Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kanker serviks adalah pertumbuhan sel-sel mulut rahim / serviks yang abnormal
dimana sel-sel ini mengalami perubahan ke arah displasia atau mengarah pada keganasan.
Kanker ini biasanya menyerang wanita yang pernah atau sedang berada dalam
status sexually active. Biasanya kanker ini menyerang wanita yang telah berumur, terutama
paling banyak pada wanita yang berusia 35 - 55 tahun. Akan tetapi, tidak mustahil wanita
yang mudapun dapat menderita penyakit ini, asalkan memiliki faktor risikonya.

Perkembangan neoplasma ganas di serviks tidak menghalangi untuk terjadinya


kehamilan. Terdapat kemungkinan 1 di antara 3000 kehamilan bagi seorang wanita
penderita kanker serviks. Pengaruh kanker serviks pada waktu persalinan, antara lain
kekakuan serviks karena jaringan kanker yang terbentuk, akan menghambat proses
persalinan (khususnya Kala I). Bila tumor yang terbentuk lunak dan hanya terbatas pada
sebagian serviks, pembukaan pada waktu persalinan dapat menjadi lengkap dan bayi bisa
lahir spontan. Dalam masa nifas, sering terjadi infeksi.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perubahan tersebut, antara lain :
hubungan seksual pada usia dini (< 17 tahun), hubungan seksual multi partner, infeksi
HPV (Human Papilloma Virus), dan genetik (namun, persentasenya sangat kecil). Ada juga
beberapa faktor yang mempengaruhi insiden kanker serviks yaitu : usia, melahirkan lebih
dari 3x, personal hygiene, status sosial ekonomi, terpajan virus terutama virus HIV, dan
kebiasaan merokok.
Beberapa gejala yang bisa timbul pada penderita kanker serviks, antara lain :
keputihan atau keluarnya cairan encer dan berbau busuk dari vagina, pendarahan,
hematuria, anemia, kelemahan pada ekstremitas bawah, timbul nyeri panggul (pelvis) atau
di perut bagian bawah. Pada stadium lanjut, badan menjadi lebih kurus, edema kaki, timbul
iritasi kandung kencing dan rektum, bahkan bisa menyebabkan terbentuknya vesikovaginal
atau rektovaginal, hingga timbul gejala-gejala akibat metastasis jauh.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi ca.cervik ?
2. Apa etiologi ca.cervik ?
3. Bagaimana patofisiologi ca.cervik ?
4. Bagaimana tanda dan gejala ca.cervik ?
5. Bagaimana pemeriksaan ca.cervik ?
6. Bagaimana Penatalaksanaan ca.cervik ?
7. Bagaimana WOC ca.cervik ?
8. Bagaimana asuhan keperawatan ca.cervik ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi ca.cervik
2. Mengetahui etiologi ca.cervik
3. Mengetahui patofisiologi ca.cervik
4. Mengetahui tanda dan gejala ca.cervik
5. Mengetahui pemeriksaan ca.cervik
6. Mengetahui Penatalaksanaan ca.cervik
7. Mengetahui WOC ca.cervik
8. Mengetahui asuhan keperawatan ca.cervik

BAB II
KONSEP DASAR
2.1 Definisi
Kanker adalah istilah umum yang mencakup setiap pertumbuhan maligna dalam
setiap bagian tubuh, pertumbuhan ini tidak bertujuan, bersifat parasit, dan berkembang
dengan mengorbankan manusia sebagai hospesnya (Hinchliff, 1999).
Kanker serviks adalah pertumbuhan sel-sel abnormal pada daerah batas antara epitel
yang melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis serviksalis yang
disebut squamo-columnar junction (SCJ) (Wiknjosastro, Hanifa. 2005)
Kanker serviks merupakan karsinoma ginekologi yang terbanyak diderita (Kapita
Selekta Kedokteran Jilid I)

2.2 Epidemiologi / Insiden Kasus


Kanker leher rahim (serviks) atau karsinoma serviks uterus merupakan kanker
pembunuh wanita nomor dua di dunia setelah kanker payudara. Setiap tahunnya, terdapat
kurang lebih 500 ribu kasus baru kanker leher rahim (cervical cancer), sebanyak 80 persen
terjadi pada wanita yang hidup di negara berkembang. Sedikitnya 231.000 wanita di
seluruh dunia meninggal akibat kanker leher rahim. Dari jumlah itu, 50% kematian terjadi
di negara-negara berkembang. Hal itu terjadi karena pasien datang dalam stadium lanjut.
Di dunia, lebih dari 700 wanita meninggal setiap hari karena kanker serviks. Di
Indonesia, kanker serviks menempati urutan pertama kanker pada wanita.Setiap hari di
Indonesia ada 40 orang wanita terdiagnosa dan 20 wanita meninggal karena kanker serviks.
Kanker serviks merupakan penyakit yang telah diketahui penyebabnya dan telah diketahui
perjalanan penyakitnya. Ditambah juga sudah ada metode deteksi dini kanker serviks dan
adanya pencegahan dengan vaksinasi, seharusnya angka kejadian dan kematian akibat
kanker serviks dapat diturun. Banyaknya kasus kanker serviks di Indonesia disebabkan
pengetahuan tentang kanker serviks yang kurang sehingga kesadaran masyarakat untuk
deteksi dini pun masih rendah. (sumber : http://healthycaus.blogspot.com)
2.3 Etiologi / Predisposisi
Penyebab langsung kanker serviks belum diketahui. Faktor ekstrinsik yang diduga
berhubungan dengan insiden karsinoma serviks, antara lain infeksi Human Papilloma Virus
(HPV) dan spermatozoa. Karsinoma serviks timbul di sambungan skuamokolumner
serviks. Faktor resiko yang berhubungan dengan karsinoma serviks ialah perilaku seksual
berupa mitra seks multipel, multi paritas, nutrisi, rokok, dan lain-lain. Karsinoma serviks
dapat tumbuh eksofitik maupun endofitik.
Menurut Wiknjosastro Hanifa ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko
terjadinya kanker serviks, antara lain adalah :
1. Hubungan seks pada usia muda atau pernikahan pada usia muda
Faktor ini merupakan faktor risiko utama. Semakin muda seorang perempuan
melakukan hubungan seks, semakin besar risikonya untuk terkena kanker serviks.
Berdasarkan penelitian para ahli, perempuan yang melakukan hubungan seks pada usia
kurang dari 17 tahun mempunyai resiko 3 kali lebih besar daripada yang menikah pada usia
lebih dari 20 tahun.
2. Berganti-ganti pasangan seksual
Perilaku seksual berupa gonta - ganti pasangan seks akan meningkatkan penularan
penyakit kelamin. Penyakit yang ditularkan, salah satunya adalah infeksi Human Papilloma
Virus (HPV) telah terbukti dapat meningkatkan timbulnya kanker serviks, penis dan vulva.
Resiko terkena kanker serviks menjadi 10 kali lipat pada wanita yang mempunyai partner
seksual 6 orang atau lebih. Di samping itu, virus herpes simpleks tipe 2 dapat menjadi
faktor pendamping.
3. Faktor genetik
Terjadinya mutasi sel pada sel epitel skuamosa serviks yang menyebabkan terjadinya
kanker serviks pada wanita dapat diturunkan melalui kombinasi genetik dari orang tua ke
anaknya.
4. Kebiasaan merokok
Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks dibandingkan
dengan wanita yang tidak merokok. Penelitian menunjukkan, lendir serviks pada wanita
perokok mengandung nikotin yang dapat menurunkan daya tahan serviks di samping
merupakan ko-karsinogen infeksi virus. Selain itu, rokok mengandung zat benza @ piren
yang dapat memicu terbentuknya radikal bebas dalam tubuh yang dapat menjadi mediator
terbentuknya displasia sel epitel pada serviks.
5. Defisiensi zat gizi (vitamin A dan C)
Ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa defisiensi vitamin C dapat
meningkatkan risiko terjadinya displasia ringan dan sedang, serta mungkin juga
meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks pada wanita yang makanannya rendah beta
karoten dan retinol (vitamin A).

