Anda di halaman 1dari 2

UN, TIMSS, dan PISA di Indonesia

Mata pelajaran matematika telah diajarkan pada siswa sejak tingkat sekolah dasar
hingga perguruan tinggi. Hal itu dikarenakan matematika adalah ilmu yang memiliki banyak
kegunaan bagi kehidupan manusia, matematika mendasari perkembangan teknologi modern,
serta mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir
manusia. Bahkan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat pesat saat
ini dilandasi oleh perkembangan matematika dalam bidang aljabar, analisis, teori peluang, dan
matematika diskrit. Matematika juga merupakan sebuah ilmu dengan bahasa yang universal di
seluruh dunia dan karenanya kemampuan matematika suatu negara sangat mudah
dibandingkan dengan melihat kemampuan matematika siswa-siswanya. Hasil perbandingan
ini pun dapat digunakan sebagai alat ukur untuk menentukan kualitas pendidikan di negara
tersebut.
Memiliki kegunaan yang begitu banyak serta dapat dijadikan sebagai tolak ukur
kualitas pendidikan suatu negara, pembelajaran matematika pun dirancang dan direncanakan
dengan begitu baik di setiap negara, misalnya Indonesia. Dalam kurikulum 2013, ada delapan
tujuan pembelajaran matematika, beberapa di antaranya adalah siswa mampu : (1) memahami
konsep matematika, (2) menggunakan pola sebagai dugaan dalam penyelesaian masalah dan
mampu membuat generalisasi berdasarkan fenomena atau data yang ada, (3) menggunakan
penalaran pada sifat dan melakukan manipulasi matematika dalam rangka memecahkan
masalah dalam kehidupan sehari-hari, (4) mengomunikasikan gagasan, penalaran serta
mampu menyusun bukti matematika untuk memperjelas keadaan atau masalah, (5) memiliki
sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan dengan memiliki rasa ingin tahu,
perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam
memecahkan masalah.
Ingin mengetahui apakah tujuan pada kurikulum yang telah dirancang tercapai,
pemerintah Indonesia mengadakan evaluasi terhadap kemampuan siswa yang duduk di setiap
akhir tingkat pendidikan, misal kelas 6, 9 dan 12 dan diadakan setiap tahunnya. Evaluasi ini
biasa kita kenal dengan Ujian Nasional (UN). Mata pelajaran yang diujikan dalam UN adalah
matematika, bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan IPA (pada SMA IPA/IPS). Tipe soal yang
digunakan adalah pilihan ganda dengan jumlah soal berkisar antara 40-50 butir soal. UN yang
diselenggarakan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP) ini berbasis pada
kurikulum yang digunakan. Awalnya, hasil UN adalah penentu kelulusan siswa namun karena
banyaknya terjadi kecurangan dan hasil evaluasi dirasa tidak dapat menilai kemampuan siswa
yang sesungguhnya, sehingga saat ini UN hanya menjadi evaluasi kualitas pendidikan secara
nasional saja.
Selain evaluasi secara nasional, terdapat pula evaluasi yang dilakukan secara
internasional salah satunya adalah dengan mengikuti Trends in Internasional Mathematics &
Science Study (TIMSS). Diselenggarakan oleh International Assocation for the Evaluation of
Educational Achievement (IEA), Indonesia telah mengikuti TIMSS sejak tahun 1999. Aspek penilaian
TIMSS adalah matematika dan Sains kepada siswa kelas 4 dan kelas 8. Sejak awal keikutsertaan,
Indonesia selalu mengujikan siswa kelas 8, namun pada tahun 2015 kemarin TIMSS mengujikan siswa
Indonesia kelas 4 dengan hasil 397 poin atau peringkat 45 dari 50 total negara yang menjadi peserta
TIMSS. Sedangkan untuk kemampuan matematika siswa Indonesia kelas 8, kita lihat hasil TIMSS
pada tahun 2011 yaitu memperoleh skor 386 dengan peringkat 41 dari 45 negara. Dua hasil tersebut
memperlihatkan bahwa Indonesia masih jauh di bawah rata-rata internasional. Soal TIMSS yang
