Wage Komarawidjaja
Peneliti di Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Abstract
1. PENDAHULUAN
1.1 Kondisi Lingkungan DAS
Citarum Hulu.
Komarawidjaja. W. 2005: Status Makro.J. Tek. Ling. P3TL BPPT. 6. (3). 446 451 446
Sebaliknya, aktifitas industri keragaman benthos yang tercatat tersebut
menimbulkan beban pencemaran BOD yang sangat tergantung kepada perubahan
yang meningkat, dimana pada tahun 2000 kualitas air sungai dimana hewan makro
beban pencemaran BOD sebesar 81.363 invertebrate tersebut dijumpai.
ton/hari dan pada tahun 2010 diperkirakan Semakin baik kualitas perairan, akan
mencapai 109.114 ton/hari. 1) semakin tampak keaneka ragaman hewan
Sedangkan aktifitas pertanian telah tersebut, sebaliknya penurunan kualitas
menimbulkan akumulasi nitrogen dan posfor perairan akan tampak jelas dominansi suatu
di perairan (eutrof), yang memacu jenis hewan invertebrate yang ditemukan.
pertumbuhan gulma dan memicu penurunan Kecenderungan tersebut muncul
kualitas perairan yang dibutuhkan oleh sebagaimana dikemukakan oleh Tebbutt
organisma perairan untuk hidup. Hasil (1992) dalam Tjokrokusumo (2000) bahwa
perhitungan nitrogen dan posfor yang masuk ketersediaan sumber-daya air yang aman
perairan DAS Citarum Hulu masing masing baik kualitas maupun kuantitasnya dan
berkisar antara 6.460-187.852 ton N per dapat diandalkan sumberdayanya yaitu
tahun dan 3.060-21.992 ton P per tahun. 2) terjaga dan terjamin kualitas dan
Tekanan aktifitas pertanian tidak hanya kualitasnya, merupakan persyaratan utama
menimbulkan pencemaran oleh pencucian untuk memantapkan keberadaan suatu
pupuk tetapi juga dengan meningkatnya komunitas biota yang stabil, bila tidak maka
pembukaan lahan baru dan bertambahnya akan terjadi migrasi atau punahnya suatu
lahan yang terbengkalai menimbulkan erosi komunitas. 6)
(22ton/ha/tahun) yang akhirnya masuk ke Dengan demikian, secara ekologis,
perairan DAS Citarum. 4) keaneka ragaman invertebrate di DAS
Citarum Hulu (Gambar 1) akan dipengaruhi
1.2 Makro Invertebrata Perairan. oleh kualitas perairan (kesuburan). Bahkan
kesuburan perairan yang berlebih (Eutrofik)
Makro invertebrate perairan diartikan dapat dikatakan sebagai faktor kunci bagi
sebagai hewan air tanpa tulang belakang fungsi ekologis, karena pada akhirnya akan
yang hidup di perairan. Hewan ini terdiri berpengaruh buruk terhadap kehidupan di
dari berbagai jenis yang hidupnya, baik ekosistem tersebut. Oleh karena itu,
seluruh daur hidup berada didalam air memperhatikan dinamika perubahan
maupun sebagian daur hidupnya didalam ekosistem dan komunitas di DAS Citarum
air. Makro invertebrate menurut Davis dan Hulu, maka upaya mengkaji
Christidis (1997) digolongkan kedalam 8 keanekaragaman invertebrata dan kaitannya
kelompok meliputi platyhelminthes, dengan perubahan kualitas perairan sangat
nematoda, annelida, mollusca, arachnida, relevan untuk dilakukan.
crustacean, dan insecta.5)
Hewan invertebrate ini, sebagaimana
2. METODOLOGI
disebutkan dalam Tjokrokusumo (2000)
dapat digolongkan menurut klasifikasi lain Secara umum kegiatan ini dilakukan di
sebagai zooplankton, nekton dan benthos. S Citarum Hulu, memanjang dari Gunung
Hewan makro invertebrate yang termasuk Wayang sampai ke Waduk Saguling.
