Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Air merupakan sumber kehidupan bagi makhluk hidup tak terkecuali
manusia, manusia membutuhkan air secara langsung maupun tidak langsung
untuk memperoleh kesejahteraan hidup mereka. Secara langsung manusia
membutuhkan air untuk diminum, secara tidak langsung manusia membutuhkan
air sebagai penunjang aktivitas mereka sehari-hari. Sebagai contoh aktivitas
bertani memerlukan air untuk mengairi sawah agar padi dapat tumbuh dengan
baik dengan diiringi pengelolaan jaringan air yang baik dan benar.
Di bidang Teknik Sipil, pengelolaan air perlu diperhatikan sedemikian
rupa agar penggunaan air dapat terlaksana sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai. Pengelolaan air yang dimaksud dalam bidang Teknik Sipil yakni
merancang bangunan air beserta jaringannya. seorang sarjana lulusan teknik sipil
dituntut agar bisa merancang suatu bangunan air seperti bendungan, bendung,
saluran irigasi, dan sebagainya. Suatu rancangan tersebut dimaksudkan agar
menghasilkan distribusi air dengan baik dari sumber penyediaan air menuju unit
pengguna air tersebut.
Mata kuliah Perancangan Bangunan Rekayasa Sipil III merupakan mata
kuliah yang diwajibkan untuk mahasiswa Program Studi Teknik Sipil agar bisa
merancang suatu infrastruktur berupa bangunan air beserta jaringannya. Bangunan
air yang dimaksud berbasis pada pola distribusi air dari bendungan menuju petak
persawahan yang disalurkan melalui saluran irigasi.

1.2 Tujuan
Mata kuliah Perancangan Bangunan Rekayasa Sipil II bertujuan untuk
memberikan pengetahuan kepada mahasiswa Teknik Sipil tentang hal-hal yang
dikerjakan dalam merancang suatu bangunan air beserta sistem jaringannya sesuai
dengan situasi topografi daerah yang ditentukan.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Kebutuhan Air Irigasi


Kebututuhan air meliputi masalah persediaan air, baik air permukaan
maupun air bawah tanah, begitu pula masalah manajemen dan ekonomi proyek
irigasi. Kebutuhan air telah menjadi faktor yang sangat penting dalam memilih
keputusan tentang perbedaan pendapat dalam sistem sungai utama dimana
kesejahteraan masyarakat dari lembah, negara, dan bangsa tercakup. Sebelum
sumber air dari suatu daerah aliran di daerah kering dan setengah kering dapat
ditentukan secara memuaskan, pertimbangan yang hati-hati harus dicurahkan
kepada kebutuhan air (consumptive use) pada berbagai sub aliran.
2.1.1 Evaporasi
Evaporasi adalah proses perubahan molekul didalam keadaan cair
(contohnya air) dengan spontan menjadi gas (contohnya uap air). Umumnya
penguapan dapat dilihat dari lenyapnya cairan secara berangsur-angsur ketika
terpapar pada gas dengan volume signifikan. Dalam proses penguapan air berubah
menjadi uap dengan adanya energi panas matahari.

Laju evaporasi dipengaruhi oleh faktor lamanya penyinaran matahari,


udara yang bertiup (angin), kelembaban udara, dan lain-lain. Terdapat beberapa
metode untuk menghitung besarnya evaporasi, diantaranya adalah Metode
Penman. rumus evaporasi dengan metode Penman adalah:

Eo=0,35 ( PaPu ) (1+Ui 100)

Dengan:

Eo=penguapan dalam mm/hari

Pa=tekanan uap jenuh pada suhu rata harian dalam mmHg

Pu=tekanan uap sebenamya dalam mmHg


U2=kecepatan angin pada ketinggian 2M dalam mile/hari, sehingga bentuk U2
dalam M/dt masih harus dikalikan dengan 24x60x60x1600

1. Metode Penman Monteith


Evapotranspirasi acuan (ETo) adalah besarnya evapotranspirasi dari tanaman
hipotetik (teoritis) yaitu dengan ciri ketinggian 12 cm, tahanan dedaunan yang ditetapkan
sebesar 70 det/m dan albedo (pantulan radiasi) sebesar 0,23, mirip dengan
evapotranspirasi dari tanaman rumput hijau yang luas dengan ketinggian seragam,
tumbuh subur, menutup tanah seluruhnya dan tidak kekurangan air (Smith, 1991 dalam
Weert, 1994). Nilai ETo dapat dihitung dari data meteorologi. Perlu diperhatikan, bahwa
perkiraan ETo rata-rata untuk DAS lebih kompleks, karena ragam kondisi dalam suatu
DAS dapat jauh berbeda. Rumus yang menjelaskan evapotranspirasi acuan secara teliti
adalah rumus Penman-Monteith, yang pada tahun 1990 oleh FAO dimodifikasi dan
dikembangkan menjadi rumus FAO Penman-Monteith (Anonim, 1999) yang diuraikan
sebagai berikut:
900
0.408 Rn G u 2 e s ea
T 273
1 0.34u 2
ETo = (3.4)
keterangan :
ETo = Evapotranspirasi acuan(mm/hari),
Rn = Radiasi netto pada permukaan tanaman (MJ/m2/hari),
G = Kerapatan panas terus-menerus pada tanah (MJ/m2/hari),
T = Temperatur harian rata-rata pada ketinggian 2 m ( oC),
u2 = Kecepatan angin pada ketinggian 2 m (m/s),
es = Tekanan uap jenuh (kPa),
ea = Tekanan uap aktual (kPa),
= Kurva kemiringan tekanan uap (kPa/oC),
= Konstanta psychrometric (kPa/oC).

Untuk penyelesaian Persamaan (3.4) di atas, terlebih dahulu perlu didapatkan


nilai-nilai dari beberapa variabel dan konstanta yang berkaitan, berdasarkan rumus-rumus
berikut ini:
a. Konstanta psychrometric ()
Konstanta psykometrik dapat ditentukan menggunakan tabel sebagai fungsi
dari ketinggian (z), atau dapat pula dihitung berdasarkan rumus berikut ini:
cp P
0.665 x10 3 P

(3.5)
5.26
293 0.0065 z
P 101.3
293
(3.6)

dimana:
= konstanta psychrometric (kPa/oC),
P = tekanan atmospher (kPa),
= laten heat of vaporization = 2.45 (MJ/kg),
cp = pemanasan spesifik pada tekanan konstan = 1.013x10-3 (MJ/kg/oC),
= perbandingan berat molekul uap air/ udara kering = 0.622.
b. Temperatur rata-rata (Tmean)
Temperatur rata-rata dihitung dengan Persamaan 3.7 berikut ini:
Tmax Tmin
Tmean
2
(3.7)
dimana:
Tmean = temperatur udara harian rata-rata (oC),
Tmax = temperatur udara harian maksimum (oC),
Tmin = temperatur udara harian minimum (oC).
c. Kelembaban relatif (RH)
Kelembaban relatif (RH) yang digunakan adalah nilai rata-rata dari
kelembaban relatif maksimum (RHmax) dan minimum (RHmin) yang dinyatakan
sebagai kelembaban relatif rata-rata RH mean (Anonim, 1999).
ea
RH 100
e T
o

(3.8)
17.27T
e o T 0.6108 exp
T 237.3
(3.9)
dimana:
RH = kelembaban relatif (%)
ea = tekanan uap aktual (kPa)
eo(T) = tekanan uap jenuh pada temperatur udara T (kPa)
T = temperatur udara (oC)

d. Tekanan uap jenuh (es)


Tekanan uap jenuh dapat dihitung menggunakan Persamaan 3.10 berikut ini:
e o (Tmax ) e o (Tmin )
es
2
(3.10)
dimana:
es = tekanan uap jenuh (kPa),
eo(Tmax) = tekanan uap jenuh pada temperatur udara maksimum (kPa),
o
e (Tmin) = tekanan uap jenuh pada temperatur udara minimum (kPa).
Tekanan uap jenuh (es) yang ditentukan berdasarkan nilai e o(Tmean) akan
memberikan hasil yang lebih kecil untuk nilai e s, sehingga dapat mempengaruhi nilai
perhitungan selanjutnya (Anonim, 1999).
e. Tekanan uap aktual (ea)
Tekanan uap aktual dapat dihitung dengan beberapa rumus berdasarkan data
yang tersedia, diantaranya melalui data temperatur titik embun (T dew), data
psychrometric, dan data kelembaban relatif (RH). Rumus berikut merupakan
perhitungan tekanan uap aktual (ea) berdasarkan kelembaban relatif.
RH max RH min
e o (Tmin ) e o (Tmax )
ea 100 100
2
(3.11)
atau
RH max
ea e o (Tmin )
100
(3.12)
atau