6. Multiparitas
Trauma mekanis yang terjadi pada waktu paritas dapat mempengaruhi timbulnya
infeksi, perubahan struktur sel, dan iritasi menahun
7. Gangguan sistem kekebalan
Bisa disebabkan oleh nikotin yang dikandung dalam rokok, dan penyakit yang sifatnya
immunosupresan, contohnya : HIV / AIDS
8. Status sosial ekonomi lemah
Umumnya, golongan wanita dengan latar belakang ekonomi lemah tidak mempunyai
biaya untuk melakukan pemeriksaan sitologi Pap Smear secara rutin, sehingga upaya
deteksi dini tidak dapat dilakukan.
2.4 Patofisiologi
Karsinoma serviks timbul di batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan
endoserviks kanalis serviks yang disebut sebagai squamo-columnar junction (SCJ).
Histologi antara epitel gepeng berlapis (squamous complex) dari portio dengan epitel
kuboid/silindris pendek selapis bersilia dari endoserviks kanalis serviks. Pada wanita SCJ
ini berada di luar ostius uteri eksternum, sedangkan pada wanita umur > 35 tahun, SCJ
berada di dalam kanalis serviks. Tumor dapat tumbuh :
1. Eksofilik mulai dari SCJ ke arah lumen vagina sebagai masa yang mengalami infeksi
sekunder dan nekrosis.
2. Endofilik mulai dari SCJ tumbuh ke dalam stomaserviks dan cenderung untuk
mengadakan infiltrasi menjadi ulkus.
3. Ulseratif mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan serviks dengan
melibatkan awal fornises vagina untuk menjadi ulkus yang luas.
Serviks normal secara alami mengalami proses metaplasi/erosio akibat saling desak-
mendesak kedua jenis epitel yang melapisi. Dengan masuknya mutagen, porsio yang erosif
(metaplasia skuamosa) yang semula fisiologik dapat berubah menjadi patologik melalui
tingkatan NIS I, II, III dan KIS untuk akhirnya menjadi karsinoma invasif. Sekali menjadi
mikroinvasif atau invasif, proses keganasan akan berjalan terus.
Periode laten dari NIS I s/d KIS 0 tergantung dari daya tahan tubuh penderita.
Umumnya fase pra invasif berkisar antara 3 20 tahun (rata-rata 5 10 tahun). Perubahan
epitel displastik serviks secara kontinyu yang masih memungkinkan terjadinya regresi
spontan dengan pengobatan / tanpa diobati itu dikenal dengan Unitarian Concept dari
Richard. Hispatologik sebagian besar 95-97% berupa epidermoid atau squamos cell
carsinoma sisanya adenokarsinoma, clearcell carcinoma/mesonephroid carcinoma dan yang
paling jarang adalah sarcoma.
2.5 Tanda dan Gejala
Pada fase prakanker (tahap displasia), sering tidak ada gejala atau tanda-tanda yang
khas. Namun, kadang bisa ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :
1. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina ini makin
lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan
2. Perdarahan setelah senggama (post coital bleeding) yang kemudian berlanjut menjadi
perdarahan yang abnormal
3. Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan dan berbau busuk.
4. Bisa terjadi hematuria karena infiltrasi kanker pada traktus urinarius
5. Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.
6. Kelemahan pada ekstremitas bawah
7. Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang panggul. Bila
nyeri terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi infiltrasi kanker pada
serabut saraf lumbosakral.
8. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki, timbul
iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rektum), terbentuknya fistel
vesikovaginal atau rektovaginal, atau timbul gejala-gejala akibat metastasis jauh.
2.6 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Sitologi Pap Smear
Salah satu pemeriksaan sitologi yang bisa dilakukan adalah pap smear. Pap smear
merupakan salah satu cara deteksi dini kanker leher rahim. Test ini mendeteksi adanya
perubahan-perubahan sel leher rahim yang abnormal, yaitu suatu pemeriksaan dengan
mengambil cairan pada laher rahim dengan spatula kemudian dilakukan pemeriksaan
dengan mikroskop.
Saat ini telah ada teknik thin prep (liquid base cytology) adalah metoda pap smear yang
dimodifikasi yaitu sel usapan serviks dikumpulkan dalam cairan dengan tujuan untuk
menghilangkan kotoran, darah, lendir serta memperbanyak sel serviks yang dikumpulkan
sehingga akan meningkatkan sensitivitas. Pengambilan sampel dilakukan dengan
mengunakan semacam sikat (brush) kemudian sikat dimasukkan ke dalam cairan
dan disentrifuge, sel yang terkumpul diperiksa dengan mikroskop.
Pap smear hanyalah sebatas skrining, bukan diagnosis adanya kanker serviks. Jika
ditemukan hasil pap smear yang abnormal, maka dilakukan pemeriksaan standar berupa
kolposkopi. Penanganan kanker serviks dilakukan sesuai stadium penyakit dan gambaran
histopatologimnya. Sensitifitas pap smear yang dilakukan setiap tahun mencapai 90%.
b. Kolposkopi
Pemeriksaan dengan pembesaran (seperti mikroskop) yang digunakan untuk mengamati
secara langsung permukaan serviks dan bagian serviks yang abnormal. Dengan kolposkopi
akan tampak jelas lesi-lesi pada permukaaan serviks, kemudian dilakukan biopsi pada lesi-
lesi tersebut.
c. IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat)
IVA merupakan tes alternatif skrining untuk kanker serviks. Tes sangat mudah dan
praktis dilaksanakan, sehingga tenaga kesehatan non dokter ginekologi, bidan praktek dan
lain-lain. Prosedur pemeriksaannya sangat sederhana, permukaan serviks/leher rahim
diolesi dengan asam asetat, akan tampak bercak-bercak putih pada permukaan serviks
yang tidak normal.
d. Serviksografi
Servikografi terdiri dari kamera 35 mm dengan lensa 100 mm dan lensa ekstensi 50
mm. Fotografi diambil oleh tenaga kesehatan dan slide (servikogram) dibaca oleh yang
mahir dengan kolposkop. Disebut negatif atau curiga jika tampak kelainan abnormal, tidak
memuaskan jika SSK tidak tampak seluruhnya dan disebut defek secara teknik jika
servikogram tidak dapat dibaca (faktor kamera atau flash).
Kerusakan (defect) secara teknik pada servikogram kurang dari 3%. Servikografi dapat
dikembangkan sebagai skrining kolposkopi. Kombinasi servikografi dan kolposkopi
dengan sitologi mempunyai sensitivitas masing-masing 83% dan 98% sedang spesifisitas
masing-masing 73% dan 99%. Perbedaan ini tidak bermakna. Dengan demikian
servikografi dapat di-gunakan sebagai metoda yang baik untuk skrining massal, lebih-lebih
di daerah di mana tidak ada seorang spesialis sitologi, maka kombinasi servikogram dan
kolposkopi sangat membantu dalam deteksi kanker serviks.
e. Gineskopi
Gineskopi menggunakan teleskop monokuler, ringan dengan pembesaran 2,5 x dapat
digunakan untuk meningkatkan skrining dengan sitologi. Biopsi atau pemeriksaan
kolposkopi dapat segera disarankan bila tampak daerah berwarna putih dengan pulasan
asam asetat. Sensitivitas dan spesifisitas masing-masing 84% dan 87% dan negatif palsu
sebanyak 12,6% dan positif palsu 16%. Samsuddin dkk pada tahun 1994 membandingkan
pemeriksaan gineskopi dengan pemeriksaan sitologi pada sejumlah 920 pasien dengan hasil
sebagai berikut: Sensitivitas 95,8%; spesifisitas 99,7%; predictive positive
value 88,5%; negative value 99,9%; positif palsu 11,5%; negatif palsu 4,7% dan akurasi
96,5%. Hasil tersebut memberi peluang digunakannya gineskopi oleh tenaga paramedis /
bidan untuk mendeteksi lesi prakanker bila fasilitas pemeriksaan sitologi tidak ada.
f. Pemeriksaan Penanda Tumor (PT)
Penanda tumor adalah suatu suatu substansi yang dapat diukur secara kuantitatif dalam
kondisi prakanker maupun kanker. Salah satu PT yang dapat digunakan untuk mendeteksi
adanya perkembangan kanker serviks adalah CEA (Carcino Embryonic Antigen) dan HCG
(Human Chorionic Gonadotropin). Kadar CEA abnormal adalah > 5 L/ml, sedangkan
kadar HCG abnormal adalah > 5g/ml. HCG dalam keadaan normal disekresikan oleh
jaringan plasenta dan mencapai kadar tertinggi pada usia kehamilan 60 hari. Kedua PT ini
dapat dideteksi melalui pemeriksaan darah dan urine.
g. Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi tingkat komplikasi pendarahan yang
terjadi pada penderita kanker serviks dengan mengukur kadar hemoglobin, hematokrit,
trombosit dan kecepatan pembekuan darah yang berlangsung dalam sel-sel tubuh.
2.7 KRITERIA DIAGNOSIS
Interpretasi sitologi yang dapat menunjang diagnosis kanker serviks :
v Hasil pemeriksaan negatif
Tidak ditemukan sel ganas. Ulangi pemeriksaan sitologi dalam 1 tahun lagi.
v Inkonklusif
Sediaan tidak memuaskan. Bisa disebabkan fiksasi tidak baik. Tidak ditemukan sel
endoserviks, gambaran sel radang yang padat menutupi sel. Ulangi pemeriksaan sitologi
setelah dilakukan pengobatan radang dan sebagainya.
v Displasia
Terdapat sel - sel diskariotik pada pemeriksaan mikroskopik. Derajat ringan, sedang,
sampai karsinoma in situ. Diperlukan konfirmasi dengan kolposkopi dan biopsi. Dilakukan
penangan lebih lanjut dan harus diamati minimal 6 bulan berikutnya.
v Hasil pemeriksaan positif
Terdapat sel - sel ganas pada lapisan epitel serviks melalui pengamatan mikroskopik.
Harus dilakukan biopsi untuk memperkuat diagnosis. Penanganan harus dilakukan di
rumah sakit rujukan dengan seorang ahli onkologi.

