Anda di halaman 1dari 19

Analisis Kasus "Metropolitan Church of Bessarabia v.

Moldova" terkait dengan


pelanggaran Hak Asasi Manusia

Nizam Safaraz

Abstrak

Sejarah perkembangan Hak Asasi Manusia telah merubah semua yang ada. HAM itu sendiri sudah
ada sejak lama, karena setiap manusia memilikinya.HAM adalah hal yang dimiliki oleh setiap
manusia yang senantiasa diperjuangkan. Sehingga setiap orang di muka bumi ini selalu berjuang
untuk mendapatkan hak mereka,yaitu hak yang sama. Hal ini menyebabkan penuntutan untuk
diaturnya HAM ke dalam suatu peraturan yang diakui secara internasional dan dilindungi secara
hukum. Dengan adanya itu semua setiap orang di dunia ini berhak dan dapat memperjuangkan
Haknya, tapi tetap dalam batas kewajaran tertentu. Sehingga kebebasan HAM tetap terarah dan
pada tempatnya.

Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia sebagai makhluk Tuhan yang
mempunyai kedudukan yang sama dengan orang lain. Hak asasi manusia adalah hak yang tercermin
oleh negara hukum yang demokratis, yang mana salah satu unsur pentingnya negara hukum adalah
adanya perlindungan terhadap hak asasi manusia. Indonesia sebagai negara hukum menjunjung
tinggi hak asasi manusia serta menjamin segala hak warga negara bersamaan kedudukannya di
dalam hukum dan pemerintahan, dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu
dengan tidak ada kecualinya. Penjabaran hak asasi manusia ini selain dalam UUD juga dalam
berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak asasi manusia yang diatur dalam UUD
1945 telah lahir terlebih dahulu daripada Declaration of Human Rights. UUD 1945 menjamin
tegaknya negara hukum.

Kata Kunci: Hak Asasi Manusia, Hak Dasar Sejarah, Kebebasan HAM, Menjunjung tinggi hak asasi
manusia, Perkembangan HAM.

Analyze the Case of "Metropolitan Church of Bessarabia v. Moldova" in regards with


Human Rights Violation

Abstract

The history of human rights has changed all that exists. Human Rights itself has been around long
time ago, because every human have it.Human rights is possessed by every human who fight for it.
Therefore,every person on earth is always struggling to get their rights. This led to the prosecution
to the regulation of human rights into rules that is internationally recognized and protected by law.
Given that everyone in this world has the rights and could fight for their Rights, but within certain
limitation. So that the freedom of human rights remain focused.

Human rights are the basic rights of every human as a creature of God that has the same status as
others. Human rights are rights that are reflected by a democratic constitutional state, in which one
element importance of the state of law is the protection of human rights. Indonesia as a country of
law upholding human rights and ensuring the rights of all citizens are equal before the law and
government, and must uphold the law and the government without any exception. Translation of
human rights other than the Constitution in various laws and regulations that applied. Human rights
stipulated in the 1945 Constitution had been born ahead of the Declaration of Human Rights. 1945
Constitution guarantees the enforcement of state law.

Keywords: Development of Human Rights, Ensuring the rifhts of all citizens Freedom of Human
RIghts, History of Human Rights Human Right,.

A. Pendahuluan

Dengan semakin majunya sejarah peradaban manusia dan semakin majunya pemikiran
manusia, salah satunya pemikiran tentang HAM. Menuntut manusia untuk melakukan
segala hal berdasarkan HAM. Hampir semua aktifitas manusia yang terjadi berdasarkan
dan berlandaskan dengan HAM, menyebabkan banyak perbedaan dan pertentangan
tentang arti HAM itu sendiri. Sebenarnya HAM itu sendiri sudah ada sejak lama dan
menjadi suatu hal yang harus diperjuangkan. Pada hakikatnya setiap manusia memiliki hak
yang patut dan harus diperjuangkan hak itu adalah Hak Asasi Manusia (HAM)

Salah satu usaha secara global untuk memperjuangkan dan membela Hak Asasi Manusia
(HAM) adalah dengan mengaturnya ke dalam aturan yang dilindungi oleh hukum dan
diakui oleh dunia internasional, semua itu di bawah naungan Badan Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB). Di indonesia sendiri HAM diatur dan dilindungi oleh Undang-undang.

Hak Asasi Manusia adalah yang hal yang dimiliki oleh semua orang yang ada di muka bumi
dan patut diperjuangkan karena pada dasarnya Hak Asasi Manusia (HAM) telah diatur oleh
peraturan hukum dan diakui secara nasional maupun internasional oleh seluruh dunia.
Sehingga setiap orang berhak untuk memperoleh Haknya secara harifiah.

Hak asasi manusia merupakan hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia untuk
memperoleh perlindungan dari negara. Perlindungan dari hak-hak asasi manusia ini tidak
akan terjamin dengan hanya menyatakan bahwa hak-hak asasi hak dasar yang dimiliki oleh
setiap manusia manusia ini diakui. Yang diperlukan ialah 1 untuk memperoleh
perlindungan dari suatu persediaan yang lebih konkrit1. Persediaan konkrit dimaksud
adalah adanya pembagian/pemisahaan kekuasaan (trias politica), yang mana ada
kekuasaan legislatif, eksekutif dan

yudikatif dalam bentuk negara hukum.Indonesia sebagai negara hukum menjunjung


tinggi hak asasi manusia serta menjamin segala hak warga negara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, dan wajib menjunjung tinggi hukum
dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Penjabaran hak asasi manusia ini
selain dalam UUD juga dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Konsep negara hukum yang berkembang di negara-negara barat, selalu mensyaratkan

1 Gautama, Sudargo (Gouwgioksiong), Pengertian Tentang Negara Hukum,Bandung : Alumni, 1973, hal. 10
adanya perlindungan hak asasi manusia sebagai hak dasar manusia.

