Anda di halaman 1dari 7

2019 KELAS A

Tim Pencari Fakta (TPF) PBB menemukan tiga pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh Myanmar
terhadap penduduk etnis menirotas Rohingya. Tiga pelanggaran tsb, adalah pembantaian atau genosida, kejahatan
kemanusiaan dan kejahatan perang. Berdasarkan pelanggaran tsb, PBB rencananya menggelar sidang Majelis
Umum PBB pada 10 Desember 2018. Sidang itu ditujukan untuk menerbitkan resolusi PBB tentang pelanggaran
HAM berat bagi pemerintah Myanmar.

Marzuki Darusman, Ketua TPF PBB memberitahukan bahwa Myanmar menentang pembentukan TPF
PBB dan organisasi internasional lainnya, masuknya ke lokasi pembantaian. Pemerintah Myanmar berasalan ingin
menyelesaikan masalahnya sendiri. Namun, sampai November 2018 belum ada laporan dari TPF yang dibentuk
Myanmar. Myanmar menolak membuat akses terhadap TPF karena kejadian tsb dibawah wilayah yuridiksinya.

Menurut Marzuki, timnya telah memasukkan adanya upaya pembersihan etnis luar biasa. Bentrokan
antara aparat kepolisian perbatasan dengan etnis Rohingya adalah puncak kesahalahan akibat diskriminasi yang
diterima etnis minoritas Rohingya. Diantara diskriminasi yang mereka terima adalah larangan bepergian tanpa
surat izin dari otoritas berwenang, lingkup geraknya dibatasi, dan adanya diskriminasi yang sistematis.

Pertanyaan :

1. Jelaskan tanggung jawab negara dalam konteks pelanggaran HAM?

Tanggung jawab negara mengenai pelanggaran HAM dapat dilihat dari adanya suatu peraturan perundang-
undangan dalam hukum nasionalnya yang mengatur mengenai hak asasi manusia. Didalam hukum internasional
terdapat beberapa peraturan yang dapat dijadikan dasar dalam penyelesaian sengketa mengenai hak asasi manusia,
seperti Konvensi Internasional tentang Perlindungan Terhadap Semua Orang dari Tindakan Penghilangan Secara
Paksa, Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak-Hak Pekerja Migran dan Keluarganya, Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia (UDHR) yang dimana peraturan instrument tersebut dirumuskan oleh PBB sebagai
organisasi internasional yang beranggotakan negara-negara di dunia. Dengan demikian, negara-negara yang
tergabung atau menjadi anggota PBB menggunakan peraturan-peraturan tersebut dalam penyelesaian sengketa
mengenai hak asasi manusia dalam ranah internasional. Sehingga, dengan adanya peraturan instrumen tersebut,
negara wajib mengakui, menghormati, melindungi, memenuhi, serta menegakkan hak asasi manusia yang dimiliki
oleh setiap individu di dunia ini.

2. Jelaskan bagaimana menyelesaikan pelanggaran HAM berdasarkan hukum internasional!

Penyelesaian sengkata atau pelanggaran hak asasi manusia berdasarkan hukum internasional dapat dilakukan
dengan mendasarkan pada ketentuan peraturan instrumen yang dirumuskan oleh PBB, yakni Deklarasi Universal
Hak Asasi Manusia (UDHR) yang dimana didalamnya memuat mengenai hak-hak yang dimiliki oleh masing-
masing individu di dunia yang harus dihormati, diakui, dilindungi, dipenuhi, serta ditegakkan oleh negara maupun
subjek hukum internasional lainnya. Selain itu, penyelesaian pelanggaran HAM dapat dilakukan melalui Peradilan
Pidana Internasional (ICC) yang sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) Statuta Roma, yang berbunyi
“jurisdiksi Mahkamah terbatas pada kejahatan paling serius yang menyangkut masyarakat internasional secara
keseluruhan. Mahkamah mempunyai jurisdiksi sesuai dengan Statuta berkenaan dengan kejahatan-kejahatan
berikut, (a) kejahatan genosida; (b) kejahatan terhadap kemanusiaan; (c) kejahatan perang; (d) kejahatan agresi”.
Mengenai hal kejahatan kemanusiaan diatur lebih lanjut dalam Pasal 7 Statuta Roma, sehingga dengan adanya
ketentuan tersebut, Peradilan Pidana Internasional (ICC) memiliki kewenangan dalam menyelesaikan pelanggaran
terhadap hak asasi manusia berdasarkan hukum internasional.