2.8 Penatalaksanaan
Terapi karsinoma serviks dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan
secara histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim
yang sanggup melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan (tim kanker / tim
onkologi) (Wiknjosastro, 1997). Penatalaksanaan yang dilakukan pada klien kanker serviks,
tergantung pada stadiumnya. penatalaksanaan medis terbagi menjadi tiga cara yaitu:
histerektomi, radiasi dan kemoterapi.
Di bawah ini adalah klasifikasi penatalaksanaan medis secara umum berdasarkan
stadium kanker serviks :
STADIUM PENATALAKSANAAN
Biopsi kerucut
0 Histerektomi transvaginal
Biopsi kerucut
Ia
Histerektomi transvaginal
Histerektomi radikal dengan limfadenektomi panggul dan evaluasi
Ib,Iia kelenjar limfe paraaorta (bila terdapat metastasis dilakukan radioterapi
pasca pembedahan
IIb, III, IV Histerektomi transvaginal
Radioterapi
IVa, IVb Radiasi paliatif
Kemoterapi
(sumber : Kapita Selekta Kedokteran
Jilid 1)
Manajemen Tumor Insitu
Manajemen yang tepat diperlukan pada karsinoma insitu. Biopsi dengan kolposkopi
oleh onkologis berpengalaman dibutuhkan untuk mengeksklusi kemungkinan invasi
sebelum terapi dilakukan. Pilihan terapi pada pasien dengan tumor insitu beragam
bergantung pada usia, kebutuhan fertilitas, dan kondisi medis lainnya. Hal penting yang
harus diketahui juga adalah penyebaran penyakitnya harus diidentifikasi dengan baik.
Karsinoma insitu digolongkan sebagai high grade skuamous intraepitelial
lesion (HGSIL). Beberapa terapi yang dapat digunakan adalah loop electrosurgical excision
procedure (LEEP), konisasi, krioterapi dengan bimbingan kolposkopi, dan vaporisasi
laser. Pada seleksi kasus yang ketat maka LEEP dapat dilakukan selain konisasi. LEEP
memiliki keunggulan karena dapat bertindak sebagai biopsi luas untuk pemeriksaan lebih
lanjut. Keberhasilan eksisi LEEP mencapai 90% sedangkan konisasi mencapai 70-92%.
Teknik lain yang dapat dilakukan untuk terapi karsinoma insitu adalah krioterapi yang
keberhasilannya mencapai 80-90% bila lesi tidak luas (<2,5 cm), tetapi akan turun sampai
50% apabila lesi luas (> 2,5 cm). Evaporasi laser pada HGSIL memberikan kerbehasilan
sampai 94% untuk lesi tidak luas dan 92% untuk lesi luas. HGSIL yang disertai NIS III
memberikan indikasi yang kuat untuk dilakukan histerektomi. Pada 795 kasus HGSIL yang
dilakukan konisasi didapatkan adanya risiko kegagalan 0,9-1,2% untuk terjadinya
karsinoma invasif.
Manajemen Mikroinvasif
Diagnosis untuk stadium IA1 dan IA2 hanya dapat ditegakkan setelah
biopsicone dengan batas sel-sel normal, trakelektomi, atau histerektomi. Bila
biopsi conepositif menunjukkan CIN III atau kanker invasif sebaiknya dilakukan
biopsi coneulangan karena kemungkinan stadium penyakitnya lebih tinggi yaitu IB.
Kolposkopi dianjurkan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya vaginal intraepithelial
neoplasia (VAIN) sebelum dilakukan terapi definitif.
Stadium serviks IA1 diterapi dengan histerektomi total baik abdominal maupun vaginal.
Apabila ada VAIN maka vagina yang berasosiasi harus ikut diangkat. Pertimbangan
fertilitas pada pasien-pasien dengan stadium ini mengarahkan terapi pada hanya
biopsi cone diikuti dengan Paps smear dengan interval 4 bulan, 10 bulan, dan 12 bulan bila
hasilnya negatif. Stadium serviks IA2 berasosiasi dengan penyebaran pada kelenjar limfe
sampai dengan 10% sehingga terapinya adalahmodified radical hysterectomy diikuti dengan
limfadenektomi. Pada stadium ini bila kepentingan fertilitas masih dipertimbangkan atau
tidak ditemukan bukti invasi ke kelenjar limfe maka dapat dilakukan biopsi cone yang luas
disertai limfadenektomi laparoskopi atau radikal trakelektomi dengan limfadenektomi
laparoskopi. Observasi selanjutnya dilakukan dengan Paps smear dengan interval 4 bulan,
10 bulan dan 12 bulan.
Manajemen Karsinoma Invasif Stadium Awal
Pasien-pasien dengan tumor yang tampak harus dilakukan biopsi untuk konfirmasi
diagnosis. Apabila ditemukan gejala-gejala yang berhubungan dengan metastasis maka
sebaiknya dilakukan pemeriksaan seperti sistoskopi dan sigmoidoskopi. Pemeriksaan foto
toraks dan evaluasi fungsi ginjal sangat dianjurkan. Stadium awal karsinoma serviks invasif
adalah stadium IB sampai IIA (< 4cm). Stadium ini memiliki prognosis yang baik apabila
diterapi dengan operasi atau radioterapi. Angka kesembuhan dapat mencapai 85% sampai
90% pada pasien dengan massa yang kecil. Ukuran tumor merupakan faktor prognostik
yang penting untuk kesembuhan atau angka harapan hidup 5 tahunnya.
Penelitian kontrol acak selama 5 tahun mendapatkan bahwa radioterapi atau operasi
menunjukkan angka harapan hidup 5 tahunan yang sama dan tingkat kekambuhan yang
sama-sama kecil untuk terapi karsinoma serviks stadium dini. Morbiditas terutama
meningkat apabila operasi dan radiasi dilakukan bersama-sama. Namun, pemilihan pasien
dengan penegakkan stadium yang baik dibutuhkan untuk menentukan terapi operatif. Jenis
operasi yang dianjurkan untuk stadium IB dan IIA (dengan massa < 4cm) adalah modified
radical hysterectomy atau radical abdominal hysterectomy disertai limfadenektomi selektif.
Setelah dilakukan pemeriksaan patologi anatomi pada jaringan hasil operasi dan bila
didapatkan penyebaran pada kelenjar limfe paraaorta atau sekitar pelvis maka dilakukan
radiasi pelvis dan paraaorta. Radiasi langsung dilakukan apabila besar massa mencapai
lebih dari 4 cm tanpa harus menunggu hasil patologi anatomi kelenjar limfe.
Penelitian kontrol acak menunjukkan bahwa pemberian terapi sisplatin yang bersamaan
dengan radioterapi setelah operasi yang memiliki invasi pada kelenjar limfe, parametrium,
atau batas-batas operatif menunjukkan keuntungan secara klinis. Penelitian dengan
berbagai dosis dan jadwal pemberian sisplatin yang diberikan bersamaan dengan
radioterapi menunjukkan penurunan risiko kematian karena kanker serviks sebanyak 30-
50%. Risiko juga meningkat apabila didapat ukuran massa yang lebih dari 4 cm walaupun
tanpa invasi pada kelenjar-kelenjar limfe,infiltrasi pada kapiler pembuluh darah, invasi di
lebih dari 1/3 stroma serviks. Radioterapi pelvis adjuvan akan meningkatkan kekambuhan
lokal dan menurunkan angka progresifitas dibandingkan tanpa radioterapi.
Manajemen Karsinoma Invasif Stadium Lanjut
Ukuran tumor primer penting sebagai faktor prognostik dan harus dievaluasi dengan
cermat untuk memilih terapi optimal. Angka harapan hidup dan kontrol terhadap rekurensi
lokal lebih baik apabila didapatkan infiltrasi satu parametrium dibandingkan kedua
parametrium. Pengobatan terpilih adalah radioterapi lengkap, dilanjutkan penyinaran
intrakaviter. Terapi variasi yang diberikan biasanya beruapa pemberian kemoterapi seperti
sisplatin, paclitaxel, 5-fluorourasil, docetaxel, dan gemcitabine. Pengobatan bersifat paliatif
bila stadium mencapai staidum IVB dalam bentuk radiasi paliatif.
Manajemen Nyeri Kanker
Berdasarkan kekuatan obat anti nyeri kanker, dikenal 3 tingkatan obat, yaitu :
1. Nyeri ringan (VAS 1-4) : obat yang dianjurkan antara lain Asetaminofen, OAINS (Obat
Anti-Inflamasi Non-Steroid)
2. Nyeri sedang (VAS 5-6) : obat kelompok pertama ditambah kelompok opioid ringan seperti
