Anda di halaman 1dari 57

Laporan Keluarga Binaan

Gizi Buruk
Oleh :
Yelvi Novita Roza 1110312096
Mustika Febriani Rizona 1010312073
Metta Yulia Utami 1010313002
Elsa Prima Putri 1010313087

Preseptor FK UNAND : dr. Afdal, Sp.A, M.Biomed


Preseptor Puskesmas : dr. Fitrianti Adnan
Dr. Prima Shandya D.

KEPANITERAAN KLINIK ROTASI II


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PUSKESMAS BUNGUS
PADANG
2017
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT sehingga kami dapat menyelesaikan

penulisan laporan keluarga binaan kami yang berada di wilayah kerja Puskesmas Bungus.

Kegiatan keluarga binaan ini merupakan salah satu pemenuhan syarat kepaniteraan

klinik rotasi II pada Puskesmas Bungus. Kami mengucapkan terima kasih kepada dr. Afdal,

Sp.A, M.Biomed selaku perseptor dari Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, dr. Fitrianti

Adnan dan dr. Prima Shandya D. selaku perseptor dari Puskesmas Bungus serta semua pihak

yang telah membantu dalam penulisan laporan ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik

dan saran yang membangun dari semua pembaca sangat di harapkan. Semoga laporan

keluarga binaan ini dapat bermanfaat bagi semua.

Padang, Januari 2017

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

Gizi buruk merupakan salah satu dari empat masalah gizi utama di Indonesia.

Prevalensi yang tinggi terdapat pada anak di bawah umur lima tahun (balita) serta pada

ibu hamil dan menyusui. Berdasarkan Riskesdas 2007, 13% balita menderita gizi

kurang dan 5,4% balita menderita gizi buruk. Pada Risdesdas 2010, 13% balita

menderita gizi kurang sedangkan angka gizi buruk turun menjadi 4,9% 1,2.

Berdasarkan lama dan beratnya kekurangan energi protein, diklasifikasikan menjadi

KEP derajat ringan-sedang (gizi kurang) dan KEP derajat berat (gizi buruk). Gizi

kurang belum menunjukkan gejala klinis yang khas, hanya dijumpai gangguan

pertumbuhan dan anak tampak kurus. Pada gizi buruk, di samping gejala klinis

didapatkan kelainan biokimia sesuai dengan bentuk klinis. Pada gizi buruk didapatkan 3

bentuk klinis yaitu kwashiorkor, marasmus, dan marasmik kwashiorkor, walaupun

demikian penatalaksanaannya sama 2.

Kwashiorkor adalah sindrom klinis yang diakibatkan dari defisiensi protein berat

dan asupan kalori yang tidak adekuat. Penyebab terjadinya kwashiorkor adalah

inadekuatnya intake protein yang berlangsung kronis. Anak penderita kwashiorkor

secara umum mempunyai ciri-ciri pucat, kurus, atrofi pada ekstremitas, adanya edema

pedis dan pretibial serta asites 3,4.

Pentingnya memperhatikan asupan makanan bagi anak harus disadari oleh semua

orang tua agar tidak terjadi defisit kronis yang menyebabkan marasmik kwashiorkor. Di

sisi lain orang tua tidak semua paham akan nutrisi yang diperlukan bagi pertumbuhan

anak. Orang tua juga perlu mengetahui ciri-ciri bila anak menderita kwashiokor dan

memerlukan tindakan kuratif 3,4.

4
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Menurut WHO gizi buruk adalah ketidakseimbangan antara pasokan nutrisi

dan energi dengan kebutuhan tubuh untuk menjamin pertumbuhan, perkembangan

dan fungsi spesifik. Dampak dari ketidakseimbangan nutrisi pada anak berbeda

dengan dewasa dan dapat menghambat perkembangan anak.4

Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau

nutrisinya di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian,

yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena

kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan kekurangan kedua-

duanya. Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak balita (bawah lima tahun) dan

ditampakkan oleh membusungnya perut (busung lapar). Gizi buruk adalah suatu

kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan zat gizi, atau dengan ungkapan

lain status gizinya berada di bawah standar rata-rata. Zat gizi yang dimaksud bisa

berupa protein, karbohidrat dan kalori. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari

proses terjadinya kekurangan gizi menahun.5,6

Anak balita (bawah lima tahun) sehat atau kurang gizi dapat diketahui dari

pertambahan berat badannya tiap bulan sampai usia minimal 2 tahun (baduta).

Apabila pertambahan berat badan sesuai dengan pertambahan umur menurut suatu

standar organisasi kesehatan dunia, dia bergizi baik. Kalau sedikit dibawah standar

disebut bergizi kurang yang bersifat kronis. Apabila jauh dibawah standar dikatakan

bergizi buruk.

2.2 Epidemiologi

6
Menurut Departemen Kesehatan (2004), pada tahun 2003 terdapat sekitar

27,5% (5 juta balita kurang gizi), 3,5 juta anak (19,2%) dalam tingkat gizi kurang,

dan 1,5 juta anak gizi buruk (8,3%). WHO (1999) mengelompokkan wilayah

berdasarkan prevalensi gizi kurang ke dalam 4 kelompok yaitu: rendah (di bawah

10%), sedang (10-19%), tinggi (20-29%), sangat tinggi (30%).6

Gizi buruk masih merupakan masalah di Indonesia, walaupun Pemerintah

Indonesia telah berupaya untuk menanggulanginya. Data Dusenas menunjukkan

bahwa jumlah BALITA yang BB/U < -3 SD Z-score WHO-NCHS sejak tahun 1989

meningkatkan dari 6,3 % menjadi 7,2 % tahun 1992 dan mencapai puncaknya

11,6% pada tahun 1995. Upaya Pemerintah antara lain melalui pemberian

makanan tambahan dalam jaringan pengaman sosial (JPS) dan peningkatan

pelayanan gizi melalui pelatihan-pelatihan tatalaksana gizi buruk kepada tenaga

kesehatan, berhasil menurunkan angka gizi buruk menjadi 10,1% pada tahun 1998,

8,1% pada tahun 1999, dan 6,3% tahun 2001. Namun pada tahun 2002 terjadi

peningkatan kembali 7% dan pada tahun 2003 menjadi 8,15%.7,8

2.3 Etiologi

Ada 2 faktor penyebab dari gizi buruk adalah sebagai berikut :

a) Penyebab Langsung.

