Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

Paru-paru merupakan unsur elastis yang akan mengempis seperti balon dan
mengeluarkan semua udaranya melalui trakea bila tidak ada kekuatan untuk
mempertahankan pengembangannya. Paru-paru sebenarnya mengapung dalam
rongga toraks, dikelilingi oleh suatu lapisan tipis cairan pleura yang menjadi
pelumas bagi gerakan paru-paru di dalam rongga. Jadi pada keadaan normal
rongga pleura berisi sedikit cairan dengan tekanan negatif yang ringan.
Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga
pleura. Dengan adanya udara dalam rongga pleura tersebut, maka akan
menimbulkan penekanan terhadap paru-paru sehingga paru-paru tidak dapat
mengembang dengan maksimal sebagaimana biasanya ketika bernapas.
Pneumotoraks dapat terjadi baik secara spontan maupun traumatik. Pneumotoraks
spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan sekunder. Sedangkan pneumotoraks
traumatik dapat bersifat iatrogenik dan non iatrogenik.
Insidensi pneumotoraks sulit diketahui karena episodenya banyak yang
tidak diketahui. Namun dari sejumlah penelitian yang pernah dilakukan
menunjukkan bahwa pneumotoraks lebih sering terjadi pada penderita dewasa
yang berumur sekitar 40 tahun. Laki-laki lebih sering daripada wanita, dengan
perbandingan 5 : 1. Pada pria, resiko pneumothorax spontan akan meningkat pada
perokok berat dibanding nonperokok. Pneumothorax spontan sering terjadi pada
usia muda, dengan insidensi puncak pada dekade ketiga kehidupan (20-40 tahun).
Sementara itu, pneumothorax traumatik dapat disebabkan oleh trauma langsung
maupun tidak langsung pada dinding dada, dan diklasifikasikan menjadi
iatrogenik maupun non-iatrogenik. Pneumothorax iatrogenik merupakan tipe
pneumothorax yang sangat sering terjadi. Sesuai perkembangan di bidang
pulmonologi telah banyak dikerjakan pendekatan baru berupa tindakan
torakostomi disertai video (VATS = video assisted thoracoscopy surgery), ternyata
memberikan banyak keuntungan pada pasien-pasien yang mengalami
pneumotoraks relaps dan dapat mengurangi lama rawat inap di rumah sakit.

BAB II
LAPORAN KASUS

1
Identitas Pasien
Nama : Sri Haryati
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : 1 Maret 1969
Alamat : Kasuran RT 2 RW 1 Sumber Arum, Tempuran,Magelang
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : tamatan SLTA
Masuk tanggal: 10 desember 2012 pukul 12.15WIB
A. Subjektif

Keluhan Utama:
- Sesak nafas
Riwayat Penyakit Sekarang :
- Sesak nafas sejak kurang lebih 2 minggu yang lalu, sesak terus menerus,
bertambah sesak ketika bekerja, naik turun tangga, dan ketika berbaring ke
kanan. Sesak berkurang ketika pasien istirahat dan duduk. Sesak muncul
terutama siang sampai malam. Ketika pagi bangun tidur sering timbul sesak.
Pasien hanya menggunakan 1 bantal untuk tidur.
Keluhan Tambahan :
- Ketika sesak, sering batuk-batuk berdahak, tapi dahak tidak bisa keluar. Sesak
juga disertai dengan nyeri dada kanan yang terasa tajam seperti ditusuk-tusuk,
menyebar hingga punggung kanan.
- Batuk darah (-)
- Nyeri perut epigastrium, terasa perih pada minggu pertama sesak, berangsung
selama 3 hari.
- Pusing (-), mual (-), muntah (-), demam (-)
- Nafsu makan <<, lemas
- Mudah capek
- Keringat dingin (-)
- BAK lancar, tidak nyeri saat BAK, warna urin putih
- BAB normal, diare (-)
- Alergi debu, asap, makanan (-)
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Gastritis (+)
- Penyakit paru : bronkitis ringan sejak 2 tahun yang lalu pernah berobat,
tapi tidak pernah kontrol

2
- Hipertensi (-)
- Diabetes (-)
- Asma (-)
- Penyakit jantung (-)
Riwayat Penyakit Keluarga :
- Ibu : Hipertensi dan penyakit jantung
Riwayat pengobatan :
- Pernah difoto rontgen di jogja, tapi hasil fotonya tidak jelas.
Riwayat sosial :
- Pekerjaan : Baby sitter
- Tidak merokok
- Olahraga : tidak pernah
B. Objektif
Pemeriksaan Fisik :
- Keadaan Umum : sakit sedang, tampak lemah
- Kesadaran : GCS 15,Compos Mentis
- Vital Sign
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 64 x/menit
Pernapasan : 16x/menit
Suhu : 36,50C
- Kepala leher :
Konjungtiva anemis : -/-, Sklera ikterik : -/-
Nafas cuping hidung
Pucat (+), sianosis (-)
Pembesaran KGB : (-)
- Thorax
Jantung :
I : iktus kordis tidak terlihat
P : iktus kordis tidak teraba
P : batas jantung normal
A : bunyi jantung I dan II regular, murmur (-)
Paru :
I/P: asimetris. Thoraks dextra tertinggal, fremitus taktil thoraks
dextra lateral (-)
P : sonor pada paru kiri dan hipersonor pada paru dextra lateral
A : paru dextra lateral tidak terdengar suara nafasnya, ronkhi kasar
pada paru dextra, wheezing -/-
- Abdomen :
I : datar
A : Bising usus (+)
P : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
P : timpani

3
- Ekstremitas :
Edema (-), akral hangat (+), capillary refill < 2detik.
Daftar Masalah
Dari anamnesis
1. Sesak nafas
2. Batuk berdahak
3. Nyeri dada kanan menjalar ke punggung
4. nyeri perut epigastrium
5. nafsu makan <<
6. lemas
7. mudah capek
8. RPD : bronkitis ringan
9. RPD : gastritis
10. RPK : Ibu memiliki riwayat penyakit jantung dan hipertensi
Dari pemeriksaan fisik :
11. Pucat
12. Px.paru: Thoraks asimetris (dextra tertinggal), fremitus taktil thoraks
dextra lateral (-), hipersonor paru dextra lateral, ronkhi kasar paru kanan, paru
dextra lateral tidak terdengar suara nafasnya.
Hipotesis
Pneumothoraks dextra (1, 2, 3, 5, 6, 7, 8, 11, 12)
Bronkitis akut (1, 2, 3, 5, 6, 8)
Gastritis (4, 5, 6, 9)
Planning Diagnostik
Foto rontgen thoraks
Darah lengkap
Endoskopi
C. Assesment :
Diagnosa Utama : Pneumothorax Dextra
D. Planning
Planning Terapi :

- Terapi suportif : Infus D 5%20 tpm


- Terapi kausatif : Inj. sultamicillin 2x1gr (iv)
- Terapi simtomatis : Mefenamic acid 3x1 tab
- Persiapan pemasangan WSD (Water Seal Drainage)

Planning Monitoring :
- Kesadaran
- Tanda vital
- Efek samping obat

4
Hasil Follow Up
Tanggal 11 Desember 2012
A. Subjektif
Sesak berkurang, batuk (+) jika timbul sesak, ada dahak tapi tidak bisa keluar.
Jika berbaring miring ke kanan suka timbul sesak. Mual (-), muntah (-), pusing
(-), demam (-), nyeri dada berkurang, nyeri perut (-).
B. Objektif
- Keadaan umum : sakit sedang, lemah
- Kesadaran : GCS 15, compos mentis
- Vital sign :
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 64x/menit
Suhu 36,50C
Pernapasan : 18x/menit
- Kepala & Leher
Konjungtiva Anemis : -/-, Sklera ikterik : -/-
Nafas cuping hidung (-)
Pucat (-), sianosis (-)
Pembesaran KGB : (-)
- Thorax
Jantung :
I : iktus kordis tidak terlihat
P : iktus kordis tidak teraba
P : batas jantung normal
A : bunyi jantung I dan II regular
Paru :
I/P: asimetris. Thoraks dextra tertinggal, fremitus taktil thoraks dextra
lateral (-)
P : sonor pada paru kiri dan hipersonor pada paru dextra lateral
A : paru dextra lateral tidak terdengar suara nafasnya, ronkhi kasar
pada paru dextra, wheezing -/-

- Abdomen :
Inspeksi : normal
Auskultasi : Bising usus (+)
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
- Ekstremitas :
Edema (-), akral hangat (+), capillary refill <2 detik.

