Anda di halaman 1dari 3

PENYELESAIAN SENGKETA DI ASEAN

Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) didirikat berdasarkan


Deklarasi Bangkok pada tanggal 8 Agustus 1967. Dalam preambule Deklarasi
memuat tujuan ASEAN, yaitu meletakkan dasar atau fondasi kokoh untuk
memajukan kerja sama regional, memperkuat stabilitas ekonomi dan sosial
serta memelihara perdamaian dan keamanan di kawasan Asia tenggara.
Termasuk dalam tujuan tersebut adalah keinginan menyelesaikan sengketa di
antara anggotanya secara damai.1
Pengaturan penyelesaian sengketa ASEAN termuat dalam the Treaty
of Amity and Cooperation in Southeast Asia (TAC) yang ditanda tangani di
Bali , 24 Februari 1976. Bab IV TAC pasal 13-17 memuat pengaturan
mengenai penyelesaian sengketa secara damai. Berdasarkan bab IV TAC,
terdapat 3 (tiga) mekanisme atau prosedur penyelesaian sengketa yang
dikenal negara-negara anggora ASEAN, meliputi:2
1. Penghindaran Timbulnya Sengketa dan Penyelesaian Melalui
Negosiasi Secara Langsung
Pasal 13 TAC mensyaratkan negara-negara anggota untuk sebisa
mungkin dengan itikad baik mencegah timbulnya sengketa di antara
mereka. Namun apabila sengketa tetap lahir dan tidak mungkin
dicegah maka para pihak wajib menahan diri untuk tidak menggunakan
(ancaman) kekerasan. Pasal ini selanjutnya mewajibkan para pihak
untuk menyelesaikan melalui negosiasi secara baik-baik (friendly
negotiations) dan langsung diantara mereka.
2. Penyelesaian Sengketa Melalui teh High Council
Apabila negosiasi secara langsung oleh para pihak gagal, penyelesaian
sengketa masih dimungkinkan dilakukan oleh the High Council (Pasal
14 TAC). The Council terdiri dari setiap negara anggota ASEAN. Apabila
sengketa timbul maka the Council akan memberi rekomendasi
mengenai cara-cara penyelesaian sengketanya. The High Council juga
diberi wewenang untuk memberikan jasa baik, mediasi, penyelidikan
atau konsiliasi, apabila para pihak menyetujuinya (pasal 15 dan 16 TAC)

1 Shaw, Malcolm N. 2003. International law. Hal 1178


2 Adolf, Huala. Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional. Hal 129 - 131
3. Cara-cara Penyelesaian Sengketa Berdasarkan Pasal 33 Ayat (1)
Piagam PBB
Selain mekanisme di atas, TAC tidak menghalangi para pihak untuk
menempuh cara atau metode penyelesaian sengketa lainnya yang para
pihak sepakati sebagaimana tercantum dalam pasal 33 ayat (1) Piagam
PBB (pasal 17 TAC).3
Dalam praktik para pihak yang bersengketa lebih cenderung untuk
menyelesaikan sengketanya melalui negosiasi langsung. Apabila cara
negosiasi ini gagal maka para pihak cenderung menyelesaikannya
secara hukum. Misalnya penyelesaian sengketa sesuai dengan pasal 17
TAC, yaitu penyelesaian sengketa ke Mahkamah Internasioanl (ICJ).

KELEMAHAN PENYELESAIAN SENGKETA DI ORGANISASI


INTERNASIONAL REGIONAL

Dalam beberapa hal, suatu organisasi internasional regional memiliki


beberapa kelemahan dalam fungsinya sebagai suatu badan penyelesaian
sengketa, yaitu:
1. Sulit menyelesaikan sengketa yang bersifat inter-region
Organisasi internasional regional dibentuk secara khusus antara
lain untuk menyelesaikan sengketa diantara negara-negara
regionnya. Manakala suatu sengketa timbul diantara negara
anggotanya dengan negara lain yang berada di luar region
tersebut, organisasi region ini akan sulit untuk berperan di
dalamnya.
2. Sulit menyelesaikan sengketa yang timbul di dalam wilayah
suatu negara anggota
Organisasi internasional regional dibentuk oleh dan untuk
kepentingan negara-negara anggotanya, termasuk menangani
konflik yang timbul diantara mereka. Organisasi akan sulit untuk
efektif manakala sengketa tersebut timbul di dalam wilayah

3 R. Bernhardt. Encyclopedia of International Law. Hal 26


suatu negara anggota saja. Di samping instrumen hukum, suatu
organisasi memang hanya memberi wewenang untuk
menyelesaikan di antara negara anggotanya, juga acapkali
instrumen hukum mendasari pendirian organisasi tersebut untuk
melarang adanya campur tangan ke dalam urusan dalam
negeri dan suatu negara anggotanya. Salah satu contoh aktual
adalah ASEAN. Konflik-konflik atau sengketa yang timbul
diantara gerakan separatif yang terjadi di Indonesia akhir-akhir
ini tidak dapat dibantu oleh ASEAN dalam penyelesaian
sengketanya.
3. Masalah keuangan
suatu organisasi biasanya akan mengalami kesulitan di dalam
hal pendanaan untuk operasional maupun kegiatannya. Dalam
sengketa perbatasan antara Costa Rica dan Nicaragua, atau
kehadiran asukan pemeliharaan perdamaian di Kuwait pada
tahun 1961, banyak bergantung evektifitasnya pada kontribusi
yang diberikan oleh negara-negara anggotanya.
4. Pengaturan penyelesaian sengketa yang tidak tegas
Organisasi regional yang dibentuk oleh sekelompok negara
yang berada di suatu region tertentu biasanya mempunyai
karakteristik. Misalnya negara-negara tersebut memiliki budaya
yang relatif sama, warna kulit atau budaya yang relatif sama.
Kesamaan tersebut merupakan salah satu faktor pengikat yang
kuat untuk organisasi tersebut. Karenanya, hubungan di antara
mereka cenderung lebih bersifat kekeluargaan.

Anda mungkin juga menyukai