Kurangnya jumlah dan kualitas makanan yang dikonsumsi, menderita

penyakit infeksi, cacat bawaan dan menderita penyakit kanker. Anak yang

mendapat makanan cukup baik tetapi sering diserang penyakit atau demam

akhirnya menderita kurang gizi.

b) Penyebab tidak langsung

7
Berupa ketersediaan Pangan rumah tangga, perilaku, pelayanan kesehatan.

Sedangkan faktor-faktor lain selain faktor kesehatan, tetapi juga merupakan

masalah utama gizi buruk adalah kemiskinan, pendidikan rendah, ketersediaan

pangan dan kesempatan kerja. Oleh karena itu untuk mengatasi gizi buruk

dibutuhkan kerjasama lintas sector.

Secara garis besar gizi buruk disebabkan oleh karena asupan makanan

yang kurang atau anak sering sakit, atau terkena infeksi. Asupan makanan

yang kurang disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain tidak tersedianya

makanan secara adekuat, anak tidak cukup salah mendapat makanan

bergizi seimbang, dan pola makan yang salah. Kaitan infeksi dan kurang gizi

seperti layaknya lingkaran setan yang sukar diputuskan, karena keduanya

saling terkait dan saling memperberat. Kondisi infeksi kronik akan

meyebabkan kurang gizi dan kondisi malnutrisi sendiri akan memberikan

dampak buruk pada sistem pertahanan sehingga memudahkan terjadinya

infeksi.

2.4 Patofisiologi

Patofisiologi gizi buruk pada balita adalah anak sulit makan atau anorexia bisa

terjadi karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik seperti suasana makan,

pengaturan makanan dan lingkungan. Rambut mudah rontok dikarenakan

kekurangan protein, vitamin A, vitamin C dan vitamin E. Karena keempat elemen

ini merupakan nutrisi yang penting bagi rambut. Pasien juga mengalami rabun

senja. Rabun senja terjadi karena defisiensi vitamin A dan protein. Pada retina ada

sel batang dan sel kerucut. Sel batang lebih hanya bisa membedakan cahaya terang

dan gela. Sel batang atau rodopsin ini terbentuk dari vitamin A dan suatu protein. Jika

8
cahaya terang mengenai sel rodopsin, maka sel tersebut akan terurai. Sel tersebut akan

mengumpul lagi pada cahaya yang gelap. Inilah yang disebut adaptasi rodopsin.

Adaptasi ini butuh waktu. Jadi, rabun senja terjadi karena kegagalan atau kemunduran

adaptasi rodopsin.

Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air (dehidrasi). Reflek

patella negatif terjadi karena kekurangan aktin myosin pada tendon patella dan

degenerasi saraf motorik akibat dari kekurangn protein, Cu dan Mg seperti gangguan

neurotransmitter. Sedangkan, hepatomegali terjadi karena kekurangan protein. Jika

terjadi kekurangan protein, maka terjadi penurunan pembentukan lipoprotein. Hal ini

membuat penurunan HDL dan LDL. Karena penurunan HDL dan LDL, maka lemak

yang ada di hepar sulit ditransport ke jaringan-jaringan, pada akhirnya penumpukan

lemak di hepar.

Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema. Pitting edema

adalah edema yang jika ditekan, sulit kembali seperti semula. Pitting edema

disebabkan oleh kurangnya protein, sehingga tekanan onkotik intravaskular menurun.

Jika hal ini terjadi, maka terjadi ekstravasasi plasma ke intertisial. Plasma masuk ke

intertisial, tidak ke intrasel, karena pada penderita kwashiorkor tidak ada kompensansi

dari ginjal untuk reabsorpsi natrium. Padahal natrium berfungsi menjaga keseimbangan

cairan tubuh. Pada penderita kwashiorkor, selain defisiensi protein juga defisiensi

multinutrien. Ketika ditekan, maka plasma pada intertisial lari ke daerah sekitarnya

karena tidak terfiksasi oleh membran sel dan mengembalikannya membutuhkan waktu

yang lama karena posisi sel yang rapat. Edema biasanya terjadi pada ekstremitas bawah

karena pengaruh gaya gravitasi, tekanan hidrostatik dan onkotik.

b.4 Klasifikasi dan Manifestasi Klinis

9
Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-

kwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari

masing-masing tipe yang berbeda-beda.5

1) Marasmus 5

Malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan tidak

cukup atau hygien jelek. Gambaran klinis marasmus berasal dari masukan kalori

yang tidak cukup karena diet yang tidak cukup, karena kebiasaan makan yang

tidak tepat seperti mereka yang hubungan orangtua-anak terganggu, atau karena

kelainan metabolik atau malformasi kongenital. Gangguan berat setiap sistem

tubuh dapat mengakibatkan malnutrisi.

Pada awalnya, terjadi kegagalan menaikkan berat badan, disertai dengan

kehilangan berat badan sampai berakibat kurus, dengan kehilangan turgor pada

kulit sehingga menjadi berkerut dan longgar karena lemak subkutan hilang.

Lemak pada daerah pipih adalah bagian terakhir yang hilang sehingga untuk

beberapa waktu muka bayi tampak relative normal sampai nantinya menyusut

dan berkeriput. Abdomen dapat kembung atau datar dan gambaran usus dapat

dengan mudah dilihat. Terjadi atrofi otot dengan akibat hipotoni. Suhu biasanya

subnormal, nadi mungkin lambat, dan angka metabolism basal cenderung

menurun. Mula-mula bayi mungkin rewel, tetapi kemudian menjadi lesu dan

nafsu makan hilang. Bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat muncul diare dengan

buang air besar sering, tinja berisi mucus dan sedikit.

