Anda di halaman 1dari 18

REFLEKSI KASUS Februari 2017

DEMAM TIFOID

Nama : Fathiyyaturrahmah Mustamar


No. Stambuk : N 111 16 029
Pembimbing : dr. Kartin Akune, Sp.A
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2017

PENDAHULUAN

Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan


oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara
berkembang terutama yang terletak di daerah tropis dan subtropis.1,2,3

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2003,terdapat sekitar 17


juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus
kematian/ tahun. Di Indonesia kasus ini tersebar secara merata di seluruh propinsi
dengan insidensi dipedesaan 358/100.000 penduduk/tahun dan di perkotaan
760/100.000 penduduk/ tahun atau sekitar 600.000 dan 1.5 juta kasus/tahun.3,4,5,6

Penyakit ini disebabkan oleh Salmonella typhosa dan hanya didapatkan


pada manusia. Penularan penyakit ini hampir selalu terjadi melalui makanan dan
minuman yang terkontaminasi. Penyakit ini ditandai dengan panas yang ditopang
dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur endotelial dan endokardial dan
invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam sel fagosit mononuklear dari hati,
limpa, kelenjar limfe usus dan peyers patch.

Beberapa terminologi lain yang erat kaitannya adalah sebagai berikut


demam paratifoid dan demam enterik. Demam paratifoid secara patologik maupun
klinis adalah sama dengan demam tifoid namun biasanya lebih ringan, penyakit
ini disebabkan oleh spesies Salmonella enteriditis. Terdapat 3 bioserotipe
Salmonella enteriditis yaitu bioserotipe paratyphi A, paratyphi B (S.
Schotsmuelleri) dan paratyphi C (S. Hirschfeldii) sedangkan demam enterik
dipakai baik pada demam tifoid maupun demam paratifoid.

Secara garis besar, gejala yang timbul pada demam tifoid adalah demam
satu minggu atau lebih, gangguan saluran pencernaan dan gangguan kesadaran,
lidah tampak kering, dilapisi selaput tebal,di bagian belakang tampak lebih pucat,
di bagian ujung dan tepi lebih kemerahan.3
Untuk penatalaksanaan dari demam tifoid, obat kloramfenikol masih
merupakan baku emas dalam pengobatan demam tifoid. Kloramfenikol diberikan
dengan dosis 50 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian. Pemberian diteruskan
selama 14 hari atau sampai 5-7 hari bebas demam.3

Prognosis pasien demam tifoid tergantung pada umur anak, kondisi


kesehatan sebelum sakit, serotipe Salmonella dan komplikasi yang terjadi. Di
Negara maju angka kematian adalah <1%, sedangkan di Negara berkembang bisa
>10%. 3
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : an. W
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 6 tahun
Agama : Islam
Alamat : Jl. Tj. Manimbaya
Tanggal /Jam Masuk : 27-01-2017

II. ANAMNESIS

Keluhan utama: Panas

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien masuk dengan keluhan panas, panas dirasakan 7 hari sebelum

masuk rumah sakit, anak tampak lesu, sering mengeluh pusing dan terlihat

tidak bersemangat. Selama panas, pasien kurang beraktivitas dan tidak

bermain. Panas dirasakan terus menerus sepanjang hari, meningkat terutama

pada malam hari dan tidak begitu panas pada pagi dan siang hari. Pada

waktu panas pasien tidak mengigil, tidak ada kejang dan tidak ada

penurunan kesadaran. Kurang lebih 3 hari sebelum masuk rumah sakit, anak

mengalami batuk tidak berdahak dan juga beringus. Pasien juga

mengeluhkan adanya muntah 1 hari sebelum masuk rumah sakit, muntah

dengan frekuensi 1 kali dalam 1 hari. Isi muntahan berupa air dan makanan

yang sebelumnya dikonsumis. Nafsu makan anak menurun sejak terjadinya

panas, namun minum masih kuat. Buang air besar seperti biasa tidak cair

ataupun berdarah, buang air kecil normal seperti biasa, berwarna kuning
muda, dan tidak ada sakit waktu buang air kecil. Anak tidak mengeluh nyeri

otot atau nyeri pinggang, serta selama panas anak kurang bermain dan malas

beraktifitas.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien tidak pernah mengalami sakit yang sama sebelumnya.


Riwayat Penyakit Keluarga :
Di keluarga tidak ada yang mengalami penyakit yang sama.