3. Apakah Myanmar dapat menutup upaya penghentian pelanggaran HAM dengan alasan kejadian
pembantaian di wilayah yuridikasi Myanmar?

4. Bagaimana kewajiban negara “successor” atas semua hak dan kewajiban terhadap perjanjian batas
wilayah dengan negara ketiga dari negara “predecessor” dalam kajian suksesi negara. Jelaskan dan
sertakan dasar hukumnya!

5. Dalam earth summit 1992 di Rio de Janeiro dihasilkan beberapa peraturan internasional penting
dalam perkembangan hukum lingkungan internasional. Sebut dan jelaskan pengaturan-pengaturan
tersebut?

Menurut Pasal 11 Deklarasi Rio Tahun 1992 tentang Lingkungan dan Pembangunan yang mengatur bahwa,
negara harus memberlakukan undang-undang lingkungan yang efektif. Stadar lingkungan, tujuan dan prioritas
pengelolaan harus mencerminkan konteks lingkungan dan pembangunan yang diterapkannya. Berdasarkan
ketentuan pasal tersebut, setiap negara di dunia diharuskan memiliki/memberlakukan undang-undang lingkungan
hidup yang bertujaun untuk pengelolaan dan pembangunan lingkungan hidup. Menurut Pasal 13 Deklarasi Rio
Tahun 1992 yang mengatur bahwa negara harus mengembangkan hukum nasional mengenai tanggung jawab dan
kompensiasi bagi para korban pencemaran dan kerusakan lingkungan lainnya dengan bekerja sama sebagai cara
yang lebih cepat dan tegas dalam mengembangkan hukum internasional lebih lanjut mengenai hal tersebut. Tujuan
adanya peraturan yang tercantum dalam pasal tersebut adalah baik negara maupun hukum internasional
bertanggung jawab atas dampak dari kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan-kegiatan di dalam
maupun di luar yuridiksi mereka. Menurut Pasal 26 Deklarasi Rio Tahun 1992 yang mengatur bahwa, negara-
negara harus menyelesaikan semua sengketa mengenai lingkungan secara damai dan denga cara sesuai dengan
Piagam PBB. Hal tersebut, diatur agar tidak terjadi sengketa yang berkelanjutan yang dapat merugikan semua
pihak, baik yang bersengkata maupun tidak.

6. Dalam hal terjadi sengketa antar negara, jenis penyelesaian sengketa apa yang lebih
ditekankan/diutamakan oleh negara-negara? Mengapa, jelaskan dengan amanat internasional untuk
penyelesaian sengketa dan sertakan dasar hukumnya!

Metode penyelesaian sengketa dikategorikan menjadi dua, yakni penyelesaian secara damai dan penyelesaian
secara paksa atau dengan kekerasan. Penyelesaian sengketa secara damai dilakukan apabila para pihak telah
bersepakat untuk menemukan solusi. Menurut J. G. Starke, metode penyelesaian sengketa internasional secara
damai adalah arbitrase, penyelesaian yudisial, negosiasi, jasa-jasa baik, mediasi, konsiliasi, penyelidikan, dan
penyelesaian di bawah naungan PBB. Menurut Pasal 33 ayat (1) Piagam PBB, penyelesaian sengketa dengan
damai dapat dilakukan dengan perundingan (negotiation), penyelidikan, mediasi, konsiliasi, arbitrase,
penyelesaian menurut hukum melalui badan/pengaturan reginoal atau dengan cara yang ditentukan sendiri oleh
para pihak. Selain itu, penyelesain sengketa antar negara dapat dilakukan melalui lembaga Pengadilan, yakni
Mahkamah Internasional (ICJ) yang sebagaimana diatur dalam Pasal 36 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional
yang menyatakan bahwa, yuridiksi pengadilan terdiri dari semua kasus dimana para pihak menyebutnya dan
semua hal-hal khusus yang diatur dalam Piagam PBB atau dalam perjanjian dan konvensi yang berlaku. Dalam
hal ini, Mahkamah Internasional akan mengeluarkan suatu keputusan yang menentukan penyelesaian sengketa
antar negara yang bersangkutan, yang dimana keputusan yang dikeluarkan diartikan sebagai suatu kepastian yang
di dalamnya terdapat aturan hukum internasional yang menentukan bagaimana hubungan antar kedua negara yang
berperkara.