kodein dan tramadol
3. Nyeri berat (VAS 7-10) : obat yang dianjurkan adalah kelompok opioid kuat seperti morfin
dan fentanil (sumber : Sjaifoellah Noer. 1996)
Operasi
Operasi bertujuan untuk mengambil atau merusak kanker. Bisa menggunakan bedah
mikrografik atau laser. Tujuan utamanya untuk mengangkat keseluruhan tumor / kanker.
Pembedahan mikrografik dilaksanakan dengan bedah kimia dimana prosedur
pembedahannya mengharuskan pengangkatan tumor lapis demi lapis.
Kanker serviks dapat diobati dengan pembedahan.
Konisasi (cone biopsy): pembuatan sayatan berbentuk kerucut pada serviks dan kanal
serviks untuk diteliti oleh ahli patologi. Digunakan untuk diagnosa ataupun pengobatan pra-
kanker serviks
Cryosurgery: yaitu pengobatan dengan cara membekukan dan menghancurkan jaringan
abnormal (biasanya untuk stadium pra-kanker serviks)
Bedah laser: untuk memotong jaringan atau permukaan lesi pada kanker serviks
Loop electrosurgical excision procedure (LEEP): menggunakan arus listrik yang
dilewati pada kawat tipis untuk memotong jaringan abnormal kanker serviks
Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan untuk
mengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya (subtotal).
Biasanya dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA (klasifikasi FIGO).
Umur pasien sebaiknya sebelum menopause, atau bila keadaan umum baik,
dapat juga pada pasien yang berumur kurang dari 65 tahun. Pasien juga
harus bebas dari penyakit umum (resiko tinggi) seperti: penyakit jantung,
ginjal dan hepar. Ada 2 histerektomi :
Total Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks
Radikal Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks, indung telur, tuba falopi
maupun kelenjar getah bening di dekatnya.
Stadium pra kanker ataupun kanker serviks yang kurang invasif (stadium IA) biasanya
diobati dengan histerektomi. Bila pasien masih ingin memiliki anak, metode LEEP atau
cone biopsy dapat menjadi pilihan.
Untuk stadium kanker serviks awal IB dan IIA:
Ukuran tumor lebih kecil dari 4cm: radikal histerektomi ataupun radioterapi dengan/tanpa
kemoterapi.
Ukuran tumor lebih besar dari 4cm: radioterapi dan kemoterapi berbasis cisplatin,
histerektomi, ataupun kemo berbasis cisplatin yang dilanjutkan dengan histerektomi
Biasanya, histerektomi dilakukan dengan suatu insisi (memotong melalui dinding
abdomen) abdominal histerektomi atau lewat vagina (vaginalis histerektomi). Perawatan di
Rumah Sakit biasanya lebih lama abdominal histerektomi daripada vaginal histerektomi (4-
6 hari rata-rata) dan biaya juga lebih banyak. Prosedur ini lebih memakan waktu (sekitar 2
jam, kecuali uterus tersebut berukuran lebih besar pada vaginal histerektomi ) justru lebih
lama. Perlu diingat aturan utama sebelum dilakukan tipe histerektomi, wanita harus melalui
beberapa test untuk memilih prosedur optimal yang akan digunakan : Pemeriksaan panggul
lengkap (Antropometri) termasuk mengevaluasi uterus di ovarium, Pap smear terbaru, USG
panggul, tergantung pada temuan diatas.
Beberapa hari setelah menjalani histerektomi, penderita bisa mengalami nyeri di perut
bagian bawah. Untuk mengatasinya bisa diberikan obat pereda nyeri. Penderita juga
mungkin akan mengalami kesulitan dalam berkemih dan buang air besar. Untuk membantu
pembuangan air kemih bisa dipasang kateter. Beberapa saat setelah pembedahan, aktivitas
penderita harus dibatasi agar penyembuhan berjalan lancar. Aktivitas normal (termasuk
hubungan seksual) biasanya bisa kembali dilakukan dalam waktu 4-8 minggu. Setelah
menjalani histerektomi, penderita tidak akan mengalami menstruasi lagi. Histerektomi
biasanya tidak mempengaruhi gairah seksual dan kemampuan untuk melakukan hubungan
seksual. Tetapi banyak penderita yang mengalami gangguan emosional setelah
histerektomi. Pandangan penderita terhadap seksualitasnya bisa berubah dan penderita
merasakan kehilangan karena dia tidak dapat hamil lagi.
Kemoterapi
Memberikan obat antikanker untuk membunuh sel-sel kanker. Bisa berupa obat yang
diminum, dimasukkan bersama cairan intravena, atau injeksi. Contoh obat yang diberikan
dalam kemoterapi, misalnya sitostatika.
Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat melalui infus, tablet,
atau intramuskuler. (Prayetni, 1997). Obat kemoterapi digunakan utamanya untuk
membunuh sel kanker dan menghambat perkembangannya. Tujuan pengobatan kemoterapi
tegantung pada jenis kanker dan fasenya saat didiagnosis. Beberapa kanker mempunyai
penyembuhan yang dapat diperkirakan atau dapat sembuh dengan pengobatan kemoterapi.
Dalam hal lain, pengobatan mungkin hanya diberikan untuk mencegah kanker yang
kambuh, ini disebut pengobatan adjuvant. Dalam beberapa kasus, kemoterapi diberikan
untuk mengontrol penyakit dalam periode waktu yang lama walaupun tidak mungkin
sembuh. Jika kanker menyebar luas dan dalam fase akhir, kemoterapi digunakan sebagai
paliatif untuk memberikan kualitas hidup yang lebih baik. Kemoterapi kombinasi telah
digunakan untuk penyakit metastase karena terapi dengan agen-agen dosis tunggal belum
memberikan keuntungan yang memuaskan. (Gale & Charette, 2000). Contoh obat yang
digunakan pada kasus kanker serviks antara lain CAP (Cyclophopamide Adremycin
Platamin), PVB (Platamin Veble Bleomycin) dan lain - lain (Prayetni, 1997). Cara
pemberian kemoterapi:
1. Ditelan
2. Disuntikkan
3. Diinfus
Obat kemoterapi yang paling sering digunakan sebagai terapi awal / bersama terapi radiasi
pada stage IIA, IIB, IIIA, IIIB, and IVA adalah : Cisplatin., Fluorouracil (5-FU). Sedangkan
Obat kemoterapi yang paling sering digunakan untuk kanker serviks stage IVB / recurrent
adalah : Mitomycin. Paclitaxel, Ifosfamide. Topotecantelah disetujui untuk digunakan
bersama dengan cisplastin untuk kanker serviks stage lanjut, dapat digunakan ketika operasi
/ radiasi tidak dapat dilakukan atau tidak menampakkan hasil; kanker serviks yang timbul
kembali / menyebar ke organ lain.
Kemoterapi dapat digunakan sebagai :
1. Terapi utama pada kanker stadium lanjut
2. Terapi adjuvant/tambahan setelah pembedahan untuk meningkatkan hasil pembedahan
dengan menghancurkan sel kanker yang mungkin tertinggal dan mengurangi resiko
kekambuhan kanker.
3. Terapi neoadjuvan sebelum pembedahan untuk mengurangi ukuran tumor
4. Untuk mengurangi gejala terkait kanker yang menyebabkan ketidaknyamanan dan
memperbaiki kehidupan pasien (stadium lanjut / kanker yang kambuh)
5. Memperpanjang masa hidup pasien (stadium lanjut / kanker yang kambuh)
Efek samping dari kemoterapi adalah :
Lemas
Timbulnya mendadak atau perlahan dan tidak langsung menghilang saat beristirahat,
kadang berlangsung terus sampai akhir pengobatan.
Mual dan muntah
Mual dan muntah berlangsung singkat atau lama. Dapat diberikan obat anti mual sebelum,
selama, dan sesudah pengobatan.
Gangguan pencernaan
Beberapa obat kemoterapi dapat menyebabkan diare, bahkan ada yang diare sampai
dehidrasi berat dan harus dirawat. Kadang sampai terjadi sembelit.
Bila terjadi diare : kurangi makan-makanan yang mengandung serat, buah dan sayur. Harus
minum air yang hilang untuk mengatasi kehilangan cairan.
