Anda di halaman 1dari 14

PENDAHULUAN

Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai

parenkim paru. Pneumonia pada anak dibedakan menjadi:1

1. Pneumonia lobaris

2. Pneumonia interstisial (bronkiolitis)

3. Bronkopneumonia

Bronkopneumonia yang disebut juga pneumonia lobularis adalah suatu peradangan

pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya menyerang bronkiolus dan mengenai

alveolus disekitarnya, yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti

bakteri, virus, jamur dan benda asing. Bronkopneumonia yang dijumpai pada anak dan

bayi paling sering diakibatkan oleh Streptococus Pneumonia dan Haemophilus Influenza.2,3

Insiden pneumonia pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah

umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi. Di Indonesia, pneumonia merupakan

penyebab kematian urutan ke-3 setelah kardiovaskuler dan Tuberculosis. Menurut survei

kesehatan nasional (SKN) pada tahun 2007, di Indonesia, 22,8% kematian pada anak umur

1-4 tahun disebabkan oleh pneumonia. 1

Pneumonia menunjukkan gejala khas berupa batuk, sesak napas dan demam.

Pneumonia khususnya bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas

bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak dan mungkin disertai

kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnea, pernafasan cepat dan

dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut.1,4

Diagnosis pneumonia di rumah sakit ditegakkan berdasarkan gejala klinis dengan

didukung pemeriksaan laboratorium dan penunjang medis lainnya. Pemeriksaan penunjang

laboratorium darah rutin pada bronkopneumonia menunjukkan leukositosis. Leukositosis

1
menunjukkanadanya infeksi bakteri, Nilai hemoglobin (Hb) biasanya tetap normal atau

sedikit menurun.3.

Pemeriksaan radiologi ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru,

berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru,disertai

dengan peningkatan corakan peribronkial .1

Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi

klinis. Pemilihan antibiotik dalam penanganan pneumonia pada anak dilakukan secara

empirik sesuai dengan pola bakteri tersering yaitu Streptococcus Pneumonia dan

Haemophilus Influenza. Untuk bayi di bawah 3 bulan diberikan golongan penisilin dan

aminoglikosida. Untuk usia > 3 bulan, amoxicillin dan kloramfenikol merupakan obat

pilihan pertama.

Berikut akan dibahas laporan kasus mengenai bronkopneumonia pada seorang

anak.

2
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : An. K
Umur : 4 tahun 5 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jln. W. monginsidi
Tanggal masuk : 05 Januari 2015

ANAMNESIS
Keluhan utama : Sesak napas

Riwayat penyakit sekarang


Pasien anak perempuan masuk RS dengan keluhan sesak sejak 1 hari sebelum

masuk rumah sakit. sesak diawali dengan batuk (+) dimalam hari. Batuk juga disertai flu

(+), kemudian pasien mengalami demam mendadak dan langsung menggigil. Ada muntah

setiap habis batuk (+), berisi lendir (+). Demam yang timbul tidak disertai kejang (-), BAB

lancar, BAK lancar. Sesak datang malam hari,Saat sesak, pasien tidak mengalami kebiruan

pada bibir dan ujung jari.Sesak terjadi setelah pasien batuk-batuk.

Pasien mengalami batuk 5 hari sebelumnya. Awalnya batuk hanya sekali-kali

namun memberat 1 hari terakhir bersamaan dengan terjadinya sesak napas. Batuk

berlendir, tidak ada darah, pasien juga beringus terjadi bersamaan dengan batuk.

Pasien mengalami demam, dialami sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Panas

naik turun, saat panas pasien tidak kejang, tidak ada menggigil.

Pasien muntah 1 hari sebelum masuk rumah sakit, sebanyak 2 kali. Muntah berupa

lendir kehijauan yang keluar segera setelah batuk.

3
Riwayat penyakit dahulu:
Pasien memiliki riwayat bronciolitis sejak berusia 5 bulan.

Riwayat penyakit keluarga:


Ayah dari pasien menderita asma.

Riwayat sosial-ekonomi :
Ekonomi menengah ke atas.