Pengaturan dan penegakan hak asasi manusia di dalam negara hukum mutlak
diperlukan, khususnya di Indonesia. Selain itu menurut Soerjono Soekanto perlu
ditingkatkan kesadaran hukum masyarakat, sehingga masing-masing anggotanya
menghayati hak dan kewajibannya, serta secara tidak langsung meningkatkan
pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum ke arah tegaknya hukum, keadilan
dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban serta
kepastian hukum sesuai Undang Undang Dasar 1945.2

Sejalan dengan itu Sudargo Gautama juga menegaskan bahwa dalam suatu negara
hukum terdapat pembatasan kekuasaan negara terhadap perseorangan. Negara tidak
maha kuasa. Negara tidak dapat bertindak sewenang-wenang. Tindakan-tindakan
negara terhadap warganya dibatasi oleh hukum.3 Negara dan warga negaranya harus
tetap tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

B. Pembahasan

I) Instrumen Hukum Internasional

A. Universal Declaration of Human Rights


1. Latar Belakang
Perserikatan bangsa-bangsa (PBB) dengan tujuan utama untuk memelihara
perdamaian dan keamanan, dan dengan demikian mencegah persengketaan atau
konflik bersenjata yang mewarnai hubungan internasional. Dua perang dunia
dalam jangka waktu 30 tahun telah mempora-porandakan eropa barat dan juga
telah meluas keseluruh bagian dunia lainnya, termasuk asia dan pasifik. Liga
bangsa-bangsa, pendahulu PBB, telah mengadvokasikan suatu system yang
menjamin hak-hak minoritas untuk melindungi bahasa, agama, dan budaya
tradisional dan rakyat perwalian yang hidup dibawah kekuasaan asing (termasuk
masyarakat yang dipindahkan melintasi perbatasan, menyusul penetapan kembali
batas-batas Negara-negar eropa oleh Negara-negara pemenang perang. Hak
universal untuk semua orang meniadakan rezim perlindungan minoritas. Hal ini
tampak sebagai suatu solusi sederhana bagi keuntungan seluruh umat manusia,
namun nyatanya sampai sekarang masih banyak kaum minoritas yang tertindas.4

2.Struktur
pada awalnya tanggung jawab Komisi Hak Asasi Manusia meliputi 3 elemen yaitu
suatu pernyataan hak adan kebebasan, suatu daftar hak dan kebebasan yang
mengikat secara hukum, dan yang terakhir, suatu mekanisme untuk membuat

2
Rukmini Mien, Perlindungan HAM Melalui Asas Praduga Tidak Bersalah dan Asas Persamaan Kedudukan Dalam Hukum Pada Sistem
Peradilan Pidana Indonesia, Bandung : Alumni, 2003, hal. 2.
3 Op cit, hal. 3
4 Knud D. Asplun, Dkk, Hukum Hak Asasi Manusia, Yogyakarta: PUSHAM UII, 2008, hlm 87.
hak-hak tersebut dapat di tegakkan sehingga member manfaat langsung bagi
seluruh umat manusia. Ini semualah yang menjadi Peraturan Perundang-
Undangan Hak Asasi Manusia Internasional, suatu cetak biro konstitusional untuk
Tata Dunia Baru yang mkenentukan hak dan kebebasan yang disepakati dan dapat
di tegakkan secara universal.

Universal Declaration of Human Rights atau Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
(DUHAM) adalah elemen pertama dari Peraturan Perundang-Undangan Hak Asasi
Manusia Internasional (international bill of right) yakni suatu tabulasi hak dan
kebebasan fundamental. Konvenan-konvenan internasional menetapkan tabulasi
hak yang mengikat secara hukum dan Protokol Tambahan pada Konvenan
Internasional tentang Hak Sipil dan Politik serta kedua komite yang memantau
penerapan setiap konvenan menyediakan mekanisme bagi penegakkan Hak-hak
tersebut. 5

3. Isi
Hak kebebasan yang tercantum dalam DUHAM mencakup sekumpulan hak yang
lengkap baik itu hak sipil, politik, budaya ekonomi, social, ekonomi dan social
Individu maupun beberapa hak kolektif. Hubungan dengan kewajiban juga
dinyatakan dalam pasal 29 (1) :

“Semua orang memiliki kewajiban kepada masyarakat dimana hanya di dalam nya
perkembangan kepribadianya secara bebas dan sepenuhnya dimungkinkan”.
Instrumen-instrumen yang di keluarkan setelah DUHAM tidak mencakup tabulasi
kewajiban.

4.Kekuatan hukum dan implementasi


Dalam pengertian hukum yang sempit deklarasi tersebut mengindikasi pendapat
internasional. Dengan kata lain ia tidak mengikat secara hukum. Namun,
pendekatan yang sempit semacam itu tidak memberikan pemahaman yang
sesungguhnya tentang DUHAM.

Pada akhirnya, semua Negara menyetujui teks akhir dari DUHAM. Setiap Negara
yang ingin masuk ke dalam keanggotaan PBB juga harus menyepakati syarat-
syarat di dalamnya. Indonesia bergabung ke PBB kurang dari dua tahun setelah
DUHAM diterima. Semua anggota PBB sepakat untuk menghormati hak asasi
manusia ketika mereka masuk kedalam organisasi ini. Negara-negara seperti
Indonesia yang mendaftar kan diri untuk mencalonkan diri untuk keanggotaan
dewan Hak Asasi Manusia yang baru, tidak terhindari harus menyatakan
keterkaitan kepada DUHAM.

B. International Covenant on Civil and Political Rights

5 Ibid, hlm 88
1. Cakupan Konvenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (KIHSP)
Pada intinya konvenan intrnasional tentang Hak Sipil dan Politik (KIHSP)
memberikan dampak hukum kepada pasal 3-21 DUHAM. Kebanyakan hak dalam
konvenan tersebut dapat juga ditemukan dalam konvensi eropa tentang Hak Asasi
Manusia dan Konvensi inter Amerika. Piagam afrika tentang Hak Asasi manusia
dan rakyat mencakup hak-hak dan kewajiban-kewajiban tambahan.6

Semua hak dalam konvenan merupakan hak untuk semua orang. Namun demikian
ada beberapa batasan-batasan praktis, misalnya, anak-anak yang masih belia,
pada umumnya tidak dapat berpartisipasi dalam proses pemilihan umum dan
mereka mungkin mempunyai kebebasan yang terbatas dalam mengungkapkan
pendapat dan beragama, karena masih berada di bawah pengadilan orang tua.
Namun demikian, sebagaimana di tetapkan di dalam konvensi PBB tentang Hak
Anak, anak-anak memiliki hak yang sama dengan orang dewasa.

2. Sifat Hak dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (KIHSP)
Hak sipil dan politik harus segera di wujudkan. Ini merupakan sifak hak sipil dan
politik yang paling mendasar.pasal 2 ayat (2) kovenan internasional tentang Hak
Sipil dan Politik (KIHSP) memuat ketentuan yang relevan sebagai berikut :
“ dalam hal belum ditentukan oleh langkah legislatif atau langkah lain nya yang
sudah ada, setiap Negara pihak pada kovenan ini konstitusional nya dan ketentuan
kovenan ini berupaya mengambil langkah-langkah yang perlu, sesuai dengan
proses konstitusionalnya dan ketentuan kovenan ini, untuk menetapkan hukum
dampak hukum kepada hak-hak yang di akui dalam kovenan ini”.