RH mean e o (Tmax ) e o (Tmin )


ea
100 2
(3.13)
dengan:
ea = tekanan uap aktual (kPa),
e(Tmin) = tekanan uap jenuh pada temperatur harian minimum (kPa),
e(Tmax) = tekanan uap jenuh pada temperatur harian maksimum (kPa),
RHmax = kelembababn relatif maksimum (%),
RHmin = kelembababn relatif minimum (%),
RHmean = kelembababn relatif rata-rata (%).
Menurut FAO (1999), apabila data kelembaban relatif tidak tersedia atau
kualitas datanya diragukan, maka pendekatan lain yang dapat diambil adalah ea =
eo(Tmin).
f. Kurva kemiringan tekanan uap ()
Kurva kemiringan tekanan uap dapat dihitung menggunakan Persamaan 3.14
berikut ini:

17.27T
4098 0.6108 exp
T 237.3

T 237.3 2
(3.14)
dengan:
= kurva kemiringan tekanan uap jenuh pada temperatur udara T (kPa),
T = temperatur udara (oC).

g. Radiasi netto (Rn)


Radiasi netto dapat dihitung menggunakan Persamaan 3.15 berikut ini:
R n R ns - R nl
(3.15)
Rns (1 ) Rs
(3.16)
n
R s a s bs R a
N
(3.17)
24
N s

(3.18)
Bila nilai n tidak tersedia pada data klimatologi, maka rumusnya dapat diganti
dengan:

Rs K Rs Tmax Tmin Ra
(3.19)
-5
Rso = (0.75 + 2 l0 z)Ra (3.20)
24(60)
Ra Gsc d r s sin sin cos cos sin s

(3.21)
2
d r 1 0.033 cos J
365
(3.22)
2
0.409 sin J 1.39
365
(3.23)
s arccos tan tan
(3.24)

Rnl
Tmax K 4 Tmin K 4
2

0.34 0.14 ea 1.35
Rs
Rso
0.35


(3.25)
keterangan:
Rn = radiasi netto (MJ/m2/hari),
Rns = radiasi matahari netto (MJ/m2/hari),

= koefisien albedo,

Rs = radiasi matahari yang datang (MJ/m2/hari),

Rso = radiasi matahari (clear-sky) (MJ/m2/hari),

n = durasi aktual penyinaran matahari (jam),

N = durasi maksimum yang memungkinkan penyinaran matahari (jam),

as+bs = fraksi radiasi ektrateresterial yang mencapai bumi pada hari yang cerah (n
= N),
KRs = Koefisien tetapan = 0.16 untuk daerah tertutup dan 0.19 untuk daerah
pantai (oC-0.5),
z = elevasi stasiun di atas permukaan laut (m),
Ra = radiasi ekstrateresterial (MJ/m2/hari),
Gsc = konstanta matahari = 0.0820 (MJ/m2/min),
dr = inverse jarak relatif bumi-matahari (pers.3.22),
s = sudut jam matahari terbenam (pers. 3.24),
= garis lintang (rad),
= deklinasi matahari (rad),
J = nomor hari dalam tahun antara 1 (1 Januari) sampai 365 atau 366 (31
Desember),
Rnl = radiasi netto gelombang panjang yang pergi (MJ/m2/hari),
= konstanta Stefan-Boltzmann (4.903 10-9 MJ/K4/m2/hari),
Tmax, K = temperatur absolut maksimum selama periode 24 jam (K = C + 273.16),
Tmin, K = temperatur absolut minimum selama periode 24 jam (K = C + 273.16),

h. Kerapatan panas terus-menerus pada tanah (G)


Kerapatan panas terus-menerus pada tanah (G) dihitung menggunakan
Persamaan 3.25 berikut ini:

Ti Ti 1
G cs z
t
(3.26)
dimana:
G = kerapatan panas terus-menerus pada tanah (MJ/m2/hari),
cs = kapasitas pemanasan tanah (MJ/m3/C),
Ti = temperatur udara pada waktu i (C),
Ti-1 = temperatur udara pada waktu i-1 (C),
t = panjang interval waktu (hari),
z = kedalaman tanah efektif (m).

Untuk periode harian atau 10-harian, nilai G sangat kecil (mendekati nol),
sehingga nilai G tidak perlu di perhitungkan (FAO, 1999).
i. Kecepatan angin pada ketinggian 2 m (u2)
Kecepatan angin pada ketinggian 2 m (u 2) dihitung menggunakan Persamaan 3.26
berikut ini:
4.87
u2 u z
ln( 67.8 z 5.42)
(3.27)

dimana:
u2 = kecepatan angin 2 m di atas permukaan tanah (m/s),
uz = kecepatan angin terukur z m di atas permukaan tanah (m/s),
z =ketinggian pengukuran di atas permukaan tanah (m).
2. MetodeBlaneyCriddle
Metode ini untuk memprakirakan besarnya evapotranspirasi potensial (PET) pada
awalnya dikembangkan untuk memprakirakan besarnya konsumsi air irigasi di Amerika
Serikat.
Et = (0,142 Ta + 1,095)(Ta + 17,8)kd

Keterangan :

Et = evapotranspirasi potensial (cm/bln)

Ta = suhu rata-rata (oC). Apabila Ta lebih kecil daripada 3 oC, besarnya angka konstan
0,142 harus diganti dengan 1,38.

k = faktor pertanaman empiris, bervariasi menurut tipe pertanaman serta tahap


pertumbuhan. Untuk tanaman tahunan angka koefisien disajikan secara bulanan.
Sedang untuk angka koefisien tanaman musiman, disajikan dalam bentuk presentase
menurut musim pertumbuhan.

d = fraksi lama penyinaran matahari per bulan dalam waktu satu tahun.

Untuk memprakirakan besarnya air yang diperlukan statu vegetasi selama masa
pertumbuhannya, dapat juga memanfaatkan humus Blaney-Criddle dalam bentuk sbb:

Et (cm) = K (1,8 Tai + 32)di

i=1

Keterangan :

K = Koefisien pertanaman selama periode pertumbuhan

n = jumlah bulan selama masa pertumbuhan

Tai = suhu udara (oC)


di = fraksi lama penyinaran matahari setiap bulan dalam waktu satu tahun.

3. MetodePanciEvaporasi
Panci Evaporasi Teknik pengukuran ET paling sederhana adalah dengan
menggunakan Panci untuk mendapatkan angka indeks potensial evapotranspirasi. Cara
perhitungan ini memerlukan statu angka koefisien yang harus dievaluasi tingkat
ketepatannya.
PET = CeEp

Keterangan :

Ce = angka koefisien panci

Ep = evaporasi panci (mm/hari)

Standar panci yang umum digunakan adalah Panci Evaporasi klas A dengan ukuran
diameter 122 cm dan kedalaman 25 cm. Dalam pemakaiannya kedalaman air
dipertahankan antara 18 hingga 20 cm dan pengukuran dilakukan secara luas untuk
memprakirakan besarnya evaporasi danau atau badan air lainnya dengan angka koefisien
(Ce) ditentukan antara 0,50 hingga 0,80. Angka koefisien panci tahunan rata-rata yang
biasa digunakan adalah 0,70 hingga 0,75, terutama untuk tempat-tempat yang Belum
pernah digunakan sebagai tempat percobaan.