5
Pemeriksaan Laboratorium (10 Desember 2012, pukul 21.02 WIB) :

Jenis Pemeriksaan Hasil Referensi


WBC 9,6 103/mm3 3,5 -10,0
RBC 4,24 106/mm3 3,80-5,80
HB 13,1 g/dl 11-16,5
HCT 37,1 % 35,0-50,0
PLT 355 103/mm3 150-390
PCT 0.232 % 0.100-0.500
MCV 87um3 80-97
MCH 30,8 pg 26,5-33,5
MCHC 35,2 g/dl 31,5-35,0
RDW 13,6 % 10,0-15,0
MPV 6,5 um3 6,5-11,5
PDW 13,0 % 10,0-18,0

Diff Count
Jenis Hasil Referensi Jenis Hasil Referensi
% Lym 40,0 % 17,0-48,0 # Lym 3,8 103/mm3 1,2-3,2
% Mon 4,3 % 4,0-10,0 # Mid 0,4 103/mm3 0,3-0,8
% Gra 55,7 43,0-76,0 # Gra 5,4 103/mm3 1,2-6,8

Jenis Pemeriksaan Hasil Referensi


Glukosa 118 mg/dl 70-115
Urea 38 mg/dl 0-50
Creatinin 0,9 mg/dl 0-1,3
SGOT 19 U/l 3-35
SGPT 12 U/l 8-41
Rontgen Thorax (10 Desember 2012):

Ro thorax PA :
Kesan :
- Pneumothorax dextra
- Besar cor normal

6
- Sistema tulang intak
Pemeriksaan endoskopi tidak dilakukan karena tidak ada alat.
C. Assessment

Diagnosa Utama : Pneumothorax Dextra


D. Planning
Planning diagnostik :
- Foto rontgen thorax setelah pemasangan WSD (12 Desember 2012)
Planning Terapi :

- Terapi suportif : Infus D 5%16 tpm


- Terapi kausatif : Inj. sultamicillin 2x1 gram
- Terapi simtomatis : Mefenamic acid 3x1 tab
- Pemasangan WSD (Water Seal Drainage)

Planning Monitoring :

- Monitoring WSD
- Kesadaran
- Tanda vital
- Efek samping obat
Tanggal 12 Desember 2012
A. Subjektif
Sesak (-), batuk berkurang, dan tidak ada dahaknya. Nyeri punggung kanan
bawah dan di bawah tempat pemasangan WSD. Mual (-), muntah (-),
makan/minum (+), pusing (-), demam (-), nyeri dada (-), nyeri perut (-).
B. Objektif
- Keadaan umum : sakit sedang
- Kesadaran : GCS 15, compos mentis
- Vital sign :
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 68x/menit
Suhu 36,20C
Pernapasan : 22 x/menit
- Kepala & Leher
Konjungtiva Anemis : -/-, Sklera ikterik : -/-
Nafas cuping hidung (-)
Pucat (-), sianosis (-)

7
Pembesaran KGB : (-)
- Thorax
Jantung :
I : iktus kordis tidak terlihat
P : iktus kordis tidak teraba
P : batas jantung normal
A : bunyi jantung I dan II regular
Paru :
I/P: asimetris. Thoraks dextra tertinggal, fremitus taktil thoraks dextra
lateral (-)
P : sonor pada paru kiri dan hipersonor pada paru dextra lateral
A : paru dextra lateral tidak terdengar suara nafasnya, ronkhi kasar
pada paru dextra, wheezing -/-
- Abdomen :
Inspeksi : normal
Auskultasi : Bising usus (+)
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
- Ekstremitas :
Edema (-), akral hangat (+), capillary refill <2 detik
C. Assessment

Diagnosa Utama : Pneumothorax Dextra


D. Planning
Planning diagnostik :

- WSD dilepas dahulu, foto rontgen thorax setelah pemasangan WSD

Planning Terapi :

- Terapi suportif : Infus D5% 16 tpm


- Terapi kausatif : Inj. sultamicillin 2x1 gram (iv)
- Terapi simtomatis : Mefenamic acid 3x1 tab
- Persiapan pemasangan WSD konsul dokter spesialis bedah

Planning Monitoring :

- Monitoring WSD
- Kesadaran
- Tanda vital
- Efek samping obat

8
Rontgen Thorax setelah WSD (12 Desember 2012):

Ro thorax PA :
Kesan :
- Pneumothorax dextra
- Besar cor normal
- Sistema tulang intak
Tanggal 13 Desember 2012
A. Subjektif
Sesak (+) hilang timbul. Tadi malam sesak hingga harus menggunakan
kanul oksigen semalaman. Batuk (+), gatal tenggorokan (+), ada dahak (+) warna
putih dan sedikit. Makan/minum (+), mual (-), muntah (-), BAB dan BAK normal,
pusing (-), demam (-), nyeri dada (-), nyeri punggung (-), nyeri perut (-).
B. Objektif
- Keadaan umum : sakit sedang
- Kesadaran : GCS 15, compos mentis
- Vital sign :
Tekanan Darah : 110/60 mmHg
Nadi : 76x/menit
Suhu 36,30C
Pernapasan : 24 x/menit
- Kepala & Leher
Konjungtiva Anemis : -/-, Sklera ikterik : -/-
Nafas cuping hidung (-)
Pucat (-), sianosis (-)
Pembesaran KGB : (-)
- Thorax
Jantung :
I : iktus kordis tidak terlihat
P : iktus kordis tidak teraba
P : batas jantung normal
A : bunyi jantung I dan II regular

9
Paru :
I/P: asimetris. Thoraks dextra tertinggal, fremitus taktil thoraks dextra
lateral (-), krepitasi di pulmo dextra lateral
P : sonor pada paru kiri dan hipersonor pada paru dextra lateral
A : paru dextra lateral tidak terdengar suara nafasnya, ronkhi kasar
pada paru dextra, wheezing -/-, krepitasi di pulmo dextra lateral.
- Abdomen :
Inspeksi : normal
Auskultasi : Bising usus (+)
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
- Ekstremitas :
Edema (-), akral hangat (+), capillary refill <2 detik
C. Assessment

Diagnosa Utama : Pneumothorax dextra


Komplikasi pemasangan WSD : emfisema subkutis pulmo dextra
D. Planning
Planning diagnostik :

- Foto rontgen thorax (kontrol) setelah dipasang WSD lagi (14 Desember
2012).