Riwayat kebiasaan dan lingkungan :


Pasien termasuk anak yang aktif.

Riwayat Kehamilan dan persalinan :


Pasien lahir di rumah bersalin, dibantu oleh bidan, kehamilan cukup bulan, lahir
spontan dan langsung menangis. Berat badan lahir 2900 gram.

Anamnesis Makanan :
Pasien mendapatkan ASI hingga usia 1 tahun. Saat usia 6 bulan pasien diberi
makanan pendamping ASI, berupa bubur susu. Dan saat ini pasien sudah mulai makan
makanan keluarga, dan juga diberikan susu formula. Selama sakit nafsu makan pasien
menurun.

Riwayat Imunisasi: Imunisasi dasar lengkap.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Berat badan : 13 kg
Tinggi badan : 104 cm
Status Gizi : CDC : 76,4 gizi Kurang
Tanda vital :
Nadi = 154 x/menit, kuat angkat
Respirasi = 46 x/menit

4
Suhu badan = 38,2 0C

1. Kulit : Warna : Sawo matang


Efloresensi : Tidak ada kelainan
Sianosis : tidak ada
Turgor : cepat kembali
Kelembaban : cukup
Sianosis : tidak ada
Lapisan lemak : Cukup
Kepala: Bentuk : Normocephal
Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut, tebal,
Mata : Konjungtiva : tidak ada anemis
Sklera : tidak ada ikterik
Reflek cahaya : (+/+)
Refleks kornea : (+/+)
Pupil : Bulat, isokor
Exophthalmus : (-/-)
Telinga : Sekret : tidak ada
Serumen : minimal
Nyeri : tidak ada
Hidung : Pernafasan cuping hidung : ada
Epistaksis : tidak ada
Rhinorea : Ada
Mulut : Bibir : mukosa bibir basah, tidak hiperemis
Gigi : Tidak ada karies
Gusi : tidak berdarah
Lidah : Tremor/tidak : tidak tremor
Kotor/tidak : tidak kotor
Warna : kemerahan
Faring : Tidak hiperemis
Tonsil : T1-T1 tidak hiperemis

2. Leher :
Pembesaran kelenjar leher : - /-
Trakea : Di tengah

3. Toraks :
a. Dinding dada/paru :
Inspeksi : Bentuk : Simetris
Pernafasan : Thorakoabdominal
Retraksi : Intercostal
Palpasi : Vokal fremitus meningkat
Perkusi : Redup kedua lapang paru

5
Auskultasi : Rhonki basah halus(+/+), Wheezing (-/-)
b. Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula sinistra
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Suara dasar : S1 dan S2 murni, regular
Bising : tidak ada
4. Abdomen :
Inspeksi : Bentuk : Kesan datar
Auskultasi : bising usus (+) : Kesan normal
Perkusi : Bunyi : Timpani
Asites : (-)
Palpasi : Nyeri tekan :(-)
Hati : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Ginjal : tidak teraba
5. Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), parese tidak ada.
6. Genitalia : dalam batas normal

LABORATORIUM

Hasil Rujukan Satuan


HEMATOLOGI
HGB 13,6 11,5-16,5 g/dl
WBC 15,23 3,5-10 103/mm
RBC 5,21 3,8-8,5 109/mm
HCT 40,4 35-52 %
PLT 352 150-450 Ribu/ul
MCV, MCH, MCHC
MCV 96,08 80-100 um3
MCH 30,98 27,8-33,8 Pg
MCHC 34,93 32-36 g/dL
HITUNG JENIS
- Gran% 69,51 40-70 %
- Limfosit% 28,04 20-30 %
-Monosit% 8,45 1-15 %
- Neutrofil% 25,60 20-30 %
6
RESUME
Pasien anak perempuan umur 4 tahun 5 bulan, berat badan 13 kg, panjang badan

104 cm, status gizi buruk, masuk dengan keluhan dispnea, dialami sejak 5 hari sebelum

masuk rumah sakit. Pasien batuk 1 berdahak dan terdapat rinorhea. Pasien demam, 2 hari

terakhir. Demam naik turun. Vomitus 1 kali berupa lendir. Riwayat asma di usia 5 bulan

dengan faktor pencetus debu. Ayah pasien juga menderita asma.

Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum composmentis, tampak sakits edang,

gizi buruk. Pemeriksaan tanda vital didapatkan Nadi 154 x/menit, reguler, isi dan kuat

angkat,respirasi 42 x/menit, reguler,suhu 37,2oC. Terlihat adanya pernapasan cuping

hidung dan adanya rhinorea, pemeriksaan thoraks didapatkan adanya retraksi intercostal,

suara napas tambahan yaitu ronki basah halus pada kedua lapang paru. Pada pemeriksaan

laboratorium didapatkan adanya leukositosis tanpa peningkatan neutrofil.

DIAGNOSIS : Bronkopneumonia

TERAPI :
- IVFD Ringer Laktat 14 tetes per menit
- Oksigen 2L/ Menit
- Injeksi Ceftriaxone 2 x 350 mg
- Injeksi dexamethasone 3 x 2 mg
- Paracetamol syrup 120mg/ 5ml, 3 x 1 Cth (jika demam)
- Ambroxol syrup 15mg/5 mL, 3 x 1 Cth
- Salbutamol syrup 2mg/5 mL, 3 x 1 Cth

7
DISKUSI

Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan


bronkus atau bronkiolus dimana distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution).
3
Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah :1,4
USIA ETIOLOGI YANG SERING ETIOLOGI YANG
JARANG
BAKTERI
Bakteri Anaerob
BAKTERI Streptoccous Group D
E.Coli Haemophillus Influenzae
Neonatal
Streptoccous Hemolitikus Grup B
VIRUS
Streptoccous Pneumoniae
cytomegalovirus
Herpes Simpleks
BAKTERI
Chlamydia Trachomatis
BAKTERI
Streptoccous Pneumoniae
Bordetella Pertussis
1 bulan - 3 bulan VIRUS
H.Influenza Tipe B
Adenovirus
S. Aureus
Virus Influenza
Virus Paraiinfluenza
4 bulan 5 tahun Bakteri Bakteri
Chlamydia Pneumonia H. Influenza
Mycoplasma Pneumoniae Moraxella Chataralis
Streptococcus Pneumoniae S. Aureus

8
Virus
Adenovirus Virus
Virus Influenza
Virus Parainflueza Varicella- Zooster
Rhinovirus
VIRUS
Bakteri
Adenovirus
Chlamydia Pneumoniae
Epstein-Barr
5 Tahun ke atas Mycoplasma Pneumoniae
Rhinovirus
Streptococus Pneumoniae
Parainfluenza Virus
H. Influenza
Influenza Virus

Selain faktor diatas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh terhadap


terjadinya bronkopneumonia. Sistem imun pada penderita-penderita penyakit yang berat
seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak merupakan
faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.1,4
Normalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim paru.
Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan anatomis dan
mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi
rambut di hidung, refleks batuk dan mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut
berupa sekresi IgA lokal dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen,
sitokin, imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel.Infeksi paru
terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila virulensi organisme
bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah melalui inhalasi atau
aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang melalui hematogen.1,2
Bronkopneumonia dimulai dengan masuknya bakteri atau virus melalui inhalasi,
aspirasi, hematogen dari fokus infeksi atau penyebaran langsung sehingga terjadi infeksi
dalam alveoli, membran paru mengalami peradangan dan menimbulkan kebocoran
sehingga cairan dan bahkan sel darah merah masuk ke alveoli. Dengan demikian alveoli
yang terinfeksi secara progresif menjadi terisi dengan cairan sel-sel dan infeksi menyebar
dari alveolus ke alveolus lainnya.7
Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif jaringan ikat

paru yang bisa lobularis (bronkhopneumonia), lobus, atau intersisial. Secara patologis,

terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu :

1. Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)

9
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan awal yang berlangsung
pada daerah yang baru terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah
dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan
mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan
cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin.
Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama
dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan
peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat
plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar
kapiler dan alveolus. 1,4
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi
peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan
leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah. Pada stadium ini
udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak,
stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.1,4

