Anda di halaman 1dari 15

RELIABILITAS PENGUKURAN

MANUAL MUSCLE TESTING


1. Reliabilitas
a. Pengertian
Reliabilitas adalah tingkat skor tes yang bebas dari kesalahan pengukuran . bentuk lain
yang sama dengan relibel adalah akurasi, stabilitas dan konsistensi.
Reliabilitas merupakan terjemahan dar kata reliability yang berasal dari kata rely dan
abilit. Pengukuran yang memiliki reliabilitas yang tinggi disebut sebagai
pengukuran yang reliabel. Walaupun reliabilitas mempunyai berbagai nama lain
seperti keterandalan, keterpercayaan, keajegan, kestabilan dan sebagainya, namun
ide pokok yang terkandung dalam konsep reliabilitas adalah sejauh mana hasil
suatu pengukuran dapat dipercaya.
Hasil pengukuran dapat dipercaya hanya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan
pengukuran terhadap kelompok subyek yang sama diperoleh hasil yang relatif
sama, selama aspek yang diukur dalam diri subyek memang belum berubah.
Dalam hal ini, relatif sama berarti tetap adanya toleransi terhadap perbedaan-
perbedaan kecil diantara hasil beberapa kali pengukuran. Bila perbedaan ini
inisangant besar dari waktu-aktu maka hasil pengukuran tidak dapat dipercaya
dan dikatakan tidak reliabel.
Pengertian reliabilitas alat ukut dan reliabilitas hasil ukur biasanya dianggap sama.
Namun penggunaannya masing-masing perlu diperhatkan. Konsep reliabilitas
dalam arti reliabilitas alat ukur berkaitan dengan masalah error pengukuran (error
of measurement). Error pengukuran itu sendiri menunjuk pada sejauh mana
inkonsistensi hasil pengukuran terjadi apabila pengukuran dilakukan ulang pada
kelompok subyek yang sama. Konsep reliabilitas dalam arti reliabilitas hasil ukur
erat kaitannya dengan error dalam pengambilan sampel (sampling error) yang
mengacu pada inkonsistensi hasil ukur apabila pengukuran dilakukan ulang pada
kelompok individu yang berbeda.
Oleh karena itu dalam riset atau peneltian yang menggunakan alat ukur yang sebelumnya
tealh terukur reliabilitasnya. Komputensi koefisien reliabilitas hasil ukur bagi
subyek penelitian tersebut masih tetap perlu dilakukan. Subyek penelitian
merupakan kelompok individu yang lain daripada subyek yang dijadikan dasar
pengujian reliabilitas alat ukur semula. Dengan menghitung pula koefisien
reliabilitas hasil ukur pada kelompok subyek penelitian akandapat diperkirakan
tingkat kepercayaan hasil pengukuran alat tersebut bagi kelompok tersebut yang
diteliti lebih jauh, kita dapat memperolah informasi mengenai kecermatan data
sebagai esimasi skor yang sebenarnya dimiliki oleh subyek penelitian.

b. Teori Reliabilitas
Ada dua teori dasar pengukuran, yaitu teori pengukuran klasik dan teori generalized
yang menyediakan pandangan tentang reliabilitas yang agak berbeda. Teori
pengukuran klasik beranggapan bahwa setiap pengukuran atau skor yang dicapai
terdiri atas komponen yang benar dan salah. Setiap orang memounyai skor benar
tunggal pada pengukuran. Karena kita tidak pernah mengetahui skor yang tepat
untuk mengukur, hubungan antara mengulang pengukuran digunakan untuk
mengestimasi kesalahan pengukuran. Suatu pengukuran dikatakanm reliabel jika
komponen errornya kecil.
Dengan teori pengukuran klasik, semua variabilitas dalam skor dipandang sebagai
kesalahan pengukkuran.
Teori generalized mengakui bahwa ada perbedaan sumber variabilitas untuk mengukur.

