terjadi bendungan, hipoksia, mayat memiliki

warna lebam yang lebih gelap karena adanya hemoglobin tereduksi dalam pembuluh

darah kulit. Lebam mayat merupakan indikator kurang akurat dalam menentukan

10
mekanisme kematian, dimana tidak ada hubungan antara tingkat kegelapan lebam mayat

dengan kematian yang disebabkan asfiksia. Sering kematian sebab wajar oleh karena

gangguan koroner atau penyakit lain memiliki lebam yang lebih gelap. Terkadang area

lebam mayat berwarna terang dan dilanjutkan dengan area lebam mayat berwarna lebih

gelap.

Kematian yang disebabkan hipotermia atau terpapar udara dingin selama

beberapa waktu, seperti tenggelam, dimana warna lebam mayat dapat menentukan

penyebab kematian, tetapi relatif tidak spesifik oleh karena mayat yang terpapar udara

dingin setelah mati (terutama bila mayat yang di dalam lemari es mayat) dapat terjadi

perubahan lebam dari merah padam menjadi merah muda. Hal ini dapat dimengerti pada

kasus hipotermia, dimana metabolisme reduksi dari jaringan gagal mengambil oksigen

dari sirkulasi darah.

Diketahui bahwa lebam mayat yang merah padam berubah menjadi merah muda

pada batas horizontal anggota tubuh bagian atas, warna lebam pada anggota tubuh bagian

bawah tetap gelap, sehingga perubahan secara kuantitatif lebam dapat ditentukan, dimana

hemoglobin lebih mudah mengalami reoksigenasi karena eritrosit kurang mengendap

pada bagian lebam.

Perubahan lainnya pada warna lebam lebih berguna. Pada keracunan gas

karbonmonoksida, lebam mayat akan berwarna merah bata atau cherry red, yang

merupakan warna dari karboksi-hemoglobin (COHb). Keracunan sianida akan

memberikan warna lebam merah terang. Oleh karena kadar oksi hemoglobin (HbO)

dalam darah vena tetap tinggi. Pada keracunan zat yang dapat menimbulkan

methemoglobinemia, seperti pada keracunan kalium khlorat, kinine, anilin, asetanilid dan

11
nitrobensen, lebam akan berwarna coklat-kebiruan (slaty) oleh karena adanya

methemoglobin yang berwarna coklat serta adanya sianosis.

Padakasus tenggelam atau pada kasus dimana tubuh korban berada pada suhu

lingkungan yang rendah, maka lebam mayat khususnya yang dekat letaknya dengan

tempat yang bersuhu rendah, akan berwarna merah terang. Ini disebabkan karena suhu

yang rendah akan mempengaruhi kurva dissosiasi dari oksi-hemoglobin. Kematian yang

disebabkan sepsis dimana Clostridium perfringens sebagai agen infeksi, bercak berwarna

pucat keabuan dapat terkadang terlihat pada kulit.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pembentukan lebam mayat adalah

viskositas darah, termasuk berbagai penyakit yang mempengaruhinya, kadar Hb, dan

perdarahan (hipovolemia). Kegunaan lebam mayat pada kedokteran forensik yaitu:

1. Merupakan tanda pasti dari kematian.


2. Dapat dipakai untuk menaksir saat kematian.
3. Dapat menentukan apakah posisi jenasah pernah dirubah atau tidak

4. Kadang kadang dapat untuk menduga sebab kematian.

g. Perubahan pada otot


Perubahan pada otot postmortem sering diidentikan dengan kekakuan mayat/

rigor mortis. Rigor mortis berasal dari bahasa latin Rigor berarti stiff atau kaku, dan

mortis yang berarti tanda kematian (sign of death). Hal ini terjadi karena adanya

kelenturan otot setelah mati karena adanya metabolisme tingkat selular masih berjalan

berupa pemecahan cadangan glikogenenergiADP ATP. Selama masih ada energi,

aktin miosin masih renggang. Rigor mortis terjadi akibat hilangnya ATP. ATP digunakan

untuk memisahkan ikatan aktin dan miosin sehingga terjadi relaksasi otot. Namun karena

pada saat kematian proses metabolisme tidak terjadi sehingga tidak ada produksi ATP.