2.1.2 Pola Tata Tanam

Pola tata tanam adalah jadwal tanam dan jenis tanaman yang diberikan
pada suatu jaringan irigasi.
Untuk memenuhi kebutuhan air bagi tanaman. Penentuan pola tata tanam
merupakan hal yang perlu dipertimbangkan. Tabel dibawah ini merupakan contoh
pola tata tanam yang tepat dipakai.
Tabel Pola Tanam

Ketersediaan air untuk irigasi Pola Tanam Dalam Satu Tahun


1, tersedia air cukup banyak Padi-Padi-Palawija
Padi-Padi-Bera-Padi-Palawija-
2, tersedia air dalam jumlah cukup Palawija
3, daerah yang Padi-Palawija-Bera-Palawija-
cenderungkekurangan air Padi-Bera

2.1.3 Koefisien Tanaman

Koefisien tanaman adalah karakteristik dari tanaman yang digunakan untuk

Kc
memprediksi nilai evapotranspirasi . Koefisien tanaman ( ) dihitung

berdasarkan rasio dari evapotranspirasi yang terukur berdasarkan pengamatan di

suatu lahan dengan kondisi vegetasi seragam dan air melimpah ( ET ), dengan

ET 0
evapotranspirasi referensi ( ). Jika digambarkan dengan rumus:

ET
K c=
ET 0

Kondisi tanaman, seperti fase pertumbuhan dan kondisi kesehatan


tanaman mempengaruhi nilai koefisien tanaman. Dalam penerapan nilai koefisien
tanaman di lapang, umumnya tanaman tidak tumbuh pada kondisi seragam,

bahkan ada benih atau bibit yang tidak tumbuh sehingga nilai ET secara teori

merupakan nilai potensial dari evapotranspirasi yang mungkin terjadi.

Nilai evapotranspirasi referensi dapat berbeda tergantung kebutuhan.


Beberapa peneliti menggunakan evapotranspirasi referensi sebagai
evapotranspirasi dari lahan terbuka yang tidak ditumbuhi tanaman sama sekali.
Lainnya menyatakan bahwa evapotranspirasi referensi adalah evapotranspirasi
dari lahan terbuka yang hanya ditutupi vegetasi tertentu (biasanya rumput).

2.1.4 Kebutuhan Air Tanaman

2.1.4.1 Penyiapan Lahan

Kebutuhan air untuk penyiapan lahan umumnya menentukan kebutuhan air irigasi
pada suatu proyek irigasi. Faktor-faktor penting yang menentukan besarnya
kebutuhan air untuk penyiapan lahan adalah:
a. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan
penyiapan lahan.

b. Jumlah air yang diperlukan.


Faktor faktor penting yang menentukan lamanya jangka waktu penyiapan lahan
adalah:
- Tersedianya tenaga kerja dan ternak penghela atau traktor untuk
menggarap tanah.
- Perlu memperpendek jangka waktu tersebut agar tersedia cukup waktu
untuk menanam padi sawah atau padi ladang kedua.
Faktor-faktor tersebut sangat saling berkaitan, kondisi sosial, budaya yang ada
di daerah penanaman padi akan mempengaruhi lamanya waktu diperlukan untuk
penyiapan lahan. Untuk daerah irigasi baru, jangka waktu penyiapan lahan akan
ditetapkan berdasarkan kebiasaan yang berlaku di daerah-daerah sekitarnya.
Sebagai pedoman diambil jangka waktu 1.5 bulan untuk menyelesaikan penyiapan
lahan diseluruh petak tersier.
Bilamana untuk penyiapan lahan diperkirakan akan dipakai peralatan
mesin secara luas, maka jangka waktu penyiapan lahan akan diambil 1 bulan.
Perlu diingat bahwa transplantasi (perpindahan bibit ke sawah) mungkin
sudah diambil setelah 3 sampai 4 minggu di beberapa bagian petak tersier dimana
pengolahan sudah selesai.
2.1.4.2 Kebutuhan Air Untuk Penyiapan Lahan
Pada umumnya jumlah air yang dibutuhkan untuk penyiapan lahan dapat
ditentukan berdasarkan kedalaman srta porositas tanah di sawah. Rumus berikut
dipakai untuk memperkirakan kebutuhan air untuk lahan:

Perhitungan jam rotasi


Rotasi I
Semua air mendapat air terus menerus
Rotasi II
2 golongan dibuka 1 golongan ditutup
A+B = (53,10+47,55)/53,10+47,55+35) x 336/2 = 124 jam = 5 hari 5 jam
B+C = (47,55+35,00)/(53,10+47,55+35) x 336/2 = 102 jam = 4 hari 6 jam
A+C = (53,10+35,00)/(53,10+47,55+35) x 336/2 = 109 jam = 4 hari 13 jam

Rotasi III
1 golongan dibuka dan dua golongan ditutup
A = 53,10/(53,10+47,55+35) x 168/1 = 65 jam = 2 hari 18 jam
B = 47,55/(53,10+47,55+35) x 168/1 = 58 jam = 2 hari 11 jam
C = 35,00/(53,10+47,55+35) x 168/1 = 43 jam = 1 hari 19 jam

Pemberian Air
Terus Menerus Q Rotasi I Q=30- Rotasi II
=65-100% 60% Q30%
petak petak
petak yang
jam yang jam yang
diari
jam diairi diairi
6:0
6:00 6:00
Senin 0
Selasa B
Rabu A+B 17:00
Kamis
Jum'at 12:00
Sabtu 11:0 A
0
Mingg

u A+B+C
Senin B+C 6:00
Selasa
17:0
17:00
Rabu 0
Kamis C
Jum'at A+C 12:00
Sabtu A
Mingg

u
6:0
6:00
Senin 0 6:00

Pemberian air bila Q = 65 % Qmax = 65/100 x 405,17 = 263.36 lt/det.


Perhitungan berdasarkan pada pemberian air giliran sub tersier I

Periode I : Sub tersier a dan b diairi.


Luas a + b = 100,65 ha
Sub tersier a = 53,10/100,65 x 263,36 lt/det
Sub tersier b = 47,55/100,65 x 263,36 lt/det

Periode II : Sub tersier a dan c diairi.


Luas a + c = 88,10 ha
Sub tersier a = 53,10/88,10 x 263,36 lt/det
Sub tersier c = 35,00/82,55 x 263,36 lt/det

Periode III : Sub tersier b dan c diairi.


Luas b + c = 82,55 ha
Sub tersier b = 47,55/82,55 x 263,36 lt/det
Sub tersier c = 35,00/82,55 x 263,36 lt/det

Pemberian air bila Q = 30 % Qmax = 0,30 x 407,17 = 121,55 lt/det


Air sebanyak 121,55 lt/det tidak dapat diberikan secara proporsional dalam waktu
bersamaan dan dipakai hanya untuk mengairi satu petak sawah tersier secara
bergiliran. Lamanya giliran berdasarkan rotasi sub tersier II.

Hasil hitungan di atas dihimpun dalam tabel sebagai berikut :

Q
Petak
Luas Q (lt/dt) Rencan
sub
(Ha) a
Tersier
1,00 0,65 0,30
158,7 121,5
a 53,10 150,80 158,73
3 5
151,7 121,5
b 47,55 140,27 151,70
0 5
1141,1 111,6 121,5
c 35,00 121,55
0 6 5
jumla 422,0 121,5
135,65 405,17
h 9 5

Dari tabel diatas dapat diambil kesimpulan bahwa debit yang terbesar tidak selalu
terdapat dari Q = Qmax. Sehingga debit rencana tidak dapat begitu saja ditentukan
dari pembagian debit pada 100% Qmax

a + b = 310,43
b + c = 263,36
a + c = 270,39

Dalam musim kemarau dimana keadaan air mengalami kritis , maka pemberian
air tanaman akan diberikan / diperioritaskan kepada tanaman yang telah
direncanakan.
Dalam sistem pemberian air secara bergilir ini, permulaan tanam tidak
serentak, tetapi bergilir menurut jadwal yang ditentukan, dengan maksud
penggunaan air lebih efisien. Sawah dibagi menjadi golongan-golongan dan saat
permulaan pekerjaan sawah bergiliran menurut golongan masing-masing.
Keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh dari sistem giliran adalah:
- Timbulnya komplikasi sosial
- Eksploitasi lebih rumit
- Kehilangan akibat eksploitasi sedikit lebih tinggi
- Jangka waktu irigasi untuk tanaman pertama lebih lama, akibatnya lebih
sedikit waktu tersedia untuk tanaman kedua
- Daur/siklus gangguan serangga, pemakaian insektisida

2.1.5 Perkolasi
Perkolasi adalah besarnya air yang masuk dari lapisan tanah tak jenuh
(unsaturated) ke lapisan tanah jenuh (saturated) sedangkan Infiltrasi ialah
masuknya air (besarnya air merembes) dari permukaan tanah ke lapisan tak jenuh
(unsaturated). Pada tanaman ladang, perkolasi air kedalam lapisan tanah bawah
hanya akan terjadi setelah pemberian air irigasi. Dalam mempertimbangkan
efisiensi irigasi, perkolasi hendaknya diperhitungkan.
Laju perkolasi sangat tergantung kepada sifat-sifat tanah. Pada tanah
lempung berat dengan karakteristik pengolahan yang baik laju perkolasi dapat
mencapai 1-3 mm/hari. Pada tanah-tanah yang lebih ringan, lalu perkolasi bisa
lebih tinggi. Dari hasil-hasil penyelidikan tanah pertanian dan penyelidikan,
perlurusan besarnya laju perkolasi serta tingkat kecocokan tanah untuk
pengolahan tanah dapat ditetapkan dan dianjurkan pemakaiannya. Guna
menentukan laju perkolasi, tinggi muka air tanah juga harus diperhitungkan.
Perembesan terjadi akibat meresapnya air melalui tanggul sawah.