c. Jenis Jenis Reliabilitas


Estimasi trhadap tingginya reliabilitas dapat dilakukan melalui berbagai metode
pendekatan. Maing-masing metode pendekatan dikembangkan sesuai dengan sifat
dan fungsi alat ukur yangbersangkutan dengan mempertimbangkan pula segi
segi praktisnya. Secra tradisional, menurut prosedur yang dilakukan dan sifat
koefisien yang dihasilkannya, terdaapt tiga macam pendekatan realibilitas, yaitu :
1). Pendekatan tes ulang
Pendekatan tes ulang dilakukan dengan menyajikan tes dua kali pada leompok subyek
yang tenggang waktu diantara kedua penyajian tersebut.
Asumsi yang menjadi dasar dalam cara ini adalah bahwa suatu tes yang reliabel tentu
akan menghasilkan skor tampak yang ralatif sama apabila dikenakan dua kali
pada waktu yang berbeda. Semakin besar variasi perbedaan skor subyek antara
kedua pegenaan itu berarti semakin sulit untuk mempercayai bahwa tes itu
memberikan hasil ukur yang konsisten.
Untuk mmeperoleh koefisien reliabilitas dengan cara ini, kita menghitung koefisien
kerelasi liner antara distribusi skor subyek pada pemberian ters yang pertama dan
distribusi skor subyek pada pemberian tes yang kedua. Koefisien koralasi yang
memperlihatkan keeratan variasi skor antara kedua pemberian tes itu merupakan
koefisien reliabilitas tes yang bersangkutan.
Dalam menggunakan pendekatan tes ulang ini harus diperhatikan pula kemungkinan
adanya perubahan kondsi subyek sejalan dengan berbedanya waktu diantara
kedua penyajian tes. Perubhaan kondisi subyek yang terjadi tidak pada
keseluruhan subyek dan tidak searah sedikit banyak akan ada pegnaruhnya
terhadap koefisien reliabilitas yang diperoleh. Sebagai contoh, apabila subyek
tidak bersungguh sungguh dalam mengerjakan tes, dalam keadaan lelah, atau
memang tidak siap ketika dikenai tes yang pertmama kali lau kemudian
belajarsehingga siap, atau kemudian ia lebih bersungguh-sungguh dalam
mengerjakan tes terebut maka skor subyek pada kedua pemberian tes akan banyak
berbeda, kalau halitu terjadi pada sebagian subyek atau perubahan skor itu tidak
sarah bagi semua subyek maka reliabilitas yang ditunjukkan oleh korelasi antara
kedua pemberian tes tidak akan tinggi. Tentu saja koefisien tersebut tidak
merupakan estimasu yang benar terhadap reliabilitas tes akan tetapi merupakan
estimasi yang lebih rendah daripada semstinya (underestimasi). Itulah salah satu
contohkasus terjadinya carry over effect (efek bawaan) yang seringkaali
menjadi problem serius dalam pendekatan relibilita tes ulang.
Dalam bentuk lain, efek bawaan dapat terjadi dikarenakan masih ingatnya subyek akan
jawaban yang pernah diberikannya pada waktu pertama kali tes disajikan, dan
kemudian pada waktut es tesebut disajikan kembali subyek hanya sekedar
mengulangi saja jawaban yang pernah diberikan, kalau halitu terjadi pada
sebagian besar subyek maka akan mengakibatkan serupanya distribusi skor
subyek pada kedua penyajian tes dan korelasinya akan tinggi lebih dari
semestinya (over estimasi). Koefisien korelasi sedemikian itupun tidak
mencerminkan derajat relibilitas yangbenar karena tingginya korelasi
bukandisebabkan kecilnya varians error akantetapi diakibatkan oleh enaggulangan
jawaban yang diberikan oleh subyek saja.
Efek bawaan dapat terjadi juga sebagai akibat dari semacam latihan yang dialami
subyek pad waktu dikenai tes pertama klai. Dalam hal ini subyek akan
mengerjakan tes yang kedua kalinya dengan lebih baik karena pengalamannya
dalam mengerjakan tes yang sama pertamakali. Hal ini benar terutama pada tes
yang mengukura sapek kemampuan, baik kemampuan aktual maupun kemmapua
potensial.
Disamping itu, terdapat kemungkinan timbulnya rejeksi atau reaksi penolakan terhadao
tes dalam diri subyek, yang dinyatakan dalambentuk prilaku pengerjaan tes
dengan tidak bersungguh-sungguh. Hal ini mungkin terjadi pada waktu subyek
dikenai tes untuk kedua klainya dan menyadari bahwa tes tersebut serupa
dengan yang telah diberikan sebelumnya sehingga timbul anggapan dalamdiri
subyek bahwa dirinya hanya digunakan sebagai percobaan atau subyekmengira