Planning Terapi :

- Terapi suportif : Infus D5 % 16 tpm


- Terapi kausatif : Inj. sultamicillin 2x1 gram (iv)
- Terapi simtomatis : Mefenamic acid 3x1 tab
- Pemasangan WSD oleh dokter spesialis bedah

Planning Monitoring :

- Monitoring WSD
- Kesadaran
- Tanda vital
- Efek samping obat
Tanggal 14 Desember 2012
A. Subjektif
Batuk (+), dahak (+) tapi tidak bisa keluar. Sesak (-), nyeri di bekas tempat
pemasangan WSD, pusing (-), demam (-), mual (-), muntah (-). Makan/minum
(+), nyeri dada (-), nyeri perut (-)

10
B. Objektif
- Keadaan umum : sakit sedang
- Kesadaran : GCS 15, compos mentis
- Vital sign :
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 72x/menit
Suhu 36,30C
Pernapasan : 20 x/menit
- Kepala & Leher
Konjungtiva Anemis : -/-, Sklera ikterik : -/-
Nafas cuping hidung (-)
Pucat (-), sianosis (-)
Pembesaran KGB : (-)
- Thorax
Jantung :
I : iktus kordis tidak terlihat
P : iktus kordis tidak teraba
P : batas jantung normal
A : bunyi jantung I dan II regular

Paru :
I/P: simetris. fremitus taktil thoraks dextra lateral (+), krepitasi di
pulmo dextra lateral
P : sonor / sonor
A : paru dextra lateral mulai terdengar suara nafasnya, ronkhi kasar
pada paru dextra, wheezing -/-, krepitasi di pulmo dextra lateral.
- Abdomen :
Inspeksi : normal
Auskultasi : Bising usus (+)
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
- Ekstremitas :
Edema (-), akral hangat (+), capillary refill <2 detik
C. Assessment
Diagnosa Utama : Pneumothorax dextra

Komplikasi pemasangan WSD : emfisema subkutis pulmo dextra


D. Planning
Planning Diagnostik :

- Foto rontgen setelah pemasangan WSD

Planning Terapi :

11
- Terapi suportif : Infus D 5%16 tpm
- Terapi simtomatis : Ketorolac 2x1 amp (iv), Ranitidin 2x1 amp
- Terapi kausatif : Ciprofloxacin 2x0,2 fls (inf)

Planning monitoring :

- Monitoring WSD
- Kesadaran
- Tanda vital
- Efek samping obat

Foto rontgen thorax (14 Desember 2012)

Ro thorax PA :
Kesan :
- Sudah tak tampak gambaran pneumothorax dextra
- Besar cor normal
- Ujung distal WSD di proyeksi costa posterior 6 dextr
- Sistema tulang intak
Tanggal 15 Desember 2012
A. Subjektif
Sesak berkurang, batuk berkurang, masih nyeri di tempat pemasangan WSD,
nyeri dada (-), mual (-), muntah (-), pusing (-), makan/minum +, BAB dan BAK
normal.
B. Objektif
- Keadaan umum : membaik
- Kesadaran : GCS 15, compos mentis
- Vital sign :
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80x/menit
Suhu 36,50C
Respiratory Rate : 20x/menit

12
- Kepala & Leher
Konjungtiva Anemis : -/-, Sklera ikterik : -/-
Nafas cuping hidung (-)
Pucat (-), sianosis (-)
Pembesaran KGB : (-)
- Thorax
Jantung :
I : iktus kordis tidak terlihat
P : iktus kordis tidak teraba
P : batas jantung normal
A : bunyi jantung I dan II regular
Paru :
I/P: simetris, fremitus taktil thoraks dextra lateral (+), krepitasi di
pulmo dextra
P : sonor/sonor
A : pulmo dextra lateral mulai terdengar suara nafasnya.
ronkhi kasar di pulmo dextra, wheezing -/-, krepitas di pulmo
dextra
- Abdomen :
Inspeksi : normal
Auskultasi : Bising usus (+)
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
- Ekstremitas :
Edema (-), akral hangat (+), capillary refill<2 detik
C. Assessment
Diagnosa Utama : Pneumothorax dextra
Komplikasi pemasangan WSD : emfisema subkutis pulmo dextra
D. Planning
Planning Terapi :

- Terapi suportif : Inf. D 5% 16 tpm


- Terapi kausatif : Ciprofloxacin 2x0,2 fls (iv)
- Terapi simtomatis : Ketorolac 2x1 amp (iv), Ranitidin 2x1 amp (iv)
- Bila sudah tidak sesak hari senin (17 Desember 2012), WSD dilepas.

Planning monitoring :

- Monitoring WSD
- Kesadaran
- Tanda vital
- Efek samping obat
Tanggal 16 Desember 2012

13
A. Subjektif
Sesak berkurang, batuk berkurang, masih nyeri di tempat pemasangan WSD,
nyeri dada (-), mual (-), muntah (-), pusing (-), makan/minum +, BAB dan BAK
normal.
B. Objektif
- Keadaan umum : membaik
- Kesadaran : GCS 15, compos mentis
- Vital sign :
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80x/menit
Suhu 36,40C
Respiratory Rate : 21x/menit
- Kepala & Leher
Konjungtiva Anemis : -/-, Sklera ikterik : -/-
Nafas cuping hidung (-)
Pucat (-), sianosis (-)
Pembesaran KGB : (-)
- Thorax
Jantung :
I : iktus kordis tidak terlihat
P : iktus kordis tidak teraba
P : batas jantung normal
A : bunyi jantung I dan II regular
Paru :
I/P: simetris, fremitus taktil thoraks dextra lateral (+), krepitasi di
pulmo dextra
P : sonor/sonor
A : pulmo dextra lateral mulai terdengar suara nafasnya.
ronkhi kasar di pulmo dextra, wheezing -/-, krepitas di pulmo
dextra
- Abdomen :
Inspeksi : normal
Auskultasi : Bising usus (+)
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
- Ekstremitas :
Edema (-), akral hangat (+), capillary refill <2 detik
C. Assessment
Diagnosa Utama : Pneumothorax dextra
Komplikasi pemasangan WSD : emfisema subkutis pulmo dextra
D. Planning
Planning Terapi :

- Terapi suportif : Inf. D 5% 16 tpm

14
- Terapi kausatif : Ciprofloxacin 2x0,2 fls (iv)
- Terapi simtomatis : Ketorolac 2x1 amp (iv), Ranitidin 2x1 amp (iv)
- Bila sudah tidak sesak hari senin (17 Desember 2012), WSD dilepas.

Planning monitoring :

- Monitoring WSD
- Kesadaran
- Tanda vital
- Efek samping obat
Tanggal 17 Desember 2012
A. Subjektif
Sesak hilang timbul, batuk berkurang, timbul ketika sesak. Masih nyeri di
tempat pemasangan WSD, nyeri dada (-), mual (-), muntah (-), pusing (-),
makan/minum +, belum BAB selama 4 hari, BAK normal.

B. Objektif
- Keadaan umum : membaik
- Kesadaran : GCS 15, compos mentis
- Vital sign :
Tekanan Darah : 120/90 mmHg
Nadi : 80x/menit
Suhu 36,00C
Respiratory Rate : 24x/menit
- Kepala & Leher
Konjungtiva Anemis : -/-, Sklera ikterik : -/-
Nafas cuping hidung (-)
Pucat (-), sianosis (-)
Pembesaran KGB : (-)
- Thorax
Jantung :
I : iktus kordis tidak terlihat
P : iktus kordis tidak teraba
P : batas jantung normal
A : bunyi jantung I dan II regular
Paru :
I/P: simetris, fremitus taktil thoraks dextra lateral (+)
P : sonor/sonor
A : vesikuler kanan-kiri, ronkhi kasar di pulmo dextra berkurang,
wheezing -/-

- Abdomen :

Inspeksi : normal

15
Auskultasi : Bising usus (+)
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
- Ekstremitas :
Edema (-), akral hangat (+), capillary refill <2 detik
C. Assessment
Diagnosa Utama : Pneumothorax dextra
D. Planning
Planning Terapi :

- Terapi suportif : Inf. D 5% 16 tpm


- Terapi kausatif : Ciprofloxacin 2x0,2 fls (iv)
- Terapi simtomatis : Ranitidin 2x1 amp (iv)
- Pelepasan WSD

Planning monitoring :

- Monitoring WSD
- Kesadaran
- Tanda vital
- Efek samping obat
Tanggal 18 Desember 2012
A. Subjektif
Sudah tidak ada keluhan. Sesak (-), batuk hilang timbul.
B. Objektif
- Keadaan umum : membaik
- Kesadaran : GCS 15, compos mentis
- Vital sign :
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80x/menit
Suhu 36,00C
Respiratory Rate : 20 x/menit
- Kepala & Leher
Konjungtiva Anemis : -/-, Sklera ikterik : -/-
Nafas cuping hidung (-)
Pucat (-), sianosis (-)
Pembesaran KGB : (-)