Ciri dari marasmus menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (2004) antara lain:

a. Penampilan wajah seperti orang tua, terlihat sangat kurus karena

hilangnya sebagian besar lemak dan otot-ototnya, tinggal tulang

terbungkus kulit.

b. Perubahan mental

10
c. Kulit kering, dingin dan kendur

d. Rambut kering, tipis dan mudah rontok

e. Lemak subkutan menghilang sehingga turgor kulit berkurang

f. Otot paha mengendor (baggy pant)

g. Otot atrofi sehingga tulang terlihat jelas, Iga gambang dan perut cekung

h. Sering diare atau konstipasi

i. Kadang terdapat bradikardi

j. Tekanan darah lebih rendah dibandingkan anak sehat yang sebaya

k. Kadang frekuensi pernafasan menurun

2) Kwashiorkor 5

Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana

dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun

dibagian tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat

kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh

a. Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis

b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut,

pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam.

c. Wajah membulat dan sembab

d. Pandangan mata anak sayu

e. Kelainan Gigi dan Tulang

Pada tulang penderita kwashiorkor didapatkan dekalsifikasi, osteoporosis

dan hambatan pertumbuhan. Sering juga ditemukan caries pada gigi

penderita.

f. Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa

kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam. Pada

11
biopsi hati ditemukan perlemakan, bisa juga ditemukan biopsi hati yang

hampir semua sela hati mengandung vakuol lemak besar. Sering juga

ditemukan tanda fibrosis, nekrosis, dan infiltrasi sel mononukleus.

Perlemakan hati terjadi akibat defisiensi faktor lipotropik.

g. Kulit penderita biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis kulit

yang lebih mendalam dan lebar. Sering ditemukan hiperpigmentasi dan

persisikan kulit karena habisnya cadangan energi maupun protein. Pada

sebagian besar penderita dtemukan perubahan kulit yang khas untuk

penyakit kwashiorkor, yaitu crazy pavement dermatosis yang merupakan

bercak-bercak putih atau merah muda dengan tepi hitam ditemukan pada

bagian tubuh yang sering mendapat tekanan. Terutama bila tekanan itu

terus-menerus dan disertai kelembapan oleh keringat atau ekskreta,

seperti pada bokong, fosa poplitea, lutut, buku kaki, paha,lipat paha, dan

sebagainya. Perubahan kulit demikian dimulai dengan bercak-bercak

kecil merah yang dalam waktu singkat bertambah dan berpadu

untuk menjadi hitam. Pada suatu saat mengelupas dan memperlihatkan

bagian-bagian yang tidak mengandung pigmen, dibatasi oleh tepi yang

masih hitam oleh hiperpigmentasi. Kurangnya nicotinamide dan

tryptophan menyebabkan gampang terjadi radang pada kulit.

3). Marasmik-Kwashiorkor

Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor

dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan juga

energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian disamping

menurunnya berat badan < 60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda

12
kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan

biokimiawi terlihat pula.5

b.5 Kriteria anak gizi buruk 1

1) Gizi Buruk Tanpa Komplikasi

a. BB/TB: < -3 SD dan atau;

b. Terlihat sangat kurus dan atau;

c. Adanya Edema dan atau;

d. LILA < 11,5 cm untuk anak 6-59 bulan

2) Gizi Buruk dengan Komplikasi

Gizi buruk dengan tanda-tanda tersebut di atas disertai oleh:

a. Anoreksia

b. Pneumonia berat

c. Anemia berat

d. Dehidrasi berat

e. Demam sangat tinggi

f. Penurunan kesadaran

b.6 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan : 4

1. Antropometri

a. Berat badan

b. Tinggi badan

c. Lingkar lengan

d. Bodi Mass Indek

13
2. Statistik

a. Z score

b. CDC 2000

c. BB/TB <- 3 SD atau < 70 % dari median

d. Edema pada kedua punggung sampai seluruh tubuh

3. Anamnesis :

Keluhan yang sering ditemukan adalah pertumbuhan yang kurang, anak kurus, atau berat

badannya kurang. Selain itu ada keluhan anak kurang/tidak mau makan, sering

menderita sakit yang berulang atau timbulnya bengkak pada keduakaki, kadang

sampai seluruh tubuh

4. Pemeriksaan Fisik

1 Perubahan mental sampai apatis

2 Anemia

3 Perubahan warna dan tekstur rambut, mudah dicabut / rontok

4 Gangguan sistem gastrointestinal

5 Pembesaran hati

6 Perubahan kulit (dermatosis)

7 Atrofi otot

8 Edema simetris pada kedua punggung kaki, dapat sampai seluruh tubuh

b.7 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan:

14
a)
Pemeriksaan laboratorium: kadar gula darah, darah tepi lengkap, feses

lengkap, elektrolit serum, protein serum (albumin, globulin), feritin. Pada

pemeriksaan laboratorium, anemia selalu ditemukan terutama jenis

normositik normokrom karena adanya gangguan sistem eritropoesis akibat

hipoplasia kronis sumsum tulang di samping karena asupan zat besi yang

kurang dalam makanan, kerusakan hati dan gangguan absorbsi. Selain itu

dapat ditemukan kadar albumin serum yang menurun 6

b) Pemeriksaan radiologi (dada, AP dan lateral) juga perlu dilakukan

untuk menemukan adanya kelainan pada paru.

c) Tes mantoux

d) EKG

b.8 Tatalaksana

Dalam proses pengobatan KEP berat terdapat 3 fase, adalah fase stabilisasi,

fase transisi dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil memilih

langkah mana yang cocok untuk setiap fase. Tatalaksana ini digunakan baik

pada penderita kwashiorkor, marasmus maupun marasmik-kwarshiorkor.

1) Fase Stabilisasi
Diberikan makanan formula 75 (F-75) dengan asupan gizi 80-100

KKal/kgBB/hari dan protein 1-1,5 g/KgBB/hari. ASI tetap diberikan pada anak

yang masih mendapatkan ASI.

2) Fase Transisi
Pada fase transisi ada perubahan pemberian makanan dari F-75 menjadi F-

100. Diberikan makanan formula 100 (F-100) dengan asupan gizi 100-150

KKal/kgBB/hari dan protein 2-3 g/kgBB/hari.