bahwa hasil tes yang terdahulu tidak ditangani serius sehingga perlu diambildata
ulang. Kemungkinan terjadinya rejeksi ini besar pada penyajian tes yang
mengukur aspek afektif.
Memang biasanya tidak mudah untuk menentukan berapa lama tenggang waktu yang
perlu disediakan diantara dua kali pemberian tes dalam pendekatan seperti ini.
Bila tenggang waktu terlalu singkat sangat mungkin terjadi efek bawaan
sedangakan bila tenggang waktunya terlalu panjang sanngat mungkin terjadi
perubahan aspek psikologis yang diukur dalam diri subyek. Mungkin pula
lamanya tenggang waktu akanmenyebabkan perubahan suasana hati, motivasi dan
sikap subyek terhadap pengetesa.olehkaren itu pendekatan tes ulang cocok
digunakan hanya bagi tes yang mengukur aspek psikologis yang relatif stabil dan
tidak mudah berubah.
2). Pendekatan bentuk Paralel
3). Pendekatan Konsistensi internal
pendekatan 2 dan 3 tidak kita bicarakan disini.
d. Reliabilitas MMT
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauhmana suatu alat ukur dapat
dipercaya atau diandalkan. Bila suatu lalat pengukur dipakai untuk mengukur
gejala yang sama dan hasil pengukuran yang diperoleh relatif konstan, maka alat
ukur tersebut dapat dikatakan reliabel. Dengan kata lain, relibilitas menunjukkan
konsistensi suatu alat pengukur didalam mengukur gejala yang sama. Agar data
penelitian reliabilitasnya tinggi maka pengukurannya harus akurat (teliti dan
tepat), yaitu harus diupayakan kesalahan dalam pengukuran seminimal mungkin.
Lilinfield dkk (1954) melaporkan standar inter rater reliabilitas MMT dengan
membandingkan peneliti berpengalaman dibandingkan dengan peneliti pemula
dalam menentukan gradasi MMT, dari studi deskriptif tersebut disimpulkan :
pengukuran MMT sistem gradasi numerik tingkat reliabilitasnya antara 60% -
66%, sedangkan bila menggunakan sistem plus/minus tingkat reliabilitasnya
mencapai 91% - 95%.
Hasil studi Idding dkk (1961), dengan sistem inter rater reliabilitasnya bekisar
41% - 51% dan dengan sistem plus minu hasilnya 87% - 93%.
Salah satu kelompok studi yang menggunakan analisa statistik dalam pelaporannya
difokuskan paa intra rater reliabilitas pada kleompok otot (abduktor bahu,
ekstensor siku, ekstensor tangan, fleksor paha dan lutut) diteliti oleh Wadworth,
dkk 1987. Florence, dkk, 1992 melakukan tes otot pada 18 kelompok otot dari
penderita Duchenne Muscular Dystrohy. Florence dkk menggunkaan standarisasi
MMT dengan menggunakan skala modifikasi Medical Research council (MRC).
Inter rater reliabilitas dengan metode Cohens Kappa menghasilkan nilai range 0,65
0,93, sedangkan dengan MRC dari 0 5 menghasilkan nilai pada range 0,80
0,99 dengan nilai reliabilitas tinggi pada gradasi dibawah 3 dan reliabilitas rendah
di gradasi 3+ (0,80, 4 (0,83) dan 5 (0,83).
Brandsma, dkk (1995) melakukan studi yang difokuskan pada inta rater dan interrater
reliabilitas MMT pada otot otot intrinsik tangan, studi ini membandingkan skor
MMT dari peperiksa berpengalaman pada situasi tes re tes (interrater) dan 2
pemeriksa yang berpengalaman untuk melakukan tes pada kelompok pasien
yang sama (interrater). Kedua studi ini dihitung dengan metode Cohens Kappa
dan range nilainya adalah 0,71 0,96 untuk intrarater dan 0,72 0,93 untuk
interrater reliabilitas.
Dari hasil-haisl studi penelitian diatasd apat disimpulkan bahwa terjadi perbedaan hasil
yang diperoleh. Halini karena peneliti tidak menggunakan standarisasi yang sama,
dengan peneliti terdahulu, tidk menggunakakn tehnik MMT yang sama, sehingga
standar gradasi antara peneliti berbeda. Pada umumnya reliabilitas intra rater
yang rendah karena penguji meninggalkan prosedur standar MMT (Idding,
1991). Banyak studi yang melaporkan reliabilitas inter rater nya rendah pada
prosedur penelitian, dimana penguji mempergunakan metode MMT menurut
mereka sendiri. ( Florence dkk, 1992; dan Iddings dkk, 1991). Sedangkan
reliabilitas inter rater yang tinggi adalah saat semua penguji menggunakan
metode MMT yang sama (Blair, 1957; Brandsma dkk, 1995; Kleyweg dkk, 1991;
Lilianfield dkk, 1954; Silver dkk 1970).