- Thorax
Jantung :
I : iktus kordis tidak terlihat
P : iktus kordis tidak teraba

16
P : batas jantung normal
A : bunyi jantung I dan II regular
Paru :
I/P: simetris, fremitus taktil thoraks dextra lateral (+)
P : sonor/sonor
A : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen :

Inspeksi : normal
Auskultasi : Bising usus (+)
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
- Ekstremitas :
Edema (-), akral hangat (+), capillary refill <2 detik
C. Assessment
Diagnosa Utama : Pneumothorax dextra
D. Planning
Planning Terapi :

- Terapi suportif : Inf. D 5% 16 tpm


- Terpi kausatif : Ciprofloxacin 2x0,2 fls (iv)
- Terapi simtomatis : Ranitidin 2x1 amp (iv)

BAB III
PEMBAHASAN

A. Pneumotoraks
1. Definisi
Pneumothoraks adalah keadaan dimana terdapat udara atau gas dalam
rongga pleura, yang menyebabkan kolapsnya paru yang terkena Pada kondisi
normal, rongga pleura tidak terisi udara sehingga paru-paru dapat leluasa
mengembang terhadap rongga dada. Rongga pleura adalah rongga yang terletak
diantara selaput yang melapisi paru-paru dan rongga dada.
2. Gejala

17
Gejalanya sangat bervariasi, tergantung kepada jumlah udara yang masuk ke
dalam rongga pleura dan luasnya paru-paru yang mengalami kolaps (mengempis).

Nyeri dada tajam yang timbul secara tiba-tiba, dan semakin nyeri jika
penderita menarik nafas dalam atau terbatuk, menjalar ke bahu
Sesak nafas, dapat disertai batuk
Dada terasa sempit
Mudah lelah
Denyut jantung yang cepat
Kadang terjadi hemoptisis
Warna kulit menjadi kebiruan akibat kekurangan oksigen
Perlu ditanyakan adanya penyakit paru atau pleura lain yang mendasari
pneumotorak,dan menyingkirkan adanya penyakit jantung.

Gejala-gejala tersebut mungkin timbul pada saat istirahat atau tidur. Gejala
lainnya yang mungkin ditemukan:

Hidung tampak kemerahan


Cemas, stres, tegang
Tekanan darah rendah (hipotensi)

Gejala-gejala yang dikeluhkan pasien, seperti nyeri dada tajam, menyebar


ke punggung kanan, nyeri terutama saat batuk; sesak nafasterutama jika
berbaring ke dada yang sakit; batuk berdahak; dan mudah lelah merupakan
beberapa gejala dari pneumothoraks. Sehingga pada pasien ini
kemungkinan pasien mengalami pneumothoraks. Untuk memastikannya,
diperlukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lainnya.

Pemeriksaan fisik: Sesak nafas dan takikardi yang dapat disertai sianosis pada
pneumotorak ventil atau ada penyakit dasar paru.

Inspeksi : Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiperekspansi


dinding dada), Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya
tertinggal, Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat , deviasi
trakhea, ruang interkostal melebar,

18
Palpasi : Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar,
Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat, Fremitus suara melemah
atau menghilang pada sisi yang sakit
Perkusi : Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak
menggetar, Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila
tekanan intrapleura tinggi, Pada tingkat yang berat terdapat gangguan
respirasi/sianosis,gangguan vaskuler/syok.
Auskultasi : Pada bagian yang sakit, suara napas melemahsampai
menghilang, Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni
negatif.

Dari hasil pemeriksaan fisik thoraks paru pasien ditemukan pada inspeksi
dan palpasi asimetris, dimana dinding dada yang sakit gerakannya
tertinggal, dan fremitus taktil menghilang pada sisi yang sakit (kanan);
dari perkusi didapatkan suara hipersonor pada sisi yang sakit (kanan) dan
sonor pada sisi yang sehat; dan dari hasil auskultasi didapatkan suara
nafas menghilang pada bagian yang sakit, dan terdengar suara ronkhi
pada sisi yang sakit. Hasil pemeriksaan tersebut sesuai dengan tanda-
tanda khas pada pemeriksaan pneumothoraks, sehingga semakin
memperkuat dugaan bahwa pasien ini mengalami pneumothoraks.

Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Rntgen
a. Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yangkolaps akan
tampak garis yang merupakan tepi paru.Kadang-kadang paru yang kolaps tidak
membentuk garis,akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus paru.
b. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massaradioopaque yang
berada di daerah hilus. Keadaan inimenunjukkan kolaps paru yang luas sekali.
Besar kolapsparu tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napasyang
dikeluhkan.
c. Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat,spatium intercostals
melebar, diafragma mendatar dantertekan ke bawah. Apabila ada pendorongan
jantung atautrakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telahterjadi
pneumotoraks ventil dengan tekanan intra pleura yangtinggi.
d. Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan sebagai
berikut :

19
Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung,
mulai dari basis sampai keapeks. Hal ini terjadi apabila pecahnya fistel
mengarah mendekati hilus, sehingga udara yang dihasilkan akanterjebak di
mediastinum.
Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada ronggahitam dibawah kulit.
Hal ini biasanya merupakankelanjutan dari pneumomediastinum. Udara
yangtadinya terjebak di mediastinum lambat laun akanbergerak menuju
daerah yang lebih tinggi, yaitu daerahleher. Di sekitar leher terdapat
banyak jaringan ikat yangmudah ditembus oleh udara, sehingga bila
jumlah udarayang terjebak cukup banyak maka dapat mendesak jaringan
ikat tersebut, bahkan sampai ke daerah dadadepan dan belakang
Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura,maka akan tampak
permukaan cairan sebagai garisdatar di atas diafragma Foto R
pneumotoraks (PA),bagian yang ditunjukkan dengan anak panah
merupakan bagian paru yang kolaps

Dari hasil pemeriksaan thoraks pasien didapatkan paru yang kolaps tampak
garis yang merupakan tepi paru, serta diafragma mendatar tertekan ke
bawah. Hasil pemeriksaan tersebut sesuai dengan gambaran foto rontgen
pada pneumothoraks. Sehingga dapat didiagnosis pasien ini mengalami
pneumothoraks.
2.Analisis gas darah arteri gambaran hipoksemi, meskipun pada kebanyakan
pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien dengan gagal napas yang berat secara
signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%.

3. CT-scan thorax CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema
bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan
ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara pneumotoraks spontan primer dan
sekunder.
Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan analisa gas darah arteri
ataupun CT-scan thoraks
3. Klasifikasi
Klasifikasi Menurut penyebabnya :

20
1.Pneumotoraks spontan, yaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba.
Pneumotoraks tipe ini dapat diklasifikasikan lagi kedalam dua jenis :
a. Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi secara tiba-
tiba tanpa diketahui sebabnya atau tanpa penyakit dasar yang jelas. Lebih
sering pada laki-laki muda sehat dibandingkan wanita. Timbul akibat ruptur
bulla kecil (12 cm) subpleural, terutama di bagian puncak paru.
b. Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi dengan
didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki sebelumnya,
Tersering pada pasien bronkitis dan emfisema yang mengalami ruptur
emfisema subpleura atau bulla. Penyakit dasar lain: Tb paru, asma lanjut,
pneumonia,abses paruatau Ca paru. fibrosis kistik, penyakit paru obstruktik
kronis (PPOK).
2.Pneumotoraks traumatik, yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu
trauma, baik trauma penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan robeknya
pleura, dinding dada maupun paru. Pneumotoraks tipe ini juga dapat
diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :
a. Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi
karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada, barotrauma,
b. Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat
komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis ini pun masih
dibedakan menjadi dua, yaitu :
1) Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental, yaitu suatu
pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan medis karena kesalahan atau
komplikasi dari tindakan tersebut, misalnya pada parasentesis dada,
biopsipleura.
2) Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate) yaitu suatu
pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan cara mengisikan udara ke
dalam rongga pleura. Biasanya tindakan ini dilakukan untuk tujuan
pengobatan, misalnya pada pengobatan tuberkulosis sebelum era
antibiotik, maupun untuk menilai permukaan paru.