Faktor-faktor yang mempengaruhi :


1. Tektur tanah : tekstur tanah yang halus, daya perkolasi kecil, dan sebaliknya
2. Permebilitas tanah : makin besar permeabilitas, makin besar daya perkolasi
3. Tebal top soil : makin tipis lapisan tanah bagian atas, makin kecil daya
perkolasi
4. Letak permukaan air tanah : makin dangkal muka air tanah, makin kecil
daya perkolasi
5. Kedalaman lapisan impermeable : makin dalam, makin besar daya
perkolasi
6. Tanaman penutup : lindungan tumbuh-tumbuhan yang padat menyebabkan
infiltrasi semakin besar yang berarti perkolsai makin besar pula.

Pola petak sawah, perkolasi dipengaruhi :


1. Tinggi genangan
2. Keadaan pematang

Perkiraan besarnya infiltrasi dan perkolasi berdasarkan jenis tanah :


1. Sandy loam : 1 + P = 3 s/d 6 mm/hari
2. Loam : 1 + P = 2 s/d 3 mm/hari
3. Clay loam : 1 + P = 1 s/d 2 mm/hari

2.1.6 Pengolahan Tanah Persemaian


Kebutuhan air untuk pentiapan lahan umumnya menentukan kebutuhan air
irigasi pada suatu proyek irigasi. Faktor-faktor penting yang menentukan besarnya
kebutuhan air untuk penyiapan lahan adalah :
a. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan penyiapan lahan

b. Jumlah air yang diperlukan


Faktor-faktor penting yang menentukan lamanya jangka waktu penyiapan
lahan adalah:
- Tersedianya tenaga kerja dan ternak penghela atau traktor untuk
menggarap tanah.
- Perlu memperpendek jangka waktu tersebut agar tersedia cukup waktu
untuk menanam padi sawah atau padi ladang kedua.
2.1.7 Curah Hujan Andalan dan Curah Hujan Efektif
Untuk irigasi padi, curah hujan efektif bulanan diambil 70% dari curah
hujan minimum tengah bulanan dengan periode ulang 5 tahun.
Rc = 0,7 x Rs (setengah bulanan dengan T = 5 tahun )
Rc = curah hujan efektif (mm/hari)
Rs = curah hujan minimum dengan periode ulang 5 tahun (mm)

2.1.8 Pergantian Lapisan


Penggantian lapisan air dilakukan setelah pemupukan. Pergantian lapisan
air dilakukan menurut kebutuhan. Jika tidak ada penjadwalan semacam itu.
Lakukan penggantian sebanyak 2 kali, masing-masing 50 mm ( atau 3,3 mm/hari
selama bulan ) selama sebulan dan dua bulan setelah transplantasi.
Ketentuan :
1. WLR diperlukan saat terjadi pemupukan maupun penyiangan, yaitu 1-2
bulan dari pembibitan (transplanting)
2. WLR = 50 mm (diperlukan pergantian lapisan air yang besarnya

diasumsikan = 50 mm) KP bagian penunjang

3. Jangka waktu WLR = 1,5 bulan (selama 1,5 bulan air digunakan untuk
WLR sebesar 50 mm )

2.1.9 Efisiensi Irigasi


Efisiensi irigasi adalah kehilangan air irigasi pada saluran yang disebabkan
penguapan, rembesan dan kekurangan telitian dalam eksploitasi. Air yang diambil
dari sumber air atau sungai yang di alirkan ke areal irigasi tidak semuanya
dimanfaatkan oleh tanaman. Dalam praktek irigasi terjadi kehilangan air.
Kehilangan air tersebut dapat berupa penguapan di saluran irigasi. Rembesan dari
saluran atau untuk keperluan lain (rumah tangga).
1. Efisiensi pengaliran
Jumlah air yang dilepaskan dari bangunan sadap ke areal irigasi
mengalami kehilangan air selama pengalirannya.
EPNG = (Asa / Adb) x 100%
Dengan :
EPNG = efisiensi pengairan
Asa = air yang sampai di irigasi
Adb = air yang diambil dari bangunan sadap
2. Efisiensi pemakaian
Adalah perbandingan antara air yang dapat ditahan pada zona perakaran
dalam periode pemakaian air dengan air yang diberikan pada areal irigasi
EPMK = (Adzp / Asa) x 100%
Dengan :
EMPK = efisiensi pemakaian
Asa = air yang sampai (diberikan) diareal irigasi
Adzp = air yang ditahan pada zona perakaran
3. Efisiensi penyimpanan
Apabila keadaan sangat kekurangan jumlah air yang dibutuhkan untuk
mengisi lengas tanah pada zona penakaran adalah Asp (air tersimpan penuh) dan
air yang diberikan adalah Adb maka efisiennya :
EPNY = (Adk / Asp) x 100%
Dengan :
EPNY = efisiensi penyimpanan
Asp = air yang tersimpan
Adk = air yang diberikan

2.1.10 Perhitungan Kebutuhan Air Metode Kriteria Perencanaan PU


a. Kebutuhan air di sawah
NFR = ET + P Reff + WLR ....(2.1)
Dengan:
NFR = kebutuhan air bersih di sawah
ET = kebutuhan air tanaman
P = perkolasi
Reff = curah hujan efektif
WLR = pergantian lapisan air
b. Kebutuhan air irigasi untuk tanaman padi
NFR
IR = I ....(2.2)

Dimana:
IR = kebutuhan air irigasi
I = efisiensi irigasi
c. Kebutuhan air irigasi untuk tanaman palawija
( ETcReff )
IR = ef ....(2.3)

Dimana:
IR = kebutuhan air irigasi
Etc = evaporasi potensial
Reff = curah hujan efektif
d. Kebutuhan air irigasi untuk penyiapan lahan
e
( k 1)
IRp = M ek ....(2.4)

Dimana:
IRp = kebutuhan air irigasi
Me = kebutuhan air untuk mengganti air yang hilang akibat evaporasi dan
perkolasi disawah yang telah dijenuhkan (mm/hr)
MT
k= S

T = jangka waktu penyiapan lahan


S = air yang dibutuhkan untuk penjenuhan ditambah dengan 50mm

2.1.11 Sistem Giliran dan Golongan


2.1.11.1 Sistem Giliran
Pada umumnya sering terjadi kekurangan air irigasi selama musim kemarau,
terutama pada petak yang terakhir. Jika hal ini terjadi, pengairan saluran-saluran
harus digilir untuk menghilangi kehilangan air yang banyak selama pengangkutan.
Debit minimum suatu saluran berbeda-beda, tergantung luas sawah
yang ditanami dan luas sawah yang mendapat air dari saluran tersebut. Untuk
keperluan itu perlu diperhitungkan hal-hal sebagai berikut :

a. Pembagian air tidak kurang dari 20 lt/dt. Untuk menjamin hal tersebut
pemberian air digilir.

b. Seluruh jaringan tersier tergilir, jika jumlah air bersesuaian dengan FPR
0,10 lt/dt/ha.

c. Prioritas pemberian air disesuaikan dengan P>W>R.


Jadwal pemberian disiapkan untuk masing-masing saluran tersier, dan
diberitahukan ke tiap desa. Jadwal penggiliran didasarkan pada periode 10
harian dan LPR dari tersier-tersier.
Pembagian sampai pada pintu tersier akan diawasi oleh juru, sedangkan
dalam jaringan diawasi oleh ulu-ulu (sambong).
Juru dan pengamat akan turun tangan dalam pembagian air di petak tersier,
hanya jika terjadi perselisihan di desa-desa.