zooplankton adalah crustacean kecil seperti Pengambilan sample biota perairan
cladocera dan copepoda merupakan dilakukan pada dua musim (musim hujan
perenang pasif, sebaliknya kutu dan dan musim kering). Oleh karena itu,
kumbang air sebagai perenang aktif kegiatan yang dilakukan pada kajian ini
dikelompokan sebagai nekton. Sedangkan adalah mencakup beberapa hal sebagai
benthos adalah hewan invertebrate yang berikut :
hidup di dasar perairan, seperti siput, kerang
2.1. Inventarisasi Data Sekunder
dan cacing. 6)
Di Sungai Citarum, menurut Zahidah Studi pustaka tentang makro invertebrata
dkk. (2000), bahwa hewan benthos sebagai Kompilasi data sekunder dari Laporan
salah satu jenis hewan makro Monitoring Kualitas Air anak sungai di
invertertebrata yang dijumpai selama Citarum Hulu
periode penelitian termasuk genus
Gastropoda, genus Chironomideae, genus
Tubificidae dan Oligochaeta.7) Tentunya
447 Komarawidjaja. W. 2005: Status Makro..J. Tek. Ling. P3TL-BPPT. 6. (3): 446-451
2.2. Inventarisasi Data Primer pada musim hujan dan musim kemarau,
Pengambilan contoh makro invertebrata kecuali di stasion 1 (hulu sungai), dimana
Sungai Citarum Hulu pada beberapa titik. pada musim kemarau indeks
keanekaragamannya lebih tinggi
Identifikasi biota perairan benthos, dibandingkan pada musim hujan (Gambar-
pemeriksaan dilakukan di Laboratorium 3).
SEAMEO BIOTROP, Bogor.
Kemudian dilakukan analisis indeks
kelimpahan, keragaman dan dominansi 1500
jenis
1200
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Kelimpahan Makroinvertebrate DAS 900
Citarum Hulu
Ind/m2
Kelimpahan makro-invertebrata di 600
Komarawidjaja. W. 2005. Status Makro..J. Tek. Ling. P3TL-BPPT. 6. (3): 446-451 448
2.5
Nilai indeks dominansi makro-
invertebrata cenderung menurun dari bagian
2.0
hulu DAS Citarum dan selanjutnya
1.5 meningkat sampai di bagian tengan DAS
Citarum bagian hulu pada pengamatan
Nilai
1.0
musim hujan (Gambar-5). Selanjutnya nilai
0.5 indeks dominansi menurun dari bagian
0.0
tengah/ pemukiman sampai di ekosistem
Waduk Saguling. Jenis-jenis yang
mendominansi yaitu dari kelompok moluska
ST
ST
ST
ST
ST
ST 3
ST 4
ST 6
ST 7
ST 8
-1
-3
-7
-8
-1
-1
-1
-1
-1
-1
(43% di stasion 1), olygochaeta masing-
9
Stasiun Pengamatan masing di stasion 14 dan 16(100% di stasion
Juli 2003 maret 2004
14 dan 86% di stasion 16).
ST
ST
ST
ST
ST 3
ST
ST 6
ST
ST 8
pada musim hujan menunjukkan bahwa
-1
-3
-7
-8
-1
-1
-1
-1
-1
-1
4
9
kondisi perairan pada saat pengamatan Stasiun Pengamatan
mempunyai keragaman yang sedang Juli 2003 Matet 2003
(moderat) sampai baik yang dapat
menunjukkan tingkat stabilitas ekosistem
yang baik. Sebaliknya kisaran nilai indeks
keseragaman pada musim kemarau, di Gambar-5. Indeks dominansi makro
bagian hulu berkisar antara moderat sampai invertebrata musim kemarau dan
baik, sedangkan dibagian tengah DAS musim hujan.
Citarum bagian hulu ditunjukkan dengan
nilai indeks keseragaman dari moderate Pola yang sama nilai indeks
sampai buruk (Gambar-4). Keadaan dominansi terlihat pada pengamatan musim
stabilitas ekosistem di bagian tengah ini kemarau. Nilai indeks dominansi di daerah
cenderung tidak stabil. Peningkatan tengah DAS Citarum bagian hulu cenderung
stabilitas ekosistem terlihat di daerah tinggi dengan jenis-jenis yang mendominasi
kawasan Waduk Saguling yang ditunjukkan berasal dari kelompok olygochaeta (75% di
dengan terjadinya peningkatan indeks stasion 14) dan jenis-jenis moluska di
keseragam dengan kisaran moderate. stasion 16 dan i8, masing-masing 100% dan
88%.