Bila susah BAB : makan-makanan yang berserat, dan jika memungkinkan olahraga.
Sariawan
Rambut rontok
Kerontokan rambut bersifat sementara, biasanya terjadi dua atau tiga minggu setelah
kemoterapi dimulai. Dapat juga menyebabkan rambut patah didekat kulit kepala. Dapat
terjadi seminggu setelah kemoterapi.
Otot dan saraf
Beberapa obat kemoterapi menyebabkan kesemutan dan mati rasa pada jari tangan dan
kaki. Serta kelemahan pada otot kaki.
Efek pada darah
Beberapa jenis obat kemoterapi ada yang berpengaruh pada kerja sumsum tulang yang
merupakan pabrik pembuat sel darah merah, sehingga jumlah sel darah merah menurun.
Yang paling sering adalah penurunan sel darah putih (leukosit). Penurunan sel darah terjadi
setiap kemoterapi, dan test darah biasanya dilakukan sebelum kemoterapi berikutnya untuk
memastikan jumlah sel darah telah kembali normal. Penurunan jumlah sel darah dapat
menyebabkan :
Mudah terkena infeksi
Hal ini disebabkan oleh penurunan leukosit, karena leukosit adalah sel darah yang
memberikan perlindungan infeksi. Ada juga beberapa obat kemoterapi yang menyebabkan
peningkatkan leukosit.
Perdarahan
Keping darah (trombosit) berperan pada proses pembekuan darah, apabila jumlah
trombosit rendah dapat menyebabkan pendarahan, ruam, dan bercak merah pada kulit.
Anemia
Anemia adalah penurunan sel darah merah yang ditandai dengan penurunan Hb
(Hemoglobin). Karena Hb letaknya didalam sel darah merah. Penurunan sel darah merah
dapat menyebabkan lemah, mudah lelah, tampak pucat.
Kulit menjadi kering dan berubah warna
Lebih sensitive terhadap sinar matahari.
Kuku tumbuh lebih lambat dan terdapat garis putih melintang.
Elektrokoagulasi
Membakar sel-sel kanker dengan aliran listrik yang telah diatur voltasenya
Radiasi
Terapi ini menggunakan sinar ionisasi (sinar X) untuk merusak sel-sel kanker.
Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta mematikan parametrial
dan nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks stadium II B, III, IV diobati dengan radiasi.
Metoda radioterapi disesuaikan dengan tujuannya yaitu tujuan pengobatan kuratif atau
paliatif. Pengobatan kuratif ialah mematikan sel kanker serta sel yang telah menjalar ke
sekitarnya dan atau bermetastasis ke kelenjar getah bening panggul, dengan
tetap mempertahankan sebanyak mungkin kebutuhan jaringan sehat di sekitar seperti
rektum, vesika urinaria, usus halus, ureter. Radioterapi dengan dosis kuratif hanya akan
diberikan pada stadium I sampai III B. Bila sel kanker sudah keluar rongga panggul, maka
radioterapi hanya bersifat paliatif yang diberikan secara selektif pada stadium IV A. Selama
menjalani radioterap, penderita mudah mengalami kelelahan yang luar biasa, terutama
seminggu sesudahnya.Istirahat yang cukup merupakan hal yang penting, tetapi dokter
biasanya menganjurkan agar penderita sebisa mungkin tetap aktif. Pada radiasi eksternal,
sering terjadi kerontokan rambut di daerah yang disinari dan kulit menjadi merah, kering
serta gatal-gatal. Mungkin kulit akan menjadi lebih gelap. Daerah yang disinari sebaiknya
mendapatkan udara yang cukup, tetapi harus terlindung dari sinar matahari dan penderita
sebaiknya tidak menggunakan pakaian yang bisa mengiritasi daerah yang disinari.
Biasanya, selama menjalani radioterapi penderita tidak boleh melakukan hubungan seksual.
Kadang setelah radiasi internal, vagina menjadi lebh sempit dan kurang lentur, sehingga
bisa menyebabkan nyeri ketika melakukan hubungan seksual. Untuk mengatasi hal ini,
penderita diajari untuk menggunakan dilator dan pelumas dengan bahan dasar air.
Pada radioterapi juga bisa timbul diare dan sering berkemih.
2.9 Komplikasi
Pendarahan
Kematian janin
Infertil
Obstruksi ureter
Hidronefrosis
Gagal ginjal
Pembentukan fistula
Anemia
Infeksi sistemik
Trombositopenia
2.10 Pencegahan
Kanker stadium dini (karsinoma in situ) sangat susah dideteksi karena belum
menimbulkan gejala yang khas dan spesifik. Kematian pada kasus kanker serviks terjadi
karena sebagian besar penderita yang berobat sudah berada dalam stadium lanjut. Atas
dasar itulah, di beberapa negara pemeriksaan sitologi vagina merupakan pemeriksaan rutin
yang dilakukan kepada para ibu hamil, yang dilanjutkan dengan pemeriksaan biopsi bila
ditemukan hasil yang mencurigakan.
Dengan ditemukannya kanker ini pada stadium dini, kemungkinan janin dapat
dipertahankan dan penyakit ini dapat disembuhkan bisa mencapai hampir 100%. Malahan
sebenarnya kanker serviks ini sangat bisa dicegah. Menurut ahli obgyn dari New York
University Medical Centre , dr. Steven R. Goldstein, kuncinya adalah deteksi dini.
Kini, cara terbaik yang bisa dilakukan untuk mencegah kanker ini adalah bentuk
skrining yang dinamakan Pap Smear, dan skrining ini sangat efektif. Pap smear adalah
suatu pemeriksaan sitologi yang diperkenalkan oleh Dr. GN Papanicolaou pada tahun 1943
untuk mengetahui adanya keganasan (kanker) dengan mikroskop. Pemeriksaan ini mudah
dikerjakan, cepat dan tidak sakit. Masalahnya, banyak wanita yang tidak mau menjalani
pemeriksaan ini, dan kanker serviks ini biasanya justru timbul pada wanita-wanita yang
tidak pernah memeriksakan diri atau tidak mau melakukan pemeriksaan ini. 50% kasus
baru kanker serviks terjadi pada wanita yang sebelumnya tidak pernah melakukan
pemeriksaan pap smear. Padahal jika para wanita mau melakukan pemeriksaan ini, maka
penyakit ini suatu hari bisa saja diatasi.
Ada beberapa protokol skrining yang bisa ditetapkan bersama - sama sebagai salah satu
upaya deteksi dini terhadap perkembangan kanker serviks, beberapa di antaranya :
1. Skrining awal
Skrining dilakukan sejak seorang wanita telah melakukan hubungan seksual (vaginal
intercourse) selama kurang lebih tiga tahun dan umurnya tidak kurang dari 21 tahun saat
pemeriksaan. Hal ini didasarkan pada karsinoma serviks berasal lebih banyak dari lesi
prekursornya yang berhubungan dengan infeksi HPV onkogenik dari hubungan seksual
yang akan berkembang lesinya setelah 3-5 tahun setelah paparan pertama dan biasanya
sangat jarang pada wanita di bawah usia 19 tahun.
2. Pemeriksaan DNA HPV
Penelitian dalam skala besar mendapatkan bahwa Paps smear negatif disertai DNA
HPV yang negatif mengindikasikan tidak akan ada CIN 3 sebanyak hampir 100%.
Kombinasi pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita dengan umur diatas 30 tahun karena
prevalensi infeksi HPV menurun sejalan dengan waktu. Infeksi HPV pada usia 29 tahun
atau lebih dengan ASCUS hanya 31,2% sementara infeksi ini meningkat sampai 65% pada
usia 28 tahun atau lebih muda. Walaupun infeksi ini sangat sering pada wanita muda yang
aktif secara seksual tetapi nantinya akan mereda seiring dengan waktu. Sehingga, deteksi
DNA HPV yang positif yang ditenukan kemudian lebih dianggap sebagai HPV yang
persisten. Apabila ini dialami pada wanita dengan usia yang lebih tua maka akan terjadi
peningkatan risiko kanker serviks.
3. Skrining dengan Thinrep / liquid-base method
Disarankan untuk wanita di bawah 30 tahun yang berisiko dan dianjurkan untuk
melakukan pemeriksaan setiap 1 - 3 tahun.
4. Skrining dihentikan bila usia mencapai 70 tahun atau telah dilakukan 3 kali pemeriksaan
berturut-turut dengan hasil negatif.