12
Karena kekurangan ATP sehingga kepala miosin tidak dapat dilepaskan dari filamen

aktin, dan sarkomer tidak dapat berelaksasi. Karena hal ini terjadi pada semua otot tubuh

maka terjadilah kekakuan dan tidak dapat digerakkan.

Rigor mortis timbul 1-3 jam postmortem (rata-rata 2 jam), dipertahankan 6-24

jam, dimulai dari otot kecil : rahang bawah, anggota gerak atas, dada, perut dan anggota

bawah kemudian kaku lengkap. Kekakuan mayat menurun setelah 24 jam.

V. PENYEBAB KEMATIAN

Berbagai hal dapat menjadi penyebab suatu peristiwa kematian. Perlu diingat

pada pembahasan kasus ini, kematian massal disebabkan karena bencana (kebakaran

hotel), sehingga faktor-faktor penyebab kematian korban dapat diseleksi sebagai berikut.

13
1. Inhalation of Suffocating Gasses
Inhalation of suffocating gasses adalah suatu keadaan dimana korban menghisap

gas tertentu dalam jumlah berlebihan sehingga kebutuhan O2 tidak terpenuhi. Ada tiga

cara kematian pada korban kasus inhalation of suffocating gasses, yaitu menghisap gas

CO , CO2 , atau H2S.

Fakta-fakta penyebab kematian karena gas karbon monoksida (CO) :

a. Biasanya terjadi pada kebakaran gedung besar.


b. Biasanya dry heat (burn heat / luka bakar) hanya sedikit.
c. Ada jelaga pada lubang hidung.
d. Saluran napas terdapat jelaga atau lendir; mukosa edema & kemerahan.
e. Lebam mayat yang berwarna merah cherry akibat terbentuknya senyawa HbCO

(hemoglobin tereduksi).
f. Diagnosis pasti dapat kita tentukan dengan melakukan pemeriksaan saturasi, yaitu

lebih dari 10%. Gas karbon monoksida (CO) 210 kali lebih kuat dari gas oksidan (O 2)

dalam mengikat hemoglobin.

2. Trauma Fisik Karena Luka Bakar (= Dry Heat / Burn Heat)

Luka bakar merupakan luka yang diakibatkan oleh persentuhan tubuh dengan api

atau benda panas (bukan cairan).

a. Klasifikasi luka bakar


- Menurut Boyler (1814), tingkat dalamnya luka bakar dapat diklasifikasikan sebagai

berikut.

Luka bakar derajat I: hanya mengenai epidermis.


Luka bakar derajat IIA : superfisial, mengenai epidermis dan lapisan atas korium.
Luka bakar derajat IIB : luka dalam, mengenai epidermis dan lapisan korium.
Luka bakar derajat III : mengenai seluruh laisan kulit, subkutan, otot dan tulang

(hangus seperti arang).

14
- Menurut gejala umum, diklasifikasikan sebagai berikut.
Nyeri yang sangat hebat, yang dapat menyebabkan syok bahkan kematian.
Pugillistic attitude / coitus attitude berupa ekstremitas fleksi, kulit menjadi arang

dan mengelupas.
Ekstremitas fleksi akibat koagulasi protein. Ekstremitas fleksi tidak sampai

menimbulkan rigor mortis.


Otot merah gelap, kering, berkontraksi dan jari-jari mencengkeram.
Bukan tanda intravital.
Fraktur tengkorak : pseudoepidural hematom (bedakan dengan epidural

hematom).
Pseudoepidural Hematom: Warna bekuan darah coklat. Konsistensi rapuh.

Otak mengkerut seluruhnya. Garis patah tidak menentu.


Epidural Hematom: Warna bekuan darah hitam. Konsistensi kenyal. Bentuk

otak menjadi cekung sesuai dengan bekuan darah. Garis patah melewati

sulcus arteria meningea.

- Menurut waktu penjalaran sumber panas, diklasifikasikan sebagai berikut.


Cepat : shock primer (neurogenis) & asfiksia
Sedang : shock dehidrasi

15
Lambat : shock dehidrasi, acute renal failure, infeksi & sepsis, ulcus curling,

autointoksikasi, dan pneumonia hipostatik.