Kovenan internasional tentang hak sipil dan politik (KIHSP) mengandung hak-hak
demokratis yang esensial, kebanyak terkait dengan berfungsinya suatu Negara dan
hubungan nya dengan wargaNegaranya. Hak untuk hidup dan kebebasan jelas
merupakan hal yang harus di hormati oleg Negara.

4. Contoh Hak
1. Hak Untuk Menentukan Nasib sendiri
Hak untuk menentukan nasib sendiri merupakan hal yang istimewa karena muncul
kedua kovenan kembar. Berakar dari dekolonisasi, pada awalnya penentuan nasib
sendiri di lihat sebagai mekanisme untuk Negara agar dapat mendapatkan
kemerdekaannya dari kekuatan-kekuatan colonial. Deklarasi sidang Umum PBB
tentang pemberian kemerdekaan kepada rakyat-rakyat terjajah adalah
sumbangsih klasik kepada lingkup penentuan terhadap integritas territorial
merupakan prinsip kunci dalam piagam PBB. Timor timur mungkin merupakan
contoh terakhir pemisahan (secessior) yang di sebabkan oleh penentuan nasib
sendiri.

2. Hak Untuk Hidup

6 Op.cit hlm 91
Sementara DUHAM menggabungkan hak untuk hidup dengan hak atas keamanan
perorangan dan kebebasan , hampir semua instrumen yang lain membahas hak-
hak tersebut secara terpisah. Dalam banyak hal , hak untuk hidup adalah unik.
Tentu saja Negara tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban sepenuhnya untuk
memelihara dan melindungi hidup. Setiap orang akan meningggal. Terlebih lagi
hak untuk hidup adalah prasyarat dasar bagi pelaksanaan dan penerimaan hak dan
kebebasan lainnya.

3.Kebebasan menyampaikan Pendapat


Walaupun seringkali dianggap sebagai prasyarat dasar demokrasi, elemen
kebebasan menyampaikan pendapat mempunyai sejarah yang lebih panjang.
Berbagai teks dan praktik zaman dahulu sudah melibatkan elemen-elemen
penyebaran informasi dan pendapat. Pasal 19 DUHAM menyatakan “setiap orang
memiliki hak atas kebebasan berpendapat dan menyampaikan pendapat. Hak ini
mencakup kebebasan untuk memiliki pendapat tanpa di ganggu gugat dan untuk
mecari, menerima dan memberikan informasi serta gagasan melalui media
apapun dan tanpa memandang pembatasan”.

4. Hak Beragama dan berkeyakinan


Hak atas kebebasan beragama dan menganut kepercayaan sangat menarik di
bidang hak anak. Sementara anak mempunyai hak kebebasan beragama yang
otonom, hak tersebut tanpa dapat dihindari berada di bawah kendali orang tua
sampai tingkatan tertentu. Konvensi tentang hak anak mencatat bahwa walupun
anak memiliki hak atas kebebasan fikiran, hati nurani, dan agama, orang tua
memiliki hak “untuk memberikan arahan kepada anak dalam melaksanakan hak
nya .”

5. Menwujudkan Hak Sipil dan Politik


elemen kunci dari hak-hak yang tercantum dalam kovenan internasional tentang
hak sipil dan politik adalah hak-hak tersebut harus di wujudkan dengan segera.
Teori ini nerarti nahwa Negara tidak mempunyai pilihan untuk secara berangsur-
angsur menerapkan hak-hak tersebut atau mengulur waktu agar dapat membuat
kerangkan hukum yang layak bagi penerapan hak sipil dan politik. Hal ini di
ungkapkan oleh komite hak asasi manusia sebagai berikut “kewajiban-kewajiban
menurut kovenan ini umumnya dan pasal 2 khusus nya, mengikat setiap Negara
pihak secara keseluruhan.

C. International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights


Sebagaimana telah dinyatakan diatas , deklarasi universal hak asasi manusia
(DUHAM) dibagi dalam dua kovenan internasional yang secara hukum mengikat.
Walaupun terdapat perbedaan dalm jumlah Negara yang sudah meratifikasi setiap
kovenan tersebut, hal itu tidak dapat di pandang bahwa kovenan yang satu lebih
penting dari yang lain. Kedua kovenan tersebut merupakan bagian integral
peraturan perundang-undangan hak asasi manusia internasional (international Bill
of Human Rights). 7

1.Lingkup Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya


(KIHESB)
Sebagaimana telah dicatat sebelumnya , hak dan kebebasan yang tercantum dalm
kovenan internasional tentang hak ekonomi, social dan budaya (KIHESB)
merupakan hak-hak dan kebebasan yang tercantum di bagian di dalam konvensi
eropa tentang hak asasi manusia. Beberapa dari hak-hak tersebut juga terdapat
dalam kovensi antara amerika tentang hak asasi manusia dan dalam piagam afrika
tentang hak asasi manusia dan rakyat .

2. Sifat Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya


Hak ekonomi , social dan budaya diperlakukan secara berbeda dengan hak sipil
dan politik dalam banyak hal perbedaan itu dibuat-buat karna semua hak bersifat
saling tegantung dan tidak tebagi-bagi tidak lah mungkin membuat perbedaan
antara sumber-sumber hak dan kebebasan yang berbeda. Pasal 2 adalah
ketentuan yang paling penting untuk memahami sifat hak ekonomi, social dan
budaya. Patut dicatat bahwa “dipandang dari segi system poilitik dan ekonomi,
social dan budaya (KIHESB) bersifat netral dan perinsip-prinsipnya tidak dapat
secara memadai di gambarkan sebagai didasarkan semata-mata pada kebutuhan
dan keinginan akan system sosialis atau kapitalis, atuau ekonomi campuran, yang
terencana yang terpusat atau bebas.

3.Contoh Hak
A. pendidikan
Karna buku ini di tunjukan pada mereka yang akan mengajar dan mempelajari hak
asasi manusia,hak atas pendidikan jelas sangat relafan. Hak atas pendidikan
tercantum dalam pasal 13 kovenen internasional tentang hak ekonomi, social dan
budaya.