Keterangan :
FPR (Factor Polowijo Relatif) adalah perbandingan antara debit minimum
terhadap LPR.

Rumus :
FPR = Q/LPR ....(2.5)
Dimana:
Q = Debit air minimum
LPR = Angka perbandingan antara satuan luas baku terhadap polowijo yang
berdasarkan jumlah kebutuhan satuan air terhadap tanaman polowijo.
Besar LPR di Jawa Timur
1. Polowijo :1
2. Pembibitan padi gadu ijin : 20
3. Garapan padi gadu ijin :6
4. Tanaman padi gadu ijin :4
5. Padi gadu tidak ijin :1
6. Tebu muda : 1,5
7. Tebu bibit : 1,5
8. Tebu tua :0
9. Tembakau :1
10. Beru :0
Ketentuan-ketentuan yang diperoleh dari sistim giliran adalah
- Berkurangnya kebutuhan pengambilan puncak
- Kebutuhanpengambilan bertambah secara berangsur-angsur pada awal
waktu pemberian air irigasi (pada perioda pengolahan lahan)
Sedangkan yang tidak menguntungkan adalah
- jangka waktu irigasi untuk tanaman pertama lebih lama akibat lebih sedikit
waktu tersedia untuk tanaman
- kehilangan air akibat eksploitasi ssedikit lebih tinggi
2.1.11.2 Sistem Golongan
Untuk memperoleh tanaman dengan pertumbuhan dengan optimal guna
mencapai produksivitas yang tinggi, maka penanaman harus memperhatikan
pembagian air secara merata ke semua petak tersier dalam jaringan irigasi.
Sumber air tidak selalu dapat menyediakan air irigasi yang dibutuhkan,
sehingga harus dibuat rencana pembagian air yang baik, agar air yang tersedia
dapat dapat dibutuhkan secara merata dan seadil-adilnya. Kebutuhan air yang
tertinggi untuk sutau petak tersier adalah Qmax, yang dapat sewaktu
merencanakan seluruh sistim irigasi. Besarnya debit Q yang tersedia tidak tetap,
tergantung pada sumber dan jenis tanaman yang harus dialiri.
Pada saat-saat dimana air tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan air
tanaman dengan pengaliran menerus, maka pemberian air tanaman dilakukan
dalam sistem pemberian air secara bergilir, dengan maksud menggunakan air lebih
efisien. Sawah dibagi menjadi golongan-golongan saat permulaan pekerjaan
sawah bergiliran menurut golongan masing-masing
Kelebihan :
a. berkurangnya kebutuhan pengambilan puncak
b. kebutuhan pengambilan puncak bertambah secara berangsur-angsur pada
awal waktu pemberian air irigasi (pada periode penyiapan lahan)
kekurangan
a. Timbulnya komplikasi sosial
b. Eksploitasi rumit
c. Kehilangan akibat eksploitasi sediit lebih tinggi
d. Jangka waktu irigasi untuk tanaman pertama lebih lama, akibatnya lebih
sedikit waktu yang tersedia untuk tanaman yang kedua
e. Daur/siklus gangguan serangga, pemakaian insektisida.
Persediaan air dalam jangka waktu satu tahun tetap tidak, artinya ada
bulan-bulan yang persediaan airnya cukup ada pula yang tidak. Pada musim hujan
padi mulai ditanam. Penggarapan tanah dilakukan pada awal musim hujan dimana
persediaan air pada waktu itu masih sangat sedikit. Jika seluruh lahan
menggunakan air pada waktu yang sama kebutuhan air tidak akan tercukupi.
Mengingat hal tersebut dalam sistem penanaman padi raeding, lahan dibagi
menjadi beberapa golongan.
Apabila penggarapan tanah untuk penanaman padi dimulai diseluruh areal
dalam suatu daerah pengaliran dalam jangka waktu yang bersamaan, maka
kebutuhan air maksimumnya akan melampaui daya tampung saluran maupun
kemampuan daya guna airnya.
Sistem golongan adalah mencari (memisah-misahkan) periode-periode
pengolahan (penggarapan) dengan maksud menekan kebutuhan air maksimum.
Pengatuiran-pengaturan umum tehadap golongan-golongan adalah sebagai
berikut:
a. Tiap jaringan induk dibagi menjadi tiga golongan A,B,C. Tiap golongan
dadakan sampai seluruh petak-petak tersier dengan cara menggolongkan
baku-baku sawah yang seharusnya hampir sama menjadi masing-masing
golongan.
b. Tiap golongan A,B,C digilir.
c. Untuk keperluan pengolahan tanahnya (garapan), masing-masing golongan
menerima air selama dua periode sepuluh harian mulai dari golongan A.
d. Tanaman padi gadu yang masih ada di sawah diberi air dengan cukup.
Ijin dimulainya golongan-golongan akan datang dari seksi. Cabang seksi
harus menjamin bahwa seksi mempunyai data-data yang tepat mengenai tanaman,
debit dan curah hujan dari tahun-tahun yang telah lalu untuk digunakan menjadi
dasar perhitungan terhadap permulaan tanggal dan masing-masing golongan.
Tiap golonga harus diberi batas yang tetap. Tiap-tiap tahun pengaturan
golongan digilir, sehingga keuntungan atau kerugian bagian dapat terbagi secara
merata.
Prosedur-prosedur yang digunakan pada sistem golongan adalah:
a. Dibuat batas-batas golongan yang pasti pada batas-batas primer atau
sekunder, dalam tiga bagian yang kira-kira hampir sama. Pemberian air ke
petak tersier tidak langsung mengambil dari saluran primer maupun saluran
sekunder.
b. Setelah diteliti dan dibenarkan seksi dan menyetujui panitia irigasi, golongan-
golongan diberi tanda tetap di peta-peta pengairan. Setelah itu dibuat daftar
desa-desa serta petak-petak di masing-masing golongan lalu dikirim ke
semua-desa-desa yang bersangkutan.
c. Setelah mempertimbangkan adanya tanaman-tanaman yang masih ada
disawah, pengamat mengusulkan ke seksi tentang pengaturan golonga-
golongan untuk musim yang akan datang.
d. Langkah selanjutnya adalah mengadakan pertemuan dengan panitia irigasi
untuk mempertimbangkan rencana tanaman musim penghujan.
e. Pada pertemuan ini akan ditentukan adanya golongan-golongan oleh
sekertaris panitia irigasi sebelum permulaan musim penghujan desa-desa
yang bersangkutan akan diberi tahu tantang aturan golongan baru.
Sistem golongan dikerjakan sebagai berikut:
N Periode Golongan A Golongan B Golongan C
o
Garapan
s/d hari ke
tanah untuk -
satu
pembibitan
Bibit dan
garap tanah Garap tanah
1 hari ke 1-20 unuk untuk -
tanaman pembibtan
padi
Bibit dan
garap tanah Garap tanah
hari ke 21- Pemindahan
2 untuk untuk
40 tanaman
tanaman pemibitan
padi
Bibit dan
garap tanah
hari ke 41- Tanaman Pemindahan
3 untk
60 padi tanaman
tanaman
padi

2.2 Jaringan Irigasi


Jaringan irigasi adalah satu kesatuan saluran dan bangunan yang diperlukan untuk
pengaturan air irigasi, mulai dari penyediaan, pengambilan, pembagian,
pemberian dan penggunaannya. Secara hirarki jaringan irigasi dibagi menjadi
jaringan utama dan jaringan tersier. Jaringan utama meliputi bangunan, saluran
primer dan saluran sekunder.
Sedangkan jaringan tersier terdiri dari bangunan dan saluran yang berada dalam
petak tersier. Suatu kesatuan wilayah yang mendapatkan air dari suatu jarigan
irigasi disebut dengan Daerah Irigasi.