Riwayat Sosial-ekonomi :

Menengah.

Riwayat Kebiasaan dan Lingkungan:


Pasien setiap harinya merupakan anak yang aktif
Riwayat kehamilan dan persalinan :

Selama kehamilan ibu pasien tidak mempunyai keluhan dan masalah

lainnya. Lahir normal di puskesmas dibantu oleh bidan. Berat Badan Lahir :

3000 gr, Panjang Badan Lahir : 50 cm.

Kemampuan dan Kepandaian anak:

Membalik : 3 bulan
Tengkurap : 4 bulan
Duduk : 6 bulan
Merangkak : 9 bulan
Berdiri : 1 tahun
Berjalan : 1 tahun 4 bulan
Anamnesis Makanan:
Susu formula : 0 bulan-2 tahun
Usia 1 tahun sampai sekarang : Makanan Biasa (makanan

keluarga)
Riwayat Imunisasi :
Imunisasi lengkap
III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Sakit sedang


Kesadaran : Composmentis
Berat badan : 17 kg
Tinggi badan : 105 cm
Status gizi : Gizi Baik (100%)

Pengukuran Tanda vital :


Nadi : 102 kali/menit, reguler
Suhu : 38,7 C
Respirasi :35 kali/menit

Kulit : Ruam (-)


Turgor normal (<2 detik)
Kepala:
Bentuk : Normocephal
Mata : Cekung (-/-)
Ikterus (-/-), anemis (-/-)
Hidung : Rinorea (-/-)
Epistaksis (-/-)
Mulut : Sianosis (-/-), bibir kering(-/-) gusi
berdarah (-/-), Lidah kotor (+)
Tonsil : (T1/T1) hiperemis (-/-)
Telinga : Otorea (-/-)

Leher
kelenjar getah bening : Pembesaran (-)
kelejar tiroid : Pembesaran (-)
Toraks
Paru-paru :

Inspeksi : Bentuk simetris bilateral


Palpasi : Vokal fremitus simetris kiri dan kanan
Perkusi : Sonor +/+
Auskultasi : Bronchovesikuler +/+, Rhonki (-/-),
Wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula
sinistra
Perkusi : Cardiomegali (-)
Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2 murni, regular. Murmur (-),
Gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : kesan datar
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Perkusi : timpani
Palpasi: Nyeri tekan (-)
Hepatomegali (-) Splenomegali (-)
Punggung : Dalam batas normal
Genitalia : Dalam batas normal

Anggota Gerak :
Ekstremitas atas : Akral hangat (+/+)
Ektremitas Bawah : akral hangat(+/+)
Otot-otot : Eutrofi
Refleks: fisiologis (+/+) , patologis(-/-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Pemeriksaan Darah Rutin
- WBC 4,9 x 103 /uL
- RBC 3,45 x 106/uL
- HGB 10,4 g/dL
- HCT 28,5 %
- PLT 267 x 103 /uL

b. Tes Widal
- O: 1/320
- H : 1/320
- AH : 1/80
- BH : 1/40

V. RESUME
Pasien anak laki-laki usia 6 tahun masuk Rumah Sakit dengan
keluhan panas. Panas dirasakan sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit.
Panas dirasakan setiap hari, naik turun, naik pada sore dan malam hari,
kemudian turun pada pagi dan siang hari. Kejang tidak ada. Selama pasien
panas, aktivitas berkurang dan juga nafsu makan menurun. Pasien mengeluh
muntah sebanyak 1x kali sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, berisi
makanan yang dimakan, darah tidak ada. Pasien mengeluhkan pusing dan
juga Batuk tidak berdahak, beringus sejak 3 hari sebelum masuk rumah
sakit. BAB seperti biasa, BAK lancar seperti biasa.
Pemeriksaan fisik : Keadaan umum tampak sakit sedang; Kesadaran
compos mentis; BB 17 kg; TB 105 cm. Tanda-tanda vital nadi : 102
kali/menit, regular; suhu 38,7 C; respirasi 35 kali/menit. Pada mulut,
didapatkan Lidah kotor (+) dan tidak ditemukannya organomegali.
Pemeriksaan laboratorium darah rutin WBC 4,9 x 103 /uL, RBC 3,45 x
106/uL, HGB 10,4 g/dL, HCT 28,5 %, PLT 267 x 10 3 /uL, dan pada tes
widal didapatkan titer Salmonella typhi 1/320.

