Anda di halaman 1dari 16

KONJUNGTIVITIS

A PENGERTIAN.
Suatu peradangan konjungtiva yang disebabkan oleh bakteri,

virus, jamur, clamida, alergi atau iritasi dengan bahan-bahan

kimia.

B PATOFISIOLOGI.
Konjungtiva berhubungan dengan dunia luar kemungkinan

konjungtiva terinfeksi dengan mikro organisme sangat besar.

Pertahanan konjungtiva terutama oleh karena adanya tear film,

pada permukaan konjungtiva yang berfungsi melarutkan kotoran

dan bahan-bahan yang toksik kemudian mengalirkan melalui

saluran lakrimalis ke meatus nasi inferior. Tear film mengandung

beta lysine, lysozyne, Ig A, Ig G yang berfungsi menghambat

pertumbuhan kuman. Apabila ada kuman pathogen yang dapat

menembus pertahanan tersebut sehingga terjadi infeksi

konjungtiva yang disebut konjungtivitis.

C PEMBAGIAN / KLASIFIKASI MENURUT GAMBARAN


KLINIK.
1. Konjungtivitis Kataral.
Konjungtivitis Kataral Akut.

Disebut juga konjungtivitis mukopurulenta, konjungtivitis

akut simplek, pink eyes.

Penyebab:

1
Koch Weeks, stafilokok aureus, streptokok viridan,

pneukok, dan lain-lain.

Tanda klinik:

Pada palpebra edema, konjungtiva palpebra merah kasar,

seperti beledru karena ada edema dan infiltrasi.

Konjungtiva bulbi injeksi konjungtival banyak, kemosis

dapat ditemukan pseudomembran pada infeksi

pneumokok.

Konjungtivitis Kataral Sub Akut.

Penyebab:

Sebagai lanjutan konjungtivitis akut atau oleh virus

hemofilus influenza.

Tanda klinik:

Palpebra edema. Konjungtiva palpebra hiperemi tak begitu

infiltratif. Konjungtiva bulbi injeksi konjungtiva positif, tak

ada blefarospasme dan secret cair.

Konjungtivitis Katarak Kronik.

Sebagai lanjutan konjungtivitis kataral akut atau

disebabkan kuman koch weeks, stafilokok aureus, morax

axenfeld, E. Colli atau disebabkan juga obstruksi duktus

naso lakrimal.

Tanda klinik:

Palpebra tak bengkak, margo palpebra bleparitis dengan

segala akibatnya. Konjungtiva palpebra sedikit merah, licin,

kadang-kadang hypertropis seperti beledru. Konjungtiva

bulbi injeksi konjungtiva ringan.


2
2. Konjungtivitis Purulen.
Dapat Disebabkan :

Gonorrhoe dan Nongonorrhoe akibat pneumokok, streptokok,

meningokok, stafilokok, dsb.

Tanda Klinik :

Konjungtivitis akut, disertai dengan sekret yang purulen.

Pengertian :

Konjungtivitis yang hiperakut dengan sekret purulen yang

disebabkan oleh Neisseria Gonorrhoika.

Patofisiologi :

Proses peradangan hiperakut konjungtiva dapat disebabkan

oleh Neisseria Gonorrhoika, yaitu kuman bukan yang

berbentuk kokkus, gram ngatif yang sering menjadi penyebab

uretritis, pada pria dan vaginitis atau bartolinitis pada wanita.

Infeksi ini dapat terjadi karena adanya kontak langsung antara

Neisseria Gonorrhoika dengan konjungtiva.

Dibedakan Atas 3 Stadium, Yaitu :

Stadium Infiltrat.

Berlangsung selama 1-3 hari. Dimana palpebra bengkak,

hiperemi, tegang, bleparospasme. Konjungtiva palpebra

hiperemi, bengkak, infiltrat mungkin terdapat

pseudomembran diatasnya. Pada Konjungtiva bulbi

terdapat injeksi konjungtiva yang hebat, kemotik, sekret

sereus kadang-kadang beradarah.

Stadium Supuratif atau Purulenta.

3
Berlangsung selama 2-3 minggu. Gejala-gejala tak begitu

hebat lagi. Palpebra masih bengkak, hiperemis, tetapi tak

begitu tegang. Bleparospasme masih ada. Sekret campur

darah, keluar terus menerus apabila palpebra dibuka yang

khas adalah sekret akan keluar dengan mendadak

(memancar muncrat) oleh karena itu harus hati-hati bila

membuka palpebra, jangan sampai mengenai mata

pemeriksa.