3) Fase Rehabilitasi

15
Diberikan makanan seperti pada fase transisi yaitu F-100, dengan

penambahan makanan untuk anak dengan BB < 7 kg diberikan makanan bayi

dan untuk anak dengan BB > 7 kg diberikan makanan anak. Asupan gizi 150-

220 KKal/kgBB/hari dan protein 4-6 g/kgBB/hari.

4) Fase Tindak Lanjut (dilakukan di rumah)


Setelah anak pulang dari PPG, anak tetap dikontrol oleh Puskesmas

pengirim secara berkala melalui kegiatan Posyandu atau kunjungan ke

Puskesmas. Lengkapi imunisasi yang belum diterima, berikan imunisasi campak

sebelum pulang. Anak tetap melakukan kontrol (rawat jalan) pada bulan I satu

kali/ minggu, bulan II satu kali/ 2 minggu, selanjutnya sebulan sekali sampai

dengan bulan ke-6.

Tatalaksana anak gizi buruk dengan keadaan:

a. Hipoglikemia

Semua anak dengan gizi buruk berisiko hipoglikemia (kadar gula darah

< 3 mmol/L atau < 54 mg/dl) sehingga setiap anak gizi buruk harus diberi

makan atau larutan glukosa/gula pasir 10% segera setelah masuk rumah sakit

(lihat bawah). Pemberian makan yang sering sangat penting dilakukan pada

anak gizi buruk.

Segera beri F-75 pertama atau modifikasinya bila penyediaannya

memungkinkan.

Bila F-75 pertama tidak dapat disediakan dengan cepat, berikan 50 ml

larutan glukosa atau gula 10% (1 sendok teh munjung gula dalam 50 ml

air) secara oral atau melalui NGT.

Lanjutkan pemberian F-75 setiap 23 jam, siang dan malam selama

minimal dua hari.

16
Bila masih mendapat ASI teruskan pemberian ASI di luar jadwal

pemberian F-75.

Jika anak tidak sadar (letargis), berikan larutan glukosa 10% secara

intravena (bolus) sebanyak 5 ml/kg BB, atau larutan glukosa/larutan gula

pasir 50 ml dengan NGT.

Beri antibiotik.

b. Hipotermia

Hipotermia ditegakkan saat suhu yang diperiksa pada aksila <35,50C

Segera beri makan F-75 (jika perlu, lakukan rehidrasi lebih dulu).

Pastikan bahwa anak berpakaian (termasuk kepalanya). Tutup dengan

selimut hangat dan letakkan pemanas (tidak mengarah langsung kepada

anak) atau lampu di dekatnya, atau letakkan anak langsung pada dada

atau perut ibunya (dari kulit ke kulit: metode kanguru). Bila

menggunakan lampu listrik, letakkan lampu pijar 40 W dengan jarak 50

cm dari tubuh anak.

Beri antibiotik sesuai pedoman.

c.
Dehidrasi

Jangan gunakan infus untuk rehidrasi, kecuali pada kasus dehidrasi berat

dengan syok.

Beri ReSoMal (Rehydration Solution for Malnutrition)l, secara oral atau

melalui NGT, lakukan lebih lambat dibanding jika melakukan rehidrasi

pada anak dengan gizi baik.

17
beri 5 ml/kgBB setiap 30 menit untuk 2 jam pertama

setelah 2 jam, berikan ReSoMal 510 ml/kgBB/jam berselang-seling

dengan F-75 dengan jumlah yang sama, setiap jam selama 10 jam.

Jumlah yang pasti tergantung seberapa banyak anak mau, volume tinja

yang keluar dan apakah anak muntah.

Selanjutnya berikan F-75 secara teratur setiap 2 jam

Jika masih diare, beri ReSoMal setiap kali diare. Untuk usia < 1 th: 50-

100ml setiap buang air besar, usia 1 th: 100-200 ml setiap buang air

besar.

d. Gangguan keseimbangan dan elektrolit

Semua anak dengan gizi buruk mengalami defisiensi kalium dan

magnesium yang mungkin membutuhkan waktu 2 minggu atau lebih untuk

memperbaikinya. Terdapat kelebihan natrium total dalam tubuh, walaupun

kadar natrium serum mungkin rendah. Edema dapat diakibatkan oleh keadaan

ini. Jangan obati edema dengan diuretikum.

Untuk mengatasi gangguan elektrolit diberikan Kalium dan Magnesium,

yang sudah terkandung di dalam larutan Mineral-Mix yang ditambahkan ke

dalam F-75, F-100 atau ReSoMal

Gunakan larutan ReSoMal untuk rehidrasi

Siapkan makanan tanpa menambahkan garam (NaCl).

e. Infeksi

18
Pada gizi buruk, gejala infeksi yang biasa ditemukan seperti demam,

seringkali tidak ada, padahal infeksi ganda merupakan hal yang sering terjadi.

Oleh karena itu, anggaplah semua anak dengan gizi buruk mengalami infeksi

saat mereka datang ke rumah sakit dan segera tangani dengan antibiotik.

Hipoglikemia dan hipotermia merupakan tanda infeksi berat.

Jika tidak ada komplikasi atau tidak ada infeksi nyata, beri

Kotrimoksazol per oral (25 mg SMZ + 5 mg TMP/kgBB setiap 12 jam (dosis:

lihat lampiran 2) selama 5 hari

Jika ada komplikasi (hipoglikemia, hipotermia, atau anak terlihat letargis

atau tampak sakit berat), atau jelas ada infeksi, beri:

Ampisilin (50 mg/kgBB IM/IV setiap 6 jam selama 2 hari), dilanjutkan

dengan Amoksisilin oral (15 mg/kgBB setiap 8 jam selama 5 hari)

ATAU, jika tidak tersedia amoksisilin, beri Ampisilin per oral (50

mg/kgBB setiap 6 jam selama 5 hari) sehingga total selama 7 hari,

DITAMBAH:

Gentamisin (7.5 mg/kgBB/hari IM/IV) setiap hari selama 7 hari

Jika anak tidak membaik dalam waktu 48 jam, tambahkan

Kloramfenikol (25 mg/kgBB IM/IV setiap 8 jam) selama 5 hari.

f. Defisiensi zat gizi mikro

Semua anak gizi buruk mengalami defisiensi vitamin dan mineral.

