REFERAT
Pembimbing :
dr. Femiko Morauli Natalya Sitohang Sp.PD
Penyusun:
Ria Andini Sutopo
NIM : 03011250
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa, karena
atas berkat rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan presentasi kasus dengan judul
INFLAMMATORY BOWEL DISEASE.
Presentasi ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam
kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Kota Bekasi
Dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada berbagai
pihak yang telah membantu dalam penyusunan penyelesaian kasus ini, terutama
kepada:
1. dr. Femiko Morauli Natalya Sitohang Sp.PD selaku pembimbing dalam
kasus ini.
2. Dokter dan staf SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Kota Bekasi.
3. Rekan-rekan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUD Kota
Bekasi atas bantuan dan dukungannya.
Saya menyadari dalam pembuatan referat ini masih banyak terdapat
kekurangan, oleh karena itu segala kritik dan saran guna penyempurnaan
presentasi kasus ini sangat saya harapkan.
Akhir kata, semoga referat ini dapat bermanfaat bagi kita semua, terutama
dalam bidang ilmu penyakit dalam.
Penyusun
1
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
PERSETUJUAN
Referat
Judul:
Pembimbing
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR... i
LEMBAR PENGESAHAN...... ii
DAFTAR ISI.. iii
BAB I PENDAHULUAN.............. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........ 3
2.1. Anatomi.... 3
2.2. Definisi......... 3
2.3. Epidemiologi.... 8
2.4. Etiopatogenesis................................ 9
2.5. Gejala Klinis................................................................................ 12
2.6. Diagnosis...................................... 17
2.7. Penatalaksanaan... 24
2.8. Komplikasi................................... 30
2.9. Prognosis.................................................................................... 31
BAB III KESIMPULAN.................................................................................. 32
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 34
3
BAB I
PENDAHULUAN
peradangan saluran cerna kronik dan idiopatik. Secara umum dibagi atas kolitis
ulseratif (KU) dan penyakit Crohn (PC).(1,2)
Kedua tipe IBD ini paling sering didiagnosa pada orang-orang berusia
dewasa muda. Insiden paling tinggi dan mencapai puncaknya pada usia 15-30
tahun dan tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. (4,5) Insidens IBD
lebih tinggi dinegara maju dibanding negara berkembang. Di Amerika Serikat
diperkirakan 3,5 kasus baru Penyakit Crohn setiap 100.000 populasi/tahun dan 2,3
kasus baru Kolitis Ulseratif pada kelompok usia 10-19 tahun. Secara umum, lebih
banyak diderita oleh ras berkulit putih, didaerah urban, akan tetapi laki-laki
mempunyai insidens 20% lebih tinggi pada Penyakit Crohn. Pada anak, Penyakit
Crohn biasanya dijumpai saat usia 10-16 tahun, dan sekitar 25% kasus baru di
populasi berusia <20 tahun. (5)
4
Mengingat patofisiologi IBD yang diterima luas berupa adanya respons
imun berlebihan pada saluran cerna maka secara umum terapi IBD saat ini lebih
banyak berupa anti-inflamasi atau imunosupresan.(6,7)
BAB II
5
TINJAUAN PUSTAKA
1. Mulut
6
permukaan lidah. Pengecapan sederhana terdiri dari manis, asam, asin dan pahit.
Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung, terdiri dari berbagai macam
bau. Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh
gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah
dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari
makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya.
Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah
protein dan menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara
sadar dan berlanjut secara otomatis. (8,9)
2. Tenggorokan (Faring)
3. Kerongkongan (Esofagus)
7
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui
sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan
berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Esofagus
bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang. Menurut histologi,
esofagus dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian superior (sebagian besar adalah
otot rangka), bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus), serta bagian
inferior (terutama terdiri dari otot halus). (8,9)
4. Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar, yang terdiri dari tiga bagian
yaitu kardia, fundus dan antrium. Lambung berfungsi sebagai gudang makanan,
yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim.
Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting yaitu lendir, asam
klorida (HCL), dan prekusor pepsin (enzim yang memecahkan protein). Lendir
melindungi sel sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung dan asam klorida
menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin guna
memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai
penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri. (8,9)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang
terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh
darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding
usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu
melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga
melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak.
Lapisan usus halus terdiri dari lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot
melingkar, lapisan otot memanjang dan lapisan serosa. Usus halus terdiri dari tiga
bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus
penyerapan (ileum).(8,9)
8
a. Usus Dua Belas Jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang
terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong
(jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari
usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum
treitz. Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak
terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari
yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari
terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu.
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum),
yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke
dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna
oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada
lambung untuk berhenti mengalirkan makanan. (8)
Usus kosong atau jejunum adalah bagian kedua dari usus halus, di antara
usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada
manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1- 2 meter
adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan
digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium. Permukaan dalam usus
kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang
memperluas permukaan dari usus. (8)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada
sistem pencernaan manusia ileum memiliki panjang sekitar 2- 4 m dan
terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu.
Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi
menyerap vitamin B12 dan garam empedu. (8)
9
6. Usus Besar (Kolon)
Usus besar atau kolon adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum.
Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri dari
kolon asendens (kanan), kolon transversum, kolon desendens (kiri), kolon sigmoid
(berhubungan dengan rektum). Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus
besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.
Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti
vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit
serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus
besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan
air, dan terjadilah diare. (8,9)
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar
(setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat
penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan
di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens
penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air
besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di
dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk
melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan
dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika
defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses
akan terjadi. Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini,
tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian
otot yang penting untuk menunda BAB. Anus merupakan lubang di ujung saluran
pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari
permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lainnya dari usus. Pembukaan dan
penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui
proses defekasi (buang air besar) yang merupakan fungsi utama anus.(8,9)
10
2.2. Definisi
Penyakit Crohn
Kolitis Ulseratif
2.3. Epidemiologi
Penyakit IBD cenderung mempunyai puncak usia yang terkena pada usia
muda antara umur 15-30 tahun dan tidak ada perbedaan antara laki-laki dan
perempuan.(4,5)
11
Gambar 2. Insiden UK dan PC. (5)
Dari data di unit endoskopi pada beberapa rumah sakit di Jakarta (RSCM,
RS Tebet, RS Siloam Gleaneagles, RS Jakarta) terdapat kesan bahwa kasus IBD
berkisar 12.2% kasus yang dikirim dengan diare kronik, 3.9% kasus
hematoschezia, 25.9% kasus diare kronik, berdarah dan nyeri perut, sedangkan
pada kasus nyeri perut didapatkan sekitar 2.8%. Data ini juga menyebutkan bahwa
secara umum, kejadian KU lebih banyak daripada kasus PC. (1,12)
2.4. Etiopatogenesis
Hingga saat ini, etiologi pasti IBD belum sepenuhnya dimengerti. Banyak
teori diajukan namun belum ada kausa tunggal yang diketahui sebagai penyebab
IBD. Salah satu teori yang diyakini adalah peranan mediasi imunologi pada
individu yang memang rentan secara genetis. IBD diyakini merupakan hasil
respons imun yang menyimpang dan berkurangnya toleransi pada ora normal usus
yang berakibat terjadinya in amasi kronik pada usus. Kondisi ini didukung dengan
adanya temuan antibodi terhadap antigen mikrobial dan diidenti kasinya gen
CARD15 sebagai gen penyebab kerentanan terjadinya IBD. (13) Secara genetis,
disebutkan bahwa adanya mutasi pada gen NOD2 (gen IBD1) atau CARD15 (gen
NOD2) di kromosom 16 dapat dikaitkan dengan terjadinya IBD (terutama untuk
PC). Meski demikian, gen-gen ini tidak disebutkan bersifat kausal terhadap IBD.
(14)
12
Secara umum, diperkirakan bahwa proses patogenesis IBD diawali adanya
infeksi, toksin, produk bakteri atau diet intralumen kolon pada individu rentan dan
dipengaruhi oleh faktor genetis, defek imun, lingkungan sehingga terjadi kaskade
13
alternatif baru dalam hal penatalaksanaan IBD.