1.2
0.6
0.4
Mempelajari suksesi ekologi di daerah
0.2
pengamatan sangat penting untuk melihat
0.0 stabilitas ekosistemnya dengan
menggunakan diagram Frontier.Pada
ST
ST
ST
ST
ST
ST 3
ST 4
ST 6
ST 7
ST 8
449 Komarawidjaja. W. 2005: Status Makro..J. Tek. Ling. P3TL-BPPT. 6. (3): 446-451
sudah matang dan stabil, sedangkan stadia 1
3 menggambarkan ekosistem dalam
keadaan climax dan tidak terjadi lagi
kompetisi dan ekosistemnya sangat stabil
(Gambar-6, 7 dan 8). 0.1
Frekuensi
Hasil pengamatan stabilitas ekosistem
di bagian hulu (stasion 1, 3 , 7 dan 8) baik
pada musim kemarau dan musim hujan
berkisar pada stadia 2 dan 1. Stasion 1 dan 0.01
3 pada musim kemarau termasuk pada
stadia 1, sedangkan pada musim hujan di
stasion 1 meningkat ke arah stadia 2,
sedangkan di stasion 3 tetap berada pada 0.001
stadia 1. Keadaan stabilitas ekosistem di 1 10 100
Peringkat
stasion 7 baik pada musim kemarau dan
Juli 2003 Maret 2004
hujan ditunjukkan pada stadia 2, sedangkan
stadia 2 di stasion 8 hanya ditemukan pada
saat musim kemarau. Gambar-7. Stasiun-4, Katapang, Ekosistem
Di daerah tengah/pemukiman di tidak Stabil di semua musim
stasion 13 pada musim kemarau stabilitas (stadia-1)
ekosistemnya ditunjukkan pada stadia 2,
tetapi pada musim hujan cenderung terjadi Di kawasan inlet Waduk Saguling
proses re-juvenation, yaitu berubah dari (stasion 16 daerah Nanjung) keadaan
stadia 2 (stabil) ke stadia 1 (tidak stabil), ekosistem waduk pada musim hujan pada
sedangkan di stasion 14 baik pada musim stadia 1, sedangkan di inlet Waduk Saguling
hujan dan kemarau stabilitas ekosistemnya (stasion 17) terjadi perbaikan ekosistem dari
berada pada stadia 1. stadia 1 pada saat musim kemarau ke arah
stadia 2 pada musim hujan.
Stabilitas\ekosistem di daerah dam Waduk
Saguling (stasion 19) merupakan ekosistem
1 yang lebih stabil (stadia 2) baik pada musim
kemarau maupun musin hujan, namun di
daerah tengah waduk (stasion 18) pada
musim hujan terjadi re-juvenation
0.1 dibandingkan pada musim kemarau.
Frekuensi
1
0.01
0.1
Frekuensi
0.001
1 10 100
Peringkat 0.01
Juli 2003 Maret 2004
0.001
Gambar-6.Stasiun-, Wangisagara, 1 10 100
Ekosistem lebih stabil di semua Peringkat
Komarawidjaja. W. 2005. Status Makro..J. Tek. Ling. P3TL-BPPT. 6. (3): 446-451 450
Telah perbedaan kelimpahan dan DAFTAR PUSTAKA
keragaman temuan makro invertebrata pada
musim kemarau dan musim hujan
1. Bukit, N T dan I A Yusuf. 2002.
sebagaimana diuraikan diatas, sangat
Beban pencemaran limbah industri
bermanfaat dalam kaitannya dengan upaya
dan status kualitas air sungai Citarum.
melakukan kegiatan monitoring lingkungan
J.Teknologi Lingungan : 3(2): 98-106
DAS Citarum, khususnya di perairan DAS
Citarum Hulu. Dengan memperhatikan 2. Salim H. 2002. Beban pencemaran
perubahan status pada beberapa stasiun limbah domestik dan pertanian di DAS
pengambilan contoh makro invertebrata, Citarum. J.Teknologi Lingungan :
maka pemilihan alternatif makro invertebrata 3(2): 107-111
sebagai bio-indikator dalam monitoring
lingkungan diharapkan dapat memenuhi 3. Kurniasih, N. 2002. Pengelolaan
harapan upaya pelestarian lingkungan yang DAS Citarum berkelanjutan.
J.Teknologi Lingungan : 3(2): 82-91.
berkelanjutan.
4. Ilyas M A. 2000. Sedimentasi dan
4. KESIMPULAN dampaknya pada DAS Citarum Hulu.
J.Teknologi Lingungan : 3(2): 159-
Dari beberapa hasil pengamatan pada
bebrapa stasiun menunjukkan bahwa: 164.
451 Komarawidjaja. W. 2005: Status Makro..J. Tek. Ling. P3TL-BPPT. 6. (3): 446-451