Meskipun sering ditemukan anemia, jangan beri zat besi pada fase awal,

tetapi tunggu sampai anak mempunyai nafsu makan yang baik dan mulai

bertambah berat badannya (biasanya pada minggu kedua, mulai fase

rehabilitasi), karena zat besi dapat memperparah infeksi.

19
Tatalaksana:

Berikan setiap hari paling sedikit dalam 2 minggu:

Multivitamin

Asam folat (5 mg pada hari 1, dan selanjutnya 1 mg/hari)

Seng (2 mg Zn elemental/kgBB/hari)

Tembaga (0.3 mg Cu/kgBB/hari)

Ferosulfat 3 mg/kgBB/hari setelah berat badan naik (mulai fase

rehabilitasi)

Vitamin A: diberikan secara oral pada hari ke 1 (kecuali bila telah

diberikan sebelum dirujuk)

Kriteria sembuh:
Bila BB/TB atau BB/PB > -2 SD dan tidak ada gejala klinis dan memenuhi

kriteria pulang sebagai berikut:


a. Edema sudah berkurang atau hilang, anak sadar dan aktif
b. BB/PB atau BB/TB > -3 SD
c. Komplikasi sudah teratasi
d. Ibu telah mendapat konseling gizi
e. Ada kenaikan BB sekitar 50 g/kgBB/minggu selama 2 minggu berturut-

turut
f. Selera makan sudah baik, makanan yang diberikan dapat dihabiskan.

Tabel 2.1 Sepuluh Langkah Tatalaksana KEP

20
Tabel 2.2 Komposisi F-75, F-100, F-135

21
Gambar 2.1 Alur Pelayanan Anak Gizi buruk di RS/ Puskesmas Rawatan

22
Gambar 2.2 Hasil Pemeriksaan dan Tindakan pada Anak Gizi Buruk
2.10. Komplikasi

Anak dengan kwashiorkor akan lebih mudah untuk terkena infeksidikarenakan

lemahnya sistem imun. Tinggi maksimal dan kempuan potensialuntuk tumbuh tidak

akan pernah dapat dicapai oleh anak dengan riwayatkwashiorkor. Bukti secara statistik
mengemukakan bahwa kwashiorkor yangterjadi pada awal kehidupan (bayi dan anak-

anak) dapat menurunkan IQ secara permanen. Komplikasi lain yang dapat ditimbulkan

dari kwashiorkor adalah: 6,7

1. Defisiensi zat besi

2. Hiperpigmentasi kulit

3. Edema anasarka

4. Imunitas menurun sehingga mudah infeksi

5. Diare karena terjadi atrofi epitel usus

6. Hipoglikemia, hipomagnesemia

Refeeding syndrome adalah salah satu komplikasi metabolik dari dukungan nutrisi

pada pasien malnutrisi berat yang ditandai oleh hipofosfatemia,hipokalemia, dan

hipomagnesemia. Hal ini terjadi sebagai akibat perubahan sumber energi utama

metabolisme tubuh, dari lemak pada saat kelaparan menjadi karbonhidrat yang

diberikan sebagai bagian dari dukungan nutrisi, sehingga terjadi peningkatan kadar

insulin serta perpindahan elektrolit yang diperlukan untuk metabolisme intraseluler.

Secara klinis pasien dapat mengalami disritmia,gagal jantung, gagal napas akut, koma

paralisis, nefropati, dan disfungsi hati. Oleh sebab itu dalam pemberian dukungan

nutrisi pada pasien malnutrisi berat perlu diberikan secara bertahap.


BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama/Kelamin/Umur : An. F/Laki-laki/2 tahun 11 bulan

Pekerjaan/pendidikan : -

Alamat : Cindakir

Latar Belakang sosial-ekonomi-demografi-lingkungan keluarga

Status Perkawinan : Belum Menikah

Jumlah Saudara :-

Status Ekonomi Keluarga : Ayah bekerja sebagai nelayan dengan pendapatan

Rp1.000.000/bulan.

Kondisi Rumah :

o Rumah permanen, milik nenek dari ibu pasien, perkarangan cukup luas,

memiliki 2 kamar tidur.

o Listrik ada

o Sumber air : sumur (dari tetangga) dan Pamsimas ( tidak lancer) . Air minum :

air galon

o Jamban dan kamar mandi tidak ada. Kegiatan mandi , buang air kecil, dan

buang air besar di lakukan di kamar mandi tetangga. Di belakang rumah ada

tempat yang dijadikan tempat buang air kecil dengan air yang di bawa dari

sumur tetangga.
o Sampah dibakar di belakang rumah

o Ventilasi memadai dan pencahayaan baik

o Jumlah penghuni 8 orang: pasien tinggal bersama kedua orang tua, kedua

tante, paman, kakek dan nenek dari ibu pasien.


o Kesan : higiene dan sanitasi buruk

Kondisi Lingkungan Keluarga

Ayah pasien bekerja sebagai nelayan


Pasien tinggal di lingkungan padat penduduk
Jarak antara satu rumah dengan rumah yang lain sangat rapat.
Tempat tinggal pasien dipinggir jalan

Aspek Psikologis di Keluarga

Hubungan dengan anggota keluarga baik.