2019 KELAS C

Di musim kemarau tahun 2019 ini, kembali terjadi kebakaran hutan di wilayah Sumatera dan Kalimantan.
Kebakaran hutan ini diduga berasal dari pembukaan lahan oleh beberapa perusahaan perkebunan kelapa sawit di
lahan gambut. Pembukaan ini menyebabkan permasalahan polusi asap diatas batas normal yang menganggu
Kesehatan dan mengancam nyawa. Selain itu, polusi asap juga mencemari udara tetangga, Malaysia, Singapura
dan Filiphina. Bahkan, pemerintah Malaysia menyampaikan nota keberatan kepada Pemerintah Indonesia.
Dikabarkan bahwa, Indonesia menolak bantuan untuk memadamkan kebakaran dari pemerintah Malaysia dan
Singapura. ASEAN sebenarnya telah memiliki ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (ASEAN
ATHP) tahun 2002, namun Indonesia baru meratifikasi perjanjian ini setelah 12 tahun kemudian.

Pertanyaan :

1. Setelah kebakaran hutan yang terjadi di tahun 1998 dan 1999, negara-negara ASEAN merasa perlu
untuk memiliki aturan bersama mengenai bencana asap lintas batas negara. Jelaskan bagaimana
aturan bersama ini dapat mengikat setiap negara di ASEAN, atau apa yang menjadi dasar
mengikatnya?

Menurut Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional yang mengatur bahwa, Pengadilan yang berfungsi
untuk memutuskan sesuai dengan sengketa hukum internasional seperti yang diserahkan kepadanya, berlaku: a.
konvensi internasional, baik umum maupun khusus, aturan menetapkan secara tegas diakui oleh negara-negara
peserta; b. kebiasaan internasional, sebagai bukti dari praktek umum diterima sebagai hukum; c. prinsip-prinsip
umum hukum yang diakui oleh negara-negara beradab; d. tunduk pada ketentuan Pasal 59, keputusan hukum dan
ajaran-ajaran putusan yang paling berkualifikasi tinggi dari berbagai bangsa, sebagai anak perusahaan berarti
untuk penentuan aturan hukum. Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, “aturan menetapkan secara tegas diakui
oleh negara-negara peserta” dapat dijadikan dasar atau sumber dalam menyelesaikan suatu sengketa, sehingga
aturan tersebut mengikat negara-negara yang bersangkutan. Dalam hal ini, negara-negara ASEAN berkeinginan
untuk memiliki aturan bersama mengenai bencana asap lintas negara yang dimana aturan bersama tersebut
mengikat dan harus dipatuhi oleh semua negara ASEAN. Sehingga, dengan diterapkannya aturan tersebut dapat
menjadi dasar dalam penyelesaian sengketa antar negara yang berkaitan dengan bencana asap lintas negara.
2. Setelah ASEAN ATHP disepakati tahun 2002, masing-masing negara ASEAN harus
mengimplementasikannya. Jelaskan bagaimana hubungan/posisi ASEAN ATHP dalam hukum
nasional Indonesia!

3. Misalkan, ASEAN ATHP tidak ada. Apakah negara yang merasa dirugikan oleh asap yang berasal
dari negara lain dapat mengajukan kasusnya ke ICJ atas dasar apa kasus ini diajukan? Jelaskan!