Protease, NetrofilSitokin
Gambar 3. Konsep Leukotrin
dasar
patogenesis IBD.(1)
Makrofag
Secara umum, keluhan IBD berupa diare kronik dengan atau tanpa darah,
14
dan nyeri perut. Selain itu, kerap dijumpai manifestasi di luar saluran cerna
sebagai dampak keadaan patologis yang ada seperti anemi, demam, gangguan
nutrisi.(6,12,15) Satu hal yang penting diingat adalah pola perjalanan klinis IBD
bersifat kronik-eksaserbasi-remisi atau secara umum ditandai oleh fase aktif dan
fase remisi.(12)
Pemahaman atas proses infamasi yang terjadi pada patogenesis IBD akan
membantu kita mengenali gambaran klinis untuk masing-masing entitas IBD.
Misalnya kita akan menemui keluhan yang lebih seragam pada KU dibandingkan
PC karena distribusi anatomis saluran cerna yang terlibat pada KU adalah kolon
sedangkan pada PC lebih bervariasi. Perbedaan gambaran klinis dan patologis
antara KU dan PC disajikan dalam tabel 1. (1) Namun perlu diingat bahwa
terkadang sulit membedakan gambaran IBD dengan penyakit lain yang kerap
ditemukan di negara-negara berkembang termasuk Indonesia yakni kolitis infeksi
dan tuberkulosis usus.(12)
15
Fistulasi ++
Stenosis/ striktur + ++
Keterlibatan usus halus ++
KOLITIS ULSERATIF
16
Pada Kolitis Ulseratif, setidaknya terdapat 3 bentuk gejala dan tanda klinis
yang berhubungan dengan derajat peradangan mukosa dan gangguan sistemik.
PENYAKIT CROHN
Pada Penyakit Crohn diare, nyeri perut (sering dirasakan setelah makan),
kram periumbilikal, demam, dan penurunan berat badan adalah gejala klinis yang
paling umum dan menandakan adanya inflamasi di usus halus. Perdarahan rektum
terjadi jika mengenai kolon. Gejala klinis ekstraintestinal atau gagal tumbuh
mungkin sebagai gejala awal dari Penyakit Crohn.(21)
17
nyeri, atau obstruksi.
EKSTRAINTESTINAL
Tempat Manifestasi
18
Tulang Osteopenia, aseptik nekrosis
Pankreas Pankreatitis
19
Kelompok 4 : Timbul akibat dari terapi (seperti drug-induced pancreatitis)
Terdapat 2 bentuk artritis yang terjadi pada IBD. Yang pertama adalah,
peripheral form (10% penderita) umumnya mengenai sendi besar (lutut,
pergelangan kaki, pergelangan tangan, sendi siku) dan biasanya berhubungan
dengan inflamasi kolon yang aktif. Yang kedua, adalah bentuk aksial berupa
ankylosing spondilitis atau sakroilitis. Bentuk aksial jarang terjadi pada anak.(11)
2.6. Diagnosis
20
berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi,
gambaran mukosa dengan endoskopi, dan patologi.
B. Pemeriksaan Laboratorium
Sampai saat ini belum ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk
IBD. Pemeriksaan laboratorium dapat membantu dalam menilai keberhasilan
pengobatan, petanda inflamasi, petanda gejala klinis ekstraintestinal dan status
nutrisi. Penyakit aktif dapat dihubungkan dengan peningkatan fase reaktan akut
[C-reactive protein (CRP)], jumlah platelet, rasio sedimen eritrosit [Erythrocyte
Sedimentation Rate (ESR)], dan penurunan hemoglobin. Pada pasien-pasien
dengan penyakit berat, level albumin serum akan turun secara cepat. Leukositosis
dapat dijumpai namun bukan merupakan indikator spesifik terhadap aktivitas
penyakit. (11.23)
Dua petanda antibodi spesifik IBD telah diketahui antibodi tersebut adalah
perinuclear antineutrophil cytoplasmic antibody (pANCA) dan antibodi anti
saccharomyces cervisiae (ASCA). Antibodi pANCA ditemukan pada 80% Kolitis
Ulseratif dan 45% pada Penyakit Crohn. Sedangkan antibodi ASCA ditemukan
pada 60-70% Penyakit Crohn dan 14% pada Kolitis Ulseratif. Pada 2 penelitian
21
seroepidemiologi menunjukkan bahwa kombinasi pANCA positif dan ASCA
negatif mempunyai prediksi positif Kolitis Ulseratif sebesar 88-92%. Sedangkan
kombinasi pANCA negatif dan ASCA positif mempunyai nilai prediksi positif
Penyakit Crohn 95-96%. (11,24)
C. Pemeriksaan Radiologi
Kelainan yang dapat dilihat pada pemeriksaan barium enema dengan double
contrast kolon penderita IBD adalah.