Faktor stress dalam keluarga sulit dinilai

3.4 Anamnesis

Keluhan Utama

Demam sejak 3 hari yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang

Demam sejak 3 hari yang lalu, tidak tinggi, hilang timbul, tidak menggigil dan tidak
berkeringat.
Batuk sejak 2 hari yang lalu, berdahak sedikit.
Pilek sejak 2 hari yang lalu, ingus encer dan selalu mengalir keluar, berwarna putih.
Sesak nafas tidak ada
Berak-berak encer tidak ada
Mual muntah tidak ada
Berat badan anak hanya 9 kg, anak tampak kurus
Tidak ada riwayat berak-berak encer
Buang air kecil warnanya biasa
Buang air besar warna dan konsistensi biasa
Anak sudah bisa berjalan dan berbicara > 20 kata
Anak jarang kontrol berat badan dan tinggi badan ke pelayanan kesehatan
Anak sebelumnya pernah dikonsulkan ke Poli Gizi Puskesmas Bungus berdasarkan

rujukan dari Posyandu karena berat badan di bawah garis merah (BGM).
Anak sudah diberi makanan biasa saring dengan komposisi nasi, lauk-pauk dan

sayuran dari usia 1 tahun. Ibu pasien tidak pernah teratur memberi makanan. Jika

pasien menolak makanan tersebut ibu pasien pun berhenti menyuapi tanpa ada usaha

untuk membujuk pasien. Selain itu, jarak antara jam makan sangat panjang serta tidak

ada makanan selingan di antara jam makan. Pasien mengonsumsi makanan biasa

kurang dari 10 sendok sehari.


Ibu pasien makan tiga kali sehari dengan komposisi dan frekuensi sama seperti

sebelum hamil dan menyusui.


Ibu pasien saat ini hamil 7 bulan

Riwayat Penyakit Dahulu / Penyakit Keluarga

Tidak ada riwayat keluarga yang mengalami gizi buruk sebelumnya.

Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, Kejiwaan, dan Kebiasaan


Anak satu-satunya, lahir spontan, ditolong bidan, BBL 2700 gram, PBL 47 cm,

langsung menangis, ketuban jernih.


Riwayat imunisasi lengkap sesuai usia
- BCG 1 kali usia 1 bulan
- Polio 4 kali usia 1, 2, 5, 7 bulan
- DPT/ HB 3 kali usia 2, 5, 7 bulan
- Campak usia 9 bulan
Riwayat tumbuh kembang sesuai umur tidak mengalami penyimpagan (KPSP

terlampir)
Hygiene dan sanitasi lingkungan buruk
Ayah bekerja sebagai nelayan, ibu IRT

3.5 Pemeriksaan Fisik


Status generalisata

Kesadaran : kompos mentis kooperatif


Tanda Vital : Nadi: 89 kali/menit; Suhu: 37,2o C; Pernafasan: 20 kali/menit
Sianosis : Tidak ada
Keadaan umum : sakit ringan

Keadaan gizi : Gizi buruk

Panjang Badan : 87 cm

Berat Badan : 9 kg

BB/U : 9/14 x 100 % = 64,28%

TB/U : 87/93 x 100 % = 93,54%

BB/TB : 9/13 x 100 % = 69,2%

Kesan : gizi buruk

Edema : tidak ada

Anemis : tidak ada

Ikterus : Tidak ada


Kelenjar Getah Bening

Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening

Kepala

Bulat, simetris

Lingkar kepala 43 cm (normal menurut standard Nellhaus)

Ubun-ubun cekung tidak ada

Rambut

hitam, tidak mudah rontok

Mata

Konjungtiva agak pucat, sklera tidak ikterik

Pupil isokor, diameter 2 mm/2 mm, refleks cahaya +/+ normal

Telinga

Tidak tampak kelainan

Hidung

Nafas cuping hidung tidak ada

Tenggorokan

Tonsil T2 T2 tidak hiperemis


Faring hiperemis

Gigi dan Mulut

Mukosa bibir dan mulut basah

Leher

JVP sukar dinilai

Dada Paru

Inspeksi : Normochest, retraksi tidak ada

Palpasi : Tidak dapat dinilai

Perkusi : Tidak dilakukan

Auskultasi : Bronkovasikuler, ronkhi -/- , wheezing -/-

Dada Jantung

Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus cordis teraba di LMCS RIC V

Perkusi : Tidak dilakukan

Auskultasi : Irama teratur, bising tidak ada

Abdomen

Inspeksi : Distensi tidak ada

Palpasi : Supel, hepar teraba pinggir tajam, permukaan rata, lien tidak teraba
Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+) Normal

Punggung

Tidak tampak kelainan

Alat Kelamin

A1P1G1

Anus

Colok dubur tidak dilakukan

Anggota Gerak

Akral dingin, CRT < 2 detik

Edem -/-

Refleks fisiologis positif normal

Refleks patologis tidak ada

Laboratorium

Belum dilakukakan

3.4 Laboratorium Anjuran

Darah rutin

3.5 Diagnosis
Diagnosis Kerja : ISPA

Gizi kurang dengan kondisi V

3.6 Manajemen

Preventif :

Rajin membawa anak ke posyandu, timbang berat badan secara teratur minimal 1 kali

sebulan

Untuk ibu dan pasien memakan makanan yang bergizi seperti telur, tahu, tempe,

sayur, ikan dan daging sehingga meningkatkan daya tahan tubuh, dan tidak mudah

terserang penyakit dan jumlah ASI lebih banyak

Memberi makan dalam porsi kecil tetapi sering serta tidak memberikan susu formula

atau ASI 1 jam sebelum jam makan pasien

Tidak membiasakan anak membeli jajanan sembarangan

Membuat sendiri cemilan untuk anak yang bergizi dan dijaga kebersihannya.

Mengkonsumsi makanan tambahan yang bisa di dapatkan di puskesmas atau setiap

kunjungan ke posyandu

Orang tua harus mulai membuka diri, dan menerima masukan dari berbagai pihak

terkait masalah kesehatan anaknya.

Memberikan imunisasi yang lengkap kepada anak.

Bawa segera ke posyandu atau puskesmas jika anak sakit

Minum obat secara teratur jika sakit

Promotif :

Menjelaskan kepada orangtua tentang masalah kesehatan anaknya, di mana si anak

mengalami gizi kurang karena berat badannya tidak sesuai dengan tinggi badan dan
umurnya. Hal ini kemungkinan besar disebabkan karena asupan yang kurang. Asupan

kurang bisa karena porsi yang sedikit atau frekuensi pemberian makanan yang sedikit

atau gabungan keduanya. Untuk itu anak perlu diberikan PMT pemulihan.