- Menurut luas daerah yang terpapar, diklasifikasikan sebagai berikut.


Luas daerah 9% permukaan tubuh, yaitu meliputi : permukaan kepala & leher;

dada; punggung; perut; pinggang; ekstremitas atas kanan; ekstremitas atas

kiri.
Luas daerah 18% permukaan tubuh, yaitu meliputi : permukaan ekstremitas

bawah kanan; ekstremitas bawah kiri.


Luas daerah 1% permukaan tubuh, yaitu meliputi permukaan alat kelamin.
Tingkat II yaitu luas daerah terpapar sudah mencapai 30% permukaan tubuh

(sudah sangat membahayakan jiwa).

16
Ada dua kemungkinan reaksi dari tubuh korban, yaitu:

a. Reaksi lokal

Ada empat reaksi lokal dari tubuh korban :

Eritem, dengan ciri-ciri : epidermis intak, kemerahan, sembuh tanpa

meninggalkan scar.
Vesikel, bulla & bleps dengan albumin atau NaCl tinggi.
Necrosis coagulativa, dengan ciri-ciri : warna coklat gelap hitam dan sembuh

dengan meninggalkan scar.


Karbonisasi (sudah menjadi arang).

b. Reaksi umum

Ada tiga reaksi umum dari tubuh korban, yaitu :

1. Heat exhaustion

17
Gejala : badan panas, pusing, pucat, berkeringat, otot lemah, suhu tubuh menurun,

irama denyut nadi irreguler, dan koleps sirkuler.


Setidaknya ada tiga gejala yang dapat ditemukan sebagai tanda adanya reaksi heat

exhaustion, yaitu :
Arteriosklerosis arteri koroner.
Darah berwarna gelap di jantung.
Organ dalam mengalami kongesti.
2. Heat stroke / sun stroke / pingsan panas

Heat stroke / sun stroke / pingsan panas diakibatkan oleh terjadinya

paralisis centrum di medulla. Keadaan ini dapat terjadi pada udara yang panas

(mencapai 1000o Fahrenheit) dan lembab serta telah berlangsung beberapa hari.

Ada enam gejala heat stroke / sun stroke / pingsan panas, yaitu : badan panas,

pusing, sakit kepala, irama denyut nadi cepat dan berat, kolaps sirkuler, syok

sampai beresiko mati dengan tubuh kemerahan.

Pada proses autopsi, setidaknya tanda-tanda berikut merupakan

pendukung dugaan kematian karena reaksi heat stroke :

a.Darah berwarna merah gelap.


b. Organ mengalami kongesti.
c.Perdarahan otak, epicardium, endocardium atau bundle of his.
d. Degenerasi sel-sel ganglion.
e.Kongesti (edema berat).
f. Perdarahan kecil pada ventrikel III & IV.

3. Heat cramp

Heat cramp dapat terjadi pada individu yang bekerja dalam ruangan yang

bersuhu tinggi. Kita dapat melakukan terapi terhadap reaksi heat cramp dengan

menggunakan campuran air & garam atau larutan PZ IV bila korban mengalami

konvulsi.

18
VI. Pemeriksaan Dalam

Bila setelah dilakukan pemeriksaan luar ternyata identifikasi masih sukar

dilakukan atau bukti-bukti penunjang belum memadai, maka pemeriksaan dalam dapat

dilakukan. Pemeriksaan dalam meliputi aspek-aspek sebagai berikut.

1. Sistem Pernafasan

Secara makroskopis : paru menjadi lebih berat dan mengalami konsolidasi

Kelainan yang sering dijumpai: edema laringopharing, tracheobronchiolitis,

pneumonia, kongesti paru, edema paru interstitial, ptechiae pada pleura,

adanya pigmen karbon yang melekat pada mukosa saluran nafas

2. Jantung : edema interstitial dan fragmentasi miokardium (tidak khas)


3. Hati : perlemakan hati, bendungan, nekrosis, hepatomegali (tidak khas)
4. Limpa dan kelenjar getah bening
5. Ginjal : tidak terpengaruh langsung, perubahan yang terjadi akibat dari komplikasi

luka bakar fatal, yaitu pembesaran ginjal.