Klasifikasi Jaringan Irigasi


Berdasarkan cara pengaturan, pengukuran, serta kelengkapan fasilitas, jaringan
irigasi dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu:
1. Jaringan irigasi sederhana.
Jaringan irigasi sederhana biasanya diusahakan secara mandiri oleh
suatu kelompok petani pemakai air, sehingga kelengkapan maupun
kemampuan dalam mengukur dan mengatur masih sangat terbatas.
Ketersediaan air biasanya melimpah dan mempunyai kemiringan yang
sedang sampai curam, sehingga mudah untuk mengalirkan dan membagi
air. Jaringan irigasi sederhana mudah diorganisasikan karena menyangkut
pemakai air dari latar belakang sosial yang sama. Namun jaringan ini
masih memiliki beberapa kelemahan antara lain :
Terjadi pemborosan air karena banyak air yang terbuang.
Air yang terbuang tidak selalu mencapai lahan di sebelah bawah yang
lebih subur.
Bangunan penyadap bersifat sementara, sehingga tidak mampu bertahan

2. Jaringan irigasi semi teknis.


Jaringan irigasi semi teknis memiliki bangunan sadap yang permanen
ataupun semi permanen. Bangunan sadap pada umumnya sudah dilengkapi
dengan bangunan pengambil dan pengukur. Jaringan saluran sudah
terdapat beberapa bangunan permanen, namun sistem pembagiannya
belum sepenuhnya mampu mengatur dan mengukur. Karena belum
mampu mengatur dan mengukur dengan baik, sistem pengorganisasian
biasanya lebih rumit.

3. Jaringan irigasi teknis


Jaringan irigasi teknis mempunyai bangunan sadap yang permanen.
Bangunan sadap serta bangunan bagi mampu mengatur dan mengukur.
Disamping itu terdapat pemisahan antara saluran pemberi dan pembuang.
Pengaturan dan pengukuran dilakukan dari bangunan penyadap sampai ke
petak tersier.

2.2.1 Gambaran Daerah Rencana


Untuk memudahkan sistem pelayanan irigasi kepada lahan pertanian,
disusun suatu organisasi petak yang terdiri dari petak primer, petak
sekunder, petak tersier, petak kuarter dan petak sawah sebagai satuan terkecil.

Petak tersier
Petak tersier terdiri dari beberapa petak kuarter masing-masing seluas kurang
lebih 8 sampai dengan 15 hektar. Pembagian air, eksploitasi dan perneliharaan di
petak tersier menjadi tanggungjawab para petani yang mempunyai lahan di petak
yang bersangkutan dibawah bimbingan pemeintah. Petak tersier sebaiknya
mempunyai batas-- batas yang jelas, misalnya jalan, parit, batas desa dan batas-
batas lainnya. Ukuran petak tersier berpengaruh terhadap efisiensi pemberian air.
Beberapa faktor lainnya yang berpengaruh dalam penentuan luas petak tersier
antara lain jumlah petani, topografi dan jenis tanaman. Apabila kondisi topografi
memungkinkan, petak tersier sebaiknya berbentuk bujur sangkar atau segi empat.
Hal ini akan memudahkan dalam pengaturan tata letak dan perabagian air yang
efisien. Petak tersier sebaiknya berbatasan langsung dengan saluran sekunder atau
saluran primer. Sedapat mungkin dihindari petak tersier yang terletak tidak secara
langsung di sepanjang jaringan saluran irigasi utama, karena akan memerlukan
saluran muka tersier yang mebatasi petak-petak tersier lainnya.

Petak Sekunder
Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier yang kesemuanya dilayani oleh
satu saluran sekunder. Biasanya petak sekunder menerima air dari bangunan bagi
yangterletak di saluran primer atau sekunder. Batas-batas petak sekunder pada
urnumnya berupa tanda topografi yang jelas misalnya saluran drainase. Luas petak
sukunder dapat berbeda-beda tergantung pada kondisi topografi daerah yang
bersangkutan. Saluran sekunder pada umumnya terletak pada punggung mengairi
daerah di sisi kanan dan kiri saluran tersebut sampai saluran drainase yang
membatasinya. Saluran sekunder juga dapat direncanakan sebagai saluran garis
tinggi yang mengairi lereng lereng medan yang lebih rendah.

Petak Primer
Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder yang mengambil langsung air
dari saluran primer. Petak primer dilayani oleh satu saluran primer yang
mengambil air langsung dari bangunan penyadap. Daerah di sepanjang saluran
primer sering tidak dapat dilayani dengan mudah dengan cara menyadap air dari
saluran sekunder. Apabila saluran primer melewati sepanjang garis tinggi daerah
saluran primer yang berdekatan harus dilayani langsung dari saluran primer.

Bangunan Irigasi
Keberadaan bangunan ingasi diperlukan untuk menunjang pengambilan dan
pengaturan air irigasi Beberapa jenis bangunan irigasi yang sering dijurnpai dalam
praktek irigasi antara lain:
1. Bangunan utama.
2. Bangunan pembawa.
3. Bangunan bagi Bangunan sadap.
4. Bangunanm pengatur muka air.
5. Bangunan pernbuang dan penguras serta.
6. Bangunan pelengkap.

Bangunan Utama
Bangunan utama dimaksudkan sebagai penyadap dari suatu sumber air untuk
dialirkan ke seluruh daerah irigasi yang dilayani. Berdasarkan sumber airnya,
bangunan utarna dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori, bendung,
pengambilan bebas, pengambilan dari waduk, dan stasiun pompa

Bendung
Bendung adalah adalah bangunan air dengan kelengkapannya yang dibangun
melintang sungai atau sudetan yang sengaja dibuat dengan maksud untuk
meninggikan elevasi muka air sungai. Apabila muka air di bendung mencapai
elevasi tertentu yang dibutuhkan, maka air sungai dapat disadap dan dialirkan
secara gravitasi ke tempat-ternpat yang mernerlukannya. Terdapat beberapa jenis
bendung, diantaranya adalah:
1. Bendung tetap (weir)
2. Bendung gerak (barrage).
3. Bendung karet (inflamble weir).
Pada bangunan bendung biasanya dilengkapi dengan bangunan pengelak, peredam
energi, bangunan pengambilan, bangunan pembilas , kantong lumpur dan tanggul
banjir.

Pengambilan bebas
Pengambilan bebas adalah bangunan yang dibuat ditepi sungai menyadap air
sungai untuk dialirkan ke daerah irigasi yang dilayani. Perbedaan dengan bendung
adalah pada bangunan pengambilan bebas tidak dilakukan pengaturan tinggi muka
air di sungai. Untuk dapat mengalirkan air secara, gravitasi muka air di sungai
harus lebih tinggi dari daerah irigasi yang dilayani.

Pengambilan dari waduk


Salah satu fungsi waduk adalah menampung air pada saat terjadi kelebihan air dan
mengalirkannya pada saat diperlukan. Dilihat dari kegunaannya, waduk dapat
bersifat eka guna dan multi guna. Pada urnumnya waduk dibangun memiliki
banyak kegunaan seperti untuk irigasi, pernbangkit listrik, peredam banjir,
pariwisata, dan perikanan. Apabila salah satu kegunaanwaduk untuk irigasi, maka
pada bangunan outlet dilengkapi dengan bangunan sadap untuk irigasi. Alokasi
pernberian air sebagai fungsi luas daerah irigasi yang dilayani serta karakteristik
waduk.

Stasiun Pompa
Bangunan pengambilan air dengan pompa menjadi pilihan apabila upaya-upaya
penyadapan air secara gravitasi tidak memungkinkan untuk dilakukan, baik dari
segi teknik maupun ekonomis. Salah satu karakteristik pengambilan irigasi
dengan pompa adalah investasi awal yang tidak begitu besar namun biaya operasi
dan eksploitasi yang sangat besar.

Bangunan Pembawa
Bangunan pernbawa mempunyai fungsi mernbawa / mengalirkan air dari
surnbemya menuju petak irigasi. Bangunan pernbawa meliputi saluran primer,
saluran sekunder, saluran tersier dan saluran kwarter. Termasuk dalam bangunan
pernbawa adalah talang, gorong-gorong, siphon, tedunan dan got miring. Saluran
primer biasanya dinamakan sesuai dengan daerah irigasi yang dilayaninya.
Sedangkan saluran sekunder sering dinamakan sesuai dengan nama desa yang
terletak pada petak sekunder tersebut. Berikut ini penjelasan berbagai saluran
yang ada dalam suatu sistern irigasi.

1. Saluran primer membawa air dari bangunan sadap menuju saluran


sekunder dan ke
petak-petak tersier yang diairi. Batas ujung saluran primer adalah pada
bangunan
bagi yang terakhir.
2. Saluran sekunder membawa air dari bangunan yang menyadap dari saluran
primer
menuju petak-petak tersier yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut.
batas akhir
dari saluran sekunder adalah bangunan sadap terakhir.
3. Saluran tersier membawa air dari bangunan yang menyadap dari saluran
sekunder
4. menuju petak-petak kuarter yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut.
batas akhir
dari saluran sekunder adalah bangunan boks tersier terkahir.
5. Saluran kuarter mernbawa air dari bangunan yang menyadap dari boks
tersier
menuju petak-petak sawah yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut.
batas akhir
dari saluran sekunder adalah bangunan boks kuarter terkahir.