B. Hak Pekerja
Sejumlah hak pekerja tercantum dalam kovenen internasional. Tentunya ,masih
lebih banyak lagi hak-hak pekerja yang terdapat dalam konvensi-konvensi.
Organisasi pemburua\han internasional. Pasal 6 menetapkan hak atas pekerjaan,
pasal 7 hak atas kondisi kerja adil dan baik,pasal 8 hak untuk membentuk dan
menjadi anggota serikat pekerjaan dan pasal 9 hak atas jaminan social. Hak atas
pekerjaan mencakuo sejumlah hak dan kewajiban yang berkaitan. Tidak mungkin
ada hak untuk bekerja , yang mutlak, karna itu kewajiban-kewajiban di tunjukan
pada pemastian tercapainya standar minimum.

7 Op.Cit, hlm 91
C.Standar hidup
Pasal 11 ayat (1) kovenan internasional tentang hak ekonomi , social dan budaya
(KIHESB) menyatakan bahwa :
‘Negara-negara pihak pada konvenan ini mengakui hak setiap orang atas setandar
kehidupan yang layak bagi dirinya dan keluargnya, termasuk pangan, sandang ,
dan perumahan yang layak dan atas perbaikan kondisi kehidupan yang bersifat
terus menerus“.
Mengavaluasi kelayakan adalah hal yang sulit,tidak ada satu standar yang layak
untuk setiap orang. Beberapa isu yang kemudian muncul, khususnya pangan,air
dan perumahan.

4. Mewujudkan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya


Hak ekonomi social dan budaya harus di wujudkan secara berangsur-angsur :
“setiap Negara pihak kovenan ini berupaya untuk mengambil langkah-langkah,
secara individual maupun melalui bantuan dan kerjasama internasional, terutama
dalam hal ekonomi dan teknis, semaksimum yang di mungkinkan oleh sumber
daya yang ada, dengan tujuan untuk mencapai cara berangsur-angsur pemenuhan
sepenuhnya hak-hak yang diakui dalal kovenan ini dengan segala cara yang layak,
termasuk khususnya diambil langkah-langkah legislative.

Jadi kunci untuk hak ekonomi, social dan budaya adalah “perwujudannya secara
berangsur-angsur”, sebuah “alat fleksibel yang perlu” menurut komite mengenai
hak ekonomi, social dan budaya.

D. Istrumen-Instrumen Internasional Lainnya


Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) dan Kovenan Kembar (KIHESB
dan KIHSP) meletakkan dasar bagi hak asasi manusia internasional kontemporer
sebagaimana didukung oleh PBB dan komunitas internasional padaumumnya.
Namun, demikian banyak instrumen tambahan telah dikembangkan dalamtahun-
tahun setelah diterimanya DUHAM. Beberapa di antaranya lahir sebelumKovenan
kembar, yang mengindikasikan bidang di mana kesepakatan dapat dicapai,sementara
instrumen-instrumen lainnya diterima setelahnya.

E. Convention on the Rights of the Child


a. Latar Belakang Kovensi
Walaupun terkemuka dan sukses, Konvensi tentang Hak Anak merupakan suatu
”pekerajaan yang berjalan” yang memakan waktu lama. Bagi anak -anak,
pengakuan hak asasi manusia mereka merupakan suatu proses yang terjadi dalam
dua bagian:

pertama, pengakuan bahwa anak berhak atas hak asasi manusia sebagai haknya sendiri yang
independen, bukan sebagai hak orang tua atau wali mereka, dan kedua,
pengakuanbahwa anak memerlukan perlindungan tambahan, perlindungan yang
sekarang telahdikembangkan oleh komunitas internasional. Liga Bangsa-Bangsa
telah menerima Deklarasi Jenewa tentang Hak Anak pada 1924. PBB mendukung pentingnya
hak anak dalam Deklarasi 1959. Dua puluh tahun kemudian diadakan tahun
internasional anak.Hal ini menjadi pendorong penyusunan konvensi yang
terkonsolidasi. Prosespenyusunan tersebut tidaklah mudah, karena harus
dilakukan banyak negosiasi mengenai lingkup dan sifat hak anak.8

b. Lingkup Kovensi
Pada umumnya, kebanyakan hak anak dalam Konvensi terdapat dalam instrumen-
instrumen sebelumnya. Perbedaan utamanya adalah hak-hak ini ditujukan secara
spesifik pada anak. Menurut Pasal 1, Konvensi berlaku untuk setiap orang dibawah
umur 18 tahun kecuali kedewasaan sudah tercapai sebelumnya. Namun, Komite tentang Hak
Anak secara tetap menganjurkan peningkatan umur kedewasaan secara hukum
(age of legal majority) pada usia 18 tahun di semua negara. Patut dicatat bahwa
Protokol Opsional tentang Pelibatan Anak dalam Konflik Bersenjata menetapkan
(umur) 18 sebagai batas umur untuk rekrutmen wajib bagi angkatan bersenjata
(Pasal2). Ini berlawanan dengan Pasal 38 ayat (3) Konvensi yang menyatakan 15
sebagai umur minimum bagi perekruatan ketentaraan. Ketentuan Konvensi
tersebut tidak ada bandingannya dalam lingkunya dan menarik dukungan yang belum pernah
terjadi sebelumnya.

F. United Nations Convention Against Torture


Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang kejam, Tidak
Manusiawi atau Merendahkan Martabat adalah luar biasa, karenainstrumen ini
mambahas satu hak tunggal yang tercantum dalam DUHAM dan
KovenanInternasional tentang Hak Sipil dan Politik Instrumen tersendiri lainnya
membahasdasar diskriminasi (seperti gender, ras) atau kelompok rentan yang
didefinisikan secarakhusus (anak, pekerja migran dan lain-lain). Indonesia telah
mengesahkan Konvensitersebut walaupun tidak mengesahkan Protokol
Opsionalnya.

a. Latar Belakang
Penyiksaan dipandang secara peling serius oleh komunitas internasional.Memang
terdapat bukti yang menunjukkan bahwa pelarangan penyiksaan dalam kenyataan
adalah jus cogens Pelarangan ini tidak dapat dikurangi dalam ke laporan tahunan
yang diajukan oleh negara, namun suatu mekanisme pengaduan bagiNegara juga
berjalan.Ada delapan konvensi hak asasi manusia dasar yang dibentuk di bawah
naungan Organisasi Perburuhan Internasional.