Stadium Konvalesen (Penyembuhan) Hypertropi Papil.

Berlangsung 2-3 minggu. Gejala tak begitu hebat lagi.

Palpebra sedikit bengkak, konjungtiva palpebra hiperemi,

tidak infiltrat. Injeksi konjungtiva bulbi, injeksi

konjungtiva masih nyata, tidak kemotik, sekret jauh

berkurang.

Gejala / Gambaran Klinis :

Penyakit gonoblenore dapat terjadi secara mendadak.

Masa inkubasi dapat terjadi beberapa jam sampai 3 hari.

Keluhan utama : mata merah, bengkak dengan sekret seperti

nanah yang kadang-kadang bercampur darah.

Pemeriksaan Laboratorium :

Kerokan konjungtiva atau getah mata yang purulen dicat

dengan pengecatan gram dan diperiksa dibawah mikroskop.

Didapatkan sel-sel polimorfonuklear dalam jumlah banyak

sekali. Kokus gram negatif yang berpasang-pasangan seperti

biji kopi yang tersebar diluar dan didalam sel.

Diagnosis :

4
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan laboratorium

dan pemeriksaan klinik.

Pengobatan :

Gonoblenore Tanpa Penyulit Pada Kornea.

Topikal :

Salep mata Tetrasiklin HCl 1 % atau Basitrasin yang

diberikan minimal 4 kali sehari pada neonatus dan

diberikan sedikitnya tiap 2 jam pada penderita dewasa,

dilanjutkan sampai 5 kali sehari sampai terjadinya resolusi.

Sebelum memberikan salep mata, mata harus dibersihkan

terlebih dahulu.

Sistemik :

Pada orang dewasa diberikan Penisillin G 4,8 juta IU intra

muskuler dalam dosis tunggal ditambah dengan Probenesid

1 gram per-oral, atau Ampisillin dalam dosis tunggal 3,5

gram per-oral. Pada neonatus dan anak-anak diberikan


injeksi Penisillin dengan dosis 50.0000 100.0000 IU/Kg

BB.

Gonoblenore Dengan Penyulit Pada Kornea.

Topikal :

Dapat dimulai dengan salep mata Basitrasin setiap jam

atau Sulbenisillin tetes mata, disamping itu diberikan juga

Penisillin konjungtiva.

Sistemik :

Pengobatan sistemik diberikan seperti pada gonoblenore

tanpa ulkus kornea.

5
3. Konjungtivitis Flikten.
Merupakan peradangan terbatas dari konjungtiva dengan

pembentukan satu atau lebih dari satu tonjolan kecil,

berwarna kemerahan yang disebut flikten.

Penyebab : alergi terhadap

o Tuberkulo protein, pada penyakit TBC.

o Infeksi bakteri : koch weeks, pneumokok, stafilokok,

streptokok.

o Virus : herpes simpleks.

o Toksin dari moluskum kontagiosum yang terdapat pada

margo palpebra.

o Jamur pada kandida albikans.

o Cacing : ascaris, tripanosomiasis.

o Infeksi fokal : gigi, hidung, telinga, tenggorokan dan traktus

urogenital.

Konjungtivitis 2 macam :

Konjungtivitis Flikten.
Tanda radang tak jelas, hanya terbatas pada tempat flikten,

sekret hampir tak ada.

Konjungtivitis Kum Flikten.


Tanda radang jelas, sekret mukos, mukopurulen, biasanya

karena infeksi sekunder pada konjungtivitis flikten.

Keluhan :

Lakrimasi, fotofobia, bleparospasme. Oleh karena dasarnya

alergi, maka cepat sembuh tetapi cepat kambuh kembali,

selama penyebabnya masih ada di dalam tubuh.


6
4. Konjungtivitis Membran / Pseudo
Membrane.
Ditandai dengan adanya masa putih atau kekuning-kuningan,

yang menutupi konjungtiva palpebra bahkan konjungtiva

bulbi.

Didapat pada :

Difteri primer

atau sekunder dari nasopharynx.

Streptokokus

beta hemolitik eksogen maupun endogen.

Steven Johnson

Syndrome.

Gejala klinik :

Palpebra bengkak. Konjungtiva palpebra : hiperemi dengan

membrane diatasnya. Konjungtiva bulbi : injeksi konjungtiva

(+), mungkin ada membrane. Kadang-kadang ada ulkus

kornea. Konjungtivitis pseudomembrane umumnya terdapat

pada semua konjungtivitis yang bersifat hiperakut atau

purulen seperti konjungtivitis gonore, akibat gonokok,

epidemik keratokonjungtivitis, inclusion konjungtivitis.