Berdasarkan penyebabnya, pasien ini termasuk dalam pneumothoraks spontan,


karena tidak ada riwayat trauma sebelumnya baik trauma iatrogenik ataupun
noniatrogenik. Pneumothoraks spontan pada pasien ini bisa terjadi secara primer
ataupun jenis
Berdasarkan sekunder, karena:pasien juga memiliki riwayat bronkitis yang tidak pernah
fistulanya
terkontrol sebelumnya.

21
1. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)
Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada dinding
dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar. Tekanan di dalam rongga
pleura awalnya mungkin positif, namun lambat laun berubah menjadi negatif
karena diserap oleh jaringan paru disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum
mengalami re-ekspansi, sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan di
dalamnya sudah kembali negatif. Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan
udara di ronggapleura tetap negatif.
2. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax)
yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga pleura dengan
bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar (terdapat luka terbuka pada dada).
Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama dengan tekanan udara luar. Pada
pneumotoraks terbuka tekanan intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini
sesuai dengan perubahan tekanan yang disebabkan oleh gerakan pernapasan. Pada
saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi tekanan menjadi
positif. Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam keadaan normal, tetapi
pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka.
3. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax)
Yaitu pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif dan makin lama
makin bertambah besar karena ada fistel di pleuraviseralis yang bersifat ventil.
Pada waktu inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus serta percabangannya
dan selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel yang terbuka. Waktu ekspirasi
udara di dalam rongga pleura tidak dapat keluar.Akibatnya tekanan di dalam
rongga pleura makin lama makin tinggi dan melebihi tekanan atmosfer. Udara
yang terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering
menimbulkan gagal napas.

Berdasarkan jenis fistulanya, pasien ini termasuk dalam pneumothoraks tertutup


(simple pneumothoraks) karena tidak ada jejas pada dinding dada), sehingga tidak
22
ada hubungan dengan dunia luar
Menurut luasnya paru yang mengalami kolaps :
1. Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekanpada sebagian kecil
paru (< 50% volume paru)
2. Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenaisebagian besar paru
(> 50% volume paru).

Menurut luasnya paru yang mengalami kolaps, pasien ini termasuk dalam
pneumothoraks parsialis, karena dari gambaran rontgen thoraksnya terlihat hanya
menekan sebagian paru (<50%)
4. Patofisiologi

Paru-paru dibungkus oleh pleura parietalis dan pleura visceralis. Di antara


pleura parietalis dan visceralis terdapat cavum pleura. Cavum pleura normal berisi
sedikit cairan serous jaringan. Tekanan intrapleura selalu berupa tekanan negatif.
Tekanan negatif pada intrapleura membantu dalam proses respirasi. Proses
respirasi terdiri dari 2 tahap : fase inspirasi dan fase eksprasi. Padafase inspirasi
tekanan intrapleura : -9 s/d -12 cmH2O; sedangkan pada fase ekspirasi tekanan
intrapleura: -3 s/d -6 cmH2O. Pneumotorak adalah adanya udara pada cavum
pleura. Adanya udara pada cavum pleura menyebabkan tekanan negatif pada
intrapleura tidak terbentuk. Sehingga akan mengganggu pada proses
respirasi.Secara garis besar ke semua jenis pneumotorak mempunyai dasar
patofisiologi yang hampir sama. Pneumotorak spontan terjadi karena lemahnya
dinding alveolus dan pleura visceralis. Apabila dinding alveolus dan pleura
viceralis yang lemah ini pecah, maka akan ada fistel yang menyebabkan udara
masuk ke dalam cavum pleura. Mekanismenya pada saat inspirasi rongga dada
mengembang, disertai pengembangan cavum pleura yang kemudian menyebabkan
paru dipaksa ikut mengembang, seperti balon yang dihisap. Pengembangan paru
menyebabkan tekanan intraalveolar menjadi negatif sehingga udara luar masuk.
Pada pneumotorak spontan, paru-paru kolaps, udara inspirasi ini bocor masuk ke
cavum pleura sehingga tekanan intrapleura tidak negatif. Pada saat inspirasi akan
terjadi hiperekspansi cavum pleura akibatnya menekan mediastinal ke sisi yang
sehat. Pada saat ekspirasi mediastinal kembali lagi ke posisi semula. Proses yang
terjadi ini dikenal dengan mediastinal flutter. Pneumotorak ini terjadi biasanya

23
pada satu sisi, sehingga respirasi paru sisi sebaliknya masih bisa menerima udara
secara maksimal dan bekerja dengan sempurna. Terjadinya hiperekspansi cavum
pleura tanpa disertai gejala pre-shock atau shock dikenal dengan simple
pneumotorak. Berkumpulnya udara pada cavum pleura dengan tidak adanya
hubungan dengan lingkungan luar dikenal dengan closed pneumotorak. Pada saat
ekspirasi, udara juga tidak dipompakan balik secara maksimal karena elastic recoil
dari kerja alveoli tidak bekerja sempurna. Akibatnya bilamana proses ini semakin
berlanjut, hiperekspansi cavum pleura pada saat inspirasi menekan mediastinal ke
sisi yang sehat dan saat ekspirasi udara terjebak pada paru dan cavum pleura
karena luka yang bersifat katup tertutup terjadilah penekanan vena cava, shunting
udara ke paru yang sehat,dan obstruksi jalan napas. Akibatnya dapat timbulah
gejala pre-shock atau shock oleh karena penekanan vena cava. Kejadian ini
dikenal dengan tension pneumotoraks.
Pada open pneumotorak terdapat hubungan antara cavumpleura dengan
lingkungan luar. Open pneumotorak dikarenakan trauma penetrasi. Perlukaan
dapat inkomplit (sebatas pleura parietalis) atau komplit (pleura parietalis dan
visceralis). Bilamana terjadi open pneumotorak inkomplit pada saat inspirasi
udara luar akan masuk kedalam cavum pleura. Akibatnya paru tidak dapat
mengembang karena tekanan intrapleura tidak negatif. Efeknya akan terjadi
hiperekspansi cavum pleura yang menekan mediastinal ke sisi paru yang sehat.
Saat ekspirasi mediastinal bergeser ke mediastinal yang sehat. Terjadilah
mediastinal flutter. Bilamana open pneumotorak komplit maka saat inspirasi dapat
terjadi hiperekspansi cavum pleura mendesak mediastinal ke sisi paru yang sehat
dan saat ekspirasi udara terjebak pada cavum pleura dan paru karena luka yang
bersifat katup tertutup. Selanjutnya terjadilah penekanan vena cava, shunting
udara ke paru yang sehat, dan obstruksi jalan napas. Akibatnya dapat timbulah
gejala pre-shock atau shock oleh karena penekanan venacava. Kejadian ini dikenal
dengan tension pneumotorak.

5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Pneumothoraks (Umum) :

24
Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan udara
dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. Prinsip
penatalaksanaan pneumotoraks adalah sebagai berikut :
Primary Survey Airway Assessment :
perhatikan patensi airway
dengar suara napas
perhatikan adanya retraksi otot pernapasan dan gerakandinding dada
BreathingAssesment :
Periksa frekuensi napas
Perhatikan gerakan respirasi
Palpasi toraks
Auskultasi dan dengarkan bunyi napas
CirculationAssesment
Periksa frekuensi denyut jantung dan denyut nadi
Periksa tekanan darah
Pemeriksaan pulse oxymetri
Periksa vena leher dan warna kulit (adanya sianosis)
Penatalaksanaan Pneumothoraks (Spesifik)
a. Pneumotoraks Simpel
Adalah pneumotoraks yang tidak disertai peningkatan tekanan intratoraks yang
progresif.Ciri:
Paru pada sisi yang terkena akan kolaps (parsial atau total)
Tidak adamediastinal shift
PF: bunyi napas ,hyperresonance(perkusi), pengembangandada
Penatalaksanaan: WSD