b. Lingkup Konvensi
Pasal 1 konvensi menetapkan lingkup perlakuan yang dicakup oleh kovensi yaitu
“untuk maksud konvensi ini, istilah “penyiksaan” berarti tindakan apapun yang
dengan tindakan itu rasa sakit atau penderitaan yang berat,fisik ataupun mental,
secara sengaja dilakukan terhadap seseorang untuk maksud seperti mendapatkan
dari orang tersebut atau orang ketiga informasi atau pengakuan, menghukum nya

8Prof.DR.H.Muladi,SH, HAK ASASI MANUSIA (Hakekat,Konsep dan Implikasinya dalam Perspektif Hukum danMasyarakat), Bandung : PT
Reflika Aditama, 2007, hlm 4.
atas tindakan yang dilakukan atau disangka dilakukan olehnya atau untuk
mengintimidasi atau memaksanya atau orang ketiga, atau Karena alas an apapun
yang di dasarkan pada diskriminasi apapun ketika, apabila rasa sakit atau
penderitaan demikian di lakukan oleh atau atas hasutan atau persetujuan diam-
diam pejabat publik atau orang lain yang bertindak dalam kapasitas resmi.

c. Isu-isu Kunci
Barangkali ciri yang paling inovasi dari konvensi tersebut adalah kewenangan
komite namun hal ini akan dibahas dibagian lain dari buku ini.Bagi banyak Negara,
pelarangan penyiksaan itu sendiri dapat diterima.

G. Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination of Racial


a. Latar Belakang
Jelas bahwa ketegang rasial adalah isu besar di banyak Negara setelah
pembentukan PBB. Seiring dengan menyebrnya dekolonialisasi, dukungan dari
Negara-negara merdeka yang lebih baru di afrika dan asia mempercepat di
ambilnya tindakan khusus untuk melawan diskriminasi rasial. Kemauan politik
untuk menerima suatu instrument yang mengikat secara hukum tentang
diskriminasi rasial sudah ada sejak awal. Organisasi perburuhan internasional dan
UNESCO keduanya telah menerima konvensi-konvensi yang melarang diskriminasi
rasial masing-masing dalam pekerjaan dan dalam pendidikan. Preambul deklarasi
PBBtersebut menjelaskan tentang hubungan diskriminasi rasial dengan
dekolonialisasi dan meningkatnya keperihatinan terhadap praktik-praktik
segregasi, apartheid dan pemisahan atas dasar ras dan juga karna kebijakan-
kebijakan pemerintah yang didasarkan pada konsep superioritas rasial. Deklarasi
tersebut menyimpulkan bahwa”pembentukan masyarakat dunia yang bebas dari
segala bentuk segregasi dan diskriminasi rasial, factor-faktor yang menimbulkan
kebencian dan perpecahan antar manusia, adalah salah satu tujuan dasar PBB.

b. Lingkup Konvensi
Konvensi menetapkan lingkup diskriminasi dalam pasal 1 ayat (1):
“Dalam konvensi ini, istilah “diskriminasi rasial “ berarti setiap pembedaan,
pengucilan, pembatasan atau preferensi yang didasarkan pada ras, warna kulit,
keturunan atau kebangsaan, asal usul etnis, yang bertujuan atau berakibat
dibatalkan atau dikuranginya pengakuan, penikmatan, atau pelaksanaan hak dan
kebebasan fundamental manusi, atas dasar kesetaraan di bidang politik, ekonomi,
social, budaya atau bidang kehidupan publik lainnya.”

c. Bidang pengembang
Di masukkannya tindakan afirmatif (diskriminasi Positif) dalam pasal 2 merupakan
sesuatu yang inovatif pada saat itu: “Negara-negara pihak harus, apabila keadaan
memerlukanya mengambil, di bidang social, ekonomi, kebudayaan serta bidang
lainnya.
H. Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women
a. Latar belakang
Piagam PBB manyatakan secara jelas bahwa perempuan dan laki-laki
harusmenikmati kesetaraan hak. Kenyataannya tidaklah demikian.
Nondiskriminasi dalampenikmatan hak dan kebebasan adalah hal yang mendasar
bagi rezim hak asasi manusiamodern. Kebanyakan instrumen mengandung
ketentuan nondiskriminasi. Semuamenyebutkan larangan diskriminasi yang
didasarkan atas jender. Hal ini merupakantema yang berulang kali disebut dan
menekankan berlanjutnya kesenjangan perlakuanantara laki-laki dan perempuan
dalam penikmatan perempuan dan. Perempuan berhak atas semua hak dan
kebebasan, sehingga hal yang diperlukan bukanlah instrumen barutentang hak
perempuan, melainkan instrumen yang bertujuan memastikan bahwaperempuan
berhak untuk menikmati hak tanpa diskriminasi.

b. Lingkup Konvensi
Pasal 1 Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
terhadapPerempuan menetapkan lingkup Konvensi:
“Untuk maksud Konvensi ini, istilah “diskriminasi terhadap perempuan” berarti
pembedaan, pengecualiaan, atau pelarangan yang dibuat berdasarkan jenis
kelamin yangmempunyai efek atau tujuan untuk merusak atau menghilangkan
pengakuan,penikmatan atau pelaksanaan oleh perempuan, terlepas dari status
perkawinan mereka,yang didasarkan pada kesetaraan laki-laki dan perempuan,
hak asasi manusia dankebebasan dasar dalam bidang politik, ekonomi, sosial,
budaya, sipil ataupun bidang lainnya.”
c.Isu-Isu
Bagi ahli hukum hak asasi manusia, penyebab utama keprihatinan
mengenaiKonvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap
Perempuan adalah jumlah reservasi oleh negara-negara. Banyak negara
mengesahkan Konvensi tetapimembuat reservasi yang secara signifikan
mengurangi tanggung jawab mereka menurut Konvensi.