2. Manual Muscle Testing (MMT)


a. Pengertian
MMT adalah suatu prosedur untuk mengevaluasi fungsi dan kekuatan otot individu dan
kelompok otot bedasrkan pada performance gerakan efektif dengan kekuatan
gravitasi dan tahanan manual.
b. Tujuan Pengukuran
Tes dan pengukuran

Tes dan pengukuran berarti pengumpulan data tentang pasin dan klien. Dari indentifkasi

menyeluruh dan proses bertanya pada history dan sistem review, fisioterapi

menentukan kebutuhan pasien/klien dan hipotesa diagnostik diinvestigsi lebih

jauh dengan memilih tes danpemeriksaan khusus. Tes dan pengukuran ini

digunakan untu role in dan rule out penyebab impairtment dan keterbatasan

fungsi; untuk menegakkan diagnosis, prognosis, dan rencana pelayanan dan

untuk memlih interensi.


Tes dan penguuran dilakukan sebagai bagian dari awal peperiksaan yang seahrusnya

penting untuk (1) konfirmasi atau reject hipotesis tentang faktor yang

mengkontribusi dalammembuat tingkat berkuranggnya fungsi pasien/klien dari

optimal???(2) mendukugn pernyataan klinik fisioterapis, antisipasi tujuan dan

hasil yang diharapkan.

Sebelum, selama san setelah administering tes danpegnukuran, fisioterapis mengukur

respon, memeriksa status fisik, dan mencapai pemahaman yang lebih spesifik

pada kondisi dan diagnstik dan terapinya. Ada 24 tes dnpengukuran yang biasanya

dilaukan oleh fisioterapis. Tes danpengukuran ini, alat yang digunakan untuk

mengumolulan data.

Fisioterapis mungkin memutuskan untuk menggunakan salah satunya, lebih dari satu atau

beberapa tes danpengukuran khussus sebagai bagian dari pemeriksaan,

berdasarkan pasan tujuannya dan kompleksitas kodisi, dan proses pembuatan

keputusan yang diambil secara langsung?????

Sebagai progress pemeriksaan fisioterapis mungkin mengindentifikasi masalah tambahan

yang tidak terkover dengan histori dan review sistem dan mungkin

mennyimpulakn bahwa tes dan pengukuran khsus lainnya dan mungki dibutuhkan

untuk mendapatkan data yang cukup untuk melakukukan evaluasi, menegakkan

diagnosis, dan prognosis dan memilih intervensi. Fisioterapis mugkin


memutuskan bahwa pemeriksaan yanglengkap perlu dilakukan dan kemudian

mmeilih tes dan [engukuran yang teapt. Fisioterapis mungkin menyimpulkan dari

histroti dan sistem review sebagai pemeriksaan lenih jauh dan intervensi tidak

diperlukan, maka pasien/klien diruju ke praktisi lainnya.