Bangunan Bagi dan sadap


Bangunan bagi merupakan bangunan yang terletak pada saluran primer, sekunder
dan tersier yang berfungsi untuk membagi air yang dibawa oleh saluran yang
bersangkutan. Khusus untuk saluran tersier dan kuarter bangunan bagi ini
masingmasing disebut boks tersier dan boks kuarter. Bangunan sadap tersier
mengalirkan air dari saluran primer atau sekunder menuju saluran tersier
penerima. Dalam rangka penghematan bangunan bagi dan sadap dapat digabung
menjadi satu rangkaian bangunan. Bangunan bagi pada saluran-saluran besar pada
umumnya mempunyai 3 (tiga) bagian utama, yakni:

1. Alat pembendung, bermaksud untuk mengatur elevasi muka air sesuai


denganntinggi
pelayanan yang direncanakan
2. Perlengkapan jalan air melintasi tanggul, jalan atau bangunan lain menuju
saluran
cabang. Konstruksinya dapat berupa saluran terbuka ataupun gorong-
gorong.
Bangunan ini dilengkapi dengan pintu pengatur agar debit yang masuk
saluran dapat
diatur.
3. Bangunan ukur debit, yaitu suatu bangunan yang dimaksudkan untuk
mengukur
besarnya debit yang mengalir.

Bangunan pengatur dan pengukur


Agar pemberian air irigasi sesuai dengan yang direncanakan, perlu
dilakukanmpengaturan dan pengukuran aliran di bangunan sadap (awal saluran
primer), cabang saluran jaringan primer serta bangunan sadap primer dan
sekunder. Bangunan pengatur muka air dimaksudkan untuk dapat mengatur muka
air sampai batas-batas yang diperlukan untuk dapat memberikan debit yang
konstan dan sesuai dengan yang dibutuhkan. Sedangkan bangunan pengukur
dimaksudkan untuk dapat memberi informasi mengenai besar aliran yang
dialirkan. Kadangkala, bangunan pengukur dapat juga berfungsi sebagai bangunan
pangatur.

Bangunan Drainase
Bangunan drainase dimaksudkan untuk membuang kelebihan air di petak sawah
maupun saluran. Kelebihan air di petak sawah dibuang melalui saluran pernbuang,
sedangkan kelebihan air disaluran dibuang melalui bengunan pelimpah. Terdapat
beberapa jenis saluran pembuang, yaitu saluran pembuang kuerter, saluran
pernbuang tersier, saluran pernbuang sekunder dan saluran pernbuang primer.
Jaringan pembuang tersier dimaksudkan untuk :

Mengeringkan sawah
Mernbuang kelebihan air hujan
Mernbuang kelebihan air irigasi
Saluran pernbuang kuarter menampung air langsung dari sawah di daerah atasnya
atau dari saluran pernbuang di daerah bawah. Saluran pernbuang tersier
menampung air buangan dari saluran pernbuang kuarter. Saluran pernbuang
primer menampung dari saluran pernbuang tersier dan membawanya untuk
dialirkan kernbali ke sungai.

Bangunan Pelengkap
Sebagaimana namanya, bangunan pelengkap berfungsi sebagai pelengkap
bangunan-bangunan irigasi yang telah disebutkan sebelumnya. Bangunan
pelengkap berfungsi sebagai untuk memperlancar para petugas dalam eksploitasi
dan pemeliharaan. Bangunan pelengkap dapat juga dimanfaatkan untuk pelayanan
umum. Jenis-jenis bangunan pelengkap antara lain jalan inspeksi, tanggul,
jernbatan penyebrangan, tangga mandi manusia, sarana mandi hewan, serta
bangunan lainnya.

2.2.2 Lay Out Jaringan Irigasi


Lay Out jaringan irigasi adalah suatu cara yang membedakan bagian-
bagian yang terdapat dalam irigasi bentuknya serupa Lay Out Map. Lay Out Map
berisi skema jaringan irigasi. Tujuan pembuatan skema jaringan irigasi adalah
mengetahui jaringan irigasi, bangunan irigasi, serta daerah-daerah yang diairi
meliputi luas, nama dan debit.

1. Bangunan utama (head work)

2. Sistem saluran pembawa (irigasi)

3. Sistem saluran pembuang (drainase)

4. Primer unit, sekunder unit, tersier unit.

5. Lokasi bangunan irigasi

6. Sistem jalan

7. Non irigated area (lading)

8. Non irigatable area (tidak dapat dialiri)

2.2.3 Skema Jaringan Irigasi

Skema jaringan irigasi adalah merupakan gambaran yang menampilkan jaringan


saluran dimulai dari bendung, saluran primer, sekunder, bangunan bagi, bangunan
sadap dan petak-petak tersier dengan standar sistem tata nama.

2.2.4 Petak Tersier Percontohan

Petak tersier adalah bagian dari petak sekunder yang dialiri oleh saluran
tersier. Meskipun petak tersier merupakan bagian petak terakhir, saluran tersier
masih dapat dibagi lagi menjadi beberapa saluran yaitu saluran sub tersier atau
saluran kwarter. Perlu diperhatikan bahwa pengambilan tidak boleh dilakukan
pada saluran primer atau sekunder, sebab jika hal itu dilakukan maka akan
mengakibatkan susunan saluran primer atau sekunder menjadi tidak rasional lagi
dan banyaknya exploitasi air menjadi sulit, selain itu juga akan mengakibatkan
banyaknya bangunan pengairan yang dibuat sehingga jaringan irigasi memerlukan
biaya yang besar. Setiap bidang tanah harus dapat menerima air dengan sebaik
baiknya, maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Luas petak sedapat mungkin diseragamkan.
2. Pemberian air melalui tersier harus melalui tempat yang dapat diukur dan diatur
dengan baik.
3. Batas-batas petak tersier harus jelas dan tegas.
4. Semua batas sawah dalam petak tersier harus dapat menerima air dari tempat
pemberian air.
5. Petak tersier diharapkan merupakan satu kesatuan yang dimiliki satu desa saja.
6. Air kelebihan yang tidak berguna harus dapat dibuang dengan baik melalui
saluran drainase yang terpisah dari saluran pemberi.
7. Batas-batas petak tersier diusahakan menggunakan batas alam.
Untuk menghitung atau mengukur luas areal pertanian, umumnya digunakan
satuansatuan :
1 ha = 10.000 m = 2.471 acre = 1,409 bahu
1 acre = 4,840 yard = 0,4047 ha = 0,57 bahu
1 bahu = 0,71 ha = 1,71 acre = 7066,5 m

2.3 Standar Tata Nama


2.3.1 Standar Tata NamaBangunan
(BangunanUtama/Bagi/Sadap,/danBangunanlainnya)

Keberadaan bangunan irigasi diperlukan untuk menunjang pengambilan dan


pengaturan air irigasi. Beberapa jenis bangunan irigasi yang sering dijumpai
dalam praktek irigasi antara lain
1. Bangunan utama

2. Bangunan bagi

3. Bangunan sadap

4. Bangunan pengatur muka air

5. Bangunan pernbuang dan penguras

6. Bangunan pelengkap

1. Bangunan Utama

Bangunan utama dimaksudkan sebagai penyadap dari suatu sumber air untuk
dialirkan ke seluruh daerah irigasi yang dilayani. Berdasarkan sumber airnya,
bangunan utama dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori

Bendung

Pengambilan bebas

Pengambilan dari waduk

Stasiun pompa

a. Bendung

Bendung adalah adalah bangunan air dengan kelengkapannya yang dibangun


melintang sungai atau sudetan yang sengaja dibuat dengan maksud untuk
meninggikan elevasi muka air sungai. Apabila muka air di bendung mencapai
elevasi tertentu yang dibutuhkan, maka air sungai dapat disadap dan dialirkan
secara gravitasi ke tempat-ternpat yang mernerlukannya. Terdapat beberapa
jenis bendung, diantaranya adalah (1) bendung tetap (weir), (2) bendung gerak
(barrage) dan (3) bendung karet (inflamble weir). Pada bangunan bendung
biasanya dilengkapi dengan bangunan pengelak, peredam energi, bangunan
pengambilan, bangunan pembilas , kantong lumpur dan tanggul banjir.
b. Pengambilan bebas