VI. DIAGNOSIS : Demam Tifoid + ISPA


VII. TERAPI
- IVFD RL 12 gtt/m
- Cloramphenicol 4x250 mg
- Paracetamol 4 x cth 2
- GG 3/4 tab + CTM 2mg (Puyer 3x1)
VIII. FOLLOWUP
28 januari 2017

Subject - Demam (-) hari ke 8, Bebas demam hari 1


- Sakit kepala (-)
- Batuk (+)
- Flu (-)
- Sesak (-)
- Mual (-)
- Muntah (-)
- BAB (+) biasa
- BAK (+) Lancar
Object - BB : 17 kg
Status gizi: gizi baik (100%)
- TB : 105 cm
- S : 36,5 C
- N : 110 x/menit
- R : 24 x/menit
- Lidah Kotor (+)
- Thorax (Pulmo)
I: Simetris bilateral, Retraksi (-)
P: Vokal fremitus kanan=kiri
P: Sonor (+/+)
A: BV (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
- Jantung:
I: Ictus cordis tidak terlihat
P: Ictus cordis teraba
P: Batas jantung normal
A: Bunyi jantung I/II murni reguler
- Abdomen:
I: Tampak datar
A: Peristaltik (+), Bising Usus (-)
P: Timpani (+)
P: Nyeri tekan (-)
Assesment Demam Tifoid
Plan - IVFD RL 12 gtt/m
- Cloramphenicol 4x250 mg
- Paracetamol 4 x cth 2
- GG 3/4 tab
Puyer 3 x1
- CTM 2 mg

29 januari 2017

Subject - Demam (-) hari ke 9, Bebas demam hari 2


- Sakit kepala (-)
- Batuk (+)
- Flu (-)
- Sesak (-)
- Mual (-)
- Muntah (-)
- BAB (+) biasa
- BAK (+) Lancar
Object - BB : 17 kg
Status gizi: gizi baik (100%)
- TB : 105 cm
- S : 36,7 C
- N : 105 x/menit
- R : 28 x/menit
- Thorax (Pulmo)
I: Simetris bilateral, Retraksi (-)
P: Vokal fremitus kanan=kiri
P: Sonor (+/+)
A: BV (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
- Jantung:
I: Ictus cordis tidak terlihat
P: Ictus cordis teraba
P: Batas jantung normal
A: Bunyi jantung I/II murni reguler
- Abdomen:
I: Tampak datar
A: Peristaltik (+), Bising Usus (-)
P: Timpani (+)
P: Nyeri tekan (-)
Assesment Demam Tifoid
Plan - Cloramphenicol 4x250 mg
- Paracetamol 4 x cth 2
- GG 3/4 tab
Puyer 3 x1
- CTM 2 mg
DISKUSI

Seorang anak laki-laki berusia 6 tahun, berdasarkan anamnesis dan


pemeriksaan fisik didapatkan :
- Febris > 1 minggu, intermitten
- Mual dan muntah
- Lidah kotor (+), dengan tepi kemerahan.

Pada pemeriksaan Widal, didapatkan hasil Salmonella Typhi O 1/320,


Salmonella Typhi H1/320, Salmonella Paratyphi Ah 1/80, Salmonella Paratyphi
Bh 1/40. Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang bahwa pasien ini didiagnosis sebagai demam thypoid.

Demam tifoid adalah suatu sindrom klinik terutama disebabkan oleh


Salmonella typhi. Demam tifoid merupakan jenis terbanyak dari Salmonellosis.
Jenis lain dari demam enteric adalah demam paratifoid yang disebabkan oleh
Salmonella paratyphi A, Salmonella schottmuelleri (semula Salmonella paratyphi
B), dan Salmonella hirschfeldii (semula Salmonella paratyphi C). Demam tifoid
memberikan gejala yang lebih berat dibandingkan dengan lainnya. 2,4