Menurut Pasal 36 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional yang mengatur bahwa, yurisdiksi pengadilan terdiri
dari semua kasus dimana para pihaknya menyebutnya dan semua hal-hal khusus yang diatur dalam Piagam PBB
atau dalam perjanjian dan konvensi yang berlaku. Menurut Pasal 36 ayat (3) Piagam PBB yang mengatur bahwa,
dalam memberikan anjuran-anjuran menurut pasal ini Dewan Keamanan juga mempertimbangkan bahwa
pertikaian-pertikaian hukum pada umumnya harus diajukan oleh pihak-pihak kepada Mahkamah Internasional
sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam Statuta Makhkamah. Berdasarkan ketentuan pasal-pasal tersebut, setiap
negara di dunia dapat mengajukan sengketa atau pertikaian dengan negara lain kepada Mahkamah Internasional
(ICJ). Di dalam kasus tersebut, negara-negara yang terkena asap dari kebakaran hutan di wilayah Sumatera dan
Kalimantan dapat mengajukan kasus tersebut kepada ICJ atas dasar negara Indonesia telah melanggar ketentuan
yang tercantum dalam Deklarasi Internasional Hak Asasi Manusia (UDHR). Sehingga, perkara tersebut dalam
diselesaikan melalui Putusan Mahkamah Internasional sebagai suatu kepastian yang di dalamnya terdapat aturan
hukum internasional yang menentukan bagaimana hubungan antar kedua negara yang berperkara.

4. Apabila kebakaran hutan disebabkan oleh pembukaan lahan oleh perusahaan multinasional Glory
Victory Company, pemilik perkebunan sawit. Apakah perusahaan multinasional dapat dimintai
pertanggungjawaban dalam hukum internasional?

Perusaaan Multinasional merupakan perusahaan swasta sebagai kesatuan non pemerintah yang memiliki kantor
pusat di suatu negara dan melakukan kegiatan di banyak negara dan tidak memiliki status international legal
person. Sehingga tidak memiliki hak dan kewajiban dalam hukum internasional, serta tidak memiliki standing
untuk berperkara di Mahkamah Internasional (ICJ). Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 34 ayat (1) Statuta ICJ
yang menyatakan bahwa, hanya negara yang dapat menjadi pihak dalam perkara di Mahkamah Internasional.
Namun, dalam hal tertentu perusahaan multinasional dapat membuat persetujuan dengan pemerintah suatu negara
yang didasarkan pada prinsip hukum internasional. Hukum internasional berupaya untuk memberikan tanggung
jawab kepada perusahaan multinasional melalui kewenangan negara terkait instrumen perjanjian internasional
sebagai sumber hukum utama dalam hukum internasional. Peran hukum internasional dalam mengatur perusahaan
multinasional ada, apabila negara telah mentransformasikannya ke dalam hukum nasional. Dengan demikian,
perusahaan multinasional dapat dimintai pertanggungjawaban atas perkara yang dilakukan, apabila negara yang
bersangkutan telah mentransformasikan ke dalam hukum nasionalnya.

5. Apakah penolakan Indonesia terhadap tawaran bantuan dari Malaysia dan Singapura termasuk
pelaksanaan kedaulatan oleh negara? Jelaskan!
STUDY CLUB

Kasus 1

Di Perairan Natuda Utara telah melintas pesawat tempura sing (diperkirakan) jenis F-18 Hornet, di atas sebuah
kapal jenis FPSO (Floating, Production, Storage, and Off loading Vessel) yang dioperasikan oleh Perusahaan
minyak Indonesia dan berada di wilayah ZEE Indonesia, sekitar 169 nauctial miles di sebelah barat dari Kepulauan
Natuna pada hari Selasa, 6 April 2021. Wilayah terbang pesawat itu diatas wilayah ZEE Indonesia.