6. Saluran Pencernaan : Curlings ulcer yang kadang mengalami perforasi
7. Kelenjar endokrin
- Tiroid : Berat & aktifitas kelenjar thyroid meningkat
- Thymus : involusi akibat hiperaktifitas kelenjar adrenal
- Adrenal : kenaikan kadar steroid dalam darah dan urin, penimbunan lemak,

bendungan sinusoid pada korteks dan medulla


8. Susunan Saraf Pusat , inspeksi dan periksa apakah ada edema, kongesti, kenaikan

tekanan intrakranial, herniasi dari tonsilla serebellum yang melewati foramen

magnum serta adanya perdarahan intrakranial.


9. Sistem muskuloskeletal, yaitu otot, tendon, tulang dan gigi(jarang terpengaruh), atau

adanya fraktur patologis.

VII. Identifikasi tulang

19
Pada saat petugas kepolisian membawa tulang untuk dilakukan pemeriksaan medis, hal-hal

yang biasanya dipertanyakan pihak kepolisian kepada petugas medis antara lain:

1. Apakah tulang tersebut adalah tulang manusia atau bukan.

2. Jika ternyata tulang manusia, tulang dari laki-laki atau wanita.

3. Apakah tulang-tulang tersebut merupakan tulang dari satu individu atau beberapa

individu.

4. Umur dari pemilik tulang tersebut.

5. Waktu kematian.

6. Apakah tulang-tulang tersebut dipotong, dibakar atau digigit oleh binatang.

7. Kemungkinan penyebab kematian.

1) Untuk membedakan tulang manusia dan tulang hewan

Hal ini merupakan tugas dokter karena pihak kepolisian dan rakyat biasa sering acuh, sehingga

pernah terjadi kekeliruan dengan tulang binatang, terutama dengan tulang-tulang anjing, babi dan

kambing. Pengetahuan mengenai anatomi manusia, berperan penting untuk membedakannya.

Jika tulang yang dikirim utuh atau terdapat tulang skeletal akan sangat mudah untuk

membedakannya, tetapi akan menjadi sangat sulit bila hanya fragmen kecil yang dikirim tanpa

adanya penampakan yang khas.

Tes precipitin yang dikonduksi dengan serum anti-human dan ekstrak dari fragmen juga dapat

dipergunakan untuk mengetahui apakah tulang tersebut tulang manusia. Tulang manusia dan

binatang juga dapat dibedakan melalui analisa kimia debu tulang.

2) Untuk menentukan jenis kelamin

Sebelum masa dewasa, jenis kelamin tidak dapat ditentukan hanya dengan tulang-tulang saja.

Baru setelah masa puber hal-hal berikut dapat dipakai sebagai pegangan:

20
- Panggul. Panggul pada wanita lebih lebar, khususnya tulang kemaluan (os pubis) dan

tulang usus (os oschii); sudut pada incisura ischiadica major lebih terbuka, foramen orburatum

mendekati bentuk segitiga. Sangat diagnostik adalah Arc compose. Pada pria lengkung yang yag

terbentuk oleh pinggir kranial ventral facies auricularis, kl. Dapat dilanjutkan pada pinggir

kranial dan ventral incisura ischiadica major; pada wanita terbentuk dua lengkung terpisah. Di

samping itu pada wanita terdapat lengkung pada bagian ventral tulang kemaluan, yang tidak

kentara pada pria; pada wanita bagian subpubica dari rasmus ischio-pubicus cekung, pada pria

tulang ini cembung; dilihat dari sisi ventral , pada wanita bagian yang sama agak tajam, pada pria

lebih membulat.

- Tulang tengkorak. Besarnya tengkorak adalah salah satu ciri dimorfis seksual. Tengkorak

pria lebih besar, lebih berat dan tulangnya lebih tebal. Seluruh rellef tengkorak (benjolan,tonjolan

dsb.) lebih jelas pada pria.

Tulang dahi dipandang dari norma lateralis kelihatan lebih miring pada pria, pada wanita hampir

tegal lurus; benjolan dahi (tubera frontalla) lebih kentara pada wanita, pada pria agak

menghilang. Arci supercilliaris lebih kuat pada laki-laki; sering hampir tidak kentara pada

wanita; pinggir lekuk mata (orbita) agak tajam/tipis pada wanita dan tumpul/tebal pada pria.