5. Konjungtivitis Vernal.
Dinamakan psring catarh karena banyak ditemukan pada

musim bunga di daerah yang mempunyai empat musim.

Keluhannya mata sangat gatal, terutama berada pada

lapangan terbuka yang panas terik. Sering menunjukkan alergi

terhadap tepung sari dan rumput-rumputan.

7
6. Konjungtivitis Folikularis Nontrakoma.
Dibagi lagi menjadi :

Konjungtivitis folikularis akut, yang

disebabkan oleh virus termasuk golongan ini adalah :

o Inclusion konjungtivitis.

o Keratokonjungtivitis epidemika.

o Demam faringokonjungtiva.

o Keratokonjungtivitis herpetika.

o Konjungtivitis new castle.

o Konjungtivits hemoragik akut.

Konjungtiva folikularis kronika.

Konjungtiva folikularis toksika / alergika.

Folikulosis.

7. Konjungtivitis Folikularis Trakoma.


Penyebab virus dari golongan P.L.T (Psittacosis

Lympogranuloma Tracoma)

D PEMERIKSAAN LABORATORIUM.
Pemeriksaan secara langsung dari kerokan atau getah mata

setelah bahan tersebut dibuat sediaan yang dicat dengan

pengecatan gram atau giemsa dapat dijumpai sel-sel radang

polimorfonuklear. Pada konjungtivitis yang disebabkan alergi pada

pengecatan dengan giemsa akan didapatkan sel-sel eosinofil.

E DIAGNOSIS.

8
Ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan

laboratorium. Pada pemeriksasan klinik di dapat adanya

hiperemia konjungtiva, sekret atau getah mata dan edema

konjungtiva.

F PENGOBATAN.
Pengobatan spesifik tergantung dari identifikasi penyebab.

Konjungtivitis karena bakteri dapat diobati dengan sulfonamide

(sulfacetamide 15 %) atau antibiotika (Gentamycine 0,3 %;

chlorampenicol 0,5 %). Konjungtivitis karena jamur sangat jarang

sedangkan konjungtivitis karena virus pengobatan terutama

ditujukan untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder,

konjungtivitis karena alergi di obati dengan antihistamin

(antazidine 0,5 %, rapazoline 0,05 %) atau kortikosteroid

(misalnya dexametazone 0,1 %).

9
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN KONJUNGTIVITIS

A. BIODATA.
Tanggal wawancara, tanggal MRS, No. RMK. Nama, umur, jenis

kelamin, suku / bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, status

perkawinana, alamat, penanggung jawab.

B. RIWAYAT KESEHATAN .
1. Riwayat Kesehatan Sekarang.

Keluhan Utama:

Nyeri, rasa ngeres (seperti ada pasir dalam mata), gatal,

panas dan kemerahan disekitar mata, epipora mata dan

sekret, banyak keluar terutama pada konjungtiva, purulen /

Gonoblenorroe.

Sifat Keluhan :

Keluhan terus menerus; hal yang dapat memperberat

keluhan, nyeri daerah meradang menjalar ke daerah mana,

10
waktu keluhan timbul pada siang malam, tidur tentu

keluhan timbul.

Keluhan Yang Menyertai :

Apakah pandangan menjadi kabur terutama pada kasus

Gonoblenorroe.

2. Riwayat Kesehatan Yang Lalu.

Klien pernah menderita penyakit yang sama, trauma mata,

alergi obat, riwayat operasi mata.

3. Riwayat Kesehatan Keluarga.

Dalam keluarga terdapat penderita penyakit menular

(konjungtivitis).

C. PEMERIKSAAN FISIK.
Data Fokus :

Objektif : VOS dan VOD kurang dari 6/6.

Mata merah, edema konjungtiva, epipora, sekret

banyak keluar terutama pada konjungtivitis purulen

(Gonoblenorroe).

Subjektif : Nyeri, rasa ngeres (seperti ada pasir dalam mata) gatal,

panas.

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN.

11
1. Perubahan kenyamanan (nyeri) berhubungan

dengan peradangan konjungtiva, ditandai dengan :

Klien mengatakan ketidaknyamanan (nyeri) yang

dirasakan.

Raut muka /wajah klien terlihat kesakitan (ekspresi

nyeri).

Kriteria hasil:

Nyeri berkurang atau terkontrol.

Intervensi :

Kaji tingkat nyeri yang dialami oleh klien.

Ajarkan kepada klien metode distraksi selama nyeri, seperti

nafas dalam dan teratur.