Pengambilan bebas adalah bangunan yang dibuat ditepi sungai menyadap air
sungai untuk dialirkan ke daerah irigasi yang dilayani. Perbedaan dengan
bendung adalah pada bangunan pengambilan bebas tidak dilakukan
pengaturan tinggi muka air di sungai. Untuk dapat mengalirkan air secara
gravitasi, muka air di sungai harus lebih tinggi dari daerah irigasi yang
dilayani.

c. Pengambilan dari waduk

Salah satu fungsi waduk adalah menampung air pada saat terjadi kelebihan air
dan mengalirkannya pada saat diperlukan. Dilihat dari kegunaannya, waduk
dapat bersifat eka guna dan multi guna. Pada umumnya waduk dibangun
memiliki banyak kegunaan seperti untuk irigasi, pembangkit listrik, peredam
banjir, pariwisata, dan perikanan. Apabila salah satu kegunaan waduk untuk
irigasi, maka pada bangunan outlet dilengkapi dengan bangunan sadap untuk
irigasi. Alokasi pemberian air sebagai fungsi luas daerah irigasi yang dilayani
serta karakteristik waduk.

d. Stasiun Pompa

Bangunan pengambilan air dengan pompa menjadi pilihan apabila upaya-


upaya penyadapan air secara gravitasi tidak memungkinkan untuk dilakukan,
baik dari segi teknis maupun ekonomis. Salah satu karakteristik pengambilan
irigasi dengan pompa adalah investasi awal yang tidak begitu besar namun
biaya operasi dan eksploitasi yang sangat besar.

2. Bangunan Bagi dan Sadap

Bangunan bagi merupakan bangunan yang terletak pada saluran primer,


sekunder dan tersier yang berfungsi untuk membagi air yang dibawa oleh
saluran yang bersangkutan. Khusus untuk saluran tersier dan kuarter bangunan
bagi ini masing-masing disebut boks tersier dan boks kuarter. Bangunan sadap
tersier mengalirkan air dari saluran primer atau sekunder menuju saluran
tersier penerima. Dalam rangka penghematan bangunan bagi dan sadap dapat
digabung menjadi satu rangkaian bangunan.

Bangunan bagi pada saluran-saluran besar pada umumnya mempunyai 3


bagian utama, yaitu.
Alat pembendung, bermaksud untuk mengatur elevasi muka air sesuai
dengan tinggi pelayanan yang direncanakan

Perlengkapan jalan air melintasi tanggul, jalan atau bangunan lain menuju
saluran cabang. Konstruksinya dapat berupa saluran terbuka ataupun gorong-
gorong. Bangunan ini dilengkapi dengan pintu pengatur agar debit yang
masuk saluran dapat diatur.
Bangunan ukur debit, yaitu suatu bangunan yang dimaksudkan untuk
mengukur besarnya debit yang mengalir.

3. Bangunan Pengatur dan Pengukur

Agar pemberian air irigasi sesuai dengan yang direncanakan, perlu dilakukan
pengaturan dan pengukuran aliran di bangunan sadap (awal saluran primer),
cabang saluran jaringan primer serta bangunan sadap primer dan sekunder.
Bangunan pengatur muka air dimaksudkan untuk dapat mengatur muka air
sampai batas-batas yang diperlukan untuk dapat memberikan debit yang
konstan dan sesuai dengan yang dibutuhkan. Sedangkan bangunan pengukur
dimaksudkan untuk dapat memberi informasi mengenai besar aliran yang
dialirkan. Kadangkala, bangunan pengukur dapat juga berfungsi sebagai
bangunan pangatur.

4. Bangunan Drainase

Bangunan drainase dimaksudkan untuk membuang kelebihan air di petak


sawah maupun saluran. Kelebihan air di petak sawah dibuang melalui saluran
pembuang, sedangkan kelebihan air disaluran dibuang melalui bangunan
pelimpah. Terdapat beberapa jenis saluran pembuang, yaitu saluran pembuang
kuarter, saluran pembuang tersier, saluran pembuang sekunder dan saluran
pembuang primer. Jaringan pembuang tersier dimaksudkan untuk :
Mengeringkan sawah

Membuang kelebihan air hujan

Membuang kelebihan air irigasi

Saluran pembuang kuarter menampung air langsung dari sawah di daerah


atasnya atau dari saluran pernbuang di daerah bawah. Saluran pembuang
tersier menampung air buangan dari saluran pembuang kuarter. Saluran
pembuang primer menampung dari saluran pembuang tersier dan
membawanya untuk dialirkan kembali ke sungai.

5. Bangunan Pelengkap

Sebagaimana namanya, bangunan pelengkap berfungsi sebagai pelengkap


bangunan-bangunan irigasi yang telah disebutkan sebelumnya. Bangunan
pelengkap berfungsi untuk memperlancar para petugas dalam eksploitasi dan
pemeliharaan. Bangunan pelengkap dapat juga dimanfaatkan untuk pelayanan
umum. Jenis-jenis bangunan pelengkap antara lain jalan inspeksi, tanggul,
jembatan penyebrangan, tangga mandi manusia, sarana mandi hewan, serta
bangunan lainnya.

2.3.2 Standar Tata NamaSaluran (BangunanPembawa)

Bangunan Pembawa

Bangunan pembawa mempunyai fungsi mernbawa / mengalirkan air dari


surnbemya menuju petak irigasi. Bangunan pembawa meliputi saluran primer,
saluran sekunder, saluran tersier dan saluran kwarter. Termasuk dalam
bangunan pembawa adalah talang, gorong-gorong, siphon, tedunan dan got
miring. Saluran primer biasanya dinamakan sesuai dengan daerah irigasi yang
dilayaninya. Sedangkan saluran sekunder sering dinamakan sesuai dengan
nama desa yang terletak pada petak sekunder tersebut. Berikut ini penjelasan
berbagai saluran yang ada dalam suatu sistem irigasi.

Saluran primer membawa air dari bangunan sadap menuju saluran sekunder
dan ke petak-petak tersier yang diairi. Batas ujung saluran primer adalah pada
bangunan bagi yang terakhir.
Saluran sekunder membawa air dari bangunan yang menyadap dari saluran
primer menuju petak-petak tersier yang dilayani oleh saluran sekunder
tersebut. Batas akhir dari saluran sekunder adalah bangunan sadap terakhir

Saluran tersier membawa air dari bangunan yang menyadap dari saluran
sekunder menuju petak-petak kuarter yang dilayani oleh saluran sekunder
tersebut. Batas akhir dari saluran sekunder adalah bangunan boks tersier
terakhir

Saluran kuarter mernbawa air dari bangunan yang menyadap dari boks
tersier menuju petak-petak sawah yang dilayani oleh saluran sekunder
tersebut. Batas akhir dari saluran sekunder adalah bangunan boks kuarter
terakhir

2.3.3 Standar Tata Warna Saluran

Warna-warna standar akan dipakai untuk memperjelas gambar-gambar tata


letak jaringan irigasi dan pembuang, serta gambar-gambar tata letak jaringan
tersier.

Empat eksemplar dari peta-peta tata letak ini harus seluruhnya diberi nama,
sedangkan empat eksemplar yang terakhir akan diberi warna hanya di
sepanjang batas-batas petak saja. Lebar warna sepanjang perbatasan ini
adalah 1 sentimeter.

Warna-warna yang akan dipakai adalah:

- biru untuk jaringan irigasi, garis penuh untuk jaringan pembawa yang
ada dan garis putus-putus untuk jaringan yang sedang direncana
- merah untuk sungai dan jaringan pembuang; garis penuh untuk jaringan
yang sudah ada dan garis putus-putus untuk jaringan yang sedang
direncana;
- coklat untuk jaringan jalan;
- kuning untuk daerah yang tidak diairi (dataran tinggi, rawa-rawa);
- hijau untuk perbatasan kabupaten, kecamatan desa dan kampung,
- merah untuk tata nama bangunan;
- hitam untuk jalan kereta api;
- warna bayangan akan dipakai untuk batas-batas petak sekunder; batas-
batas petak tersier akan diarsir dengan warna yang lebih muds dari
warna yang sama.

Anda mungkin juga menyukai