2.11 Prognosa
Karsinoma serviks yang tidak diobati atau tidak memberikan respon terhadap
pengobatan, 95 % mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul gejala. Pasien yang
menjalani histerektomi dan memiliki risiko tinggi terjadinya rekurensi harus terus diawasi
karena lewat deteksi dini, perkembangan kanker seviks dapat diobati dengan radioterapi.
Ada beberapa faktor yang menentukan prognosis dalam angka kejadian kanker serviks,
antara lain :
Usia penderita
Keadaan umum
Tingkat klinis keganasan
Ciri - ciri histologik sel kanker
Kemampuan tim kesehatan untuk menangani
Sarana pengobatan yang tersedia
(sumber : Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1)
Stadium
0
I
II
III
IV
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CA.CERVIK
3.1 PENGKAJIAN
a. Identitas pasien

b. Riwayat keluarga

c. Status kesehatan

Status kesehatan saat ini

Status kesehatan masa lalu

Riwayat penyakit keluarga

d. Pola fungsi kesehatan Gordon

1. Pemeliharaan dan persepsi kesehatan.

Kanker serviks dapat diakibatkan oleh higiene yang kurang baik pada daerah kewanitaan.
Kebiasaan menggunakan bahan pembersih vagina yang mengandung zat zat kimia juga
dapat mempengaruhi terjadinya kanker serviks.