Pasien memiliki kebiasaan sering mengkonsumsi jajanan pinggir jalan, yang


merupakan faktor resiko untuk menularnya bakteri Salmonella.
Bakteri Salmonella masuk bersama makanan/minuman. Setelah berada dalam
usus halus, bakteri mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus (terutama
plak peyer) dan jaringan limfoid mesenterika. Setelah menyebabkan peradangan
dan nekrosis setempat, bakteri melalui pembuluh limfe masuk ke darah
(bakteremia primer) menuju organ retikuloendotelial system (RES) terutama hati
dan limpa. Di tempat ini, bakteri difagosit oleh sel-sel fagosit RES dan bakteri
yang tidak di fagosit akan berkembang biak dan kembali masuk ke sirkulasi darah
dan menyebar ke seluruh tubuh (bakteremia sekunder), dan sebagiannya masuk ke
organ tubuh terutama limpa, kandung empedu yang selanjutnya bakteri tersebut
dikeluarkan kembali dari kandung empedu ke rongga usus dan menyebabkan
reinfeksi di usus. Dalam masa bakteremia ini, bakteri mengeluarkan endotoksin
yang susunan kimianya sama dengan antigen somatic (lipopolisakarida), yang
semula diduga bertanggung jawab terhadap terjadinya gejala- gejala dari demam
tifoid. 1
Pada usia sekolah dan remaja, gejala awal penyakit tidak begitu jelas. Mula-
mula gejalanya berupa demam, lesu, anoreksia, mialgia, sakit kepala, dan sakit
perut berlangsung 2-3 hari. Mula-mula bisa terjadi diare, dapat pula terjadi
konstipasi. Mual muntah pada minggu ke-3 menandakan adanya komplikasi. Suhu
badan naik secara remiten dan makin meningkat dalam 1 minggu, kemudian
menetap pada suhu 400C, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi
pada sore dan malam hari. Pada minggu kedua, penderita terus berada dalam
keadaan demam. Pada minggu kedua suhu bertahan tinggi, dan gejala yang ada
tampak makin berat. Anak tampak sakit akut dengan disorientasi, letargi, delirium
dan stupor. Pada minggu ketiga suhu badan berangsur-angsur turun dan normal
kembali pada akhir minggu ketiga. 6
Pada kasus ini, dari anamnesis didapatkan bahwa pasien mengalami panas
sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit, panas meningkat terutama dirasakan
pada sore dan malam hari. Pasien juga mengalami muntah 1x sebelum masuk
rumah sakit. Hal ini sesuai dengan klinis demam thypoid dimana febris yang
bersifat intermitten (demam naik pada malam hari) yang terjadi pada minggu
pertama demam. Pada perawatan hari ke-1, demam pasien sudah turun, dan pada
perawatan hari ke-2 pasien diizinkan untuk pulang karena keadaan umum sudah
membaik dan menjalani rawat jalan. Penurunan suhu badan pada pasien ini lebih
awal dibanding teori bahwa penurunan panas berangsur-angsur turun pada minggu
ketiga. Hal ini bisa dikarenakan terapi antibiotik yang sudah masuk lebih awal
sebelumnya. Muntah pada pasien ini merupakan gejala penyerta yang bisa
menggambarkan dari mana port de entree penyakit ini. Dari anamnesis juga
didapatkan pasien suka mengkonsumsi jajanan somay, goreng-gorengan. Hal
tersebut merupakan salah satu faktor resiko untuk terjadinya demam tifoid pada
kasus ini, sehingga kemungkinan besar pasien mendapat infeksi bakteri dari
makanan (jajanan) yang tercemar.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan kondisi sakit sedang, suhu tubuh


meningkat, lidah kotor dan tepi hiperemis. Hal ini sesuai dengan teori gejala
demam tifoid adalah anak tampak sakit sedang atau berat, kesadaran apatis, suhu
tubuh meningkat, lidah berselaput putih, bercak merah (rose spot) di dinding dada
dan perut, hati terasa membesar. Roseola lebih sering terjadi pada akhir minggu
pertama dan awal minggu kedua. Merupakan suatu nodul kecil sedikit menonjol
dengan diameter 2-4 mm, berwarna merah pucat serta hilang pada penekanan.
Roseola ini merupakan emboli kuman yang di dalamnya mengandung kuman
Salmonella, dapat juga ditemukan di bokong, ataupun bagian fleksor lengan atas.
Lidah tifoid biasanya terjadi beberapa hari setelah panas meningkat dengan tanda-
tanda antara lain, lidah tampak kering di belakang tampak lebih pucat, di bagian
ujung dan tepi tampak kemerahan. Bila penyakit makin progresif, akan terjadi
deskuamasi epitel sehingga papilla lebih prominen. Pada abdomen mungkin
ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar di
sertai nyeri tekan abdomen, banyak juga dijumpai hepatomegali dibandingkan
splenomegali. Biasanya didapatkan konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal
bahkan dapat terjadi diare.1,3