Gambaran stove-pipe
Gambaran thumbprinting
22
Gambaran skip lesion
D. Pemeriksaan Endoskopi
23
kolonoskopik biasa), sehingga dipakai kriteria yang lebih spesifik disebut Crohns
Disease Activity Index (C-DAI) yang didasari oleh adanya penilaian demam, data
laboratorium, manifestasi ekstra-intestinal, frekuensi diare, nyeri perut, fistula,
penurunan berat badan, teraba massa intra-abdomen dan rasa rehat pasien.(19)
Pada Kolitis Ulseratif, kelainan mukosa difus dan kontinyu dengan edema,
eritema, dan erosi mukosa serta pseudopolyp. Kelainan mukosa pada Penyakit
Crohn berupa lesi diskret atau aphthae pada mukosa dengan eksudat sentral dan
eritema dan gambaran cobblestone-like appearance. Diantara daerah lesi terdapat
daerah mukosa yang normal (skip area).(4)
F. Patologi
24
Inflamasi pada Penyakit Crohn ditandai dengan karakteristik area
inflamasi diskret, ulserasi fokal, aphtae, atau striktur disertai area mukosa yang
normal (skip area). Jika mengenai kolon, sering mengenai kolon ascendens dan
jika mengenai daerah anal sering timbul skin tags, fisura anal, abses serta fistula
dan terjadi pada 25% penderita Penyakit Crohn.
25
LESI INFLAMASI
Bersifat kontinyu +++ +
Adanya skip area - +++
Keterlibatan rektum +++ +
Lesi mudah berdasar +++ +
Cobblestone appearance (CSA) + +++
atau pseudopolyp
SIFAT ULKUS
Terdapat pada mukosa yang +++ +
inflamasi
- ++++
Keterlibatan ileum
+ ++++
Lesi ulkus bersifat diskrit
BENTUK ULKUS
Diameter >1cm + +++
Dalam + +++
Bentuk linier (longitudinal) + +++
Aphtoid - ++++
Keterangan: (-) = Tidak ada; (++++) = Sangat diagnostik (karakteristik)
26
Gambar 5. Gambaran kolonoskopi pada (a) usus normal, (b) penyakit Crohn
dengan gambaran Cobblestoning, (c) gambaran pseudopolyps, (d) kolitis
ulseratif berat.(25)
2.7. Penatalaksanaan
A. TERAPI MEDIKAMENTOSA
Pengobatan Umum
27
OBAT GOLONGAN ASAM AMINO SALISILAT
Obat yang sudah lama dipakai dalam pengobatan IBD adalah preparat
sulfasazin yang merupakan gabungan sulpiridin dan aminosalisilat dalam ikatan
azo. Preparat ini akan dipecah di dalam usus menjadi sulfapiridin dan 5-ASA.