Menjelaskan kepada orangtua pasien bahwa PMT pemulihan bukanlah sumber asupan

utama, hanya bersifat pendamping.

Menjelaskan bahwa gizi seimbang perlu untuk perkembangan dan pertumbuhan si

anak, juga penting untuk mencegah agar tidak tidak terkena penyakit seperti infeksi.

Memberikan penyuluhan tentang gizi, gizi kurang dan makanan yang bisa diberikan

kepada anak untuk meningkatkan berat badannya.

Bahan makanan yang bisa diberikan kepada anak berupa :

- Karbohidrat : nasi

- Protein hewani : daging ayam, ikan, telur, udang, dan lain-lain

- Protein nabati : tempe dan tahu

- Sayuran : kangkung, bayam, dan wortel

- Buah : jeruk, pisang,dan pepaya

Memberikan contoh menu makanan yang dapat disajikan

Menjelaskan pentingya pemberian imunisasi secara lengkap bagi anak, karena

imunisasi akan membentuk kekebalan tubuh sehingga anak akan terhindar dari

penyakit-penyakit tertentu seperti campak, polio, hepatitis B, TBC, tetanus,dll

Menjelaskan pentingnya memantau berat badan dan tinggi badan anak secara berkala.

Kuratif :

- Istirahat dan minum air putih yang cukup.


- Medikamentosa :
Parasetamol tab 500 mg 3 x (pulveres)
Ambroxol tab 30 mg 3 x (pulveres)
A. Gizi Kurang dengan Kondisi V:

Pemberian Makanan Tambahan (PMT) pemulihan

Mengobati infeksi

Memperbaiki kekurangan zat gizi mikro dan Fe

Memberikan makanan untuk tumbuh kejar

Mengikuti program puskesmas untuk masalah gizi, menjalankan program

tersebut sampai selesai

Rehabilitatif :

Menimbang berat badan tiap bulan meskipun telah mencapai berat badan

sesuai umur hingga anak berusia 5 tahun

Memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang sesuai hasil KPSP


Penulisan Resep

Dinas Kesehatan Kodya Padang


Puskesmas Bungus

Dokter : Elsa, Mustika, Metha, Vita


Tanggal : 23 Desember 2016

R/ Paracetamol 90 mg
Mf pulv dtd no X
3 dd pulv I
R/ Ambroxol 6 mg
mf pulv dtd No X
3 dd pulv I

Pro : An .F
Umur : 2 tahun 11 Bulan
Alamat : Cindakir
BAB IV

KELUARGA BINAAN

4.5 Identitas individu/keluarga

Jenis Usia
No Nama Status Pendidikan Pekerjaan
Kelamin (Thn)

1 RC Laki-laki 31 Ayah Pasien SMA Nelayan

2 RA Perempuan 25 Ibu Pasien SMA IRT

3 DR Perempuan 55 Nenek (pihak ibu) SR IRT

4 AF Laki-Laki 60 Kakek (pihak ibu) SR Nelayan

5 TN Perempuan 20 Tante Pasien SMA Mahasiswi

6 AD Laki-laki 10 tahun Paman Pasien - Pelajar

2 tahun
7 MF Laki-laki Pasien - -
11 bulan

Riwayat penyakit individu/keluarga

o Tidak ada riwayat keluarga yang mengalami gizi buruk sebelumnya.

Riwayat penyakit keturunan

o Riwayat penyakit yang diturunkan di dalam keluarga tidak ada.


Akses ke pelayanan kesehatan

o Memiliki kartu BPJS, keluarga ini dapat mengakses layanan kesehatan baik di

Puskesmas maupun Rumah Sakit.

Perilaku individu/keluarga

o Perilaku hidup bersih kurang. Lingkungan rumah kurang bersih dan tidak

terbiasa mencuci tangan sebelum makan.

o Kebiasaan dan perilaku hidup tidak sehat dalam keluarga ada, yaitu ayah

pasien sering merokok di dalam rumah.

o Kepedulian terhadap kesehatan pribadi, keluarga, dan lingkungan kurang

o Tidak Memahami pentingnya posyandu

o Memanfaatkan BPJS untuk kepentingan kesehatan keluarga

4.2 Menetapkan masalah kesehatan pasien dan keluarga

Rendahnya penghasilan ayah pasien membuat pasien tidak bisa diberikan asupan gizi

yang seimbang dan mencukupi sesuai dengan kebutuhan pasien. Hal ini membuat

pasien rentan mendapatkan penyakit infeksi

Rendahnya pengetahuan keluarga pasien tentang pengaturan makanan pada anak

dalam tahap pertumbuhan sehingga tidak ada motivasi bagi keluarga pasien untuk

memberikan makanan bagi pasien dengan benar.

Kurangnya kepedulian keluarga pasien terhadap kesehatan internal keluarga mereka

sendiri.
Rendahnya tingkat pendidikan kedua orang tua berperan dalam kurangnya kesadaran

untuk berperilaku hidup sehat .

Kurangnya kebersihan di lingkungan rumah menyebabkan anggota keluarga berisiko

untuk mengalami berbagai penyakit infeksi seperti diare, ISPA, TB paru, penyakit

kulit, dan lain sebagainya.

4.4 Rekomendasi solusi

Faktor perilaku kesehatan keluarga

Masalah: Perilaku hidup bersih kurang

Solusi:

1 Mengedukasi pasien tentang pentingnya kebersihan lingkungan demi terhindar dari

penyakit infeksi seperti diare, ISPA, TB paru, penyakit kulit dan lain sebagainya.

2 Menjaga kebersihan badan dengan mandi 2x sehari dan keringkan badan setelah

mandi.

3 Membiasakan mencuci tangan sebelum makan, dan setelah buang air.

4 Menghindari pemakaian baju, handuk, sprei secara bersama-sama.

5 Menjaga kebersihan kuku dan memotong kuku jika sudah mulai panjang.

6 Mengganti sprei, alas bantal, dan handuk secara rutin 1x seminggu.

7 Membiasakan menggunakan alas kaki saat diluar rumah..


Masalah: kurangnya pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakit yang dialami

anggota keluarga

Solusi:

1. Penyuluhan tentang gizi buruk dengan media leaflet.

2. Menerangkan bahwa keadaan ini disebabkan oleh kurangnya asupan makanan pada

pasien.