Dari pemeriksaan laboratorium pada pasien ini, leukosit dalam batas normal,
eritrosit juga masih dalam batas normal, haemoglobin sedikit turun (10,4 g/dL) ini
menandakan pasien tidak mengalami anemia berat, yang menandakan efek toksik
supresi sumsum tulang belum terjadi. Uji widal pada pasien ini didapatkan hasil
Salmonella Typhi O 1/320, Salmonella Typhi H1/320, Salmonella Paratyphi Ah
1/80, Salmonella Paratyphi Bh 1/40. Berdasarkan hasil tersebut membuktikan
bahwa pasien ini menderita demam thypoid. Meskipun pemeriksaan widal
memiliki banyak kekurangan, adanya peningkatan titer ini dapat mengarahkan
diagnosis demam thypoid5

Diagnosis pasti demam tifoid ditegakkan bila hasil biakan darah positif.
Biakan darah dalam minggu pertama memperlihatkan Salmonella positif pada 40-
60% kasus, sedangkan biakan urin dan tinja positif setelah minggu pertama, dan
biakan tinja kadang-kadang sudah positif pada masa inkubasi. Biakan sumsum
tulang adalah pemeriksaan yang paling sensitif yaitu positif pada 85-90% dan
kurang dipengaruhi oleh pemberian antibiotika sebelumnya. Namun untuk
melakukan pemeriksaan biakan memerlukan waktu beberapa hari, maka
diperlukan pemeriksaan yang lebih cepat, yaitu pemeriksaan antibodi monoklonal.
Pemeriksaan reaksi rantai polymerase yang dalam beberapa jam dapat diperoleh
hasil. Pemeriksaan serologi terhadap antigen O, H, dan Vi dari Salmonella dengan
uji widal tidak banyak membantu dalam menetapkan diagnosis, karena kurangnya
sensitivitas pada pemeriksaan ini. Pada demam tifoid sering disertai anemia dari
yang ringan sampai yang sedang dengan peningkatan laju endap darah, gambaran
eritrosit normokrom normosit, yang diduga merupakan efek toksik supresi
sumsum tulang atau perdarahan usus. Hitung leukosit dapat normal ataupun
leukositosis. Kemungkinan ditemukannya biakan positif pada sumsum tulang
adalah 84%, darah 44%, feses 65%, cairan duodenum 42%. Hasil pemeriksaan
biakan positif dari sampel darah penderita digunakan untuk menegakkan
diagnosis, sedangkan hasil pemeriksaan biakan negatif dua kali berturut-turut
pemeriksaan feses atau urin digunakan untuk menentukan bahwa penderita telah
sembuh.6

Penatalaksanaan demam tifoid terbagi atas 3, yaitu perawatan, diet dan obat-
obatan. Penderita demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi,
observasi serta pengobatan. Penderita harus istirahat 5-7 hari bebas panas. Tirah
baring (istirahat mutlak) dilakukan di tempat tidur dan letak baring harus sering
diubah. Lamanya tirah baring berlangsung sampai 5 hari bebas demam,
dilanjutkan dengan mobilisasi secara bertahap.7

Pada penderita dengan kesadaran yang menurun harus diobservasi agar tidak
terjadi aspirasi. Diet pada demam tifoid perlu juga mendapat perhatian khusus.
Tidak seperti diet tifoid dahulu yang diawali dengan diet bubur saring, beberapa
peneliti menganjurkan makanan padat dini yang wajar sesuai dengan keadaan
penderita dengan memperhatikan segi kualitas ataupun kuantitas dapat diberikan
dengan aman. Pemberian makanan padat dini banyak memberikan keuntungan,
seperti dapat menekan turunnya berat badan selama perawatan, masa di rumah
sakit lebih diperpendek, dapat menekan penurunan albumin dalam serum dan
dapat mengurangi kemungkinan kejadian infeksi lain selama perawatan.1