3. Stadium III (3-8 hari berikutnya)


Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang terinfeksi dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai direabsorbsi, lobus masih tetap padat
karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler
darah tidak lagi mengalami kongesti.4,5
4. Stadium IV (7-11 hari berikutnya)
Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag
sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.4,

Gejala klinis yang khas dari pneumonia yaitu: Batuk, demam dan sesak napas.
Pneumonia khususnya bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas
bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak dan mungkin disertai
kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnea, pernafasan cepat dan
dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk

10
biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa
hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif.Menurut
Henry Goma, Dkk, pneumonia diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 atau lebih gejala
berikut:2,3,4

1. Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada
2. Demam
3. Batuk
3. Ronkhi basah halus-sedang nyaring (crackles)
4. Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus
5. Leukositosis

WHO mengembangkan pedoman klinis untuk memudahkan diagnosis klinis dan


tata laksana pneumonia pada anak. Berdasarkan pneumonia dibedakan menjadi:7

- Pneumonia sangat berat, bila dijumpai sesaknafas, nafas cepat, terjadi sianosis
sentral, tidak dapat minum serta kesadaran menurun
- Pneumonia berat, bila dijumpaisesak, nafas cepat,adanya retraksi namun tanpa
sianosis dan masih dapat minum
- Pneumonia, bila hanya dijumpai nafas cepat tanpa adanya retraksi.

Kriteria nafas cepat yaitu : 1


- Bayi kurang 2 bulan : frekunsi nafas > 60 kali per menit
- Usia 2 bulan 1 tahun : frekuensi nafas > 50 kali per menit
- Usia 1 5 tahun : frekuensi nafas > 40 kali per menit

Penegakan diagnosis bronkopneumonia pada kasus ini berdasarkan anamnesis,


pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada kasus pasien ini, dari anamnesis
didapatkan adanya sesak napas 1 hari sebelum masuk rumah sakit, yang didahului
dengan terjadinya batuk berdahak, rinorhea dan demam serta adanya muntah. Pada
pemeriksaan fisik, didapatkan adanya pernafasan cepat yaitu 42 kali per menit, disertai
pernafasan cuping hidung, pada pemeriksaan toraks didapatkan adanya retraksi
intercostal dan pada auskultasi didapatkan suara napas tambahan ronki basah kasar. Hal
ini sesuai teori yang menjelaskan bahwa bronkopneumonia biasanya didahului oleh
infeksi saluran napas atas selama beberapa hari dan suhu tubuh yang meningkat hingga

11
39-40 C. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan pernafasan cepat dan dangkal,
pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar mulut atau hidung. Pada pemeriksaan
thoraks, dapat di temukan ronki basah nyaring halus hingga sedang pada auskultasi,
sedangkan pada perkusi sering tidak ditemukan kelainan.4
Pneumonia secara umum memiliki faktor resiko seperti tidak mendapat imunisasi
yang lengkap, asi tidak adekuat, sering terpajan polusi seperti asap rokok, adanya penyakit
paru seperti asma, pasien dengan malnutrisi, pasien dengan imunosupresi dan
imunodefisiensi seperti pada pasien dengan HIV, pasien dengan defek anatomi bawaan,
adanya penyakit paru dan penyakit penyerta lainnya. Pada kasus ini, pasien memiliki
faktor resiko yang besar untuk mengalami pneumonia karena pasien sering terpapar oleh
asap rokok karenan ayah pasien sering merokok didalam rumah setiap hari.6
Berdasarkan pedoman klinis WHO, kasus pada pasien ini tergolong dalam
pneumonia berat karena terjadi retraksi dada namun tidak disertai dengan sianosis.7
Pemeriksaan darah rutin pada pasien ini menunjukkan adanya leukositosis sebesar
11,29 x 103/L. Berdasarkan teori, Pemeriksaan penunjang laboratorium darah rutin pada
bronkopneumonia menunjukkan leukositosis. Leukositosis pada bronkopneumonia
menunjukkanadanya infeksi. Pneumonia yang disebabkan oleh virus dapat nornal atau
meningkat tetapi tidak melebihi 20.000/mm3 dengan predominan limfosit, sedangkan pada
pneumonia bakterial dapat meningkat 15.000- 40.000/mm3 dan predominant granulosit.
Nilai hemoglobin (Hb) biasanya tetap normal atau sedikit menurun. Pada kasus ini
ditemukan leukosit meningkat hingga 19.400/mm. Dari nilai leukosit pada pasien ini
kemungkinan pneunomia pada pasien disebabkan oleh virus3
Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak terdiri dari 2
yaitu penatalaksanaan umum dan khusus:1,5
1. Penatalaksanaan Suportif
a) Pemberian oksigen 2-4 L/menit
b) Pemberian cairan intravena.