Bentuk orbita pada pria lebih bersegi empat (menyerupai layar TV dengan sudut tumpul), pada

wanita lebih oval membulat.

Pada tulang pelipis tahu mastoid (prossesus mastoideus) besar dan takiknya (incisura mastoidea)

lebih mendalam pada pria.

Tabel Identifikasi jenis kelamin dari tengkorak kepala

21
No Yang membedakan Laki laki Perempuan

.
1. Ukuran Kapasitas intra Kapasitas intra

kranial lebih besar 10 kranial lebih kecil

% dari perempuan 10% dari laki laki


2.
Glabella Kurang menonjol Lebih menonjol
3.
Daerah supra orbita Lebih menonjol Kurang menonjol
4.
Processus mastoideus Lebih menonjol Kurang menonjol
5.
Protuberantia occipitalis Lebih menonjol Kurang menonjol
6.
Arcus zigomaticus Lebih menonjol Kurang tegas
7.
Dahi Curam,agak datar Bulat/bundar
8.
Eminentia frontalis Lebih menonjol Kurang menonjol
9.
Orbita Letak lebih rendah, Lebih tinggi, relativ

relativ lebih kecil, lebih besar, batas

batas agak bulat dan tajam dan berbentuk

berbentuk seperti bulat

persegi empat
10.
Nasion Angulasi jelas Angulasi kurang

menonjol
11.
Malar prominence Lebih lengkung Lebih datar
12.
Lobang hidung Lebih tinggi dan Lebih rendah dan

sempit luas
13.
Eminentia parietalis Kurang Lebih
14.
Condilus occipitalis Besar Kecil

22
15.
Condylar facet Panjang dan sempit Pendek dan luas
16.
Foramina Lebih besar Lebih kecil
17.
Palatum Lebih besar dan Lebih kecil dan

berbentuk seperti parabolik

huruf U
18.
Digastric groove Dalam Dangkal
19.
Sinus frontalis Lebih berkembang Kurang berkembang
20.
Gigi Lebih besar Lebih kecil
21.
Permukaan tulang Permukaan Seluruhnya halus

seluruhnya kasar dengan tempat

dengan tempat perlengketan otot

perlekatan otot yang yang kurang

lebih menonjol menonjol


- Mandibula. Sudut yang terbentuk oleh rasmus dan corpus mandibulae lebih kecil pada

pria (mendekati 90). Benjol dagu (protuberia mentalis) lebih jelas/besar pada pria. Processus

coronoideus lebih besar/panjang pada pria.

No Yang membedakan Laki laki Perempuan

.
1. Ukuran Lebih besar Lebih kecil
2.
Sudut anatomis Everted Inverted
3.
Dagu Berbentuk persegi Agak bulat

empat
4.
Bentuk tulang Berbentuk seperti Berbentuk seperti

huruf V Besar dan huruf U

23
menonjol
5.
Mental tubercle Menonjol dan dalam Tidak signifikan
6.
Myelohyoid line Lebih Kurang menonjol

dan dangkal
7.
Tinggi pada simphisis mentii Lebih lebar Kurang
8.
Ramus ascending Lebih besar Lebih sempit
9.
Condylar facet Lebih besar Lebih kecil
10.
Berat dan permukaan Lebih Lebih ringan dengan

berat,permukaannya permukaan yang

kasar dengan tempat halus

perlengketan otot

yang menonjol
11. Lebih besar
Gigi Lebih kecil

3) Menentukan tulang dari satu individu atau beberapa individu

Tulang-tulang yang dikirim untuk dilakukan pemeriksaan harus dipisahkan berdasarkan sisi

asalnya, dan selanjutnya dilakukan pencatatan jika terdapat tulang yang berlebih dari yang

sebenarnya , atau terdapat jenis tulang yang sama dari sisi yang sama.

4) Menentukan usia dari pemilik tulang tersebut

Pada pemeriksaan rahang bawah, bisa dibedakan rahang bayi, dewasa dan orang tua. Rahang

bayi corpusnya dangkal dan rasmusnya sangat pendek dan membentuk sudut 140 dengan corpus

24
dari rahan tersebut. Pada rahang dewasa corpus menjadi tebal dan panjang dan susut antara

rasmus dan corpus mengarah 90. Pada orang tua batas dari prosessus alveolarismulai hilang dan

corpus akan menjadi tumpul. Pada anak kecil foramen mentalis terletak pada pinggir bawahnya.