Pertanyaan :

1. Apakah Indonesia mempunyai kedaulatan di wilayah tersebut? Jelaskan!

Kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi atau kekuasaan yang paling atas yang terbatas pada batas wilayah negara
tertentu. Menurut Pasal 3 UNCLOS Tahun 1982 yang mengatur bahwa, setiap negara mempunyai hak untuk
menetapkan lebar laut teritorialnya sampai suatu batas yang tidak melebihi 12 mil laut, diukurdari garis pangkal
yang ditentukan sesuai denan Konvensi ini. Menurut Pasal 57 UNCLOS Tahun 1982, zona ekonomi eksklusif
(ZEE) tidak boleh melebihi 200 mil laut dari garis pangkal darimana lebar laut territorial diukur. Dengan adanya
ZEE, negara pantai memiliki hak-hak berdaulat untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi, konservasi
pengelolaan sumber kekayaan alam baik hayati maupun non hayati, pembuatan dan pemakaian pulau buatan,
instalasi, dan bangunan, riset ilmiah kelautan, perlindungan dan pelestarian lingkungan laut, serta hak dan
kewajiban lain yang sebagaimana diatur dalam Pasal 56 UNCLOS Tahun 1982. Dengan demikian, berdasarkan
ketentuan tersebut, Indonesia memiliki kedaulatan wilayah laut yang didasarkan pada zona ekonomi eksklusif
atau ZEE.

2. Apakah Indonesia dapat mengusir pesawat tempur asing tersebut dari wilayah udara Indonesia
tersebut? Jelaskan!

Telah diketahui bahwa Indonesia memiliki kedaulatan penuh atas wilayah udara selama masih berada diatas
wilayah daratan Indonesia, sehingga apabila terdapat pesawat tempura sing (milik negara lain) yang melintas
tanpa izin, maka Indonesia dapat mengusir pesawat tersebut dari wilayah udara Indonesia. Menurut Pasal 1
Konvensi Chicago Tahun 1944 yang mengatur bahwa, setiap negara mempunyai kedaulatan penuh dan eksklusif
terhadap wilayah udara di atas wilayahnya. Hal tersebut diatur lebih lanjut dalam Pasal 3 bahwa, negara
mempunyai kedaulatan sempurna dan eksklusif atas ruang udara. Berdasarkan ketentuan pasal tersebut Indonesia
memiliki kedaulatan atas udara yang berada di atas wilayah daratannya, sehingga Indonesia memiliki kewenangan
untuk mengusir pesawat tempur asing yang tanpa izin melintasi wilayah udara Indonesia.

Kasus 2

Kapal kargo milik Iran, MV Savis diserang Israel di Laut Merah pada hari Selasa, 6 April 2021. Kapal itu
mengalami kerusakan setelah ranjau meledak di lambung kapal, namun tidak ada korban terluka dalam kejadian
tersebut. Israel pernah mengancam akan menyerang jika Iran terus melanjutkan program pengayaan uranium.
Sedangkan, Iran menyatakan siap menghadapi serangan Israel dan tetap melanjutkan program pengayaan uranium
sampai Amerika Serikat mencabut seluruh sanksi.

Pertanyaan :
3. Dibandingkan dengan negara, apakah PBB merupakan subyek hukum menurut hukum internasional?
Jelaskan!

Subyek hukum internasional terdiri atas negara, organisasi internasional, tahta suci Vatikan, belligerent, ICRC
(Palang Merah Internasional). J. G. Starke mengemukakan bahwa, subjek hukum internasional adalah negara,
organisasi atau lembaga internasional, individu atau satuan selain negara. Organisasi internasional dalam hukum
internasional berkedudukan sebagai subyek yang dimana harus dibuat melalui perjanjian internasional, memiliki
badan yang bersifat mandiri dan bebas dari pengaruh negara-negara, tunduk pada aturan hukum internasional
yang berlaku, sera memiliki international legal personality atau kemampuan untuk dikenai hak dan kewajiban
dalam hukum internasional. Dengan demikian, PBB (United Nation) merupakan salah satu organisasi
internasional sebagai subjek hukum internasional. Sehingga, PBB memiliki international legal personality yang
dimana memiliki kemampuan untuk dikenai hak dan kewajiban dalam hukum internasional. Selain itu, telah
diketahui bahwa PBB beranggotakan negara-negara di dunia yang melakukan perjanjian mengenai suatu hal yang
berkaitan dengan hukum internasional.