2. Pola istirahat dan tidur.

Pola istirahat dan tidur pasien dapat terganggu akibat dari nyeri akibat progresivitas dari
kanker serviks ataupun karena gangguan pada saat kehamilan.gangguan pola tidur juga
dapat terjadi akibat dari depresi yang dialami oleh ibu.

3. Pola eliminasi

Dapat terjadi inkontinensia urine akibat dari uterus yang menekan kandung kemih. Dapat
pula terjadi disuria serta hematuria. Selain itu biisa juga terjadi inkontinensia alvi akibat
dari peningkatan tekanan otot abdominal
4. Pola nutrisi dan metabolik

Asupan nutrisi pada Ibu dengan kanker serviks harus banyak. Kaji jenis makanan yang
biasa dimakan oleh Ibu serta pantau berat badan Ibu . Kanker serviks pada Ibu yang sedang
hamil juga dapat mengganggu dari perkembangan janin.

5. Pola kognitif perseptual

Pada Ibu dengan kanker serviks biasanya terjadi gangguan pada pada panca indra meliputi
penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, pengecap. Bila sudah metastase ke organ
tubuh

6. Pola persepsi dan konsep diri

Pasien kadang merasa malu terhadap orang sekitar karena mempunyai penyakit kanker
serviks, akibat dari persepsi yang salah dari masyarakat. Dimana salah satu etiologi dari
kanker serviks adalah akibat dari sering berganti ganti pasangan seksual.

7. Pola aktivitas dan latihan.

Kaji apakah penyakit mempengaruhi pola aktivitas dan latihan. Dengan skor kemampuan
perawatan diri (0= mandiri, 1= alat bantu, 2= dibantu orang lain, 3= dibantu orang lain dan
alat, 4= tergantung total).

8. Pola seksualitas dan reproduksi

Kaji apakah terdapat perubahan pola seksulitas dan reproduksi pasien selama pasien
menderita penyakit ini. Pada pola seksualitas pasien akan terganggu akibat dari rasa nyeri
yang selalu dirasakan pada saat melakukan hubungan seksual (dispareuni) serta adanya
perdarahan setelah berhubungan. Serta keluar cairan encer (keputihan) yang berbau busuk
dari vagina.

9. Pola manajemen koping stress

Kaji bagaimana pasien mengatasi masalah-masalahnya. Bagaimana manajemen koping


pasien. Apakah pasien dapat menerima kondisinya setelah sakit.
10. Pola peran - hubungan

Bagaimana pola peran hubungan pasien dengan keluarga atau lingkungan sekitarnya.
Apakah penyakit ini dapat mempengaruhi pola peran dan hubungannya.

11. Pola keyakinan dan nilai

Kaji apakah penyakit pasien mempengaruhi pola keyakinan dan nilai yang diyakini.

3.2 Analisis data

1. Data subyektif :

Pasien mengatakan merasa sakit ketika senggama dan terjadi perdarahan setelah senggama
yang kemudian berlanjut menjadi perdarahan yang abnormal
Pasien mengatakan merasa lemah pada ekstremitas bawah
Pasien mengatakan merasa nyeri pada panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah

Pasien mengatakan merasa nyeri ketika buang air kecil dan urine bercampur darah

Pasien mengatakan nafsu makan berkurang

Pasien mengatakan merasa tidak bertenaga dan lemas

Pasien mengatakan kurang mengetahui mengenai kanker serviks

Pasien mengatakan merasa cemas tentang kondisinya serta kondisinya.

Pasien mengatakan merasa kurang perhatian dari keluarganya

2. Data obyektif

TTV tidak dalam batas normal

Dimana batas normal TTV meliputi :

Nadi : 60-100 x / menit

Nafas : 16 - 24 x / menit
Tekanan Darah : 110-140 / 60-90 mmHg

Suhu : 36,5 0C 37,5 0C

Membran mukosa kering

Turgor kulit buruk akibat perdarahan

Pengisian kapiler lambat ( tidak kembali dalam < 2-3 detik setelah ditekan )

Ekspresi wajah pasien pucat

Pasien tampak lemas

Warna kulit kebiruan

Kulit pecah pecah, rambut rontok, kuku rapuh

Ekspresi wajah pasien meringis

Pasien tampak gelisah

Pasien mengalami kejang

Tampak tanda - tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesia)

Terjadi hematuria

Terjadi inkontinensia urine

Terjadi inkontinensia alvi

Berat badan pasien tidak stabil

Mual ataupun muntah

Keluar cairan encer yang berbau busuk dari vagina.

3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN


Diagnosa keperawatan yang muncul :
1. Kekurangan volume cairan b/d kehilangan volume cairan tubuh secara aktif akibat
pendarahan
2. Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan suplai O2 ke jaringan
3. Nyeri kronis b/d nekrosis jaringan pada serviks akibat penyakit kanker serviks
4. Hipertermi b/d penyakit kanker serviks dan peningkatan aktivitas metabolik
5. Risiko infeksi b/d penyakit kronis (metastase sel kanker)
6. Kerusakan eliminasi urine b/d infiltrasi kanker pada traktus urinarius
7. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan aktivitas
metabolik terhadap kanker
8. Disfungsi seksual b/d perubahan fungsi tubuh akibat proses penyakit kanker serviks
9. Intoleransi aktivitas b/d produksi energi tubuh menurun
10. Inkontinensia alvi b/d peningkatan tekanan otot abdominal akibat nekrosis jaringan,
kerusakan neuromuscular
11. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuscular akibat infiltrasi kanker pada
serabut saraf lumbosakral
12. PK Gagal Ginjal
13. Gangguan pola tidur b/d depresi akibat penyakit kanker serviks
14. Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi mengenai proses penyakit kanker serviks,
terapi, dan prognosisnya
15. Ansietas b/d krisis situasional
16. Berduka antisipasi b/d penyakit kronis yang diderita (kanker serviks) dan ancaman
kematian
17. Koping keluarga melemah b/d sakit yang berkepanjangan pada anggota keluarga terdekat
18. Defisit perawatan diri b/d kelemahan
19. Risiko cedera pada ibu b/d penurunan jumlah trombosit
20. PK Anemia
21. Mual b/d kemoterapi
22. Kerusakan integritas kulit b/d perubahan status nutrisi dan kemoterapi
23. Gangguan citra tubuh b/d proses penyakit dan kemoterapi
24.HDR b/d bau busuk pada keputihan
3.4 RENCANA TINDAKAN
Dx 1 : Kekurangan volume cairan b/d kehilangan volume cairan tubuh secara aktif
akibat pendarahan
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 5 jam diharapkan keseimbangan volume cairan
adekuat