Salah satu penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien ini adalah pemasangan
WSD. Hal tersebut
b. Pneumotoraks sesuai dengan teori dimana simple pneumothoraks ditatalaksana
Tension
Adalah pneumotoraks yangdengan pemasangan
disertai WSD tekanan intra toraks yang
peningkatan
semakin lama semakin bertambah (progresif). Pada pneumotoraks tension
ditemukan mekanisme ventil (udara dapat masuk dengan mudah, tetapi tidak
dapat keluar).Ciri:
Terjadi peningkatan intra toraks yang progresif, sehingga terjadi: kolaps total
paru, mediastinal shift (pendorongan mediastinumke kontralateral), deviasi
trakhea ,venous return hipotensi & respiratory distress berat.
Tanda dan gejala klinis: sesak yang bertambah berat dengan cepat, takipneu,
hipotensi, JVP , asimetris statis & dinamis
Merupakan keadaanlife-threatening tdk perlu Ro
Penatalaksanaan :

Dekompresi segera : large-bore needle insertion (sela iga II, lineamid-


klavikula)

25
WSD

c. Open Pneumothorax
Terjadi karena luka terbuka yang cukup besar pada dada sehingga udara dapat
keluar dan masuk rongga intra toraks dengan mudah. Tekanan intra toraks akan
sama dengan tekanan udara luar. Dikenal juga sebagai sucking-wound. Terjadi
kolaps total paru.
Penatalaksanaan:
1.Luka tidak boleh ditutup rapat (dapat menciptakan mekanisme ventil)
2.Pasang WSD dahulu baru tutup luka
3.Singkirkan adanya perlukaan/laserasi pada paru-paru atauorgan intra toraks lain.
4.Umumnya disertai dengan perdarahan (hematotoraks)
Tindakan Dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumotoraks yang
luasnya >15%. Pada intinya,tindakan inibertujuan untuk mengurangi tekanan intra
pleuradengan membuat hubungan antara rongga pleura dengan udara luar dengan
cara
a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk ronggapleura, dengan
demikian tekanan udara yang positif dirongga pleura akan berubah menjadi
negatif karena mengalir ke luar melalui jarum tersebut
b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :
1) Dapat memakai infus set Jarum ditusukkan ke dinding ke dalam rongga
pleura, kemudian infus set yang telah dipotong pada pangkal saringan tetesan
dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka akan tampak
gelembung udara yang keluar dari ujung infusset yang berada di dalam botol.
2) Jarum abbocath Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan
jarum dan kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di dinding
toraks sampai menembuske rongga pleura, jarum dicabut dan kanula tetap
ditinggal.Kanula ini kemudian dihubungkan dengan pipa plastik infusset. Pipa
infuse ini selanjutnya dimasukkan ke botol yangberisi air. Setelah klem
penyumbat dibuka, akan tampakgelembung udara yang keluar dari ujung infuse
set yangberada di dalam botol
3) Pipa water sealed drainage (WSD) Pipa khusus (torakskateter) steril,
dimasukkan ke rongga pleura dengan perantaraan troakar atau dengan bantuan
klem penjepit. Pemasukan troakar dapat dilakukan melalui celah yang telah dibuat
dengan bantuan insisi kulit di sela iga ke-4 pada linea midaksilaris atau pada linea
aksilaris posterior.Selainitu dapat pula melalui sela iga ke-2 di garis midklavikula.

26
Setelah troakar masuk, maka toraks kateter segera dimasukkan ke rongga pleura
dan kemudian troakar dicabut, sehingga hanya kateter toraks yang masih
tertinggal di rongga pleura. Selanjutnya ujung kateter toraksyang ada di dada dan
pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik lainnya. Posisi ujung pipa kaca
yang berada dibotol sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air supaya
gelembung udara dapat dengan mudah keluar melalui perbedaan tekanan tersebut.
Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan intrapleura tetap positif.
Penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan negatif sebesar 10-20 cm
H2O, dengan tujuan agar parucepat mengembang. Apabila paru telah
mengembang maksimal dan tekanan intra pleura sudah negative kembali,maka
sebelum dicabut dapat dilakukuan ujicoba terlebih dahulu dengan cara pipa dijepit
atau ditekuk selama 24 jam. Apabila tekanan dalam rongga pleura kembali
menjadi positif maka pipa belum bias dicabut. Pencabutan WSD dilakukan pada
saat pasien dalam keadaan ekspirasi maksimal.
Water Seal Drainage (WSD)
Tindakan WSD (Water Seal Drainage) atau yang disebut juga dengan
Chest-Tube (pipa dada) adalah suatu usaha untuk memasukkan kateter ke dalam
rongga pleura dengan maksud untuk mengeluarkan cairan yang terdapat di dalam
rongga pleura, seperti misalnya pus pada empisema atau untuk mengeluarkan
udara yang terdapat di dalam rongga pleura, misalnya pneumotoraks. Bedanya
dengan tindakan pungsi atau torakosentesis adalah kateter dipasang pada dinding
toraks dalam waktu yang lama dan dihubungkan dengan suatu botol penampung.
Indikasi : pneumothorax, hemothorax, empiema, efusi pleura
Tujuan pemasangan :
1. Untuk mengeluarkan udara, cairan atau darah dari rongga pleura.
2. Untuk mengembalikan tekanan negatif pada rongga pleura.
3. Untuk mengembangkan kembali paru yang kolaps dan kolaps sebagian.
4. Untuk mencegah reflux drainase kembali ke dalam rongga dada.
Tempat pemasangan
1. Apikal
Letak selang pada ICS 3 mid klavikula
Dimasukkan secara antero lateral
Fungsi untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura
2. Basal
Letak selang pada ICS 5-6 atau ICS 8-9 mid axilaris
Fungsi: untuk mengeluarkan cairan dari rongga pleura

27
WSD terdiri dari komponen pipa drainase, botol penampung, botol pengatur
tekanan negatif dengan atau tanpa alat penghisap.
Pipa drainase
Pemilihan pipa drainase yang sesuai, tergantung dari lebar spatium interkostal dan
jenis kelainan pada rongga pleura. Pipa drainase yang berada di dalam rongga
pleura harus memiliki banyak lubang, agar cairan atau udara dapat bebas mengalir
dengan lancar.
Botol penampung
Saat ini dikenal 3 sistem WSD :
1. Sistem 1 botol WSD sederhana, dimana keluarnya cairan dan udara dari
rongga pleura terjadi secara aktif pada saat gerakan pernafasan.
2. Sistem 2 botol dengan pompa penghisap botol I, berisi air steril tinggi air
botol I kurang lebih 2 cm di atas ujung pipa yang berhubungan dengan pipa
drainase dada, untuk mendapatkan efek kedap udara. Botol I berfungsi pula
untuk menampung cairan dari rongga pleura. Botol II berfungsi sebagai
botol pengaman dan mengatur besarnya tekanan negatif dari pompa
pengisap.
3. Sistem 3 botol dengan pompa pengisap botol I berfungsi sebagai
penampung cairan dari rongga pelura. Botol II untuk mengatur besarnya
tekanan negatif dari pompa pengisap, dengan cara mengatur tingginya pipa
pengukur dari permukaan air. Pipa III berfungsi sebagai pengaman.
Besarnya tekanan negatif dari pompa pengisap untuk dewasa dan anak sangat
berbeda.
Dewasa : 12-15 cmH2O (pipa terbenam 12-15 cm), tekanan negatif maksimal 25
cmH2O.
Anak : 8-10 cmH2O (pipa terbenam 8-10 cmH2O)
Teknik pemasangan