Prossesus condyloideus hampir segaris dengan corpus dan prosesus coronoideus project di atas

condylus. Pada orang dewasa foramen mentalis terletak di pertengahan batas atas dan bawah dari

corpus condylus panjang dan menonjol di atas prosessus coronoideus. Pada usia tua foramen

mentalis terletak dekat batas alveolus.

Pada pertemuan dari tulang rawan pada ephypisis dengan diaphysis pada wanita lebih dahulu

terjadi dari laki-laki. Sedangkan sutura pada cranium hilang lebih dahulu pada laki-laki. Pada

umur 18 tahun ephypisis dari phalanx, metacarpal dan ujung bawah dari ulna dan radius mulai

menutupi pusat penulangan. Pada umur 19 tahun bagian tersebut sudah tertutup rapat. Pada

daerah tropis, pusat penulangan dan pertemuan (persatuan) dari ephypisis pada tulang panjang

lebih cepat 2 tahun pada laki-laki, sedangkan pada weanita 3 tahun lebih dahulu

5) Menentukan waktu kematian

Sangatlah susah untuk memperkirakan waktu kematian dari pemeriksaan tulang, meskipun

begitu dugaan-dugaan dapat dibuat dengan memperhatikan adanya fraktur, aroma, dan kondisi

jaringan lunak dan ligamen yang melekat dengan pada tulang tersebut. Pada kasus-kasus fraktur,

perkiraan waktu kematian dapat diperkirakan dalam berbagai tingkatan ketepatan, dengan

pemeriksaan callus setelah dibedah sebelumnya secara longutidunal. Aroma yang dikeluarkan

tulang pada beberapa kematian sangat khas dan menyengat. Harus diingat bahwa anjing, serigala

dan pemakan daging lainnya akan menggunduli tulang tanpa sedikit pun jaringan lunak dan

25
ligamen, meskipun dalam waktu yang sangat singkat, tetapi aroma yang ditinggalkanya masih

merupakan bukti dan tetap berbeda dari tulang yang telah mengalami penguraian di tanah.

Setelah semua jaringan lunak menghilang, tulang-tulang mulai mengalami penguraian

selama tiga sampai sepuluh tahun, yang biasanya terjadi dalam peti mati. Perubahan yang terjadi

pada tulang diikuti dengan berkurangnya berat dan bahan organik, seperti tulang menjadi lebih

gelap atau kecoklatan atau menjadi rapuh. Akan menjadi sangat susah untuk memperkirakan jika

perubahan warba terjadi, tetapi itu tergantung kepada kemurnian tanah, model penguburan

(dengan atau tanpa peti mati), dan usia dari orang tersebut (lebih cepat pada usia muda).

6) Melihat apakah tulang tersebut dipotong, dibakar, atau digigit binatang

Tulang, bagian ujung ujung dari tulang, harus diperiksa dengan sangat teliti untuk mengetahui

apakah tulang-tulang tersebut dipotong dengan benda tajam, atau digerogoti binatang, atau

medulanya telah dimakan. Terkadang petugas kepolisian yang kurang berpengalaman salah

mengira tulang yang digerogoti binatang dan mengiranya dipotong dengan benda tajam, lalu

berusaha menerangkannya dengan berbagai teori yang tidak jelas. Saluran-saluran nutrisi juga

harus diperiksa untuk melihat ada atau tidaknya arsenic merah atau zat pewarna lainnya untuk

mengetahui dengan pasti apakah tulang tersebut berasal dari ruang pemotongan.

7) Menentukan kemungkinan penyebab kematian

Hampir tidak mungkin untuk menentukan penyebab kematian dari tulang, kecuali jika didapati

fraktur atau cedera, seperti fraktur pada tulang tengkorak atau pada cervikal atas atau potongan

yang dalam pada tulang yang mengarahkan kepada penggunaan alat pemotong yang kuat.

Penyakit-penyakit pada tulang, seperti karies atau nekrosis, atau bekas cedera bakar.