Tes dan pengukuran bervariasi dalam ketelitian penukurannya, bagaimnapun data yang

berguna mungkin menghasilkan arti yang bervariasi, sebagai contoh, data

dihasilkan dari tes otot kasar dari kelompok otot atau dari tes kekuatan otot yang

yang sangat tapat dapat digunakan untuk mereject hipotesis bahwa performans

otot contribiting pada suatu penurunan fungsi. Instrument pemeriksaan fungsional

dapat mengkuantifikasi besarnya jumlah ADL dan IADL, hal itu mungkin gagal

mendeteksi ketidakmampuan untuk melakukan tugas khusus dan aktifitas yangs

sagat penting bagi pasien.

Tes dan pengukuran yang dipilih oleh fisioterapis seharusnya berisis data yang penitng

dan akurat sehingga fisioterapi dapat membuat inferensi yang tepat tentang

kondisi psien/klien. Pemilihan tes dan pengukuran khusus dan kedalamam

pemeriksaan bervariasi tergantung pada umur pasien/klien, keparahan masalah,

tahap penyembuhna (akut, sub akut atau kronik), fase rehabilitasi (cepat,

intermediate, terlambnat, atau kembali keaktifitas); situasi home, kemasarakatan

atau pekerjaan (job,school, play) dan faktor lain yang relevan.

Tes dan pengukuran


Tes dan pengukuran berarti pegnumpulan data tentang pasin dan klien. Dari indentifkasi

menyeluruh san prose bertanya pasan history dan sistem review, fisioterapi

menetukan kebuuthan psien/klien dan hipotesa diagnostik diinvestigsi lebih jauh

dengan memilih tes danpemeriksaan khusus. Tes dan pengukuran ini digunakan

untu role in dan rule out penyebab impairtment dan keterbatasan fungsi; untuk

menegakkan diagnosis, prognosis, dan rencana pelayanan dan untuk memlih

interensi.

Tes dan penguuran dilakukan sebagai bagian dari awal peperiksaan yang

seahrusnya penting untuk (1) konfirmasi atau reject hipotesis tentang faktor yang

mengkontribusi dalammembuat tingkat berkuranggnya fungsi pasien/klien dari

optimal???(2) mendukugn pernyataan klinik fisioterapis, antisipasi tujuan dan

hasil yang diharapkan.

Sebelum, selama san setelah administering tes danpegnukuran, fisioterapis

mengukur respon, memeriksa status fisik, dan mencapai pemahaman yang lebih

spesifik pada kondisi dan diagnstik dan terapinya. Ada 24 tes dnpengukuran yang

biasanya dilaukan oleh fisioterapis. Tes danpengukuran ini, alat yang digunakan

untuk mengumolulan data.

Fisioterapis mungkin memutuskan untuk menggunakan salah

satunya, lebih dari satu atau beberapa tes danpengukuran khussus sebagai bagian

dari pemeriksaan, berdasarkan pasan tujuannya dan kompleksitas kodisi, dan

proses pembuatan keputusan yang diambil secara langsung.

Sebagai progress pemeriksaan fisioterapis mungkin

mengindentifikasi masalah tambahan yang tidak terkover dengan histori dan


review sistem dan mungkin mennyimpulakn bahwa tes dan pengukuran khsus

lainnya dan mungki dibutuhkan untuk mendapatkan data yang cukup untuk

melakukukan evaluasi, menegakkan diagnosis, dan prognosis dan memilih

intervensi. Fisioterapis mugkin memutuskan bahwa pemeriksaan yanglengkap

perlu dilakukan dan kemudian mmeilih tes dan [engukuran yang teapt.

Fisioterapis mungkin menyimpulkan dari histroti dan sistem review sebagai

pemeriksaan lenih jauh dan intervensi tidak diperlukan, maka pasien/klien diruju

ke praktisi lainnya.