2. Penatalaksanaan Kausal
a) Mukolitik dan ekspektoran
b) Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita demam
c) Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan
manifestasi klinis.Pemilihan antibiotik dalam penanganan pneumonia pada
anak dilakukan secara empirik sesuai dengan pola bakteri tersering yaitu

12
Streptococcus Pneumonia dan Haemophilus Influenza. Untuk bayi di bawah
3 bulan diberikan golongan penisilin seperti ampisillin 100 mg/ kgBB/ 24
jam IV dalam 4 dosis dan gentamisin 5 mg/kgBB/24 jam IV, dalam 2 dosis.
Untuk usia > 3 bulan, amoxicillin dipadu dengan kloramfenikol merupakan
obat pilihan pertama. Jika kondisi pasien berat, antibiotik pilihan adalah
golongan sefalosporin. Antibiotik paranteral diberikan 48-72 jam, dilanjutkan
dengan pemberian per oral selama 7-10 hari. Jika diduga penyebab adalah
Stafilokokus, maka dapat diberikan kloksasilin. 7

Pada pneumonia yang memerlukan rawat inap, rumah sakit di Indonesia


biasanya menggunakan antibiotik beta-laktam, ampisillin, atau amoksisilin
dikombinasikan dengan kloramfenikol. Feyzullah dkk melaporkan hasil
perbandingan pemberian antibiotik yaitu penisilin G intravena (25.000U/kgBB/4
jam), kloramfenikol (15 mg/kgBB setiap 6 jam), dan seftriakson intravena
(50mg/kgBB/12 jam).1
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam
rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran
secara hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah
komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi hematologi. Komplikasi pada anak
meliputi empiema, perikarditis, pneumotoraks,atau infeksi ektrapulmoner seperti
meningtis purulenta. Empiema merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada
pneumonia bakteri.1,4
Bronkopneumonia pada kasus ini memiliki prognosis yang baik karena
didiagnosis dini dan ditangani secara adekuat. Mortalitas lebih tinggi didapatkan
pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi dan datang terlambat untuk
mendapatkan pengobatan.4,6

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Rahajoe N., Supriyatno B., Setyanto D. 2010. Buku Ajar Respirologi Anak, Edisi
Pertama. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia.
2. Sumarmo, S., Soedarmo, P., Hadinegoro, S. R. 2010. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri
Tropis. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia.
3. Sectish, Theodore C, and Charles G, Prober. Pneumonia. Dalam: Behrman R.E., et.al
(editor). 2000.Ilmu Kesehatan Anak Nelsons vol. 2 edisi. 15. Jakarta: EGC.
4. FKUI. 1995. Ilmu Kesehatan Anak Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
5. IDAI, 2009. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak edisi I.Jakarta :Badan
Penerbit IDAI.
6. Permana, Adhy, dkk.2010.The Disease: Diagnosis & Terapi. Fakultas Kedokteran

Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

7. Alsagaff, Hood, dkk. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Penyakit Paru dan

Saluran Nafas FK UNAIR. Surabaya

8. FK UNHAS.2009. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Bagian Ilmu


Kesehatan Anak FK UNHAS. Makassar

14

Anda mungkin juga menyukai