28
1. Posisi pasien duduk atau setengah duduk
2. Setelah dilakukan desinfeksi kulit dan penutupan lapangan operasi dengan
duk steril, dilakukan infiltrasi anestesi dengan lidokain 1-2% pada daerah
kulit sampai pleura. Tempat yang akan dipasang pipa drainase dada,
umumnya dilakukan pada spatium intercostal 4 sampai 7 yang dibatasi oleh
tepi lateral otot pektoralis mayor, linea midaxilaris dan papilla mammae,
merupakan daerah yang ideal untuk insersi pipa drainase dada. Karena
tempat tersebut memberikan kenyamanan bagi penderita dan memberikan
jaringan parut yang minimal. Kadang digunakan pula spatium intercostal 2,
tetapi cara ini tidak disarankan untuk digunakan oleh karena dapat
menyebabkan kerusakan pembuluh darah subklavia dan memberikan
kosmetik yang buruk
3. Dibuat sayatan kulit sepanjang 2-3 cm sampai jaringan di bawah kulit.
4. Dengan gunting berujung tumpul atau klem lengkung, jaringan di bawah
kulit dibebaskan sampai pleura, pelan-pelan pleura ditembus hngga
terdengar suara hisapan atau keluar cairan
5. Pipa drainase dada dimasukkan melalui lubang sayatan pada kulit, dengan
menggunakan klem lengkung pipa drainase dada dimasukkan dengan arah
ke kranial bila rongga dada berisi udara, bila rongga udara berisi cairan
maka arah pipa drainase dada ke arah basal. Sebelum pipa drainase
diinsersikan, lakukan eksplorasi rongga pleura dengan jari.
Perawatan pasien dengan WSD
1. Pasien dengan posisi tiduran atau setengah duduk
2. Seluruh rangkaian drainase, pipa, botol, harus tersusun rapi
3. Pipa yang keluar dari dinding dada harus difiksasi ke tubuh dengan plester
lebar, untuk mencegah goncangan
4. Dengan pipa yang transparan dilihat aliran cairan (undulasi), bila terjadi
gumpalan darah, pipa diperah sehingga aliran lancar
5. Setiap hari dikontrol foto dada, untuk melihat : keadaan paru, posisi pipa
drainase, kelainan lain (emfisema, bayangan mediastinum)
6. Menghitung jumlah sekrt yang keluar , tiap jam atau tiap tiap hari. Serta
jenis sekret yang keluar (darah, pus)
7. Penderita dilakukan fisioterpai nafas tiap hari
8. Adanya kelainan pada sistem drainase harus segera diperbaiki
Pedoman pencabutan pipa drainase dada:
Kriteria pencabutan

29
a. Sekret serous, tidak hemoragis (dewasa: jumlah < 100cc/24jam, anak:
25-50 cc/24 jam)
b. Paru mengembang (suara paru kanan = kiri; evaluasi foto dada)
Komplikasi
Komplikasi pemasangan WSD pada umumnya terjadi oleh karena perlukaan
organ abdomen, thoraks, pecahnya pembuluh darah besar akibat insersi pipa
drainase dada
1. Paru
Emfisema subkutis paling sering terjadi, tetapi umumnya dapat menghilang
sendiri.

Seperti pada pasien ini, komplikasi yang terjadi akibat pemasangan WSD adalah
2. Jantung dan pembuluh darahemfisema subkutis
Trauma pada jantung dan pembuluh darah besar akan menyebabkan kardiak
temponade, akan tetapi hal ini jarang terjadi. pecahnya pembuluh darah intercostal
lebih sering terjadi terutama pada orang tau, oleh karena pembuluh darahnya
berkelok-kelok. Keadaan ini dapat dihindari dengan pemasangan pipa drainase
dada pada tepi superior kosta, menghindari bundel neurovaskuler pada tepi
inferior kosta.
3. Rongga abdomen
Sewaktu ekspirasi, diafragma dapat terangkat sampai setinggi spatium
intercostal , sehingga insersi pipa drainase dada dapat menyebabkan perforasi
gaster, lien, dan hepar. Untuk menghindari hal tersebut, jangan menginsersi kan
pipa drainase dada terlalu rendah.
Pengobatan Tambahan
1. Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatantambahan ditujukan
terhadap penyebabnya. Misalnya :terhadap proses TB paru diberi OAT, terhadap
bronkhitisdengan obstruksi saluran napas diberi antibiotik danbronkodilator
2. Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat
3. Pemberian antibiotik profilaksis setelah setelah tindakanbedah dapat
dipertimbangkan, untuk mengurangi insidensikomplikasi, seperti emfisema.

Emfisema Subkutis

Adalah suatu keadaan dimana udara bebas dapat masuk ke jaringan


subkutis. Biasanya merupaka komplikasi dari suatu keadaan, seperti fraktur orbita,
trauma pada leher dan thorax, atau dapat juga terjadi secara spontan.

30
Etiologi :
Sebagai komplikasi dari :

1. Trakeostomi
2. Ulkus yang dalam didaerah laring
3. Perforasi trakea atau laring
4. Luka pada esofagus
5. Torakosintesis, pemasangan WSD
6. Luka yang terkontaminasi bakteri yang membentuk gas
7. Infeksi jaringan paru
8. Dapat terjadi secara spontan

Gejala klinik :
Pada perabaan didapati krepitasi bawah kulit, teraba adanya nodulfluktuasi
kecil yang bergerak bebas bila jaringan ditekan.
Diagnosa :

- Krepitasi di bawah kulit, baik dengan perabaan atau auskultasi


- Adanya nodul di bawah kulit yang bergerak bebas bila ditekan.

Pasca pemasangan WSD pada pasien, dari hasil pemeriksaan fisik thoraks, pada
palpasi teraba krepitasi dan auskultasi juga terdengar suara krepitasi di dekat tempat
pemasangan WSD. Gejala tersebut sesuai dengan gejala klinis pada emfisema subkutis,
sehingga pasien ini juga didiagnosis emfisema subkutis akibat komplikasi dari
pemasangan WSD.
Penatalaksanaan:

- Dilakukan insisi multipel


- Intirahat total
- Menghilangkan faktor penyebab

Pengobatan yang diberikan pada pasien


1. DEXTROSE 5%
Komposisi : dextrose monohydrate
Indikasi : rehidrasi, penambah kalori secara parenteral, basic solution
Dosis : dosis bersifat individual. Kecuali infus 3 ml/kgBB/jam
Kontraindikasi : hiperhidrasi, DM, gangguan toleransi glukosa pasca op,
sindroma malabsorpsi glukosa-galaktosa
Perhatian :asidosis laktat, gangguan ginjal, sepsis berat, fase awal pasca trauma
Efek samping : demam, iritasi, atau infeksi pada tempat injeksi trombosis atau
flebitis yang meluas dari tempat injeksi dan ekstravasasi, hiperglikemi pada bayi
baru lahir.
Kemasan : 5%x500 ml
2. SULTAMICILLIN (AMPICILLIN & SULBACTAM)

31
Per vial 750 mg Ampicillin 500 mg, sulbactam 250 mg. Per vial 1500 mg
Ampicillin 1000 mg, sulbactam 500 mg.
Mekanisme kerja : menghalangi pertumbuhandinding sel bakteri
sehinggamembunuh bakteri.
Indikasi : infeksi saluran nafas atas dan bawah (termasuk sinusitis, otitis media,
epiglotitis), pneumonia bakterial, ISK dan pielonefritis, infeksi inrtra-abdominal,
kolesistitis, endometritis, selulitis pelvic, septikemia bakterial, infeksi kulit,
jaringan lunak, tulang dan sendi, GO.
Dosis : diberikan secara IM/IV, kisaran dosis lazim : 1,5-12 gr/hr dalam beberapa
dosis terbagi, diberikan tiap 6-8 jam. Anak, bayi, dan neonatus : 150 mg/kg/hr.
Lama terapi 5-14 hari.
Kontraindikasi : pasien dengan riwayat alergi penisilin dan sulbaktam
Efek samping : nyeri pada tempat injeksi, gangguan gastrointestinal, ruam kulit,
gatal, kelainan darah. Peningkatan sementara alanin dan aspartat transaminase.
Interaksi obat : Probesenid, alopurinol, aminoglikosida (bila diberikan secara
bersamaan)
Kemasan : vial 1,5 g x 10