Tes dan pengukuran bervariasi dalam ketelitian penukurannya,

bagaimnapun data yang berguna mungkin menghasilkan arti yang bervariasi,

sebagai contoh, data dihasilkan dari tes otot kasar dari kelompok otot atau dari tes

kekuatan otot yang yang sangat tapat dapat digunakan untuk mereject hipotesis

bahwa performans otot contribiting pada suatu penurunan fungsi. Instrument

pemeriksaan fungsional dapat mengkuantifikasi besarnya jumlah ADL dan IADL,

hal itu mungkin gagal mendeteksi ketidakmampuan untuk melakukan tugas

khusus dan aktifitas yangs sagat penting bagi pasien.

Tes dan pengukuran yang dipilih oleh fisioterapis seharusnya berisis data yang

penitng dan akurat sehingga fisioterapi dapat membuat inferensi yang tepat

tentang kondisi psien/klien. Pemilihan tes dan pengukuran khusus dan kedalamam

pemeriksaan bervariasi tergantung pada umur pasien/klien, keparahan masalah,

tahap penyembuhna (akut, sub akut atau kronik), fase rehabilitasi (cepat,

intermediate, terlambnat, atau kembali keaktifitas); situasi home, kemasarakatan

atau pekerjaan (job,school, play) dan faktor lain yang releevan.


c. Prosedur Pengukuran
Langkah langkah yang harus dilakukan untuk melakukan MMT adalah :
1) Jelaskan tujuan prosedur pada pasien
2) Posisikan pasien dengan posisi melawan gravitasi.
3) Stabilisasi pada segmen proksimal sendi
4) Instruksikan pasien dalam posisi khusus untuk melakukan gerakan sambil
menggerakkan segmen distal sendi secara pasif pada jarak gerak sendinya.
5) Kembali ke segmen distal untuk memulai posisi
6) Palpasi otot yang dites sambil mempertahankan stabilisasi pada segmen proksimal
sendi.
7) Minta pasien untuk menggerakkan jarak gerak sendinya secara sesuai
kemampuannya.

Dapatkah pasien melakukan langkah ke 7 ?


Jika ya maka selanjutnya
8) Gerakkan tangan ke posisi yang tepat untuk menahan otot sambil
mempertahankan stabilisasi tangan diatas segmen proksimal.
9) Instruksikan pasien untuuk menahan posisi sambil memberikan tahanan.
10) Pemberian resisten ditunjukkan oleh prosedur testing yang tepat, berikan resisten
sampai pasien mencapai tahanan maksimalnya
11) Grade otot sesuai dengan skala dalam tabel.

Jika pasien tidak dapat melakukan langkat ke 7 maka dilanjutkan :


8) Posisikan pasien kedalam posisi mengeliminasi gravitasi
9) Stabilisasi segment proksimal sendi
10) Instruksikan pasien untuk melakukan gerakan khusus sambil menggerakkan segmen
distal pasien secara pasif selama gerakan.
11) Kembali ke segmen distal untuk memulai gerakan
12) Palpasi otot yang dites sambil mempertahankan stabilisasi pada segmen proksimal
sendi.
13) Minta pasien untuk bergerak aktif semampunya.
14) Grade otot dapat dilihat pasa skala tabel.

d. Faktor faktor yang mempengaruhi reliabilitas pengukuran MMT.