26
Racun-racun metalik seperti arsenik, antimoni atau merkuri dapat dideteksi melalui analisa kimia

meskipun lama setelah kematian.

VIII. Identifikasi jenis kelamin melalui gigi geligi

Menurut Cotton (1982), identifikasi pria dan wanita antara lain :

Gigi Geligi Wanita Pria


Outline gigi Relatif lebih kecil Relatif lebih besar
Lapisan email dan dentin Relatif lebih tipis Relatif lebih tebal
Bentuk lengkung gigi Cenderung oval Tapered
Ukuran cervico incisal dan mesio distal Lebih kecil Lebih besar

gigi caninus bawah


Outline incisivus pertama atas Lebih bulat Lebih persegi
Ukuran lengkung gigi Relatif lebih kecil Relatif lebih besar

Identifikasi Bitemark
Bitemark merupakan pola yang dibuat oleh gigi pada kulit, makanan atau substrat yang

lembut tetapi dapat tertekan.

Menurut William Eckert (1992), pola gigitan adalah bekas gigitan dari pelaku yang

tertera pada kulit korban dalam bentuk luka, jaringan kulit maupun jaringan ikat di bawah kulit

sebagai pola akibat dari pola permukaan gigitan dari gigi-gigi pelaku melalui kulit korban.

Kebanyakan bitemark pada bagian forensik adalah kontak antara gigi manusia dengan

kulit dan analisis memperlihatkan keunikan gigi yang tercatat secara akurat pada kulit.

Perempuan lebih sering digigit dibandingkan pada pria, dengan kebanyakan gigitan terjadi pada

payudara (33%) dan lengan (19%).

Prosedur identifikasi:

1. Kumpulkan bukti

27
Misalkan terdapat 20 buah bitemark dan kemudian difoto dengan satu orang operator

dengan menggunakan kamera digital (coolpix 2100 nikon) menggunakan skala ABFO

No.2 dengan resolusi 300 dpi.


2. Pilih bahan cetak yang akan digunakan
Bahan cetak yang digunakan biasanya polieter denngan konsistensi light-bodied dan

heavy-bodied. Hanya satu cetakan dari bitemark yang diambil, untuk mencegah

manipulasi, distorsi atau kehilangan barang bukti. Prosedur ini dilakukan untuk

mempertahankan bekas gigitan karena bitemark memiliki kecenderungan untuk

menghilang secara alami dikarenakan oleh regenerasi jaringan (pada korban yang masih

hidup) atau membusuk (pada korban meninggal).


Teknik monophase dilakukan berdasarkan rekomendasi pabrik dan sendok cetaknya dapat

bertahan dalam air panas (60C) dengan lilin pink extra-hard. Dikarenakan ini adalah

desain eksperimental, tidak dilakukan apusan DNA.

3. Cetak rahang pelaku yang dicurigai


Buat model studi rahang pelaku yang dicurigai dengan menggunakan gips stone kuning

tipe IV. Kemudian cetakan discan dengan menggunakan flatbed scanner dengan skala

yang sama pada tiap rahangnya.


Model cetak pertama (dental stone) : digunakan gips stone kuning tipe IV karena sifat

fisiknya yang baik, seperti kemampuan untuk ekspansinya yang rendah, kekuatan

kompresinya meningkat dari 55 menjadi 117 MPa hanya dalam 48 jam. Sifat inilah yang

menjamin stabilitas dimensional dan daya tahannya. Rahang pelaku dicetak dua kali,

cetakan yang pertama digunakan sebagai examination cast sedangkan setakan kedua

sebagai untouched cast, yang diletakkan di daerah yang aman). Pemeriksaan model

cetakan ini dengan menggunakan skala ABFO No.2.

28
Model cetak kedua (model polyether) : cetakan positif dicampur dengan polieter yang

berkonsistensi light-bodied dengan menggunakan kuas cat dan digetarkan sedikit untuk

memastikan bergeraknya aliran polieter.