II) Fakta Kasus

Mengenai Hak Asasi Manusia itu sendiri, penulis memutuskan untuk melakukan
analisis pada kasus "Metropolitan Church of Bessarabia v. Moldova", sebelum
melanjutkan ke dalam analisis, kasus ini bermula dari gugatan yang diajukan oleh
gereja di Moldova terhadap pemerintahan nya, yang disebabkan oleh tidak
diberikan nya izin bagi gereja tersebut untuk ber-operasi dikarenakan ketakutan
akan timbulnya kerusuhan akibat permusuhan Rusia dan Romania, dan berdiri nya
gereja ini di asumsikan akan menimbulkan kerusuhan itu

"Government’s refusal to officially recognize the Church of Bessarabia was an


interference with its freedom of religion. The EC said that the government was
pursuing a legitimate aim of protecting against the revival of long-standing
rivalries between Russia and Romania which could endanger the social peace and
territorial integrity of Moldova.9"

Dari pernyataan diatas ini, sudah terlihat jelas apa alasan dari pemerintahan Moldova
untuk tidak memberikan pengakuan terhadap gereja ini dan berdasalkan alasan ini
pula, gereja merasa dirugikan karena asusmsi pemerintah, lalu pemerintah
melanjukan pembelaan nya dengan menyatakan hal-hal lain, diantaranya :

1. “For nearly two years an ecclesiastical group known under the name of the
Metropolitan Church of Bessarabia has been operating illegally in Moldovan
territory. No positive result has been obtained in spite of our sustained efforts
to put a stop to its activity."10
2. The activity of the so-called Church is not limited to attracting new adherents
and propagating the ideas of the Romanian Church. It also has all the means
necessary for the work of a Church, it appoints priests, including nationals of
other States, trains clergy, builds churches and many, many other things.11.

Dari pernyataan diatas, terlihat bahwa pemerintah Moldova menyatakan bahwa


gereja ini telah melakukan operasi-operasi ilegal seperti membuat beberapa gereja
lagi, menambah personil gereja seperti pastur, dan lain-lain. Operasi ini dianggap
ilegal dikarenakan keberadaan gereja ini saja tidak di akui oleh pemerintahan
Moldova, dan dianggap telah melanggar hukum nasional Moldova.

Apabila kita lihat dari berjalan nya kasus ini, bisa kita alihkan kepada pernyataan dari
gereja dan juga pembelaan dari pemerintahan moldova

1. Metropolitan Church of Bessarabia

A. Citing Manoussakis and Others v. Greece (judgment of 26 September 1996, Reports


of Judgments and Decisions 1996-IV, p. 1361, § 37), the applicants alleged that the
refusal to recognise the applicant Church infringed their freedom of religion, since the
lack of authorisation made it impossible to practise their religion. They submitted that
a State could require a prior registration procedure for religious denominations
without breaching Article 9 of the Convention provided that registration did not
become an impediment to believers’ freedom of religion. But in the present case the
refusal to recognise did not have any basis which was acceptable in a democratic
society. In particular, the applicants asserted that the applicant Church and its
members could not be criticised for any activity which was illegal or contrary to public
order.12

9 Metro. Church of Bessarabia and Others v. Moldova [2002] European Court of Human Rights, Application. No. 45701/99, 35 Eur. H.R.
Rep, at 34.
10 Metro. Church of Bessarabia and Others v. Moldova [2002] European Court of Human Rights, Application. No. 45701/99, 35 Eur. H.R.

Rep, at 8
11
Metro. Church of Bessarabia and Others v. Moldova [2002] European Court of Human Rights, Application. No. 45701/99, 35 Eur. H.R.
Rep, at 9
12 Metro. Church of Bessarabia and Others v. Moldova [2002] European Court of Human Rights, Application. No. 45701/99, 35 Eur. H.R.

Rep, at 95
B. The applicants submitted that in a democratic society any group of believers who
considered themselves to be different from others should be able to form a new
Church, and that it was not for the State to determine whether or not there was a real
distinction between these different groups or what beliefs should be considered
distinct from others. Similarly, it was not for the State to favour one Church rather than
another by means of recognition, or to censor the name of a Church solely on the
ground that it referred to a closed chapter of history. Consequently, in the present
case, the Moldovan State was not entitled to decide whether the applicant Church was
a separate entity or a grouping within another church.13

2. Moldova

A. The Government accepted that the right to freedom of religion included the freedom
to manifest one’s religion through worship and observance, but considered that in the
present case the refusal to recognise the applicant Church did not amount to a
prohibition of its activities or those of its members. The members of the applicant
Church retained their freedom of religion, both as regards their freedom of conscience
and as regards the freedom to manifest their beliefs through worship and practice14.

B. The Government further submitted that the applicant Church, as an Orthodox


Christian Church, was not a new denomination, since Orthodox Christianity had been
recognised in Moldova on 7 February 1993 at the same time as the Metropolitan
Church of Moldova. There was absolutely no difference, from the religious point of
view, between the applicant Church and the Metropolitan Church of Moldova. The
creation of the applicant Church had in reality been an attempt to set up a new
administrative organ within the Metropolitan Church of Moldova. The State could not
interfere in the conflict within the Metropolitan Church of Moldova without infringing
its duty of neutrality in religious matters. At the hearing on 2 October 2001 the
Government submitted that this conflict, apparently an administrative one, concealed
a political conflict between Romania and Russia; were it to intervene by recognising
the applicant Church, which it considered to be a schismatic group, the territorial
integrity of the young Republic of Moldova.15

Dari peryataan gereja dan pemerintah Moldova, penulis menyimpulkan hal-hal


dibawah ini dari perspektif gereja :

 Gereja menyatakan bahwa tidak adanya alasan yang jelas dari mengapa
pemerintah melarang atau tidak memberi izin kepada Gereja Bessarabia ini,
sedangkan harus nya ada prosedur-prosedur yang jelas dari pelarangan suatu

13 Metro. Church of Bessarabia and Others v. Moldova [2002] European Court of Human Rights, Application. No. 45701/99, 35 Eur. H.R.
Rep, at 96
14
Metro. Church of Bessarabia and Others v. Moldova [2002] European Court of Human Rights, Application. No. 45701/99, 35 Eur. H.R.
Rep, at 97
15 Metro. Church of Bessarabia and Others v. Moldova [2002] European Court of Human Rights, Application. No. 45701/99, 35 Eur. H.R.

Rep, at 98
asosiasi khusunya gereja agar tidak terkesan men-diskriminasi suatu pihak
yang dianggap berbeda
 Pemerintah tidak berada diposisi yang berhak untuk membeda-bedakan suatu
keyakinan, Gereja Bessarabia menganggap bahwa tindakan pemerintah
merupakan tindakan diskriminasi.

Sedangkan bagi pemerintah Moldova, penulis menyimpulkan hal-hal dibawah ini :

 Tidak memberikan izin kepada gereja bukan berarti mendiskriminasi suatu


kepercayaan tertentu dan tidak melarang kegiatan kepercayaan itu, oleh
karena hal itu, tidak ada pelanggaran-pelanggaran yang terjadi akibat tindakan
pemerintah
 Keyakinan yang dianut oleh gereja Bessarabia ini adalah keyakinan yang sudah
di akui di Moldova, dan tidak ada bedanya dengan gereja-gereja yang telah
ada sebelumnya di wilayah Moldova, akan tetapi, berdirinya Gereja Bessarabia
ini dikarenakan oleh unsur-unsur politik yang bisa mengakibatkan timbulnya
kembali permusuhan antara Rusia dan Rumania.