MMT dirancang untuk mengukur kekuatan tegangan otot dalam melawan
tahanan (Kroemer, 1972; Sapega, 1990). Jumlah tegangan yang ditimbulkan oleh
otot tergantung banyak faktor, yakni tingkat ambang rangsang motor unit, panjang
otot waktu kontraksi, area penampang otot, tipe otot, titik tahanan otot, tehnik
stabilisasi yang dipergunakan dan motivasi pasien.
Faktor anatomi dan fisiologi yang mempengaruhi kekuatan otot tidak dapat
dikontrol saat melakukan tes, namuin banyak faktor seperti posisi pasien,
stabilisasi, titik tahanan, dan pemberinanmotivasidapat dikontrol.
1) Posisi Pasien
Posisi menetukan pengaruh gravitas yang dapat mempengaruhi nilai otot yang
dites. Biladiperkirakan otot yang dites mampu kontraksi dengan melawan
gravitasi pada ROM penuh, maka diberikan posisi gravity resisted posisition,
yaitu bagian distal sendi yang bersangkutan harus dapat bergerak bebas melawan
gravitasi dalam ROM penuh. ROM penuh yang dimaksud adalah total
pencapaian ROM kesuali sendi yang telah mengalami kecacatan struktural atau
internal derangement.
Pada posisi melawan gravitasi diberika tepat pada testing otot dengan nilai
minimal 3, lihat tabel. Bila bagian distal tidak mampu melakukan gerak dengan
melawan se[anjang ROM penuh, maka diberikan posisi eliminasi gravitasi,
walaupun kata ini kurang tepat digukana. Jadi pemberian posisi yang benar
selama MMT akan memberikan posisi yang tepat bagi otot yang akan dites dan
mencegah substitusi otot yang lain.

2). Stabilisasi
Stabilisasi bagina proksimal sendi sangaat penting untuk memeriksa kerja otot
yang akan dites supaya maksimal. Stabilisasi dapat dilakukan dengan bayak cara,
yaitu permukaan meja perksa yang keras, posisi pasien, aktifitas otot pasien, dan
pengangan manual pemeriksa (Wakim dkk, 1950). Kesalahan fiksasi dapat
mengakibatkan penilaian yang rendah terhadap otot yang bersangkutan (Hart dkk,
1984; Sapega, 1990; Smidt dan Rogers, 1982; Wakim dkk, 1950). Karenanya
pemeriksa harus konsisten pada penggunaan tehnik stabilisasi tersebut.

3). Palpasi Otot


Palpasi sangat penting untuk otot dibawah nilai 2. dan dapat memastikan bahwa
telah terjadi kontraksi pada otot yang dites, bukan pada otot yang lain.

4). Tahanan
MMT pada nilai diatas 3 diperlukan penerapan tahana manual pemeriksa, istilah
break test disini digunakan sebagai metode pemberian tahanan. Selama break
test pemeriksa menerapkan tahanan sehingga mencapai kontraksi maksimal
(pasien breaks). Penerapan tahanan ini hingga mencapai dibawah break.
Lokasi tahanan persis pada ujung distal tuang pada sendi yang digerakkan dan
tidak boleh lebih kebawah lagi, pengecualian pada beberapa kasus. Penempatan
tahanan ini untuk menghindari penilainan yang lebih tinggi, cenderung menilai
lebih dari 4, dan pemeriksa harus konsisten saat menempatkan tahahan pada satu
titik dalam setiap pemeriksaannya.

e. Grades Manual Muscle Testing

Grade Word grade Defenisi


0 Zero Tidak ada kontraksi baik terlihat maupun dengan
palpasi
1 Tr Trace Ada sedikit kontraksi, tapi tidak ada gerakan
2- P- Poor minus Gerakan melalui sebagian jarak gerak sendi dalam
posisi eliminasi gravitasi
2 P Poor Gerakan full ROM dalam posisi eliminasi gravitasi
2+ P+ Poor plus Gerakan full ROM dalam dalam posisi eliminasi
grafitasi dan dapat melawan setengah tahanan grafitasi.
3- F- Fair minus Gerakan full ROM dalam posisi eliminasi gravitasi dan
dapat melawan lebih dari setengah tahanan gravitasi
3 F Fair Gerakan Full ROM dam mampu melawan gravitasi
3+ F+ Fair plus Gerakan ful ROM dan mampu melawan gravitasi dan
dapat melawan tahanan minimum
4 G Good Gerakan full ROM mampu melawan grafitasi dan dapat
melawan melawan tahanan sedang
5 N Normal Gerakan full ROM mampu melawan gravitasi dan
dapat melawan tahanan maksimum

Anda mungkin juga menyukai