3. MEFENAMIC ACID
Mekanisme kerja : merupakan kelompok antiinflamasi non steroid, bekerja
dengan cara menghambat sintesa prostaglandin dalam jaringan tubuh dengan
menghambat enzim siklooksigenase sehingga mempunyai efek analgesik,
antiinflamasi dan antipiretik.
Indikasi : sakit gigi, sakit kepala, reumatik, nyeri saat haid, mialgia, nyeri karena
trauma dan pasca operasi, pasca melahirkan, nyeri punggung bawah dan demam.
Dosis : kapsul, dewasa dan anak > 14 tahun : awal 500 mg lalu 250 mg tiap 6
jam. Sir, dewasa dan anak > 14 tahun awal 20 ml lalu 10 ml tiap 6 jam.
Pemberian obat : berikan segera sesudah makan
Kontraindikasi : ulkus aktif atau radang GI kronik, asma, penyakit ginjal.
Perhatian : hamil, laktasi, gangguan hati dan ginjal
Efek samping :gangguan GI, sakit kepala, mengantuk, ansietas, ruam kulit.
Kemasan : kapsul 100 mg, susp 50 mg/5 ml x 60 ml.
4. KETOROLAC
Kemasan : Ketorolac 10 mg injeksi, Ketorolac 30 mg injeksi
Farmakodinamik : Ketorolac trometamol merupakan senyawa antiinflamasi
nonsteroid(AINS) bekerja pada jalur siklooksigenase, dengan aktivitas

32
analgesikyang kuat, secara perifer maupun sentral, disamping itu memiliki
efekantiinflamasi dan antipiretik
Indikasi : Ketorolac diindikasikan untuk penatalaksanaan jangka pendek terhadap
nyeri akut sedang sampai berat setelah prosedur bedah. Durasi total Ketorolac
tidak boleh lebih dari lima hari. Ketorolac secara parenteral dianjurkan diberikan
segera setelah operasi. Harus diganti ke analgesik alternatif sesegera mungkin,
asalkan terapi Ketorolac tidak melebihi 5 hari.
Kontraindikasi :Hipersensitif terhadap ketorolac, penderita ulkus peptikum,
penderitadengan gangguan ginjal berat, proses persalinan, ibu menyusui,pasien
yang mendapat obat AINS lainnya dan probenesid
Dosis :Lama pemakaian ketorolac IV dan IM secara keseluruhan tidak bolehlebih
dari 5 hari. Injeksi bolus iv diberikan dalam waktu minimal 15detik. Pemberian IM
dilakukan perlahan. Untuk penatalaksanaan nyeri jangka pendek dosis awal yang
dianjurkan adalah 30 mg atau 60 mgsecara IM, kemudian bila perlu terapi dapat
dilanjutkan dengan dosis15 mg atau 30 mg setiap 6 jam sesuai kebutuhan. Dosis
maksimalsehari 120 mg, tetapi bila dibutuhkan dapat diberikan dosis sampai150
mg pada hari pertama
Efek samping : Saluran cerna : diare, dispepsia, nyeri gastrointestinal, nausea.
Susunan Saraf Pusat : sakit kepala, pusing, mengantuk, berkeringat.
5. CIPROFLOXACIN
merupakan salah satu obat sintetik derivat quinolone.
Mekanisme kerja : menghambat aktifitas DNA gyrase bakteri, bersifat
bakterisida dengan spektrum luas terhadap bakteri gram positif maupun gram
negatif.
Indikasi :
Saluran kemih termasuk prostatitis.
Uretritis dan serpisitis gonore.
Saluran cerna, termasuk demam thyfoid dan parathyfoid.
Saluran nafas, kecuali pneumonia dan streptococus.
Kulit dan jaringan lunak.
Tulang dan sendi.
Kontraindikasi :
Penderita yang hipersensitivitas terhadap siprofloksasin dan derivat
quinolone lainnya

33
tidak dianjurkan pada wanita hamil atau menyusui,anak-anak pada masa
pertumbuhan,karena pemberian dalam waktu yang lama dapat menghambat
pertumbuhan tulang rawan.
Hati-hati bila digunakan pada penderita usia lanjut
Pada penderita epilepsi dan penderita yang pernah mendapat gangguan SSP
hanya digunakan bila manfaatnya lebih besar dibandingkan denag risiko
efek sampingnya.
Komposisi :
Ciprofloxacin 250 mg : Tiap tablet salut selaput mengandung Ciprofloxacin 250 mg
Ciprofloxacin 500 mg : Tiap tablet salut selaput mengandung ciprofloxacin 500 mg.
Dosis :
Untuk infeksi saluran nafas, tulang dan sendi kulit dan jaringan lunak
Ringan sampai sedang : 2 x 500 mg sehari
Berat : 2 x 750 mg sehari
Efek samping :
Gangguan saluran cerna : Mual,muntah,diare dan sakit perut
Gangguan susunan saraf pusat : Sakit kepala,pusing,gelisah,insomnia dan
euforia
Reaksi hipersensitivitas : Pruritus dan urtikaria
Peningkatan sementara nilai enzim hati,terutama pada pasien yang pernah
mengalami kerusakan hati.
6. RANITIDIN
golongan obat antihistamin reseptor 2 (AH2)
Mekanisme Kerja :
menghambat reseptor histamin 2 secara selektif dan reversibel sehingga dapat
menghambat sekresi cairan lambung. Ranitidin mengurangi volume dan kadar ion
hidrogen dai sel parietal akan menurun sejalan dengan penurunan volume cairan
lambung.
Komposisi:
Ranitidine HCL.
Indikasi:
Menghilangkan gejala-gejala ketidakmampuan mencerna asam & rasa panas pada
ulu hati, ulkus lambung jinak & ulkus duodenum, refluks esofagitis, sindroma
Zollinger-Ellison, dispepsia yang menahun (kronis), mencegah perdarahan karena
ulserasi akibat sters atau ulserasi peptikum, sindroma Mendelson, ulkus peptikum
Farmakokinetik

34
Pemberian ranitidin dengan cara injeksi intramuskular menyebabkan absorpsi
yang lebih cepat dan mencapai kadar puncak plasma dalam waktu 15 menit
setelah pemberian. Bioavailabilitas ranitidin mencapai 90 - 100%, waktu paruh
plasma sekitar 2-3 jam. Ranitidin memiliki ikatan plasma yang lemah, dimana
hanya sekitar 15% yang berikatan dengan protein plasma.
Kontraindikasi
Tidak dianjurkan untuk anak berusia kurang dari 16 tahun.
Perhatian
Keganasan saluran pencernaan, kerusakan ginjal berat, hamil, menyusui.
Efek samping
Adakalanya terjadi hepatitis yang bersifat reversibel.
Jarang : agranulositosis, hipersensitifitas, ruam kulit, leukopenia &
trombositopenia yang bersifat reversibel, sakit kepala, pusing.

Kemasan
Ampul 2 mL x 5
Dosis
Dosis standar : 2 kali sehari 150 mg atau 300 mg pada malam hari sebelum tidur

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, Medicastore.Kolaps Paru-Paru (Pneumothorax). Diakses 15 Desember


2012. http://www.medicastore.com

Anonim, Nefrology Ners (2010 November 3), Pneumothorax,Diakses 15


desember 2012 dari Perhimpunan Perawat GinjalIntensif Indonesia
:http://nefrologyners.wordpress.com/2010/11/03/pneumothor ax-2/

MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi. 2011. Ed 11. Jakarta : Medi data Indonesia.

Prabowo, A.Y.(2010, Desember 20).Water Seal DrainagePada Pneumothorax Post


Trauma Dinding Thorax . BagianIlmu Penyakit Dalam.RSUD Panembahan
Senopati Bantul;2010. Diakses 15 Desember 2012.
http://www.fkumycase.net/.

Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis


Proses-Proses Penyakit.Vol 2. Ed. 6. Jakarta : EGC.

35
Srillian, Vera (2011). Pneumothorax. Diakses 15 Desember
2012.http://ad.z5x.net/...,http://scribd.com/doc/48405598/pneumotorax,

Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K,Marcellus, Simadibrata.


Setiati, Siti.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta :
Pusat PenerbitanDepartemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2006. p. 1063.

36

Anda mungkin juga menyukai