4. Membandingkan bitemark
Terdapat dua cara yang dapat dilakukan untuk membandingkan bitemark, yaitu :
a. Metode digital
Fotografi digital pada bitemark kulit dan gambar dari model cetakan yang pertama

dan kedua discan dan kemudian dibandingkan dengan menggunakan Adobe

Photoshop 8.0 software dengan metode superimpose. Kemudian setelah

dibandingkan, didapatkan kesimpulan apakah kedua cetakannya extreme-degree

match, high-degree match, probable-degree match, poor-degree match, dan

dissimilar-degree match.
b. Metode manual
Model cetakannya diposisikan pada bitemark yang telah dicetak dengan gips maupun

polieter. Prosedur ini dilakukan untuk meminimalisasi pola penyimpangan pada kulit.

Tekanan dengan jari dilakukan pada model polieter pada sisi lawan dari bitemark,

sehingga melemahkan daerah yang luas. Pencocokan harus dapat dilakukan dengan

mudah dan sebaiknya tidak ditekan (faktor akurasi).

Gambar Gigitan Binatang

Gigitan Lintah Gigitan Kura-Kura Gigitan Piranha

29
Gigitan Ikan Hiu Gigitan Anjing

Bekas gigitan yang dapat menimbulkan luka

1. Kejahatan seksual seperti pemerkosaan.


2. Kekerasan dalam rumah tangga dan penyiksaan anak (oleh orang tua).
3. Kasus kriminal lain, dimana korban menyerang pelaku untuk melindungi dirinya dengan

cara menggigit.
4. Modus kriminal lainnya.

Tipe-Tipe Gigitan

1. Haemorage = titik perdarahan kecil.


2. Abrasi = tidak ada bekas kerusakan kulit.
3. Luka memar = pembuluh darah putus, memar, biru, lebam.
4. Luka laserasi = tertusuk/sobek pada kulit.
5. Pengirisan = tusukan yang rapi pada kulit.
6. Avulsi = kulit terlepas.
7. Artifact = digigit hingga bagian tubuh menjadi terpotong.

30
1 2 3

4 5 6

Klasifikasi Kekuatan Gigitan

31
1. Clearly Defined = Tekanan tergambar pada kulit.
2. Obviously Defined = Tekanan gigitan tingkat satu (terdapat lekukan jelas pada kulit).
3. Quite Noticeable = tekanan penuh kekerasan (terjadi luka).
4. Lacerated = kulit ditekan dengan kasar sehingga rusak dari tubuh.

1 2

3 4

Identifikasi korban melalui restorasi dan protesa yang

digunakan
Restorasi dan protesa yang digunakan setiap orang bersifat individual dimana tidak sama

satu dengan yang lainnya dan memiliki ciri-ciri khusus yang tergantung pada pemakainya.

Restorasi dan protesa yang ditemukan pada korban harus dicatat secara teliti. Jika ditemukan

adanya restorasi, harus dicatat jenis restorasi yang dipakai, pada gigi apa, permukaan yang

32
terkena, dan luasnya restorasi. Pada protesa harus diperhatikan gigi sandarannya, jumlah dan

bentuk pontik, serta desain protesa.


Beberapa ciri individu konstruksi dari protesa diketahui melalui :
Bentuk daerah relief di bagian langit-langit
Bentuk dan kedalaman post-dam
Disain sayap labial
Penutupan daerah retromolar
Warna akrilik
Bentuk, ukuran dan bahan gigi artifisial
Bentuk dan ukuran lingir alveolar

DAFTAR PUSTAKA

Bernard Knight CBE. Simpsons Forensic Medicine. 11th ed. New York: Arnold

Publishers, 1997.

Glinka, Josef SVD. Antopometri & Antroskopi.3rd ed. Surabaya: 1990.

Lukman, Djohansyah. Ilmu Kedokteran Gigi Forensik Jilid II. 2006. Jakarta : CV. Sagung

Seto.

http://www.scribd.com/doc/54671022/3/IDENTIFIKASI-FORENSIK

http://wiki.blogbeken.com/teknik-autopsi-forensik

http://www.freewebs.com/traumatologie2/traumatologi.htm

http://sulaifi.wordpress.com/2010/01/15/luka-bakar-minor-dan-cara-penanganannya/

http://daffodilmuslimah.multiply.com/journal/item/260/Luka_Bakar

33
S. Keiser Nielsen. Person Identification by Means of the Teeth. Bristol: John Wright &

Sons Ltd, 1980.

34

Anda mungkin juga menyukai