diujikan masih berdasarkan kurikulum yang diterapkan di Indonesia. Domain konten matematika
untuk kelas 4 hanya bilangan, geometri dan statistika, pada kelas 8 ditambah satu konten
menjadi bilangan, aljabar, geometri, dan statistika. Tigkat kognitif soal yang diujikan ada tiga,
pertama mengetahui (knowing), kedua mengaplikasikan (applying), dan terakhir bernalar
(reasoning). Semakin tinggi tingkat kognitif soal akan semakin rendah persentase siswa yang
mampu menjawab soal dengan benar. TIMSS memiliki tipe soal yang tidak jauh berbeda
dengan UN.
Selain TIMSS, Indonesia juga merupakan salah satu peserta dalam Program for
International Student Assessment (PISA) yang setiap tiga tahun sekali mengukur dan
membandingkan kemampuan matematika siswa umur 15 tahun (kelas 9-10). Salah satu
penelitian yang dilakukan oleh Organization for Economic Cooperation and Development
(OECD) terhadap kemampuan membaca, matematika, dan IPA yang sangat bergengsi di dunia
pendidikan Internasional. Pada tahun 2012, kemampuan matematika siswa Indonesia berada
di posisi 64 dari 65 negara dengan memperoleh 375 poin. Sedangkan hasil PISA tahun 2015
menyatakan Indonesia berada di posisi 63 dari 72 negara dengan 386 poin. Soal PISA yang
diajukan tidak sesuai dengan kurikulum yang diajarkan di Indonesia, karena PISA lebih
berfokus pada konteks soal dan keterampilan siswa dalam memecahkan masalah yang
berdasarkan konteks yang disajikan. Pada PISA, tingkat kesulitan soal dibagi menjadi enam
tingkat berdasarkan taksonomi Bloom, yaitu C1, C2, C3, C4, C5, dan C6. Konten pada soal
PISA tidak jauh berbeda dengan TIMSS yang juga memuat bilangan, aljabar, geometri, dan
statistika, namun soal yang diberikan adalah soal cerita yang berdasarkan pada permasalahan
yang ada disekitar siswa.
Dengan hasil evaluasi TIMSS dan PISA di atas, dapat terlihat bahwa kemampuan
matematika siswa Indonesia masih rendah. Namun menurut saya kurikulum yang digunakan
di Indonesia saat ini sudah cukup sesuai dan mendukung kemampuan yang dibutuhkan
siswanya seperti yang terlihat pada tujuan pembelajaran matematika. Karena hasil TIMSS dan
PISA sebelumnya telah dijadikan sebagai acuan pemerintah untuk terus memperbaiki
kurikulum di Indonesia. Mungkin yang menjadi rendahnya kemampuan matematika siswa
Indonesia adalah penerapan kurikulum yang masih belum optimal. Sehingga perlunya
optimalisasi penerapan kurikulum di setiap sekolah untuk lebih meningkatkan kemampuan
siswa. Upaya lainnya adalah membiasakan guru-guru untuk memberikan soal-soal non rutin
yang open-minded untuk meningkatkan kemampuan reasoning siswa. Siswa juga perlu
diberikan soal-soal cerita untuk melatih kemampuan membaca dan memahami masalah siswa
kemudian merubahnya ke dalam bentuk matematika untuk dapat memecahkan masalah yang
disajikan.
Pembelajaran di kelas juga diusahakan untuk lebih berpusat pada siswa, dimana guru
hanya menjadi fasilitator di kelas. Pemahaman konsep matematika lebih ditekankan lagi pada
awal pembelajaran agar siswa tidak hanya menghafalkan rumus matematika saja dan akan
kesulitan ketika diberikan soal-soal non rutin atau soal cerita. Siswa dituntut aktif selama
pembelajaran di kelas untuk membiasakan siswa memberikan argumentasi. Di kelas juga
dapat diawali dengan masalah agar siswa dibiasakan menganalisis masalah dan
menyelesaikannya dengan matematika.
Jika soal UN, TIMSS dan PISA kita bandingkan ketiganya, maka soal UN memiliki
kesulitan yang paling rendah dari lainnya, yang kedua adalah TIMSS, dan PISA memiliki
kesulitan paling tinggi dari ketiganya. Solusi terakhir mungkin meningkatkan tingkat
kesulitan soal UN sehingga hampir sama dengan soal TIMMS dengan lebih memperbanyak
soal-soal yang berdasarkan masalah dan mengurangi porsi soal-soal aplikasi.

Anda mungkin juga menyukai