3. Menerangkan akibat dan komplikasi yang akan timbul jika keadaan gizi buruk ini

berlangsung lama.

4. Menerangkan bahwa penatalaksanaan gizi buruk ini berlangsung lama dan

membutuhkan ketaatan dalam melaksanakan program dari puskesmas.

5. Anjuran untuk kontrol walaupun keadaan status gizi sudah membaik.

Masalah:kurangnya kepedulian keluarga pada kesehatan pribadi

Solusi: menjelaskan kepada masing-masing keluarga tentang hasil pemeriksaan

sementara ketika kunjungan pertama:

1. Ibu Pasien: Menyarankan untuk meningkatkan asupan gizi

2. Ayah pasien: menyarankan untuk berhenti merokok. Ketika merokok jangan

berada di dalam rumah atau tidak di sekitar pasien.


4.4 Follow up

Follow up dan Tindak Lanjut

14 Januari 2017

Pemeriksaan fisik

BB: 9 kg

PB: 87 cm

Lingkar kepala: 43 cm

Tindak lanjut

Mengingatkan kembali cara memberikan makanan pada pasien

Memotivasi ibu untuk lebih gigih lagi dalam memberikan makanan pada pasien.

Memotivasi ibu untuk lebih meningkatkan asupan makanannya agar bayi yang

dikandungnya sehat

Mengingatkan kembali pada ibu pasien bahwa pasien harus dapat menghabiskan 3

porsi nasi per hari dan mendampingi dengan cemilan di antara jam makan. Jika anak

tidak mau makan berikan makanan lain yang juga bergizi seperti biskuit, atau bubur

kacang padi

Menjaga kebersihan pasien dengan mandi dengan air hangat 2 kali sehari

Jika anak demam segera dikompres air hangat dan beri parasetamol
Mengidentifikasi lagi masalah yang terdapat di keluarga dan pada pengamatan ketika

kunjungan pertama diambil kesimpulan bahwa status ekonomi keluarga pasien tidak

terlalu rendah dan faktor yang lebih berpengaruh pada kurangnya asupan pasien

adalah rendahnya pengetahuan keluarga pasien tentang gizi seimbang pada bayi dan

ibu hamil.

Follow up 17 Januari 2017

Nafsu makan baik

Pasien aktif bermain di dalam rumah

Berat badan tetap

Pemeriksaan fisik

BB: 9 kg

PB: 87 cm

Lingkar kepala: 43 cm

Tindak lanjut

Mengingatkan kembali apa yang pernah disampaikan pada kunjungan pertama.

Menerangkan dengan media leaflet tentang gizi seimbang untuk anak dan ibu hamil

Menjelaskan mengenai pola hidup bersih dan sehat, mengenai rumah yang sebaiknya

jendela harus selalu dibuka agar udara bisa bertukar, membersihkan rumah dan selalu

menggunakan alas kaki ketika berada diluar rumah.


Mengingatkan kembali untuk membiasakan mencuci tangan sebelum makan, dan

setelah buang air.

Menjelaskan agar ayah pasien jangan merokok ketika berada didekat pasien dan di

dalam rumah
4.5 Hasil

Hasil pencapaian yang didapat dari serangkaian kegiatan yang telah dilakukan dalam

kurun waktu lebih 3 minggu ini, yaitu :

1. Keluarga pasien paham dengan penyakit yang diderita pasien dan mengerti dengan

apa yang seharusnya dilakukannya

2. Ibu pasien sudah mengerti bahwa pasien menderita gizi kurang dan tahu bagaiamana

cara pemberian makanan kepada anaknya

3. Ibu pasien juga mengerti bahwa gizi saat hamil berbeda dengan saat tidak hamil dan

mulai memperhatikan pola makannya.

4. Ibu pasien juga sudah mengerti pentingnya ke posyandu setiap bulan baik mengenai

imunisasi dan peningkatan berat badan.

5. Higiene pribadi dan lingkungan mulai terjaga dengan baik :

Sudah lebih sering mencuci tangan

Menjaga kebersihan rumah dengan membuka jendela agar sirkulasi udara lancar
LAMPIRAN GAMBAR

Pasien dan ibu


Pencatatan imunisasi pasien
Halaman depan
Halaman Belakang Rumah
Tempat BAK
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina Gizi Dan


Kesehatan Ibu Dan Anak Direktorat Bina Gizi. Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk.
Jakarta : Kemenkes RI; 2011
2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina Gizi Dan
Kesehatan Ibu Dan Anak Direktorat Bina Gizi. Pedoman Pelayanan Anak Gizi Buruk.
Jakarta : Kemenkes RI; 2011
3. Lamid A, Irawati A dan Arnelia. Penanganan Balita Gizi Buruk Secara Rawat Jalan Di
Puskesmas Dengan Pemberian Makanan Terapi : Formula-100 Dan Ready To Use
Therapeutic Food (Out-Patient Treatment Of Severe Malnourished Children At Health
Center With Therapeutic Food : Formula-100 And Ready To Use Therapeutic Food).
Penel Gizi Makan 2012, 35(2): 168-181.
4. Mehta, Nilesh M. Definding pediatric malnutrition : a Paradigm Shift Toward Etiology-
Related Definitions. Journal of Parenteral and Enteral Nutrition XX (X). October 2015.
5. Supariasa. 2001. Penilaian Status Gizi. Buku Kedokteran EGC.Jakarta.
6. Nency Y, Arifin M.T., 2005. Gizi Buruk Ancaman Generasi yang Hilang.
7. Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Gizi Masyarakat . Buku
Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk. Jilid I. Jakarta :Departemen Kesehatan Republik
Indonesia; 2007.
8. Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Gizi Masyarakat .
Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak Gizi Buruk. Jilid II. Jakarta :Departemen Kesehatan
Republik Indonesia; 2007.

Anda mungkin juga menyukai