Anda di halaman 1dari 4

16.

ZAT zat yang terkandung dalam fases

Tinja berasal dari sisa metabolisme tubuh manusia yang harus dikeluarkan agar tidak

meracuni tubuh. Keluaran berupa feses bersama urin biasanya dibuang ke dalam tangki septik.

Lumpur tinja/night soil yang telah memenuhi tangki septik dapat dibawa ke Instalasi Pengolahan

Lumpur Tinja. Komposisi dan volume lumpur tangki septik tergantung dari faktor diet, iklim dan

kesehatan manusia (Richard dkk, 1989). Komposisi tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2.

Tabel 1 Komposisi Tinja Manusia

No Parameter Berat

Berat basah/orang /hari 100-400 gram

Berat kering/orang/hari 30-60 gram

Sumber: Richard dkk, 1980

Tabel 2 Komposisi dalam persen berat kering

No Parameter Persentase

Bahan organik 88%-97%

Karbon 44%-55%

Nitrogen 5%-7%

Phospor 3%-5,4%

Sumber: Richard dkk, 1980aa

14. Proses Pembentukan Feses

Setiap harinya, sekitar 750 cc chyme masuk ke kolon dari ileum. Di

kolon, chyme tersebut mengalami proses absorbsi air, natrium, dan klorida.

Absorbsi ini dibantu dengan adanya gerakan peristaltik usus. Dari 750 cc

chyme tersebut, sekitar 150-200 cc mengalami proses reabsorbsi. Chyme yang

tidak direabsorbsi menjadi bentuk semisolid yang disebut feses (Asmadi,

2008).

Selain itu, dalam saluran cerna banyak terdapat bakteri. Bakteri


tersebut mengadakan fermentasi zat makanan yang tidak dicerna. Proses

fermentasi akan menghasilkan gas yang dikeluarkan melalui anus setiap

harinya, yang kita kenal dengan istilah flatus. Misalnya, karbohidrat saat

difermentasi akan menjadi hidrogen, karbondioksida, dan gas metan. Apabila

terjadi gangguan pencernaan karbohidrat, maka akan ada banyak gas yang

terbentuk saat fermentasi. Akibatnya, seseorang akan merasa kembung.

Protein, setelah mengalami proses fermentasi oleh bakteri, akan menghasilkan

asam amino, indole, statole, dan hydrogen sulfide. Oleh karenannya, apabila

Universitas Sumatera Utara

terjadi gangguan pencernaan protein, maka flatus dan fesesnya menjadi sangat

bau (Asmadi, 2008).

15. Proses Defekasi

Telah diketahui bahwa Kanalis analis adalah bagian akhir dari traktus

gastrointestinal, dimana terdapat sfinkter ani eksternus dan internus yang berperan

dalam proses defekasi. Proses defekasi diawali dengan adanya mass movement dari

usus besar desenden yang mendorong tinja ke dalam rektum. Mass movement timbul

+/- 15 menit setelah makan dan hanya terjadi beberapa kali dalam sehari.Adanya tinja

dalam rektum menyebabkan peregangan rektum dan pendorongan tinja kea rah sfinkter

ani (Khubchandani, 2009).

Defekasi adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa

metabolisme berupa feses dan flatus yang berasal dari saluran pencernaan

melalui anus. Terdapat dua pusat yang menguasai refleks untuk defekasi, yaitu

terletak di medula dan sumsum tulang belakang. Apabila terjadi rangsangan

parasimpatis, sfingter anus bagian dalam akan mengendur dan usus besar

menguncup. Refleks defekasi dirangsang untuk buang air besar kemudian


sfingter anus bagian luar diawasi olehsistem saraf parasimpatis, setiap waktu

menguncup atau mengendur. Selama defekasi, berbagai otot lain membantu

proses tersebut, seperti otot-otot dinding perut, diafragma, dan otot-otot dasar

pelvis (Hidayat, 2006).

Defekasi bergantung pada gerakan kolon dan dilatasi sfingter ani.

Kedua faktor tersebut dikontrol oleh sistem saraf parasimpatis. Gerakan kolon

meliputi tiga gerakan yaitu gerakan mencampur, gerakan peristaltik, dan

gerakan massa kolon. Gerakan massa kolon ini dengan cepat mendorong feses

makanan yang tidak dicerna (feses) dari kolon ke rektum (Asmadi,2008).

Secara umum, terdapat dua macam refleks dalam membantu proses

defekasi, refleks tersebut adalah sebagai berikut (Tarwoto & Wartonah, 2004)

a. Refleks defekasi intrinsik

Refleks ini berawal dari feses yang masuk ke rektum sehingga

terjadi distensi rektum, yang kemudian menyebabkan rangsangan pada

fleksus mesentrikus dan terjadilah gerakan peristaltik. Setelah feses sampai

ke anus, secara sistematis sfingter interna relaksasi, maka terjadilah

defekasi.

Universitas Sumatera Utara

b. Refleks defekasi parasimpatis

Feses yang masuk ke rektum akanmerangsang saraf rektum yang

kemudian diteruskan ke jaras spinal (spinal cord). Dari jaras spinal

kemudian dkembalikan ke kolon desenden, sigmoid, dan rektum yang

menyebabkan intensifnya peristaltik, relaksasi sfingter internal, maka

terjadilah defekasi.
Dorongan feses juga dipengaruhi oleh kontraksi otot abdomen, tekanan

diafragma, dan kontraksi otot elevator. Defekasi dipermudah oleh fleksi otot

femur dan posisi jongkok. Gas yang dihasilkan dalam proses pencernaan

normalnya 7-10 liter/24 jam. Jenis gas yang terbanyak adalah CO2, metana,

H2S, O2, dan Nitrogen (Tarwoto & Wartonah, 2004).

13.

Anda mungkin juga menyukai