Telah diketahui bahwa yang bekerja sebagai agen anti-inflamasi adalah 5-ASA.(4)
28
Glikokortikoid tidak memiliki peranan dalam terapi rumatan baik pada KU
maupun PC. Sekali sudah terjadi remisi, sebaiknya obat dilakukan tapering dose
sesuai dengan aktivitas klinis, normalnya tidak lebih dari 5 mg/minggu. Dapat
juga diturunkan sampai 20 mg/hari dalam 4-5 minggu namun sering memerlukan
beberapa bulan untuk menghentikan seluruhnya.(11)
ANTIBIOTIK
Dosis paling efektif adalah 15-20 mg/kg/hari dibagi dalam tiga dosis;
biasanya dilanjutkan sampai beberapa bulan. Coprofloxacin (500 mg 2x/hari) juga
bermanfaat untuk PC inflamasi, perianal, dan fistula. Kedua antibiotic ini
sebaiknya digunakan sebagai obat lini pertama pada PC perianal dan fistula,dan
sebagai obat lini kedua untuk PC aktif setelah agen 5-ASA.(11)
Methotrexate
29
Methotrexate (MTX) menghambat dihidrofolat reduktase, yang
menghasilkan sintesis DNA terganggu. Dosis 25 mg/minggu intramuscular atau
subkutaneus efektif dalam menginduksi remisi dan menurunkan dosis
glukokortikoid; 15 mg/minggu efektif dalam remisi rumatan PC aktif. Belum ada
uji coba mengenai peranan MTX dalam menginduksi datau mempertahankan
remisi pada KU.(11,23)
Cyclosporine
Antibodi Anti-TNF
30
Gambar 6. Alogaritma rencana terapeutik Kolitis Ulseratif di Pelayanan
Kesehatan Lini Pertama.(1)
B. PEMBEDAHAN
31
Kolitis ulseratif perlu dilakukan operasi yaitu dengan membuang bagian
dari kolon dan rektum. Standar prosedur pembedahan untuk kolitis ulseratif yang
disebut an ileal pouch anal anastomosis (IPAA). Dalam prosedur tersebut setelah
seluruh usus besar dan rektum diangkat, usus kecil dilekatkan pada daerah anus.
Kemudian dibuat kantung untuk pembuangan, hal ini untuk memudahkan buang
air besar. Namun ada beberapa pasien yang mengalami komplikasi seperti
pouchitis (radang kantung). Beberapa pasien membutuhkan ileostomy permanent,
dimana dibuatkan kantung ekternal yang melekat pada perut pasien sebagai
tempat pembuangan feses.(27)
INDIKASI PEMBEDAHAN
KOLITIS ULSERATIF PENYAKIT CROHN
Penyakit yang sulit disembuhkan Usus halus
Penyakit yang fulminan Striktura dan obtruksi yang tidak
Megakolon toksik
respon terapi medikamentosa.
Perforasi kolon
Perdarahan masif.
Perdarahan masif kolon
Fistula yang sulit ditangani.
Penyakit ekstrakolon
Abses
Obstruksi kolon
Kolon dan Rektum
Pencegahan kanker kolon
Penyakit yang sulit disembuhkan.
Displasia kolon atau kanker
Penyakit fulminan.
Prolonged corticosteroid dependent
Penyakit perianal yang tidak respon
terapi medikamentosa.
Obstruksi kolon.
Pencegahan kanker.
32
Displasia kolon atau kanker.
2.8. Komplikasi
Dalam perjalanan penyakit ini, dapat terjadi komplikasi: (1) Perforasi usus
yang terlibat, (2) Terjadinya stenosis usus akibat proses fibrosis, (3) Megakolon
toksik (terutama pada KU), (4) Perdarahan, (5) Degenerasi maligna. Diperkirakan
resiko terjadinya kanker pada IBD lebih kurang 13%.(4)
2.9. Prognosis
Pada dasarnya, penyakit IBD merupakan penyakit yang bersifat remisi dan
eksaserbasi. Cukup banyak dilaporkan adanya remisi yang bersifat spontan dan
33
dalam jangka waktu yang lama. Prognosis banyak dipengaruhi oleh ada tidaknya
komplikasi atau tingkat respon terhadap pengobatan konservatif.(4)
Selain itu, pada IBD cenderung untuk terjadi keganasan pada kolorektal.