Berdasarkan fakta-fakta diatas, European Court of Human Rights memutuskan hal-hal


dibawah ini, diantaranya16 :

 Menyatakan adanya pelanggaran terhadap Pasal 9, European Convention of


Human Rights
 Menyatakan bahwa tidak diperlukannya pemeriksaan pada pasal 14 yang
didukung oleh pasal 9 dari European Convention of Human Rights
 Menyatakan adanya pelanggaran terhadap pasal 13, European Convetion of
Human Rights
 Menyatakan tidak diperlukannya pemeriksaan pada pasal 6 dan 11, European
Convention of Human Rights
 Pemerintah Moldova harus mengganti kerugian terhadap Gereja Bessarabia
dalam kurun waktu tiga bulan saat putusan ini diberlakukan dan mengikat
bedasarkan pasal 44(2) konvensi ini, dalam jumlah :
i. Dua puluh ribu Euro untuk kerusakan yang tidak terlihat
ii. 7,025 Euro untuk biaya pengadilan ditambah biaya pajak

III) Analisis Kasus

Setelah mengetahui fakta kasus ini, penulis akan meng-analisis putusan dari European
Court of Human Rights yang menggunakan European Convention of Human Rights,
dan juga dua konvensi lain nya yang membahas mengenai Hak Asasi Manusia, yaitu

16Metro. Church of Bessarabia and Others v. Moldova [2002] European Court of Human Rights, Application. No. 45701/99, 35 Eur. H.R.
Rep, at 150
International Covenant on Civil and Political Rights(ICCPR) dan Universal Declaration of
Human Rights(UDHR)

a) European Convention of Human Rights

Apabila kita beralih lagi kepada putusan European Court of Human Rights, pengadilan
ini memutuskan adanya dua pasal yang dilanggar dari kasus ini, yaitu :

Pasal 9, "Freedom of thought" yang menyatakan17 :


1. Everyone has the right to freedom of thought, conscience and religion; this
right includes freedom to change his religion or belief and freedom, either
alone or in community with others and in public or private, to manifest his
religion or belief, in worship, teaching, practice and observance.
2. Freedom to manifest one’s religion or beliefs shall be subject only to such
limitations as are prescribed by law and are necessary in a democratic society
in the interests of public safety, for the protection of public order, health or
morals, or for the protection of the rights and freedoms of others.

Dari kedua pasal ini, terutama pasal pertama, dinyatakan bahwasanya Pemerintah
Moldova telah melanggar hak dari Gereja Bessarabia yang berupa suatu komunitas
dalam hal keyakinan atau agama nya, dilanggar nya pasal ini bisa kita lihat dari fakta
kasus, dimana Pemerintah Moldova tidak mengakui adanya gereja tersebut dan
menganggap semua tindakan gereja tersebut itu ilegal, karena tidak diakui nya gereja
itu sebagai gereja resmi di Moldova.

Akan tetapi, apabila kita melihat ayat dua dari pasal ini, terdapat pembatasan dari
suatu keyakinan tersebut, dimana dilarang nya suatu keyakinan adalah untuk menjaga
kepentingan umum, keamanan, kesehatan, moral, atau untuk menjaga hak orang lain.
Dari ayat dua ini, bisa kita lihat bahwasanya konvensi ini memang mengakui adanya
batasan-batasan yang harus diberlakukan dari suatu keyakinan, dan berdasarkan fakta
kasus ini, alasan dari Pemerintah Moldova tidak memberikan izin ada gereja ini
dikarenakan oleh adanya asumsi politik untuk menimbulkan permusuhan lagi antara
Rusia dan Rumania, tapi dengan tidak adanya pernyataan pengadilan mengenai pasal
9(2), penulis menganggap bahwa tidak adanya fakta yang jelas dari asumsi pemerintah
Moldova.

b) Pasal 13, "Right to an effecive remedy" yang menyatakan18 :


"Everyone whose rights and freedoms as set forth in this Convention are
violated shall have an effective remedy before a national authority
notwithstanding that the violation has been committed by persons acting in an
official capacity"

17 Article 9, European Convention of Human Rights.


18 Article 13, European Convention of Human Rights.
Dari pasal ini, dinyatakan bahwa apabila ada hak atau kebebasan yang dilanggar pada
konvensi ini, harus ada tindakan secepatnya dari pihak pemerintah untuk melihat
pelanggaran yang telah dilakukan oleh pejabat berwenang. Dari fakta kasus ini,
dikarenakan dilanggar nya pasal 9 European Convention of Human Rights, maka pasal
13 ini pun juga dilanggar karena tidak ada nya tindakan dari Moldova untuk
menangani kasus ini, terlihat dari tidak adanya pihak dari Moldova untuk mencabut
atau memeriksa lebih dalam izin operasi pada Gereja Bessarabia.

c) Pasal 18, International Covenant on Civil and Political Rights19


1. Everyone shall have the right to freedom of thought, conscience and religion. This
right shall include freedom to have or to adopt a religion or belief of his choice, and
freedom, either individually or in community with others and in public or private, to
manifest his religion or belief in worship,observance, practice and teaching.
2. No one shall be subject to coercion which would impair his freedom to have or to
adopt a religion or belief of his choice.
3. Freedom to manifest one's religion or beliefs may be subject only to such limitations
as are prescribed by law and are necessary to protect public safety, order, health, or
morals or the fundamental rights and freedoms of others.

Penulis merasa bahwa pasal 18 dari ICCPR ini juga bisa dijadikan dasar hukum terdapat
kasus HAM, termasuk kasus Metropolitan Church of Bessarabia and Others v.
Moldova, dikarenakan pasal ini juga mengatur mengenai hak serta kebebasan
terhadap agama dan keyakinan serta tindakan dan juga penyebaran agama tersebut,
dan tidak ada seorang pun yang bisa dilarang untuk memenuhi hal itu.

Layaknya European Convention of Human Rights, ICCPR juga mengatur pembatasan


dari tindakan keagamaan ini, hal-hal seperti untuk melindungi kepentingan umum,
kesehatan, moral, hak-hak dasar dan hak orang lain.

d) Universal Declaration of Human Rights20

Article 18

Everyone has the right to freedom of thought, conscience and religion; this right
includes freedom to change his religion or belief, and freedom, either alone or in
community with others and in public or private, to manifest his religion or belief in
teaching, practice,worship and observance.