4. Jelaskan subyek hukum internasional yang terlibat dalam konflik tersebut di atas!

Subyek hukum internasional yang terlibat dalam konflik tersebut diatas adalah negara yakni, Iran dan Israel.
Dalam kasus tersebut, kapal kargo milik Iran terkena ranjau dari Israel, sehingga mengalami kerusakan. Kapal
kargo tersebut dianggap kepunyaan negara Iran, karena terdapat bendera negara Iran, sehingga dianggap bagian
dari wilayah territorial suatu negara. Sedangkan, Israel dalam kasus tersebut sebagai penyebab kerusakan kapal
kargo milik Iran. Meskipun beberapa negara tidak mengakui Israel sebagai suatu negara, namun menurut
Konvensi Montevidio Tahun 1993, Israel telah memenuhi elemen-elemen suatu negara, sehingga Israel dapat
dikatakan sebagai subjek hukum internasional (negara).

5. Dalam pembahasan subyek hukum internasional, negara dikatakan sebagai subyek HI yang pertama
dan utama. Mengapa? Jelaskan!

Menurut Mochtar Kusumaatmadja negara sebagai subyek hukum internasional yang bersifat penuh, karena negara
memiliki kualifikasi klaim di Pengadilan Internasional, dalam hal ini adalah Mahkamah Internasional (ICJ) yang
sebagaimana diatur dalam Pasal 34 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional. Selain itu, negara dapat
mengesahkan berlakunya suatu aturan hukum internasional yang dimana aturan tersebut Sebagian mengatur
mengenai hak dan kewajiban negara atau hubungan antar negara di dunia. Negara memiliki kekuasaan, kekuatan,
dan otoritas, serta hanya negara saja yang dapat menyelesaikan perkara melalui Mahkamah Internasional (ICJ).

Note SC Inter

• Kedaulatan udara sama dengan kedaulatan laut


• Indonesia memiliki wilayah teritorial ZEE karena tindakan yang dilakukan sesuai dengan yang diatur
dalam UNCLOS
➢ apabila terdapat kapal yang mengebarkan bendera Indonesia, maka kapal tersebut sebagai
ekstradionari wilayah negara Indonesia

• kedaulatan → yang tidak dapat diganggu gugat


• subjek hukum inter penuh → negara
• subjek hukum inter tidak penuh → selain negara
• negara → sebagai subjek hukum yang utama, karena negara yang dapat melakukan hubungan-hubungan
dengan negara lain, telah diketahui bahwa hukum internasional sebagai peraturan-peraturan yang
mengatur mengenai hubungan subjek hukum yang satu dengan yang lain.
• dalam hukum inter upaya penyelesaian sengketa/permasalahan adalah dilakukan secara damai,
karena negara tidak dapat hidup sendiri, pasti membutuhkan negara lain
• Chicago Convention → wilayah udara
UNCLOS → wilayah laut
• sifat wilayah darat → tidak dapat diganggu gugat
• dasar hukum inter :
UN CHARTER
ICJ STATUTE
UDHR
• sifat hukum inter dan hukum nasional → tidak boleh bertentangan
• pembuatan hukum nasional → tidak boleh bertentangan dengan hukum inter
• primat → derajat/hierarki
• inkorporasi → rangkaian lanjut pandangan monisme yang dimana hukum internasional sama dengan
hukum nasional → hukum inter dapat dijadikan dasar dalam penyelesaian hukum nasional
• transformasi → norma diundangkan (dualisme) → norma hukum nasional diserap dan
ditransformasikan dalam hukum inter
• Apabila hukum nasional bertentangan dengan hukum internasional → maka negara memiliki hak
untuk memilih (menganut primat yang mana), meskipun hukum nasional tidak boleh bertentangan
dengan hukum internasional. Juga melihat, pertentangan antara hukum inter dan hukum nasional berada
di bagian mana, apakah pidana atau perdata.
• Perjanjian internasional mengikat → apabila negara-negara yang bersangkutan meratifikasi
• Piagam PBB → berisi hukum-hukum dasar → dapat digunakan sebagai dasar penyelesaian sengketa
antar negara
• Hukum kebiasaan internasional → negara harus mengakuinya, agar dapat menjadi hukum kebiasaan
internasional
• Putusan yang dikeluarkan ICJ → bersifat mengikat → Pasal 94 Piagam PBB

Anda mungkin juga menyukai