Resiko keganasan kolorektal pada penyakit Crohn (kolitis) sama dengan Kolitis
Ulseratif. Dalam 8-10 tahun setelah didiagnosis, risiko keganasan kolorektal
meningkat 0,5-1% setiap tahun. Dua faktor resiko utama untuk adenokarsinoma
adalah lama/durasi colitis (terutama lebih dari 10 tahun) dan luas colitis.(22)
34
BAB III
KESIMPULAN
Etiologi yang mendasari sampai saat ini belum jelas dan terdapat banyak
teori. Teori yang paling popular adalah bahwa system imunitas tubuh pada
penderita PC beraksi abnormal terhadap bakteria, makanan, dan substansi lain
yang dianggap benda asing. Begitu juga dengan KU, diduga system imun mukosa
usus besar yang terpicu oleh intervensi antigen yang berasal dari komponen
nutrisi atau agen infeksi.(4,11)
35
Prinsip tatalaksana medikamentosa pada IBD yaitu: (1) Mengobati
kedarangan aktif IBD dengan cepat sampai tercapai remisi; (2) Mencegah radang
berulang dengan mempertahankan remisi selama mungkin; (3) Mengobati serta
mencegah terjadinya komplikasi.(19) Prognosis banyak dipengaruhi oleh ada
tidaknya komplikasi atau tingkat respon terhadap pengobatan konservatif.(4)
DAFTAR PUSTAKA
4.
Djojoningrat D. Inflammatory Bowel Disease: Alur Diagnosis dan
Pengobatannya di Indonesia. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Kelima.
Jakarta: Interna Publishing; 2010: 591-7.
5.
Loftus EV, Shivashankar R, Tremaine WJ, Harmsen WS, Zinsmeisetes AR.
Updates Incidence and Prevalence of Crohns Disease and Ulcerative Colitis
36
in Olmsted Country, Minnesota (1970-2011). AGC 2014 Annual Scientic
Meeting. October 2014.
7. Tamboli CP. Current medical therapy for chronic in ammatory bowel disease.
Surg Clin N Am 2007; 87: 697-725.
10. Lilihata G, Syam AF. Inflammatory Bowel Disease. Dalam: Tanto C, Liwang
F, Hanifati S, Pradipta EA. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi keempat.
Jakarta: Media Aesculapius; 2014: 598-601.
11. Friedman S, Blumberg RS. Inflammatory Bowel Disease. Dalam: Longo DL,
Fauci AS, penyunting. Harrison, Gastroentrology and Hepatology. 17 th
edition. United States: The McGraw-Hill Companies; 2010; 16: 174-95.
14. Bengston MB, Solberg IC, Aamodt G, Jahnsen J, Moum B, Vatn MH.
Relationships between in ammatory bowel disease and perinatal factors: both
maternal and paternal disease are related to preterm birth o spring. In amm
Bowel Dis 2010; 16(5): 847-55.
37
15. Rowe WA, Katz J. Inflammatory bowel disease. Available at:
http://www.medscape.com. Accessed on 2016, March 2.
16. Bartlett AH, Hayashida K, Park PW. Molecular and cellular mechanisms of
syndecans in tissue injury and inflammation. Moll Cells 2007;24(2):153-66.
17. Floer M, Gotte M, Wild MK, et al. Enoxaparin improves the course of
dextran sodium sufate-induced colitis in syndecan-1-de cient mice. Am J
Path. 2010;176(1):146-57.
22. Hyams J. Inflammatory Bowel Disease. Richard EB, Robert MK, Hal BJ,
editors. Nelson Texbook of Pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: Saunders;
2004: 1248-1255
23. Carter MJ, Lobo AJ, Travis SP. Guidelines for the management of
inflammatory bowel disease in adults. Gut 2004; 53 (Suppl V): v1-v16.
24. Lashner BA. Colitis Ulcerative. In: Koch TR, editor. Colonic Disease.
Humana Press 2003; 2003: 479-90.
25. Crohns & Colitis Foundation of America. Inflammatory Bowel Disease and
Irritable Bowel Syndrome Similarities and Differences. Available at:
38
http://www.ccfa.org/assets/pdfs/ibd-and-irritable-bowel.pdf. Accessed on
2016, March 1.
26. Tamboli CP. Current medical therapy for chronic inflammatory bowel
disease. Surg Clin N Am 2007; 87: 697 725.
39