Seperti hal nya ICCPR dan European Convention of Human Rights, UDHR juga
memberikan aturan mengenai hak beragama

19 Article 18, International Covenant and Civil and Political Rights.


20 Article 18, Universal Declaration of Human Rights.
C. Kesimpulan

Hak asasi manusia adalah hak dasar yang bersifat universal. Hak asasi manusia adalah hak
yang melekatdalam jati diri manusia yang secara universal dan kodrati menjaga menjaga
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan yang mempunyai kedudukan yang sama
dengan orang lain, dan tidak boleh diabaikan dan dirampas oleh pihak manapun.

Hukum hak asasi manusia intinya menjamin hak yang paling mendasar dari semua hak
yang dimiliki manusia, yaitu hak hidup. Larangan untuk memiliki keyakinan tertentu
terhadap manusia merupakan sebuah pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia dan
tidak bisa dibiarkan. Larangan beragama adalah sebuah kejahatan terhadap kemanusiaan
sehingga setiap negara berhak menindak para pelakunya. Jadi meskipun pelaku atau
korban bukanlah warga negara tersebut tapi karena kasusnya terjadi di tempat tersebut
maka negara punya wewenang untuk mengadilinya.

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) adalah elemen pertama dari Peraturan
Perundang-Undangan Hak, yakni suatu tabulasi hak dan kebebasan fundamental
internasional. Konvenan-konvenan internasional menetapkan tabulasi hak yang mengikat
secara hukum dan Protokol Tambahan pada Konvenan Internasional tentang Hak Sipil dan
Politik serta kedua komite yang memantau penerapan setiap Konvenan menyediakan
mekanisme bagi penegakan hak-hak tersebut. Instrument HAM internasional sangat
berpengaruh dalam perkembangan HAM yang ada di Indonesia.

Beberapa komentator beranggapan bahwa sekarang ini terdapat terlalu banyak instrumen
hak asasi manusia dan seruan mereka untuk pengendalian kualitas hak-hak tambahan.
Bahkan para pendukung perjanjian multilateral mempertanyakan apakahdapat ataukah
harus dibuat lebih banyak instrumen. Pada saat ini PBB sedangmelanjutkan kerjanya untuk
membuat sejumlahkonvensi termasuk konvensi tentangrakyat pribumi dan konvensi
tentang hak penyandang cacat. Instrumen terbaru yangditerima pada Juni 2006 oleh
Dewan HAM menyangkut pelarangan penghilanganpaksa. Hal ini sudah diakui dalam
ketentuan tentang kebebasan, keamanan pribadi, hak atas pemeriksaan pengadilan yang
adil, dan pelarangan penyiksaan, perlakuan ataupenghukuman yang tidak manusiawi dan
merendahkan martabat, serta penghilanganhak hidup secara sewenang-wenang. Jadi konvensi
yang baru ini memperjelas lingkupdan penerapan hak dan kebebasan manusia yang sudah ada,
bukannya menciptakan hak yang baru. Pesaing yang paling mungkin untuk ”hak baru” adalah
barangkali hak atas pembangunan dan hak lingkungan hidup.

Jika kita berpaling pada kasus Metropolitan Church of Bessaravia v. Moldova, berdasarkan
fakta kasus dan analisis kasus diatas, bisa kita lihat pelanggaran-pelanggaran hak asasi
manusia yang terjadi berdasarkan instrumen hukum internasional yang berlaku selain
European Convention of Human Rights yang digunakan oleh ECHR.
D. Daftar Pustaka

Buku

1. Asplun, Knud D. Asplun, Hukum Hak Asasi Manusia, PUSHAM UII, Yogyakarta,
2008.
2. Gautama, Sudargo (Gouwgioksiong), Pengertian Tentang Negara
Hukum¸Alumni,Bandung , 1973.
3. Muladi, H HAK ASASI MANUSIA (Hakekat,Konsep dan Implikasinya dalam
Perspektif Hukum danMasyarakat), Bandung : PT Reflika Aditama, 2007, hlm
4.
4. Rukmini, Mien, Perlindungan HAM Melalui Asas Praduga Tidak Bersalah dan
Asas Persamaan Kedudukan Dalam Hukum Pada Sistem Peradilan Pidana
Indonesia, Alumni,Bandung, 2003..

Dokumen Lain

1. Metro. Church of Bessarabia and Others v. Moldova [2002] European Court of


Human Rights, Application. No. 45701/99, 35 Eur. H.R. Rep, at 34.
2. Metro. Church of Bessarabia and Others v. Moldova [2002] European Court of
Human Rights, Application. No. 45701/99, 35 Eur. H.R. Rep, at 8
3. Metro. Church of Bessarabia and Others v. Moldova [2002] European Court of
Human Rights, Application. No. 45701/99, 35 Eur. H.R. Rep, at 9
4. Metro. Church of Bessarabia and Others v. Moldova [2002] European Court of
Human Rights, Application. No. 45701/99, 35 Eur. H.R. Rep, at 95
5. Metro. Church of Bessarabia and Others v. Moldova [2002] European Court of
Human Rights, Application. No. 45701/99, 35 Eur. H.R. Rep, at 96
6. Metro. Church of Bessarabia and Others v. Moldova [2002] European Court of
Human Rights, Application. No. 45701/99, 35 Eur. H.R. Rep, at 97
7. Metro. Church of Bessarabia and Others v. Moldova [2002] European Court of
Human Rights, Application. No. 45701/99, 35 Eur. H.R. Rep, at 98
8. Metro. Church of Bessarabia and Others v. Moldova [2002] European Court of
Human Rights, Application. No. 45701/99, 35 Eur. H.R. Rep, at 150

Dokumen Hukum

1. Article 9, European Convention of Human Rights.


2. Article 13, European Convention of Human Rights.
3. Article 18, International Covenant and Civil and Political Rights.
4. Article 18, Universal Declaration of Human Rights.
Dengan ini, saya menyatakan bahwa tugas ini dibuat oleh saya sendiri tanpa bantuan
orang lain. Sumber kutipan dan referensi yang digunakan dalam tugas ini telah saya
cantumkan sesuai dengan pedoman penulisan karya ilmiah di Fakultas Hukum
Universitas Padjajaran.

Apabila pernyataan ini terbukti sebaliknya, saya bersedia menerima sanksi akademik
yang berlaku di Fakultas Hukum Universitas Padjajaran.

Anda mungkin juga menyukai