Berikan kompres hangat pada mata yang nyeri.

Ciptakan lingkungan tidur yang nyaman, aman dan

tenang.

Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesic.

Rasionalisasi :

o Dengan penjelasan maka klien diharapkan akan mengerti.

o Berguna dalam intervensi selanjutnya.

o Merupakan suatu cara pemenuhan rasa nyaman kepada

klien dengan mengurangi stressor yang berupa kebisingan.

o Menghilangkan nyeri, karena memblokir syaraf penghantar

nyeri.

Evaluasi :

Mendemonstrasikan pengetahuan akan penilaian

pengontrolan nyeri.

12
Mengalami dan mendemonstrasikan periode tidur yang

tidak terganggu.

Menunjukkan perasaan rileks.

2. Ansietas berhubungan dengan kurangnya

pengetahuan tentang proses penyakitnya, ditandai dengan :

Klien mengatakan tentang kecemasannya.

Klien terlihat cemas dan gelisah.

Kriteria hasil :

Klien mengatakan pemahaman tentang proses penyakitnya

dan tenang.

Intervensi :

Kaji tingkat ansietas / kecemasan.

Beri penjelasan tentang proses penyakitnya.

Beri dukungan moril berupa doa untuk klien.

Rasionalisasi :

o Bermanfaat dalam penentuan intervensi.

o Meningkatkan pemahaman klien tentang proses

penyakitnya

o Memberikan perasaan tenang kepada klien.

Evaluasi :

Mendemonstrasikan penilaian penanganan adaptif untuk

mengurangi ansietas.

Mendemonstrasikan pemahamaan proses penyakit.

13
3. Resiko terjadi penyebaran infeksi berhubungan

dengan proses peradangan.

Kriteria hasil :

Penyebaran infeksi tidak terjadi.

Intervensi :

Bersihkan kelopak mata dari dalam ke arah luar (k/p

lakukan irigasi).

Berikan antibiotika sesuai dosis dan umur.

Pertahankan tindakan septik dan aseptik.

Rasionalisasi :

o Dengan membersihkan mata dan irigasi mata, maka mata

menjadi bersih.

o Pemberian antibiotik diharapkan penyebaran infeksi tidak

terjadi.

o Diharapkan tidak terjadi penularan baik dari pasien ke

perawat atau perawat ke pasien.

Evaluasi :

Tidak terdapat tanda-tanda dini dari penyebaran penyakit.

4. Gangguan konsep diri (body image menurun)

berhubungan dengan adanya perubahan pada kelopak mata

(bengkak / edema).

Intervensi :

Kaji tingkat penerimaan klien.

Ajak klien mendiskusikan keadaan.

14
Catat jika ada tingkah laku yang menyimpang.

Jelaskan perubahan yang terjadi.

Berikan kesempatan klien untuk menentukan keputusan

tindakan yang dilakukan.

Evaluasi :

Mendemonstrasikan respon adaptif perubahan konsep diri.

Mengekspresikan kesadaran tentang perubahan dan

perkembangan ke arah penerimaan.

5. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan

keterbatasan penglihatan.

Kriteria hasil :

Cedera tidak terjadi.

Intervensi :

Batasi aktivitas seperti menggerakkan kepala tiba-tiba,

menggaruk mata, membungkuk.

Orientasikan pasien terhadap lingkungan, dekatkan alat

yang dibutuhkan pasien ke tubuhnya.

Atur lingkungan sekitar pasien, jauhkan benda-benda yang

dapat menimbulkan kecelakaan.

Awasi / temani pasien saat melakukan aktivitas.

Rasionalisasi :

o Menurunkan resiko jatuh (cedera).

o Mencegah cedera, meningkatkan kemandirian.

o Meminimalkan resiko cedera, memberikan perasaan aman

bagi pasien.

15
o Mengontrol kegiatan pasien dan menurunkan bahaya

keamanan.

Evaluasi :

Menyatakan pemahaman faktor yang terlibat dalam

kemungkinan cedera.

Menunjukkan perubahan prilaku, pola hidup untuk

menurunkan faktor resiko dan melindungi diri dari cedera.

Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan


keamanan.

SUMBER

1. Wijana, Nana. 1990. Ilmu Penyakit mata. Cetakan V. Jakarta.

2. Pedoman Diagnosis dan Terapi, Lab / UPF Ilmu Penyakit Mata.

RSU Sutomo. 1994. Surabaya.

3. Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa

Keperawatan. Edisi 8. Penerbit: EGC, Jakarta.

16

Anda mungkin juga menyukai