Hingga kini kloramfenikol masih merupakan baku emas (gold standard)


dalam pengobatan demam tifoid. Dosis yang dianjurkan adalah 50-100
mg/KgBB/hari selama 10-14 hari. Pada neonatus, dosis tidak melebihi 25
mg/KgBB/hari, selama 10 hari. Kekurangan kloramfenikol antara lain adalah
reaksi hipersensitivitas, reaksi toksik, grey baby syndrome, kolaps dan tidak cocok
untuk pengobatan karier. Toksisitas kloramfenikol fatal dapat terjadi pada bayi
baru lahir, khususnya bayi prematur, jika terpajan obat ini secara berlebihan.
Penyakit yang muncul, yakni grey baby syndrome muncul dengan manifestasi
muntah, kesulitan menelan, pernapasan tidak teratur dan cepat, distensi abdomen,
sianosis, dan bayi mengalami sakit parah pada akhir hari pertama dan pada 24 jam
berikutnya menjadi lemah, warna berubah kelabu, dan mengalami hipotermia,
sehingga bayi berusia 2 minggu atau lebih muda sebaiknya menerima dosis yang
lebih rendah. Tiamfenikol mempunyai efek yang sama dengan kloramfenikol.
Komplikasi hematologi pada tiamfenikol lebih jarang dilaporkan. Dosis oral yang
dianjurkan adalah 50-100 mg/kgBB/hari, selama 10-14 hari. Pilihan lain adalah
ampisilin, amoksisilin (100 mg/kgBB/hari secara oral dalam 3 sampai 4 dosis),
dan kotrimoxazole (10 mg trimethoprim dan 50 mg sulfamethoxazole, secara oral
dalam 2 dosis). Pada anak dengan gangguan yang mendasari termasuk malnutrisi
berat, perluasan terapi antibiotik selama 21 hari dapat mengurangi angka
komplikasi. Disamping terapi antibiotik, pemberian cepat dexamethasone, dengan
menggunakan 3 mg/kg untuk dosis awal, disertai dengan 1 mg/kg setiap 6 jam
selama 48 jam, memperbaiki angka ketahanan hidup penderita dengan syok,
menjadi lemah, stupor atau koma. Bila perdarahan usus berat, transfusi darah
diperlukan. Transfusi trombosit dianjurkan untuk pengobatan trombositopenia
yang dianggap cukup berat sehingga menyebabkan perdarahan saluran cerna pada
pasien-pasien yang masih dalam pertimbangan untuk dilakukan operasi pada
saluran cerna.1,4,8

Komplikasi demam tifoid dapat dibagi atas dua bagian :


a. Komplikasi pada usus halus : perdarahan, perforasi , peritonitis.
b. Komplikasi diluar usus halus : bronkitis , bronkopnemonia, ensefalopati,
kolesistitis, meningitis, miokarditis, dan karier kronik. 1

Pada kasu sini tidak ada penyulit ataupun komplikasi yang terjadi.

Prognosis pasien dengan tifoid tergantung pada terapi segera, usia penderita,
keadaan kesehatan sebelumnya, dan munculnya komplikasi. Di Negara maju,
dengan antimikroba yang tepat, angka mortalitas dibawah 1%. 4,9

Pada kasus ini prognosisnya tergolong baik terutama berkaitan dengan


komplikasi yang tidak muncul sama sekali. Keadaan kesehatan pasien sebelumnya
juga baik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Rampengan, TH, Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak ed. 2. Jakarta: EGC,
2007.
2. Widagdo. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Infeksi PadaAnak. Jakarta:
Sagung Seto, 2011.
3. Widagdo. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Anak Dengan Demam.
Jakarta: Sagung Seto, 2011.
4. Ashkenazi, S, Cleary, TG, Infeksi Salmonella, in: Nelson (Ed), Ilmu
Kesehatan Anak Nelson Edisi 15Volume II. Jakarta: EGC, 2010 : 965-73.
5. Pusponegoro, H.Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak Edisi I.
Jakarta: Balai penerbit IDAI, 2014.
6. Soedarmo, S.S.P. Garna, H. Hadinegoro, S.R. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Anak Infeksi dan Penyakit Tropis edisi 1. Jakarta: Balai penerbit IDAI,
2014.
7. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNHAS, SMF Anak RS DR. Wahidin
Sudirohusodo. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Makassar. Hal.
5-6.
8. Chambers, HF, Inhibitor Sintesis Protein dan Berbagai Senyawa
Antibakteri, in: Hardman, JG, Limbird, LE (Eds). Goodman & Gilman
Dasar Dasar Farmakologi Terapi Edisi 10 Volume 2. Jakarta: EGC, 2008.
9. Adisasmito AW. Penggunaan Antibiotik Pada Terapi Demam Tifoid Anak
di RSAB Harapan Kita. Sari Pediatri, Vol. 8, No. 3, Desember 2016:174-
180.

Anda mungkin juga menyukai