HAM Bab 3
HAM Bab 3
Pelanggaran HAM berat yang menjadi yurisdiksi dari Pengadilan HAM hanya
meliputi dua jenis kejahatan yaitu :
Pertama, kejahatan Genosida. Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang
dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau
sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis,kelompok agama, dengan cara:
a) membunuh anggota kelompok;
b) mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap
anggotaanggota kelompok;
c) menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan
kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya;
d) memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di
dalam kelompok; dan
e) memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke
kelompok lain.
Secara umum pengertian dan penjelasan mengenai kejahatan genosida dalam UU
no. 26 Tahun 2000 tidak berbeda dengan pengertian kejahatan genosida menurut
statuta Roma tahun 1998.
Kedua, kejahatan terhadap kemanusiaan. Kejahatan terhadap kemanusiaan adalah
salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau
sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung
terhadap penduduk sipil, berupa:
a) pembunuhan
b) pemusnahan
c) perbudakan
d) pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa
e) perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara
sewenangwenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum
internasional
f) penyiksaan
g) perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan
kehamilan, pemanduan atau sterilisasi secara paksa atau bentukbentuk
kekerasan seksual lain yang setara
h) penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang
didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis
kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang
dilarang menurut hukum internasional
i) penghilangan orang secara paksa; atau
j) kejahatan apartheid. Ketentuan kejahatan terhadap kemanusiaan, undang-
undang no. 26 tahun 2000 mengacu hampir sepenuhnya pasal 7 Statuta
Roma melalui penerjemahan1.
STUDI KASUS
Kasus pelanggaran HAM di Wasior berawal dari konflik antara masyarakat yang
menuntut ganti rugi atas hak ulayat yang dirampas oleh perusahaan pemegang Hak
Pengusahaan Hutan. Dalam aksi masyarakat pada akhir bulan Maret 2001 tiba-tiba saja
kelompok tidak dikenal bersenjata menembak mati 3 orang karyawan PT. DMP. Paska
penembakan, Polda Papua dengan dukungan Kodam XVII Trikora melakukanOperasi
Tuntas Matoa.
a) Pembunuhan (4 kasus)
c) Pemerkosaan (1 kasus)
Kasus indikasi kejahatan HAM di Wamena terkait dengan respon aparat militer atas
kasus massa tak dikenal yang membobol gudang senjata Markas Kodim 1702/Wamena pada
4 April 2003. Pembobolan ini telah menewaskankan dua anggota Kodim dan seorang luka
berat. Kelompok penyerang diduga membawa lari sejumlah pujuk senjata dan amunisi.
Dalam rangka pengejaran terhadap pelaku, aparat TNI-Polri melakukan penyisiran,
1 Halili.2010. Pengadilan Hak Asasi Manusia dan Pelanggaran Budaya Impunitas. CIVICS.
Jurnal Kajian Kewarganegaraan volume 7, nomor 1/Juni 2010
penangkapan, penyiksaan dan pembunuhan atas masyarakat sipil, sehingga menciptakan
ketakutan masyarakat Wamena.
Berberdasarkan laporan Komnas HAM telah terjadi indikasi kejahatan HAM dalam
bentuk:
a) Pembunuhan (2 kasus)
b) Pengusiran penduduk secara paksa yang menimbulkan kematian dan penyakit (10
kasus)
f) penembakan (2 kasus);
Berkas Komnas HAM tentang indikasi kejahatan kemanusiaan atas Kasus Wasior-
Wamena yang dilakukan aparat negara tidak pernah mengalami kemajuan sampai sekarang.
Masalah Wasior 2001 dan Wamena 2003 merupakan pelanggaran HAM berat,diatur
dalam Undang-Undang yakni Pasal 9 UU No 26 Tahun 2000 ( Unsur Kejahatan Kemanusiaan
), dan juga mengandung unsure pelanggaran hak asasi manusia dalam pasal ini
menyebutkanmbahwa: "Kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang
dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya
bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil", berupa:
a) pembunuhan,
b) pemusnahan,
c) perbudakan;
d) pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
e) perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara
sewenangwenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum
internasional;
f) penyiksaan;
g) perkosaan;
h) perbudakan seksual;
i) pelacuran secara paksa;
j) pemaksaan kehamilan;
k) pemanduan atau sterilisasi secara paksa.
Berdasarkan kasus ini dan mekanisme kelembagaan yang berlaku di Indonesia, menurut kami
mekanisme kelembagaan yang berwenang untuk menangani kasus ini adalah Komnas Ham
(pusat), dikarenakan2 :
a) Pengamatan pelaksanaan HAM dan penyusunan laporan hasil pengamatan tersebut
b) Penyelidikan dan pmeriksaan terhadap peristiwa yang timbul dalam masyarakat yang
berdasarkan sifat atau lingkupnya patut diduga ada pelanggaran HAMnya
c) Pemanggilan kepada pihak pengadu atau korban, maupun pihak yang diadukan, untuk
dimintai atau didengar keterangannya
d) Pemanggilan saksi untuk diminta atau didengar kesaksiannya, dan kepada saksi,
pengadu diminta menyerahkan semua bukti yang diperlukan
e) Peninjauan di tempat kejadian dan ditempat lainnya yang dianggap perlu
f) Pemanggilan pihak terkait untuk memberikan keterangan secara tertulis atau
menyerahkan dokumen yang diperlukan sesuai dengan aslinya, dengan disertai
persetujuan ketua pengadilan
Lain hal nya dengan Mahkamah Konstitusi yang secara umum, hanya berwenang terhadap
hal-hal yang tidak bersinggungan dengan kasus ini, diantaranya :
a) Berkaitan dengan hak konstitusional warga negara: dirugikan
b) Pengujian UU terhadap UUD
c) Cari dan baca UU nya
Dan kewenangan ini pun juga berbeda dengan Ombudsman dalam penanganan nya, diantara
lain :