Kriteria Hasil :
1.TTV pasien dalam batas normal, meliputi :
Nadi normal ( 60 - 100 x / menit)
Pernapasan normal ( 16 - 24 x / menit)
Tekanan darah normal ( 100 - 140 mmHg / 60 - 90 mmHg)
Suhu normal ( 36,5oC - 37,5oC)
2.Membran mukosa lembab
3.Turgor kulit baik (elastis)
4.Pengisian kapiler cepat ( kembali dalam 2-3 detik setelah
ditekan)
5.Ekpresi wajah pasien tidak pucat lagi
NO INTERVENSI RASIONAL
1 Awasi masukan dan haluaran. Ukur volume Memberikan pedoman untuk penggantian
darah yang keluar melalui perdarahan cairan yang perlu diberikan sehingga dapat
mempertahankan volume sirkulasi yang
adekuat untuk transport oksigen.
2 Catat kehilangan darah ibu Kehilangan darah ibu secara berlebihan
menurunkan perfusi
3 Hindari trauma dan pemberian tekanan Mengurangi potensial terjadinya
berlebihan pada daerah yang mengalami peningkatan pendarahan
pendarahan
4 Pantau status sirkulasi dan volume darah kemungkinan menyebabkan hipovolemia
atau hipoksia
5 Pantau TTV. Evaluasi nadi perifer, dan Menunjukkan keadekuatan volume
pengisian kapiler sirkulasi
6 Catat respon fisiologis individual pasien Simtomatologi dapat berguna untuk
terhadap pendarahan, misalnya kelemahan, mengukur berat / lamanya episode
gelisah, ansietas, pucat, berkeringat / pendarahan. Memburuknya gejala dapat
penurunan kesadaran menunjukkan berlanjutnya pendarahan /
tidak adekuatnya penggantian cairan
7 Kaji turgor kulit, kelembaban membran Merupakan indikator dari status hidrasi /
mukosa, dan perhatikan keluhan haus pada derajat kekurangan cairan
pasien
8 Kolaborasi : Penggantian cairan tergantung pada
Berikan cairan IV sesuai indikasi derajat hipovolemia dan lamanya
pendarahan (akut / kronis). Cairan IV juga
digunakan untuk mengencerkan obat
antineoplastik pada penderita kanker.
9 Kolaborasi : Transfusi darah diperlukan untuk
Berikan transfusi darah (Hb, Hct) dan memperbaiki jumlah darah dalm tubuh ibu
trombosit sesuai indikasi dan mencegah manifestasi anemia yang
sering terjadi pada penderita kanker.
Transfusi trombosit penting untuk
memaksimalkan mekanisme pembekuan
darah sehingga pendarahan lanjutan dapat
diminimalisir.
10 Kolaborasi : Perlu dilakukan untuk menentukan
Awasi pemeriksaan laboratorium, kebutuhan resusitasi cairan dan
misalnya : Hb, Hct, sel darah merah mengawasi keefektifan terapi
v Dx 2 :Risiko infeksi b/d proses penyakit kronis (metastase sel kanker)
Tujuan :Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien tidak mengalami infeksi
Kriteria Hasil :1.Tidak tampak tanda - tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio
laesia)
2.TTV pasien dalam batas normal, meliputi :
n Nadi normal ( 60 - 100 x / menit)
n Pernapasan normal ( 16 - 24 x / menit)
n Tekanan darah normal ( 100 - 140 mmHg / 60 - 90 mmHg)
n Suhu normal ( 36,5oC - 37,5oC)
3. Nilai WBC (sel darah putih) dari pemeriksaan laboratorium berada dalam batas normal (4 -
9 103/L)

NO INTERVENSI
1 Kaji tanda / gejala infeksi secara kontinyu pada semua sistem tubuh (misalnya : pernafasan, pencer
genitourinaria)
2 Pantau perubahan suhu pasien

3 Kaji janin untuk melihat adanya tanda infeksi seperti takikardi dan penurunan keaktifan gerakan janin

4 Pertahankan teknik perawatan aseptik. Hindari / batasi prosedur invasif


5 Utamakan personal hygiene

6 Kolaborasi :
Awasi hasil laboratorium untuk melihat adanya diferensial atau peningkatan WBC
7 Kolaborasi :
Dapatkan kultur sesuai indikasi
8 Kolaborasi :
Berikan antibiotik sesuai indikasi

v Dx 3 :Perubahan Pola eliminasi urine b/d infiltrasi kanker pada traktus urinarius
Tujuan: :Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam, pola eliminasi urine pasien
kembali normal (adekuat)
Kriteria Hasil :1. Tidak terjadi hematuria
2.Tidak terjadi inkontinensia urine
3.Tidak terjadi disuria
4.Jumlah output urine dalam batas normal ( 0,5 - 1 cc / kgBB / jam)

NO INTERVENSI
1 Catat keluaran urine, selidiki penurunan / penghentian aliran urine tiba-tiba

2 Kaji pola berkemih (frekuensi dan jumlahnya). Bandingkan haluaran urine dan masukan cairan
jenis urine
3 Observasi dan catat warna urine. Perhatikan ada / tidaknya hematuria

4 Observasi adanya bau yang tidak enak pada urine (bau abnormal)
5 Dorong peningkatan cairan dan pertahankan pemasukan akurat
6 Awasi tanda vital. Kaji nadi perifer, turgor kulit, pengisian kapiler, dan membran mukosa
7 Kolaborasi :
Siapkan untuk tes diagnostik, prosedur penunjang sesuai indikasi

8 Kolaborasi :
Pantau nilai BUN dan kreatinin
3.5 Implementasi

Implementasi yang dilakukan sesuai dengan intervensi yang direncanakan.

3.6 Evaluasi

1. Keseimbangan volume cairan

2. Tidak ada tanda tanda infeksi

3. Pola eliminasi uri ( bak ) normal

4. Nyeri berkurang / hilang / teratasi

5. Nafsu makan meningkat

6. Pengetahuan tentang penyakit kanker meningkat

7. Perhatian keluarga meningkat

8. Turgor kulit normal

9. Cairan yang keluar pervagina tidak berbau busuk

10. Berat badan stabil

11. Pola eliminasi alvi normal sehari sekali dengan konsistensi lembek

12. Mual dan muntah berkurang / hilang

13. Ekspresi wajah klien tenang

14. Pengisian kapiler cepat

15. Kulit lembab, rambut tidak rontok atau sudah tumbuh

DAFTAR PUSTAKA
Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan, Edisi Kedua. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan, Edisi Kedua. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Hamilton, Persis. 1995. Dasar - Dasar Keperawatan Maternitas, Edisi 6. Jakarta :


EGC

Brunner and Suddarth. 1996. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3.
Jakarta : EGC

Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta : Prima


Medika

Doengoes, Marylynn, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta :


EGC

Price, Sylvia. 2002. Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit, Edisi 6,
Volume 2. Jakarta : EGC

Guyton and Hall. 2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta : EGC

Corwin, Elizabeth. 1996. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

Mansjoer, Arif dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1. Jakarta : Media
Ausculapius

Robbins. 1999. Dasar Patologi Penyakit Edisi 5. Jakarta : EGC

Sjaifoellah Noer. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. Jakarta : FKUI

Anda mungkin juga menyukai